Beranda / Romansa / Dekapan Panas Ceo Arrogant / 2. Menjadi Kekasih Pria Asing

Share

2. Menjadi Kekasih Pria Asing

Penulis: Amy_Asya
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-30 12:05:09

Pria asing itu merangkul Laura dan berkata, “Kalian ingin menculik kekasihku?”

Ekspresinya dingin menatap orang-orang berseragam hitam, hingga membuat mereka gemetar.

Meski demikian, salah seorang dari mereka mencoba mengendalikan diri dan berkata, “Kami tahu Anda dan Nona Laura tidak saling kenal. Jadi, segera lepaskan dia atau kami—”

“Atau apa?” potongnya dengan nada mendominasi.

Pria asing itu melepaskan rangkulannya pada tubuh Laura, lalu maju sedikit. “Sepertinya kalian tidak mengerti juga.”

Diberikannya kartu nama kepada salah satu pria di sana dan beberapa detik kemudian, semua orang tampak ketakutan.

“Maafkan kami, Tuan Harry. Kalau begitu, kami pergi dulu,” pamit mereka tiba-tiba.

Laura jelas kebingungan.

Ditatapnya pria asing yang ternyata bernama Harry itu dengan wajah keheranan.

Kenapa tiba-tiba saja para pengawal ayahnya itu pergi begitu saja?

Belum sempat memproses semua, pria itu sudah berbalik dan langsung menarik tangan Laura yang masih tampak kebingungan. “Ayo!”

Detik berikutnya, Laura baru sadar ketika tangannya ditarik untuk masuk ke dalam mobil.

“Eh, tunggu dulu. kau mau membawaku ke mana?”

“Katanya kau mau membalas budi.”

Melihat tatapan Harry yang penuh banyak arti, sontak saja Laura menutupi dadanya dengan menggeleng cepat. “Aku tidak akan membalas budi dengan sex.”

“Sex?”

Laura mengangguk cepat. Kakinya hendak kembali turun dari dalam mobil, tetapi tangan pria itu lebih dulu mencegahnya. “Masuk dan diam saja!”

“Tuan, tolong. Aku adalah wanita penganut sex setelah menikah. Aku akan membayarmu berapapun, atau dengan apa pun, asal tidak dengan yang satu itu,” rengek Laura.

Dia bahkan sampai ditinggal menikah oleh Sam.

Tidak mungkin jika harus memberikan tubuhnya dengan sukarela kepada pria yang tidak dikenalnya itu, kan?

Namun, Harry sama sekali tak peduli dengan rengekkan Laura. Dia hanya mengernyitkan keningnya dengan ekspresi yang tak bisa Laura baca.

Buk!

Harry sudah lebih dulu masuk dan mengunci pintu mobil dari dalam.

“Diam dan pakai saja sabuk pengamanmu.”

Laura menggeleng cepat. Wanita itu menutup bagian dadanya, kemudian menatap pria asing itu dengan air mata yang tertahan. “Kumohon. Aku—"

Harry sontak melempar tisu ke arah Laura hingga membuat wanita itu menghentikan ucapannya. “Jangan berisik. Lagi pula siapa yang mau melakukan sex denganmu.”

Pria itu dengan memandang tubuh Laura dari bawah sampai atas, lalu tatapannya berhenti tepat di tangan Laura yang berusaha menutupi dadanya. “Dadamu kecil. Aku tidak suka!”

Hah?

Wanita itu terkesiap–tak menyangka responnya.

“Sialan!” umpat Laura dengan melemparkan tisu tadi kembali. “Dasar pria mesum!”

Sayangnya, Harry sama sekali tak peduli.

Pria itu memilih melajukan mobilnya dengan tenang dan tanpa bersuara.

Laura yang awalnya ingin marah-marah, bahkan jadi ikut terdiam.

Meski demikian, ia tak bisa sepenuhnya percaya dengan kata-kata pria yang tak dikenalnya itu, dan tetap waspada.

