Tubuh kecil ibuku digendong ala pengantin olehnya. Setelah itu, ia berbalik dan berjalan ke arahku. Akhirnya, aku bisa melihat bagaimana rupanya itu. Rupa yang selama ini belum pernah kulihat secara langsung.
Rupa yang tegas, dengan tatapan teduh dan mata merah menatapku. Wajahnya rupawan, dengan kulit putih pucat khas vampire. Serta, badan tinggi tegap dan membuatku ingin sepertinya. Dari semua hal itu, aku membenarkan perkataan mereka. Melihatnya membuatku seperti berkata dan mendapati wajahku dalam versi dewasa.
Ah, aku terlalu memuji.
“Senang bertemu denganmu, Dav. Tak kusangka kau sudah sebesar ini.”
Astaga! Beliau tersenyum dan menghampiriku. Aku yang masih lemas tentu tak bisa berbuat apa pun untuk membalasnya. Jangankan untuk berdiri menyambut kedatangannya, menjawab ucpannya saja aku merasa tak mampu.
“Dia tumbuh dengan hebat!” ucap Mom. Ayahku me
“Paman Sean sudah bertemu pasangannya, Dad,” jawabku.Mom dan Dad terdiam. Mereka sama sekali tidak membuka suara setelahnya, dan aku pun begitu. Kebiasaan untuk tidak banyak bersuara sepert sudah mendarah daging di hidupku. Dulu, aku enggan bicara karena setiap kali melakukan hal itu, ejekan akan kuterima. Bahkan lebih buruknya pukulan demi pukulan kurasakan. Namun, kini aku suah normal, dan kebiasaan itu terbawa hingga sekarang.Kalau saja Mom dan Dad tahu, apa yang akan mereka lakukan? Sedangkan Mom saja selalu mengucap maaf.Aku menyadari, semua hal ini bukan keinginannya. Kami dipaksa oleh keadaan dan tak bisa mengelak. Oh, haruskah aku bersyukur karena hal itu?“Mom, Dad, kalian tak kaget mendengarnya?” tanyaku.Nyatanya, aku tak betah akan situasinya dan memilih untuk membuka mulut. Aneh juga. Setahuku, mereka cukup ekat. Bahkan menurut cerita, Pama
“Mom, siapa yang memberiku nama ini?” tanyaku. Entah apa yang kupikirkan saat menanyakan hal itu, pertanyaan yang terlintas begitu saja di benakku.Seama ini, aku hanya bias berasumsi dengan pemikiran yang tak jelas. Davian adalah nama mantan pasangan Mom, yang akhirnya meninggal di tangan ayahku. Kemungkinan terbesar adalah karena itu Mom menjadi pasangan Dad, dan menghasilkan aku serta Daphne.Untuk pertanyaan kenapa Paman Davian masih berkeliaran sampai sekarang, aku akan mencari orang yang tepat untuk kumintai jawaban. Tak mungkin aku menanyakannya pada Mom, karena pasti beliau amat terpukul. Mom adalah orang yang tersakiti di sini, jadi aku tak mau menambah beban hatinya.“Aku yang menamaimu,” jawab Dad.Aku mengangguk.Ah, tunggu! Kenapa aku baru menyadari jika Dad yang berbicara? Dengan cepat, aku menatap Dad seolah meminta jawaban lain. Tak peduli
Ada banyak hal yang kupikirkan saat perjalanan menuju kastil. Semua hal tentang keluargaku, Paman Isa yang membenci ibuku, juga kenapa ayah yang menjemput kami. Selama ini kupikir ayah ke mana, tetapi melihat beliau ada, semua pemikiran itu lenyap.Setelah pembicaraan Panjang itu, kami hanya diam. Apalagi Mom. Beliau sama sekali tak mengeluarkan suara, pun dengan Tindakan. Kalua saja aku tidak ingat beliau Sudha menjadi vampire, pasti aku mengira beliau adalah mayat yang diawetkan.Vampire tidak berkedip jika ingin. Mata mereka tidak memerlukan air mata yang dihasilkan setiap kali berkedip, untuk melembapkan bola mata mereka. Mereka juga tidak butuh gerakan paru mengambil udara—atau manusia biasa menyebutnya sebagai bernapas. Dari semua hal itu, tidak adanya tanda kehidupan membuat keberarasaannya terlihat mati. Apalagi dengan warna kullit yang pucat.Jalanan sunyi membuatku ingin berpikir lebih banyak lagi. Sampai
