Share

7. Calon Istri

Author: Amy_Asya
last update Last Updated: 2025-01-31 00:22:02

Laura menganga tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Pria itu memintanya untuk mengundurkan diri sekarang dan harus membayar pinalty?

“Anda mau memeras saya, ya?” tanya Laura dengan wajah memerah. “Ini namanya tidak professional, Tuan Thompson. Saya tidak akan mengundurkan diri, kalau mau Anda saja yang memecat saya sekarang.”

Mendengar tantangan yang Laura katakan, Harry menaikkan sudut alisnya. Setelah itu, dia tersenyum kecil. “Apa jaminannya kau tidak akan menjelekkan nama perusahaanku jika aku memecatmu sekarang? Kau ingin mendapat uang denda … jangan mimpi, Nona Green! Di kontrak tidak ada perjanjian aku harus membayar ganti rugi jika memecatmu sekarang. Siapa yang akan dirugikan?”

Laura bergeming.

Wanita itu meremas pakaiannya sendiri, menahan amarahnya yang ingin meledak saat ini juga.

Di perjanjian kontrak mereka memang tidak ada peraturan bahwa Sky Hotel’s harus membayar ganti rugi jika memecatnya sebelum kontrak berakhir.

Di sini jelas Laura yang akan dir
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   8. Bos Tidak Profesional

    “I-ini semua yang harus aku kerjakan?” tanya Laura dengan suara terbata-bata ketika melihat tiga tumpukan berkas yang menjulang tinggi yang dibawa oleh Ethan. Ethan mengangguk, setelah meletakkan tumpukkan berkas terakhir. “Sebenarnya Tuan Harry meminta untuk yang satu tahun terakhir, tapi yang kubawa ini hanya yang tiga bulan terakhir saja.” Mulut Laura menganga tak percaya. "Tiga bulan terakhir? Sebanyak ini?" “Iya. Aku rasa kau bisa cepat belajar dari semua ini. Nanti setelah itu baru arsipkan semua.” Laura mengangguk pasrah. "Baiklah." “Kalau begitu aku pergi dulu. Maaf, karena tidak bisa membantu, ya. Aku juga masih punya banyak kerjaan, Laura.” “Tidak masalah.” Setelah Ethan pergi, Laura duduk dan menghempaskan punggungnya di sandaran kursi. Dia harus mengerjakan semua ini secepat mungkin, sebelum malam tiba. Namun, belum ada lima belas menit sejak Ethan pergi, pria itu kembali lagi. Raut wajahnya tampak sungkan saat mendengar pertanyaan dari Laura. “Ada yang ketinggala

    Last Updated : 2025-01-31
  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   9. Jangan Berharap Pada Manusia

    Tepat jam dua belas malam, Laura berhasil menyelesaikan pekerjaan yang diberikan Harry. Wanita itu akhirnya menyandarkan tubuhnya yang terasa lelah dan pinggangnya yang terasa sakit. Mata birunya menatap langit-langit kantor yang masih terang. Seharusnya dia bisa segera pulang dan berbaring di atas kasur sekarang, tetapi gara-gara Harry, Laura masih belum mendapatkan flat yang bisa dia sewa. “Apa aku harus menginap lagi di apartemen Jackson?” Laura menggeleng dengan ucapannya sendiri. “Kalau aku bilang aku lembur di hari pertama kerja, dia pasti akan mengomel dan memintaku berhenti.” Merasa putus asa, Laura kembali menghentakkan kakinya hingga berkali-kali. Dia benar-benar lelah hingga tidak bisa berpikir jernih sekarang. Cukup lama, sampai pada akhirnya, dia berdiri, lalu mengemasi barang-barang dan memasukkannya ke dalam tas. Entah bagaimana pun caranya, Laura harus mendapatkan tempat menginap sekarang. Mungkin dia akan menginap di motel, mengingat masih ada sedikit uang d

    Last Updated : 2025-01-31
  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   10. Bukan Bagian Keluarga Green

