Sienna masih mengumpat meski mobil Xander telah menghilang dari pandangannya. Dia menatap sekeliling dengan wajah bingung.
"Bagaimana ini?" gumamnya sambil mengusap pipi basahnya. Kepanikan mulai melanda saat Sienna sadar kini ia tengah berada di tempat asing yang sama sekali tak ia kenal. Sialan pria itu, dia harus kemana sekarang? Sienna buta arah. Dia baru di kota ini. Tidak terbiasa berjalan di tempat keramaian seperti ini. Sienna merogoh saku bajunya, tidak ada ponsel yang terbawa. "Arghhh!" Sienna mendesah frustasi. Lengkap sudah penderitaannya. Harusnya dari awal tadi dia menolak ajakan Xander untuk mengantarnya. Harusnya dia tahu pria itu hanya akan membawa masalah baru di hidupnya. Sejak bertemu Xander, Sienna merasa hidupnya penuh dengan kesialan. Pria itu bukan hanya punya sifat arogan yang tinggi, tapi juga sangat tidak punya hati! Akhirnya dengan perasan takut yang menyelubungi hati. Sienna memaksakan membawa langkahnya menyusuri jalan trotoar di hadapannya. Tak apa dia tak membawa ponsel saat ini. Dunia belum kiamat! Dia masih punya mulut untuk bertanya kemana arah jalan yang seharusnya. * Xander, putera kedua dari pasangan keluarga yang sangat terpandang di New York. Dia lahir dengan sendok emas di mulutnya. Sudah terbiasa hidup bergelimang harta dari ia masih bayi. Semua kesuksesan yang ia dapat di usianya yang masih terbilang muda saat ini tak lepas dari dukungan penuh keluarganya. Namun meski begitu, Xander bukan pria yang suka memanfaatkan keadaan. Siapapun yang mengenalnya tau Xander adalah pria yang sangat pekerja keras. Jika tidak, dia tidak mungkin punya perusahaan yang berhasil didirikannya sendiri tanpa campur tangan keluarganya sedikitpun. Namun lepas dari semua kesuksesan bisnisnya. Xander tak beruntung dalam hal cinta. Dia terjebak pada cinta pertamanya yang tak lain adalah calon tunangan kakaknya sendiri, Jack. Xander sudah pernah mencoba melupakan Sherly, menjalin hubungan dengan wanita lain. Namun sayang, dari sekian banyak wanita cantik yang mengelilinginya, tak ada satu pun yang bisa membuat Xander melupakan perasaannya pada sahabat dekatnya itu. "Cih, apa aku harus melakukan ini?" Xander merapihkan jasnya sebelum keluar dari mobil. Dia sudah sampai di bandara sejak lima menit yang lalu. Telpon berdering di saku jasnya. Xander melihat nomor seseorang yang sangat dirindukannya akhirnya muncul setelah sekian lama di atas layar ponselnya. "Halo..." Xander gugup, tapi berusaha keras untuk mengontrol suaranya agar tetap terdengar tenang. "Xander! Aku sudah menunggumu di lobi bandara. Kau jadi menjemputku? Jika tidak, aku akan naik taksi saja." Suara manja itu terdengar sedikit kesal. Xander langsung turun dari mobilnya. "Tidak, jangan Sher. Aku akan menjemputmu sekarang! Aku baru sampai, maafkan aku." Xander berlari ke arah yang disebutkan Sherly tadi. Langkahnya langsung terhenti begitu ia melihat sosok wanita yang di telponnya itu kini tengah berdiri persis di hadapannya. Sherly yang menyadari kehadirannya pun langsung melambai dengan wajah antusias. "Aaaaaa Xander!" Xander terpaku ketika Sherly dengan tergesa berlari cepat ke arahnya dan melompat ke dalam pelukannya tanpa aba aba. Xander terpaksa menurunkan tangannya yang masih berada di telinga demi menyambut tubuh mungil itu. "Xander, aku merindukanmu, bagaimana kabarmu?" tanya Sherly yang masih memeluk erat tubuh jangkung itu. Wajah Xander masih syok, tapi kemudian senyum manis menghias bibir tebalnya. "Baik, kau sendiri?" "Seperti yang kau lihat, aku sangat baik. Ayo kita ke rumahmu. Aku sudah tak sabar ingin bertemu dengan keluargamu!" Sherly berbalik dan mengambil kopernya di belakang. "Biar aku yang bawa." Xander mengantongi ponselnya kembali, lalu mengambil alih semua barang barang yang di bawah wanita itu. Mereka masuk ke dalam mobil dan mobil pun melaju cepat