“Jujur saja, Dad, aku tidak ingin membayangkan sesuatu yang berlebihan. Bisa tinggal dengan keluarga tanpa masalah saja sudah mampu membuatku puas. Untuk Dad, hidup di wilayah netral mungkin sebuah pilihan yang bagus. Tapi untukku yang belum mengetahui apa pun tentang banyak tempat, menetap di wilayah netral adalah sebuah hal yang harus dipertimbangkan.” Tidak salah dengan ucapanku, kan? Bagiku, hidup di wilayah netral berarti aku harus menyesuaikan diri dengan banyak hal yang baru. Terutama tentang teknologi yang manusia ciptakan. Melihat Daphne dan Mom yang begitu mahir menggunakan benda kotak itu, membuatku berpikir banyak. Hal itu mungkin hanya sedikit saja dari yang mereka miliki. Aku sudah melihat begtiu banyak, tetapi di dalam hati justru berkebalikan. Rasa-rasanya semua itu tidak ada apa-apanya sama sekali. Para manusia dan barang ciptaannya masih membuatku penasaran dengan sebanyak apa benda yang sudah mereka ciptakan. Kalau boleh jujur, aku ingin sekali melihat lebih banyak
Setelah Dad mengatakan akan melatihku, beliau tak main-main. Aku dibawa ke kastil, dikenalkan pada para penghuni di sana yang kebanyakan memandangku dengan tatapan sinis. Banyak dari mereka adalah vampire kelahiran baru. Mereka direkrut Dad karena tak ingin mereka dimusnahkan.Bagi keluarga keturunan murni, vampire kelahiran baru adalah bencana. Mereka tidak bisa dikendalikan dan bisa menyebabkan pembantaian masal. Mereka cenderung tidak memiliki pengendalian diri dan berakhir dengan menghabisi aroma darah yang terjangkau oleh mereka.Untuk mengendalikan para vampire kelahiran baru ini, para vampire bangsawan dan keturunan murni melakukan pencegahan. Setiap ada vampire kelahiran baru di wilayah mereka, sang pemilik wilayah diharuskan memilih di antara dua pilihan, yakni memberlakukan kontrak darah dan menjadikan mereka bawahan, dengan catatan bertanggung jawab dengan semua hal pada mereka, atau membunuh mereka dengan memusnahkannya.&
“Pertajam inderamu!” perintah Dad.Tanpa diperintah pun, aku sudah melakukannya sejak tadi. Hanya Dad saja yang tidak tahu. Huh! Lama-lama aku tidak suka keadaan ini. Akan lebih baik jika mereka menunjukkan diri lebih cepat. Karena dengan keadaan seperti ini, aku merasa suasana lebih mencekam dari apa pun.“Aku tahu, Dad!” jawabku. Setengah berkata ketus karena merasa sebal. Namun, aku segera menyadari kesalahanku ini. “Maaf, Dad,” tambahku. Baru saja aku bertemu dengan Dad, aku sudah berkata ketus begitu. Tak pantas!“Kemarilah!” Dad menepuk dahan di sebelahnya, dan setelah itu aku mencari cara untuk ke sana.Hey! Aku ini keturunan serigala, bukan monyet. Jadi, memanjat pohon sama sekali tidak ada dalam daftar latihanku.“Memanjat bukan berarti kau harus memiliki keturunan monyet dulu baru melakukannya, Dav! Kau juga tidak pe