    Suara pintu yang berderit, membuat Laura membuka matanya. Samar-samar, dia melihat siluet dari sosok laki-laki yang berdiri dengan tenang di depan pintu. “Antonio,” panggil Laura lirih pada pria berpakaian rapi itu. Dia adalah kakak laki-laki Laura. Putra sulung Keluarga Green. Antonio membuka pintu dengan lebar. Lalu, dia melangkah masuk—membuka tirai-tirai yang menutupi jendela, membuat cahaya matahari masuk ke dalam kamar. Tak ada suara lain yang terdengar, selain derap langkah kaki dari pria berkulit putih itu. “Cepat pergi dari rumah ini.” Suara Antonio terdengar tenang. Tanpa menoleh sama sekali, dia masih menatap ke arah luar di tepi jendela kaca. “A-aku memang ingin pergi, tapi papa yang mengurungku di sini.” Antonio berbalik, menatap Laura yang tampak berantakan. “Kalau begitu, pergilah sekarang!” “Kau kembali untuk membebaskan aku?” tanya Laura. Dia berharap

    Last Updated : 2025-02-09
  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   11. Tuan Putri yang Malang

    Laura berlari-lari saat hendak masuk ke dalam lift. Dia sudah terlambat tiga puluh menit, dari jam masuk kerja yang seharusnya. Dia harus bersyukur karena pagi tadi Antonio datang. Jika tidak, Laura sama sekali tidak tahu bagaimana nasibnya, atau mungkin pekerjaannya bisa saja hilang. Napas wanita itu naik turun di dalam lift. Sekarang Laura hanya berharap jika Harry belum datang, atau dia bisa minta kompensasi karena sudah lembur malam tadi. “Kau terlambat tiga puluh lima menit.” Bariton tegas itu membuat Laura tersentak, saat pintu lift terbuka. Jantung Laura hampir lepas saat dia melihat tatapan Harry yang dingin, dan tampak mengancam. Sorot mata Harry jelas menyiratkan jika dia sangat kesal sekarang. “Maaf, Tuan. Malam tadi saya lembur. Jadi, saya—“ “Tutup mulutmu! Aku tidak mau mendengar alasan apa pun lagi! Hari ini aku masih memaklumi, tapi tidak dengan di lain waktu. Paham!" bentak Harry yang langsung membuat Laura terdiam. Setelah itu, pria yang memaka

    Last Updated : 2025-02-09
  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   12. Menemukan Wanita Gila

    “Sudah jangan banyak bicara!” Harry mengabaikan tatapan penuh tanya dari mata Laura. Pria itu segera pergi meninggalkan Laura yang masih berdiri diam.“Sediki-sedikit mengancam mau memecatku. Dasar arogan!”“Laura,” panggil Harry yang langsung berbalik. Dia menatap wanita itu dengan tajam. “Aku bisa mendengar kata-katamu tadi. Kau mau aku pecat sekarang juga?”Laura menggeleng cepat. Dia segera berlari menyusul Harry, seraya tersenyum dengan mata menyipit. “Maafkan saya, Tuan. Lain kali saya akan menjaga ucapan saya.”“Bisa kupegang ucapanmu?”Laura mengangguk dengan senyum yang dibuat-buat. Sungguh, sebenarnya di dalam hati dia sangat muak dengan sikapnya sendiri yang sok manis di depan Harry sekarang.Mendadak Harry bergeming. Pria itu menggeleng, dan langsung pergi meninggalkan Laura yang masih tersenyum begitu saja. Dia merasa bulu kuduknya berdiri sekarang. “Kenapa senyum wanita itu sangat menakutkan?"Harry merasa tubuhnya merinding. Bahkan di dalam mobil pun dia memilih diam,

    Last Updated : 2025-02-11
  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   13. Kesempatan Terakhir

    “Kau mengatai aku wanita gila?” Laura tertawa sembari menatap Harry dengan sinis. “Kalau seperti itu, kau juga berarti pria gila. Mana ada orang waras yang mau dengan wanita gila?” Napas laura tersengal-sengal karena emosinya yang tak tertahankan lagi. Bisa-bisanya pria itu bicara sembarang, di depannya langsung. Bukannya merasa tersinggung, Harry justru mengabaikan ocehan Laura begitu saja. Pria itu menghentikan mobilnya begitu sampai di depan restoran. “Ayo, turun! Aku sudah sangat lapar.” “Bisa-bisanya kau mengajakku makan setelah bicara sembarangan tentangku tadi.” Laura menggeleng dengan wajah tak percaya.Dia bahkan sudah melupakan tentang sopan santunnya pada Harry yang berstatus atasannya. Biarkan saja! Laura sama sekali tidak peduli. Lagi pula orang seperti Harry tak pantas untuk dihormati. Sungguh, Harry adalah pria paling arogan yang pernah dia temui. “Kau mau makan atau tidak?” “Selesaikan dulu masalah kita. Kau harus berjanji tidak akan bicara tentang perni