Laura bahkan sama sekali tak mengalihkan perhatiannya dari setiap jalan yang dia lewati dan mencoba menghapalkannya.

Berjaga-jaga jika Harry melakukan tindakan tak senonoh, maka dia bisa langsung kabur.

Sayangnya, dia tak sadar jika Harry menangkap pergerakan Laura yang terlihat seperti siap menerjang kapan pun. “Aku bukan orang jahat. Jadi, bisa kau bersikap santai?”

“Tidak bisa. Aku harus selalu berjaga-jaga.” Laura menoleh dengan tatapan tajam. “Tidak ada orang yang bisa dipercaya di muka bumi ini.”

Pria itu menghela napas, lalu memilih bungkam.

Dikemudikannya mobil sport berwarna hitam itu, hingga berhenti di salah satu hotel bintang lima yang ada di Kota New York.

Deg!

Perasaaan Laura kembali waswas.

Hotel?

“Katanya kau tidak selera denganku, tapi kenapa membawaku ke hotel sekarang?” protes Laura, cepat.

“Sekarang giliranmu yang harus membayar hutangmu tadi.” Harry melemparkan jas hitamnya yang ada di belakang kepada Laura sebelum keluar. “Pakai itu! Aku tidak mau orang-orang menyangka jika aku pergi dengan seorang wanita jalang.”

Laura hendak marah, tetapi saat dia melihat dirinya lagi, perkataan pria itu tidak salah.

Dia memang memakai gaun dengan belahan rendah, dan tanpa lengan sama sekali.

Jadi, Laura pun memakai jas hitam itu untuk menutupi bahunya yang terekspos.

Dia juga terpaksa mengikuti Harry yang menatapnya tajam. Namun, Laura merasa lega saat tahu pria itu membawanya masuk ke dalam restoran.

“Kau ingin mentraktirku makan, ya? Sebenarnya tidak perlu, tapi aku akan tetap berterima kasih,” ucap Laura yang langsung disambut dengan tatapan aneh dari pria itu.

Hanya saja, Laura memilih untuk mengabaikannya.

Perasaannya mengatakan bahwa dia akan makan enak malam ini, dan tanpa harus mengeluarkan uang lebih karena ada yang akan membayarnya.

Akan tetapi, tiba-tiba saja senyum di bibir Laura hilang, saat langkah kaki pria di sampingnya itu terhenti di depan meja besar.

Bukan karena isi meja itu, tetapi karena orang-orang yang ada di sana. Ada lima orang yang sekarang sedang menatap ke arah mereka dengan penuh tanda tanya!

“Siapa yang kau bawa lagi kali ini, Harry? Wanita sewaan lagi?” tanya wanita yang rambutnya hampir memutih itu. Dia tampak tak suka.

Harry menggeleng dengan senyum lebar. “Dia kekasihku,” ujar Harry dengan memeluk pinggang kecil Laura.

Laura tersentak.

Kekasih?

Ah, tetapi tidak masalah. Bukankah tadi Laura juga melakukan hal yang sama.

“Halo, semua.” Laura tersenyum dengan ramah kepada semua orang yang ada di sana meski diberikan tatapan tajam oleh beberapa orang.

Bab terkait

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   3. Tiba-tiba Menikah?

    “Jangan berbohong, Harry,” protes ibunya cepat. “Aku tidak berbohong, Ma. Dia benar-benar kekasihku ... dan kami akan menikah bulan depan. Iya, kan, Sayang?” Harry menoleh, menatap Laura yang saat ini sedang melotot. Menikah? Mendadak kaki Laura lemas seperti tak bertulang, tetapi untung saja Harry dengan cepat memegang pinggangnya dengan kencang. Ibu Harry bahkan terkejut setengah mati, tetapi Harry tampak santai memindahkan tangannya ke bahu Laura. “Jadi, kalian batalkan saja perjodohan ini.” “Harry, tidak bisa. Perjodohan ini … semua teman-temanku sudah tahu.” Wanita berambut pirang, Eva yang memakai gaun merah tak terima. Dia berdiri dengan wajah menahan marah. “Itu bukan urusanku,” jawab Harry acuh tak acuh. “Dari awal aku memang tidak menyukai ini. Jadi, itu kesalahanmu sendiri.” “Harry, duduk! Kita bicarakan ini dengan baik.” Sekarang pria paruh baya yang tak lain adalah ayah Harry menatap putranya dengan wajah tak percaya. “Sorry, Pa. Kami hanya mampir