“Kau hanya mau melihat saja?” tanya Dad. Pedang udah di tanganku, dan Dad melawannya dengan tangan kosong. Gila!“Tapi, Dad. Kau tadi sudah memenggal satu kepalanya, kan? Kenapa tidak dilanjutkan saja?” Bukannya menjawab, aku malah menyerang Dad balik dengan pertanyaan lain. Bukan apa, tetapi tadi aku sudah melihat bagaimana sepak terjang Dad melawannya. Ditambah dengan Dad yang memenggal satu kepalanya, hal itu cukup bisa dijadikan bukti.Dad, kau itu hebat! Namun, kenapa malah memintaku untuk bergabung? Kemampuan bertempurku sangat minim, dengan kekuatan yang tidak seberapa. Jika aku ke sana, aku pasti hanya akan menjadi bebanmu saja. Kau sudah berusia ratusan tahun, sedangkan aku masih belasan. Tentu, pertempuran ini hanya akan berat sebelah. Akan lebih baik jika aku hanya memantau, kan?“Kau itu bodoh atau bagaimana?! Aku menyerahkan pedang itu untukmu bukan untuk membuatmu menggerutu di belakangku. Aku ingin menguji bagaimana kau bertindak menghadapi monster ini, bukan mendorongk
Tanah yang kupijaki terasa berbeda. Becek, tetapi tidak licin dan justru membuat tubuhku terasa ringan. Aku sama sekali belum pernah menemukan jenis tanah ini sebelumnya. Dan, jika dilihat juga monster itu terlalu banyak memiliki misteri. Badannya boleh saj besar, tetapi larinya lumayan cepat. Kalau dibandingkan, hampir setara dengan lariku.Aku memiliki kelebihan dalam hal kecepatan karena werewolf, tetapi monster itu? Badan yang besar kukira akan memperlambat laju larinya. Ternyata tidak berpengaruh. Tanah yang kukira tadi aneh, juga seperti tidak memiliki pengaruh yang besar padanya.“Apa yang kau temukan dari hal ini?” tanya Dad. Tiba-tiba saja beliau sudah berlari di sampingku. Aku sempat kaget, tetapi keeimbangan harus kuperhatikan. Jika tidak, aku bisa terjatuh.“Aku harus dan akan menghadapinya. Dengan atau tanpa bantuanmu!” Aku bertekad demikian karena sudah jenuh dengan rasa pengharapan.
“Kalau kau memilih, kau tidak bisa menarik kembali apa yang telah disepakati. Pertukaran yang telah terjadi, akan mengambil yang diserahkan. Kau tidak akan bisa mundur, Dav. Jadi pikirkan baik-baik apa yang akan kau korbankan,” ucapnya lagi. Paman Davian terdengar seperti menekankan dengan jelas apa yang harus kupilih.Aku memang belum lama menikmati hidup, tetapi kurasa semua itu sudah cukup. “Aku benar-benar akan menyerahkan nyawaku jika bisa memastikan Arthur menghilang selamanya. Kalau perlu, dia tak perlu reingkarnasi kembali,” putusku. Setidaknya itu setimpal.Orang tuaku sudah pernah berusaha untuk menyingkirkannya, tetapi tidak disangka dia seolah bangkit dari kematian dan menghancurkan semuanya. Jika dia benar-benar dimusnahkan, aku serius untuk memberikan nyawaku untuk itu. Bagaimanapun juga, aku sudah tidak memiliki siapa pun.“Pikirkan lagi, Dav. Kau tidak bisa memutuskannya dengan cepat. Ingat, kau hidup masih hanya belasan tahun. Kau bisa hidup lebih lama lagi. Kau bisa
“Aku harusnya berterima kasih kepada kalian sebelum mencabut nyawa kalian, kan?”Aku mendengar suara Arthur yang berat. Terdengar menyeramkan dan ….“Aku meminta maaf atas kesalahanku, Dav. Tidak seharusnya aku menyelamatkannya, dan membuat keadaan seperti ini,” ujar Aline dengan lirih. Dia terbaring di sampingku, dengan keadaan telentang dan tangan kaki yanga terikat. Sedangkan aku, langsung dengan posisi menyamping menghadapnya. Mungkin Arthur kesulitan membuat posisiku telentang dengan tubuh serigalaku.Suasana yang gelas, membuatku sedikit takut. Ada beberapa titik obor yang tidak berpindah. Mungkin tidak dipegang oleh makhluk, tetapi ditancapkan di tanah. Arthur yang masih bertubuh setengah serigalanya berdiri menantang seperti tidak mengalami perang sebelumnya. Berbeda dengan aku dan Aline yang sudah terlihat mengenaskan. Bulu serigala Devan sudah memiliki banyak bercak darah, dan luk