    Last Updated : 2025-02-11
  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   14. Friend Zone

    Malam harinya, Laura duduk di balkon dengan terus termenung. Dia masih memikirkan tentang ucapan Harry siang tadi. Pria itu menawarkan pernikahan kontrak, dengan keuntungan yang membuat Laura mau tak mau terus mempertimbangkannya. “Jika kau menjadi istriku, status sosialmu akan naik, Laura. Kau tidak menginginkan itu?” Saat itu, Laura bergeming, merenungkan tentang semua ucapan pria bermata hazel di sisinya ini. Apa yang Harry katakan itu tidak salah. “Aku yakin, kau ingin membuktikan kepada semua orang jika sekarang kau mampu berdiri sendiri, kan?” Laura kembali menatap Harry dengan kening berkerut. “Anda jangan sok tau,” kilah wanita itu. Dia langsung memalingkan wajah. Laura tak suka saat Harry mulai bisa melihat dan mengetahui apa keinginannya. Melihat sikap skeptis Laura, Harry menjauhkan wajahnya. Pria itu mengambil tisu dan mengelap bibirnya, setelah itu berdiri dan menatap Laura sebentar. “Aku tunggu jawabanmu besok. Ingat, jika kau menolak maka tidak akan ada lagi

    Last Updated : 2025-02-12
  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   15. Jalan Terakhir

    Sementara itu, di tempat lain Harry tampak kesal dengan wanita yang ada di depannya sekarang. Jika bukan karena permintaan ayah dan ibunya, mungkin dia sudah mengusir wanita ini sejak tadi. “Jadi, wanita tidak jelas yang kau bawa waktu itu … dia bukan benar-benar kekasihmu, kan, Harry?” Eva bertanya dengan serius. Wajahnya bahkan tampak kesal karena sejak tadi Harry mengabaikannya begitu saja. “Harry, kau dengar aku tidak, sih?” “Namanya Laura, dan dia benar-benar kekasihku." Harry menjawab dengan nada yang enggan. Dia sudah ingin pergi dari tempat ini sekarang juga. “Bohong! Kau pasti hanya berbohong seperti sebelumnya. Ibumu bilang sejak hari itu, kau belum ada membawa wanita itu lagi. semua itu sudah jelas jika kau berbohong, Harry." Harry berdecak mendengar ocehan Eva yang terdengar keras kepala. Wanita itu masih ingin memaksakan kehendaknya dengan sesuka hati. Lagi pula, Eva itu bukanlah tipenya, tetapi mengapa wanita itu tidak pernah sadar sama sekali? Eva me

    Last Updated : 2025-02-13

Latest chapter

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   46. Percaya Padaku, Laura

    "Kau memecatku?" tanya Laura dengan ekspresi tak percaya. "Memangnya aku melakukan kesalahan apa?” Harry mengendikkan bahunya. “Kau kan sudah mendapatkan bayaran mahal dariku. Jadi, jangan serakah!” “Bukan seperti itu ... kontrak kerja kita tidak seperti itu. Aku tidak bisa mengundurkan diri sebelum masa akhir kontrak, kau juga tidak bisa memecatku seenaknya!” sanggah Laura yang masih tidak terima dengan keputusan Harry yang tiba-tiba. Pria itu memecatnya tanpa pemberitahuan. Laura bukan serakah, dia hanya ingin bekerja keras dan mengumpulkan banyak uang, sebelum nanti berpisah dengan Harry. Setidaknya, Laura harus punya persiapan sebelum berstatus janda nanti. “Aku tidak memecatmu seenaknya. Aku punya alasan untuk itu, Laura." “Apa alasanmu? Beritahu aku sekarang!" Harry langsung menjentikkan jarinya di depan Laura yang masih terlihat bingung. “Kau tidak membaca se

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   45. Rumah Baru

    "Aktingmu tadi sangat luar biasa, Harry." Harry melihat Laura yang sedang bertepuk tangan dengan wajah riang. Lalu, setelah itu Laura segera menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang, yang mana semakin membuat Harry kebingungan. "Maksudmu?" "Kau membelaku di depan ibu mertuaku. Harus kuakui kau cocok jika menjadi aktor," sindir Laura dengan melipat kedua tangan di depan dada. Sungguh, dia nyaris terbawa perasaan karena perlakuan Harry tadi. Harry bersikap sangat baik, seolah dia benar-benar mempercayai dan mencintai Laura di depan ibunya. "Bayaranku akan sangat mahal. Mereka tidak akan mampu membayarnya." "Dasar narsis!" "Sekarang apa yang akan kau lakukan?" "Tidur. Apalagi? Aku masih libur, kan?" Laura meletakkan ponselnya, dan langsung menatap Harry yang juga sedang melihat ke arahnya. Pria itu hanya meng