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30
  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   4. Dasar Wanita Licik!

    Laura turun dari taksi dengan napas terengah-engah. Dia bersyukur karena berhasil melarikan diri dari Harry. Meskipun ia merasa lucu juga karena bisa-bisanya pria sedingin Harry bisa dikelabui dengan cara seperti itu. Akan tetapi, bagaimana jika pria itu bisa menemukannya? “Ah, aku tidak peduli. Lagi pula mana mungkin kami bertemu lagi,” lirih Laura lalu berjalan memasuki gedung apartemen. Dia kemudian masuk ke dalam lift dan menekan angka yang ada di sana. Walau bukan penghuni gedung apartemen ini, tetapi Laura memiliki akses karena temannya yang tinggal di sini. “Sialan! Kalau dipikir-pikir aku jadi bertemu dengan pria gila itu karena mengira jika dia Jackson.” Ting! Di saat yang sama, pintu lift terbuka. Laura bergegas menuju salah satu pintu yang sudah dia hapal nomornya. Dalam satu kali pencetan bel, pintu itu langsung terbuka, dan muncul pria berambut hitam dengan wajah bingung saat melihat laura. “Kau? Apa yang kau lakukan di sini saat hampir te

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30
  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   5. Takdir Laura

    Harry membenarkan dasinya sebelum keluar dari mobil. Di luar sudah ada Ethan—asisten pribadinya yang menunggu sejak tadi. Pria itu memang sangat disiplin. Dia selalu datang lebih dulu daripada Harry. “Hari ini ada wawancara terakhir untuk calon sekretaris. Anda yang akan melakukan wawancaranya langsung, kan?” tanya Ethan sembari berjalan. Dia sudah sibuk dengan tablet yang ada di tangannya. Harry hanya mengangguk. Dia sempat menoleh ke arah jam tangannya. Masih ada waktu untuk melakukan sesi wawancara terakhir. Sekretaris pria itu tiba-tiba saja berhenti tiga bulan lalu, itulah sebabnya Harry membutuhkan seseorang yang hampir mirip dengan pria yang pernah menjadi sekretarisnya itu. “Ada satu orang wanita yang berhasil sampai di tahap ini,” ucap Ethan dengan hati-hati. Langkah kaki Harry langsung terhenti. Dia menoleh, menatap Ethan dengan kening berkerut. “Bukankah aku sudah bilang, aku tidak mau sekretaris wanita. Merepotkan!” “Tapi dia punya potensi yang bagus,

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30
  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   6. Salah Masuk Kandang

    “Kalau seperti itu, mari saya antarkan Anda untuk bertemu dengan Tuan Thompson.” Mendengar nama itu, Laura mengangguk dengan semangat. Ah, dia tidak peduli dengan kata Jackson tentang Tuan Thompson yang selalu menginginkan kesempurnaan itu. Dia pasti bisa menghadapinya! Apalagi setelah ini, Laura akan mendapatkan kebebasannya dari Keluarga Green… Hanya saja, Laura justru berdiri mematung begitu sampai di dalam ruangan atasannya. Jujur, dia membayangkan Tuan Thompson adalah pria tua dengan perut buncit. Namun, apa yang dilihatnya ini? Atasan barunya itu adalah pria dengan punggung yang lebar tampak tenang melihat ke arah luar, di dekat jendela kaca besar di sudut ruangan! “Apa ini artinya aku akan melihat dua pria tampan sekaligus?” bisik Laura sangat pelan. “Tuan, ini Nona Green. Mulai sekarang dia akan bekerja sebagai sekretaris Anda.” “Baiklah. Bisa tinggalkan kami berdua?” tanya Harry yang masih belum menoleh. Deg! Mendengar suara berat pria itu,