“Kau hanya tikus kecil yang tidak tahu apa-apa, Bocah!” ucap Arthur. Dia menangkap pergerakan Aline dan mencekik lehernya. Setelah itu, pergerakan Aline benar-benar dilumpuhkan. Aku terkejut, tak menyangka jika Aline bisa dikalahkan semudah itu.Aku tidak bisa tinggal diam. Tangan kecil Aline berusaha untuk melepaskan cekikan Arthur padanya. Namun, pergerakan itu sama sekali tidak membuahkan apa pun. Aline justru terdengar merintih kecil. Mungkin, dia merasa sangat kepayahan akibat cekalan Arthur yang begitu kuat.Aku tahu, Aline telah melakukan hal yang tidak kusukai, atau malah lebih ke menghancurkan hidupku. Akan tetapi, jika kupikir lagi itu bukan muri kesalahannya. Dia tidak tahu siapa yang ditolong, dan apa yang telah diperbuat oleh orang yang terlihat menyedihkan. Aline, dia hanya memiliki sifat empati lebih banyak dari sebangsanya.Hanya saja aku tidak tahu, kenapa aku harus disandingkan dengn vampire sepertinya, dan bukan dengan sesame werewolf seperti yang lain.“Kau ingin m
Ada sebuah hal yang membuatku ingin menerkam tubuh wanita itu. Selain menerkamnya, mencabik tentu adalah hal terbaik begitu hal itu dilakukan. Dorongan itu begitu kuat, seiring perubahan yang lebih banyak lagi di tubuhku. Aline, wanita yang baru kutemui tidak sampai sehari, begitu membuat hidupku jungkir balik dalam sekejap.Akan tetapi, andai semua dorongan itu kulaksanakan, bagaimana rasanya, ya?Aku berusaha menahannya. Bagaimanapun juga, Aline bukan seseorang yang pantas untuk diperlakukan seperti itu. Singkatnya hubungan kami bukan sesuatu hal yang patut dijadikan alasan. Dia adalah pasanganku, dan tentu tidak akan mudah untuk mengabaikan hal besar seperti itu.“Percayalah, aku tidak melakukannya secara sengaja, Dav. Aku benar-benar tidak tahu kalau dia adalah semua akar permasalahan yang besar. Aku pun tidak menyangka jika dia akan memperburuk suasana hingga sampai sejauh ini.” Aline berucap lirih. Sia
Untuk sesaat, aku tertegun. Fakta yang terdengar sepele—mungkin untuk sebagian orang tentunya, tetapi tidak denganku. Arthur adalah sumber dari segala hal yang menyiksaku. Dia membuatku terpisah dengan ibu sejak keil, membuat ayah dibenci ibu, dan membuat keluargaku meregang nyawa. Kalau saja dia tidak ada, tentu aku tidak akan mengalami itu semua. Ah, aku lupa. Paman Davian juga tidak ada karena dia, kan? Kalau memang begitu kenyataannya, kenapa harus aku yang menjadi pasangan dari Aline? Bukankah secara tidak langsung dia yang menyebabkan aku berpisah dengan keluargaku? “Al ...,” ucapku lirih. Tubuhku terasa lemas, seolah semua tulang penyangganya kehilangan kekuatan. Tak hanya itu, napas juga semakin memburu dengan jantung berdebar kencang. “Dav ... maksudku bukan begitu. Aku ... aku hanya ... tidak tahu dia siapa ....” Aline membalasnya. Jika dia menjawab seperti itu, bukankah itu