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   44. Ibu Mertua

    Kata-kata yang terlontar dari mulut Harry tadi benar-benar membuat hati Laura sakit. Tidak! Bukan karena Harry yang berkata tidak akan menyukainya. Lagi pula, dia memang tidak pernah berharap akan hubungan mereka ini. Walaupun malam tadi, terlintas keinginan dalam benaknya untuk bisa memiliki Harry, tetapi setelah sadar Laura segera membuang jauh-jauh semua pemikirannya itu. Hanya saja, perkataan Harry tadi terlalu kejam. Dia berkata seolah-olah Laura adalah wanita menjijikan, yang tak pantas untuk dicintai siapa pun. "Ya, aku sadar dengan posisiku dan juga siapa diriku," ujar Laura dengan suara pelan, setelah beberapa saat terdiam. Wanita itu hanya bisa membuang napasnya dengan kasar. Berharap dengan itu, dia juga bisa membuang semua rasa sesak di dalam hati yang tiba-tiba hadir. Melihat raut wajah Laura yang berubah, Harry pun terdiam. Tenggorokannya terasa seperti tercekat, saat dia hendak menjawab ucapan dari wanita di hadapannya ini. "Kau turun duluan saja.

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   43. Aku Tidak Akan Menyukaimu!

    “Segera bersiap-siap, orang tuaku, dan teman-temanku menunggu di bawah. Kita akan sarapan bersama.” Laura hanya mendengus mendengar perintah Harry. Dia menatap pria yang sudah rapi dengan pakaian santainya, dengan tatapan tidak suka. “Kau turun saja lebih dulu. Aku akan menyusul.” Tangan Harry yang sedang memakai jam tangan berhenti. Pria itu menoleh, dan melihat wajah Laura yang masam. “Kita turun bersama!” ujar Harry dengan tegas. “Kenapa wajahmu seperti itu? Kau mau semua orang tahu jika pernikahan kita ini hanya kontrak saja?” “Aku tidak akan seceroboh itu, Tuan Harry Thompson! Akan kupastikan semua orang percaya jika kita saling mencintai.” Laura langsung menyunggingkan senyumnya, walau terpaksa. Dia masih kesal dengan sikap Harry saat baru bangun tidur tadi. “Memang seharusnya begitu. Aku membayarmu dengan mahal, sudah sepatutnya kau melayani aku,” sindir Harry yang la

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   42. Wanita Bayaran?

    Mendengar ancaman dari Harry, Laura terpaksa diam. Wanita akhirnya hanya bisa pasrah berada dalam pelukan pria besar yang ada di bawahnya. Setelah saling diam, tanpa suara sama sekali, Harry menurunkan tubuh Laura ke sisinya. Pria itu berbaring miring, dan memeluk Laura yang lagi-lagi dibuat terlonjak dengan tingkah Harry. Sungguh, Laura tak bisa menahan debaran di dalam dadanya, ketika tangan besar Harry melingkar di atas perutnya yang ramping. “Pejamkan matamu!” bisik Harry tiba-tiba, yang langsung membuat Laura memejamkan matanya dengan cepat. “Gadis pintar. Selamat malam!”Laura bergeming. Wanita itu hanya bisa mendengar suara detak jantungnya sendiri yang berdebar dengan kuat. Tubuhnya terasa kaku karena ini pertama kalinya dia berada sedekat ini dengan seorang pria. Setelah mendengar suara napas Harry yang teratur, Laura memberanikan diri untuk membuka matanya. Dia memiringkan wajahnya, hingga tatapan matanya bisa bertemu langsung dengan wajah Harry yang tampak damai.