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30
  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   7. Calon Istri

    Laura menganga tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Pria itu memintanya untuk mengundurkan diri sekarang dan harus membayar pinalty? “Anda mau memeras saya, ya?” tanya Laura dengan wajah memerah. “Ini namanya tidak professional, Tuan Thompson. Saya tidak akan mengundurkan diri, kalau mau Anda saja yang memecat saya sekarang.” Mendengar tantangan yang Laura katakan, Harry menaikkan sudut alisnya. Setelah itu, dia tersenyum kecil. “Apa jaminannya kau tidak akan menjelekkan nama perusahaanku jika aku memecatmu sekarang? Kau ingin mendapat uang denda … jangan mimpi, Nona Green! Di kontrak tidak ada perjanjian aku harus membayar ganti rugi jika memecatmu sekarang. Siapa yang akan dirugikan?” Laura bergeming. Wanita itu meremas pakaiannya sendiri, menahan amarahnya yang ingin meledak saat ini juga. Di perjanjian kontrak mereka memang tidak ada peraturan bahwa Sky Hotel’s harus membayar ganti rugi jika memecatnya sebelum kontrak berakhir. Di sini jelas Laura yang akan dir

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31
  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   8. Bos Tidak Profesional

    “I-ini semua yang harus aku kerjakan?” tanya Laura dengan suara terbata-bata ketika melihat tiga tumpukan berkas yang menjulang tinggi yang dibawa oleh Ethan. Ethan mengangguk, setelah meletakkan tumpukkan berkas terakhir. “Sebenarnya Tuan Harry meminta untuk yang satu tahun terakhir, tapi yang kubawa ini hanya yang tiga bulan terakhir saja.” Mulut Laura menganga tak percaya. "Tiga bulan terakhir? Sebanyak ini?" “Iya. Aku rasa kau bisa cepat belajar dari semua ini. Nanti setelah itu baru arsipkan semua.” Laura mengangguk pasrah. "Baiklah." “Kalau begitu aku pergi dulu. Maaf, karena tidak bisa membantu, ya. Aku juga masih punya banyak kerjaan, Laura.” “Tidak masalah.” Setelah Ethan pergi, Laura duduk dan menghempaskan punggungnya di sandaran kursi. Dia harus mengerjakan semua ini secepat mungkin, sebelum malam tiba. Namun, belum ada lima belas menit sejak Ethan pergi, pria itu kembali lagi. Raut wajahnya tampak sungkan saat mendengar pertanyaan dari Laura. “Ada yang ketinggala

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31
  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   9. Jangan Berharap Pada Manusia

    Tepat jam dua belas malam, Laura berhasil menyelesaikan pekerjaan yang diberikan Harry. Wanita itu akhirnya menyandarkan tubuhnya yang terasa lelah dan pinggangnya yang terasa sakit. Mata birunya menatap langit-langit kantor yang masih terang. Seharusnya dia bisa segera pulang dan berbaring di atas kasur sekarang, tetapi gara-gara Harry, Laura masih belum mendapatkan flat yang bisa dia sewa. “Apa aku harus menginap lagi di apartemen Jackson?” Laura menggeleng dengan ucapannya sendiri. “Kalau aku bilang aku lembur di hari pertama kerja, dia pasti akan mengomel dan memintaku berhenti.” Merasa putus asa, Laura kembali menghentakkan kakinya hingga berkali-kali. Dia benar-benar lelah hingga tidak bisa berpikir jernih sekarang. Cukup lama, sampai pada akhirnya, dia berdiri, lalu mengemasi barang-barang dan memasukkannya ke dalam tas. Entah bagaimana pun caranya, Laura harus mendapatkan tempat menginap sekarang. Mungkin dia akan menginap di motel, mengingat masih ada sedikit uang d