Arthur tertawa sambil menghindari serangan-serangan yang Aline berikan padanya.“Aku tak akan membiarkanmu hidup dengan tenang, Art! Kau bedebah busuk yang hidup tidka lama lagi, sama sekali tidak berhak untuk mengatakan hal itu padanya!” maki Aline. Ada yang janggal dari setiap serangannya. Dia terlihat kacau dengan sekejap hanya dari beberapa kata yang diucapkan Arthur. Bukankah sebelumnya Aline masih baik-baik saja, tidak mengalami lonjakan emosi seperti itu?Untuk sekilas, mungkin tidak akan ada yang memahami pola serangan Aline. Terlihat biasa, dan sama sekali tidak akan kentara jika dia menyembunyikan banyak hal. Namun, aku menyadari bahwa ada sesuatu yang salah. Tidak seharusnya Aline bertempur dengan cara seperti itu. Tidak! Aku harus menghentikannya sebelum terlambat.“Al, mundurlah untuk sejenak! Control dulu emosimu, lalu kita kembali menyerangnya seperti tadi,” ucapku. Ah, sebenarnya a
Sayangnya, semua tidak seperti yang kubayangkan. Aline memang hebat, tetapi bukan berarti dia sanggup mengalahkan Arthur dengan begitu mudahnya. Kami yang bertarung mati-matian berdua arus berusaha lebih keras. Mungkin karena keterikatan kami pulalah, sebuah Kerjasama yang mendadak bisa tercipta. Kami tidak pernah berlatih bersama. Akan tetapi, serangan yang dilakukan benar-benar bisa membentuk harmoni. Tubuh ini juga seperti sudah terlatih untuk bertarung bersama belahan jiwanya.Ah, hubungan dan ikatan yang rumit.Aku pun sampai saat ini tidak mengerti tentang hubungan seperti itu. Dalam hal itu juga, hubungan antara kedua orang tuaku. Di antara mereka yang terikat, ada hubungan masa lalu dengan Paman Davian dan tidak bisa kufahami. Mau bagaimana agi, dari keduanya juga tidak ada yang mau menjelaskan secar ajelas padaku.“Dav, harus kukatakan padamu kalau sampai Arthur tidak bisa dikalahkan, maka aku akan hidup d
Aku takt ahu kenapa Arthur begitu amat terobsesi pada Delta. Tidak ada sesuatu yang membuatku meragukan itu. Justru ,aku sangat yakin jika dia memang menargetkan Delta yang ada di muka bumi ini.“Waw! Dia kuat juga, ya? Padahal tadi aku sangat yakin kalau dia sudah kupukul dengan sekuat tenaga,” ujar Aline. Dia mengatakannya dengan santai, seolah lawan yang kami hadapi bukan siapa-siapa.Aku merasa yakin jika bisa mengalahkan Arthur. Hanya saja, tidak se-optimis Aline. Dia seperti memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Baiklah! Dia mungkin sudah menumbangkan Arthur. Namun, bukan berarti dia adalah seseorang kemarin sore yang baru muncul dan bisa diseret sewaktu-waktu untuk dihabisi.Dari semua hal, berpikir bahwa wanita vampire itu—yang mengaku sebagai pasanganku, adalah orang yang lebih tua dariku adalah sesuatu yang mengerikan. Vampire bisa memiliki umur panjang tanpa menua sekalipun. Dan aku, entah kenapa merasa jika pemikiran itu sedikit … menyesakkan.Sebagai pria, harusnya aku y
“Kau pikir aku akan mati semudah itu!?” Aku terjungkal karena tidak terbiasa mendengar suara lantang yang seperti itu. Setelah kabut debu mereda, mereka mulai terlihat sedikit demi sedikit. Dan, hal yang membuatku terkejut untuk setelahnya adalah wanita itu—yang mengaku sebagai pasanganku, berdiri dengan tegak dan jubah yang sudah tidak lagi dipakai. Sedangkan Arthur, werewolf tua itu sudah terjungkang di tanah. Sungguh di luar dugaan! Aku yang sudah melawannya hingga sampai lelah, tidak bisa membuatnya terjungkang seperti itu. Aku ingin tahu seberapa kuat wanita itu, dan bagaimana cara dia melawan Arthur. Ah ... andai aku memiliki penglihatan yang tajam dan bisa menembus pekatnya kabut debu itu, pasti pertandingan yang seru tak akan terlewatkan. “Jujur saja, Mate, aku tadi sempat berpikir untuk menghabisi diriku sendiri saat berpikir kau tiada,” ujarku mengatakan apa yang telah kupikirkan tentangnya.