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   41. Gara-gara Laura

    "Harry, kenapa kau diam saja?" cecar Austin lagi. "Bagaimana dengan pertanyaan Dominic? Kau memaksa sekretaris-mu untuk menjadi istrimu?"“Brengsek!” Harry memaki Austin. Pria itu mengusap wajahnya karena tiba-tiba saja merasa gugup. "Aku bukan pria seperti itu. Kami menikah karena memang sudah waktunya," sanggah Harry, tampak menyakinkan kedua temannya. Austin masih tampak belum puas dengan jawaban-jawaban yang diberikan oleh temannya itu. "Jadi, kalian benar-benar saling mencintai, kan? Ini bukan pernikahan "palsu", kan, Harry?" Begitu juga dengan Dominic. Bedanya pria itu hanya diam dan mengamati gerak-gerik Harry yang jelas terlihat gelisah. "Kurasa kau mulai mabuk, Austin? Pertanyaanmu tak masuk akal!" Harry kembali mengambil botol wine dan menuangkannya ke dalam gelas. Dia tak mau jika Austin terus-menerus membahas tentang dirinya dan juga Laura. Maka dari itu, Harry berusaha untuk mengalihkan perhatiannya sendiri, d

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   40. Rasa Curiga Dominic

    “Kepastian tentang kapan kontrak pernikahan kita akan berakhir?” Deg! Harry tertegun. Pria itu diam dengan tatapan yang penuh arti. Sebelum ini, mereka memang tidak pernah membahas tentang kapan akhir kontrak mereka. Bahkan, Harry tak pernah memikirkan tentang hal itu dari kemarin. “Kenapa kau tiba-tiba menanyakan itu?” Laura berjalan menghampiri Harry yang berdiri mematung. “Aku hanya butuh kepastian. Aku tidak mau terus hidup dalam kepura-puraan seperti ini.” Harry memandang mata biru milik Laura yang menyiratkan banyak arti. Wanita itu berubah menjadi sedikit pendiam dari pagi tadi, apa ini alasannya? Dengan membuang wajahnya, Harry berkata dengan suara yang dingin. “Kalau begitu ingat baik-baik, kontrak pernikahan kita akan berakhir jika masing-masing dari kita sudah menemukan orang yang kita cintai.” Laura menga

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   39. Kapan Kontraknya Berakhir?

    Resepsi pernikahan Harry dan Laura berlangsung dengan mewah. Banyak tamu undangan yang hadir dari kalangan kelas atas, rekan bisnis Harry dan Tuan Thompson juga. Harry dan Laura terus menebar senyum kepada setiap orang yang memberi selamat pada mereka. Wajah Nyonya dan Tuan Thompson juga tampak gembira, meski awalnya Nyonya Thompson terus menolak Laura, sekarang mau tak mau dia harus menerima wanita itu sebagai menantunya. Senyum Harry mengembang, dan wajahnya tampak senang begitu melihat kedua sahabatnya datang. “Selamat, Bro. Akhirnya kau menyusul kami juga.” Austin memeluk Harry dengan perasaan haru. Begitu juga dengan Dominic. Pria tampan itu datang dan memberikan selamat kepada Harry dan juga istrinya. “Aku pikir kau sudah mati rasa.” “Sialan!” Harry memukul dada Dominic dengan tawa pelan. “Aku masih normal, kan? Kalian saja yang tidak sabar.” “Uncle Harry.” Leo dan Felix memanggil Harry secara bersamaan. Kedua anak laki-laki yang sama-sama memakai tuxedo

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   38. Pernikahan Tanpa Cinta

    Satu hari bersama Harry sama seperti satu pekan rasanya. Laura tak henti-hentinya dibuat bertanya-tanya dengan sikap Harry yang berubah-ubah. Pria itu kadang bersikap manis, tetapi dia lebih sering bersikap menjengkelkan. Seperti pada malam tadi, Harry tiba-tiba saja menerobos masuk ke dalam kamar Laura. Entah apa yang pria itu pikirkan, dia langsung tertidur begitu saja, tanpa peduli ketika Laura berusaha mengusirnya. Kini, Laura tampak menghela napas panjang di depan cermin. Bayangan hari kemarin yang dia habiskan terasa begitu panjang. Hingga tak terasa, hari ini pun tiba. Laura menatap dirinya sendiri di depan cermin. Wajahnya sudah dipoles dengan make up yang membuat wajahnya tampak segar. Gaun putih pengantin yang dicoba beberapa hari lalu, entah kenapa sekarang tampak berbeda di matanya. Gaun itu tampak begitu pas, dan membuat Laura tampak sangat indah. “Anda sangat cantik, Nona.” Lamunan Laura buyar. Dia menatap ke arah penata rambut yang juga sedang ters

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status