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31
  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   10. Bukan Bagian Keluarga Green

    Suara pintu yang berderit, membuat Laura membuka matanya. Samar-samar, dia melihat siluet dari sosok laki-laki yang berdiri dengan tenang di depan pintu. “Antonio,” panggil Laura lirih pada pria berpakaian rapi itu. Dia adalah kakak laki-laki Laura. Putra sulung Keluarga Green. Antonio membuka pintu dengan lebar. Lalu, dia melangkah masuk—membuka tirai-tirai yang menutupi jendela, membuat cahaya matahari masuk ke dalam kamar. Tak ada suara lain yang terdengar, selain derap langkah kaki dari pria berkulit putih itu. “Cepat pergi dari rumah ini.” Suara Antonio terdengar tenang. Tanpa menoleh sama sekali, dia masih menatap ke arah luar di tepi jendela kaca. “A-aku memang ingin pergi, tapi papa yang mengurungku di sini.” Antonio berbalik, menatap Laura yang tampak berantakan. “Kalau begitu, pergilah sekarang!” “Kau kembali untuk membebaskan aku?” tanya Laura. Dia berharap

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-09

Bab terbaru

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   46. Percaya Padaku, Laura

    "Kau memecatku?" tanya Laura dengan ekspresi tak percaya. "Memangnya aku melakukan kesalahan apa?” Harry mengendikkan bahunya. “Kau kan sudah mendapatkan bayaran mahal dariku. Jadi, jangan serakah!” “Bukan seperti itu ... kontrak kerja kita tidak seperti itu. Aku tidak bisa mengundurkan diri sebelum masa akhir kontrak, kau juga tidak bisa memecatku seenaknya!” sanggah Laura yang masih tidak terima dengan keputusan Harry yang tiba-tiba. Pria itu memecatnya tanpa pemberitahuan. Laura bukan serakah, dia hanya ingin bekerja keras dan mengumpulkan banyak uang, sebelum nanti berpisah dengan Harry. Setidaknya, Laura harus punya persiapan sebelum berstatus janda nanti. “Aku tidak memecatmu seenaknya. Aku punya alasan untuk itu, Laura." “Apa alasanmu? Beritahu aku sekarang!" Harry langsung menjentikkan jarinya di depan Laura yang masih terlihat bingung. “Kau tidak membaca se

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   45. Rumah Baru

    "Aktingmu tadi sangat luar biasa, Harry." Harry melihat Laura yang sedang bertepuk tangan dengan wajah riang. Lalu, setelah itu Laura segera menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang, yang mana semakin membuat Harry kebingungan. "Maksudmu?" "Kau membelaku di depan ibu mertuaku. Harus kuakui kau cocok jika menjadi aktor," sindir Laura dengan melipat kedua tangan di depan dada. Sungguh, dia nyaris terbawa perasaan karena perlakuan Harry tadi. Harry bersikap sangat baik, seolah dia benar-benar mempercayai dan mencintai Laura di depan ibunya. "Bayaranku akan sangat mahal. Mereka tidak akan mampu membayarnya." "Dasar narsis!" "Sekarang apa yang akan kau lakukan?" "Tidur. Apalagi? Aku masih libur, kan?" Laura meletakkan ponselnya, dan langsung menatap Harry yang juga sedang melihat ke arahnya. Pria itu hanya meng

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   44. Ibu Mertua

    Kata-kata yang terlontar dari mulut Harry tadi benar-benar membuat hati Laura sakit. Tidak! Bukan karena Harry yang berkata tidak akan menyukainya. Lagi pula, dia memang tidak pernah berharap akan hubungan mereka ini. Walaupun malam tadi, terlintas keinginan dalam benaknya untuk bisa memiliki Harry, tetapi setelah sadar Laura segera membuang jauh-jauh semua pemikirannya itu. Hanya saja, perkataan Harry tadi terlalu kejam. Dia berkata seolah-olah Laura adalah wanita menjijikan, yang tak pantas untuk dicintai siapa pun. "Ya, aku sadar dengan posisiku dan juga siapa diriku," ujar Laura dengan suara pelan, setelah beberapa saat terdiam. Wanita itu hanya bisa membuang napasnya dengan kasar. Berharap dengan itu, dia juga bisa membuang semua rasa sesak di dalam hati yang tiba-tiba hadir. Melihat raut wajah Laura yang berubah, Harry pun terdiam. Tenggorokannya terasa seperti tercekat, saat dia hendak menjawab ucapan dari wanita di hadapannya ini. "Kau turun duluan saja.

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   43. Aku Tidak Akan Menyukaimu!

    “Segera bersiap-siap, orang tuaku, dan teman-temanku menunggu di bawah. Kita akan sarapan bersama.” Laura hanya mendengus mendengar perintah Harry. Dia menatap pria yang sudah rapi dengan pakaian santainya, dengan tatapan tidak suka. “Kau turun saja lebih dulu. Aku akan menyusul.” Tangan Harry yang sedang memakai jam tangan berhenti. Pria itu menoleh, dan melihat wajah Laura yang masam. “Kita turun bersama!” ujar Harry dengan tegas. “Kenapa wajahmu seperti itu? Kau mau semua orang tahu jika pernikahan kita ini hanya kontrak saja?” “Aku tidak akan seceroboh itu, Tuan Harry Thompson! Akan kupastikan semua orang percaya jika kita saling mencintai.” Laura langsung menyunggingkan senyumnya, walau terpaksa. Dia masih kesal dengan sikap Harry saat baru bangun tidur tadi. “Memang seharusnya begitu. Aku membayarmu dengan mahal, sudah sepatutnya kau melayani aku,” sindir Harry yang la

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   42. Wanita Bayaran?

    Mendengar ancaman dari Harry, Laura terpaksa diam. Wanita akhirnya hanya bisa pasrah berada dalam pelukan pria besar yang ada di bawahnya. Setelah saling diam, tanpa suara sama sekali, Harry menurunkan tubuh Laura ke sisinya. Pria itu berbaring miring, dan memeluk Laura yang lagi-lagi dibuat terlonjak dengan tingkah Harry. Sungguh, Laura tak bisa menahan debaran di dalam dadanya, ketika tangan besar Harry melingkar di atas perutnya yang ramping. “Pejamkan matamu!” bisik Harry tiba-tiba, yang langsung membuat Laura memejamkan matanya dengan cepat. “Gadis pintar. Selamat malam!”Laura bergeming. Wanita itu hanya bisa mendengar suara detak jantungnya sendiri yang berdebar dengan kuat. Tubuhnya terasa kaku karena ini pertama kalinya dia berada sedekat ini dengan seorang pria. Setelah mendengar suara napas Harry yang teratur, Laura memberanikan diri untuk membuka matanya. Dia memiringkan wajahnya, hingga tatapan matanya bisa bertemu langsung dengan wajah Harry yang tampak damai.

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   41. Gara-gara Laura

    "Harry, kenapa kau diam saja?" cecar Austin lagi. "Bagaimana dengan pertanyaan Dominic? Kau memaksa sekretaris-mu untuk menjadi istrimu?"“Brengsek!” Harry memaki Austin. Pria itu mengusap wajahnya karena tiba-tiba saja merasa gugup. "Aku bukan pria seperti itu. Kami menikah karena memang sudah waktunya," sanggah Harry, tampak menyakinkan kedua temannya. Austin masih tampak belum puas dengan jawaban-jawaban yang diberikan oleh temannya itu. "Jadi, kalian benar-benar saling mencintai, kan? Ini bukan pernikahan "palsu", kan, Harry?" Begitu juga dengan Dominic. Bedanya pria itu hanya diam dan mengamati gerak-gerik Harry yang jelas terlihat gelisah. "Kurasa kau mulai mabuk, Austin? Pertanyaanmu tak masuk akal!" Harry kembali mengambil botol wine dan menuangkannya ke dalam gelas. Dia tak mau jika Austin terus-menerus membahas tentang dirinya dan juga Laura. Maka dari itu, Harry berusaha untuk mengalihkan perhatiannya sendiri, d

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   40. Rasa Curiga Dominic

    “Kepastian tentang kapan kontrak pernikahan kita akan berakhir?” Deg! Harry tertegun. Pria itu diam dengan tatapan yang penuh arti. Sebelum ini, mereka memang tidak pernah membahas tentang kapan akhir kontrak mereka. Bahkan, Harry tak pernah memikirkan tentang hal itu dari kemarin. “Kenapa kau tiba-tiba menanyakan itu?” Laura berjalan menghampiri Harry yang berdiri mematung. “Aku hanya butuh kepastian. Aku tidak mau terus hidup dalam kepura-puraan seperti ini.” Harry memandang mata biru milik Laura yang menyiratkan banyak arti. Wanita itu berubah menjadi sedikit pendiam dari pagi tadi, apa ini alasannya? Dengan membuang wajahnya, Harry berkata dengan suara yang dingin. “Kalau begitu ingat baik-baik, kontrak pernikahan kita akan berakhir jika masing-masing dari kita sudah menemukan orang yang kita cintai.” Laura menga

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   39. Kapan Kontraknya Berakhir?

    Resepsi pernikahan Harry dan Laura berlangsung dengan mewah. Banyak tamu undangan yang hadir dari kalangan kelas atas, rekan bisnis Harry dan Tuan Thompson juga. Harry dan Laura terus menebar senyum kepada setiap orang yang memberi selamat pada mereka. Wajah Nyonya dan Tuan Thompson juga tampak gembira, meski awalnya Nyonya Thompson terus menolak Laura, sekarang mau tak mau dia harus menerima wanita itu sebagai menantunya. Senyum Harry mengembang, dan wajahnya tampak senang begitu melihat kedua sahabatnya datang. “Selamat, Bro. Akhirnya kau menyusul kami juga.” Austin memeluk Harry dengan perasaan haru. Begitu juga dengan Dominic. Pria tampan itu datang dan memberikan selamat kepada Harry dan juga istrinya. “Aku pikir kau sudah mati rasa.” “Sialan!” Harry memukul dada Dominic dengan tawa pelan. “Aku masih normal, kan? Kalian saja yang tidak sabar.” “Uncle Harry.” Leo dan Felix memanggil Harry secara bersamaan. Kedua anak laki-laki yang sama-sama memakai tuxedo

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   38. Pernikahan Tanpa Cinta

    Satu hari bersama Harry sama seperti satu pekan rasanya. Laura tak henti-hentinya dibuat bertanya-tanya dengan sikap Harry yang berubah-ubah. Pria itu kadang bersikap manis, tetapi dia lebih sering bersikap menjengkelkan. Seperti pada malam tadi, Harry tiba-tiba saja menerobos masuk ke dalam kamar Laura. Entah apa yang pria itu pikirkan, dia langsung tertidur begitu saja, tanpa peduli ketika Laura berusaha mengusirnya. Kini, Laura tampak menghela napas panjang di depan cermin. Bayangan hari kemarin yang dia habiskan terasa begitu panjang. Hingga tak terasa, hari ini pun tiba. Laura menatap dirinya sendiri di depan cermin. Wajahnya sudah dipoles dengan make up yang membuat wajahnya tampak segar. Gaun putih pengantin yang dicoba beberapa hari lalu, entah kenapa sekarang tampak berbeda di matanya. Gaun itu tampak begitu pas, dan membuat Laura tampak sangat indah. “Anda sangat cantik, Nona.” Lamunan Laura buyar. Dia menatap ke arah penata rambut yang juga sedang ters

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status