membelah jalanan yang terbentang di hadapan mereka. Sepanjang perjalanan, Sherly terus nyerocos. Xander dan Sherly pernah kuliah bareng, mereka bersahabat karena Xander merasa cocok dengan kepribadian Sherly yang menyenangkan dan menurutnya sangat menarik. Sherly wanita yang sangat pintar bergaul dan membawa suasana menjadi lebih hidup, dia lahir dari kalangan orang berada sama seperti Xander. Xander merasa Sherly cocok dan sesuai dengan tipe idamannya. Lambat laun Xander sadar dia punya perasaan lebih pada Sherly. Namun sayang, perasaannya tak pernah bersambut. Sherly malah jatuh cinta pada pria lain, dan naasnya pria lain itu tak lain adalah kakaknya sendiri, yakni Jack. "Ayo turun!" ajak Xander saat mereka sudah sampai di depan pelataran rumah besar keluarga Lauther. Sherly mengangguk. Dia kemudian mengayun langkahnya di samping Xander. Keluarga Lauther ternyata sudah berkumpul di ruang tamu untuk menyambutnya. "Kak Sherly, selamat datang!" Molly adik Xander yang pertama kali mengulurkan tangannya untuk menyambut kedatangan wanita itu. Lalu kemudian pelukan hangat di dapatkan Sherly dari kedua orang tua Xander. "Kami senang kau datang," kata Emely, ibu dari Xander. "Aku juga senang berjumpa dengan kalian lagi. Akhirnya aku bisa pindah ke kota ini." Sherly kembali memeluk ibu Xander tanpa canggung sedikitpun. Sherly benar benar disambut baik di rumah itu. Semua terlihat bahagia dengan kedatangannya termasuk Xander sendiri. Xander senang karena setelah ini Sherly akan menetap di rumah besarnya ini karena acara pertunangannya dengan kakaknya Jack memang akan dilangsungkan sebentar lagi. Meski nanti hatinya akan hancur melihat wanita ini akan bersanding dengan kakanya. Tapi setidaknya sekarang Xander bisa lebih sering melihat Sherly tanpa terhalang jarak lagi. "Dimana Jack?" Sherly menatap semuanya. Fedro ayah Xander akhirnya menjawab. "Dia di kamarnya, temuilah dia. Dia pasti sudah menunggumu sejak tadi." "Kau tahu sayang, kondisi Jack sedang menurun akhir akhir ini. Sulit sekali untuk membujuknya melakukan pengobatan, aku harap dengan kedatanganmu disini. Jack mau dibujuk untuk melakukan kemoterapi secepatnya." Emely memegang tangan Sherly sambil menghela nafas berat. "Aku akan membujuknya Tante. Jangan cemas lagi, oke?" Sherly tersenyum menenangkan. Membuat Emely sedikit lega. "Xander, antar Sherly ke kamar Jack." Fedro menatap anak keduanya itu. Xander mengangguk. Kemudian ia dan Sherly pun segera naik menjejaki tangga panjang di tengah tengah ruangan. Saat Xander membuka pintu kamar kakaknya. Kejutan berupa buket bunga besar di dapatkan Sherly dari Jack. "Selamat datang Tuan putri..." Jack merentangkan kedua tangannya sambil memegang buket bunga itu. Sherly tercengang, tapi detik berikutnya senyum lebar tercetak di wajah cantiknya. Dia berlari cepat dan langsung melompat ke dalam pelukan kekasihnya itu. "Aku sangat merindukanmu, Jack!" Sherly menangis saking bahagianya bisa bertemu dengan lelaki itu lagi. Sudah setahun mereka menjalin hubungan jarak jauh. "Aku juga sayang, aku hampir mati setiap kali memikirkanmu." Jack menguraikan pelukannya, lalu memagut bibir Sherly dengan penuh kelembutan. Melihat pemandangan menyakitkan itu, Xander langsung membalikkan tubuhnya dan memilih pergi meninggalkan keduanya.Langit malam semakin terasa menakutkan saat kilatan cahaya petir terlihat saling menyambar dari luar jendela. Saat ini, hujan tengah turun dengan sangat deras memeluk salah satu sudut bumi. Sienna baru saja selesai dengan semua pekerjaanya. Hari ini adalah hari pertamanya bekerja menjadi salah satu pelayan di rumah besar keluarga Lauther. Dia menggantikkan posisi ibunya yang saat ini sedang sakit keras. Sienna terpaksa mengambil cuti kuliah dan memutuskan untuk bekerja disini karena desakan keadaan. "Sienna, jika semua pekerjaanmu sudah selesai. Kembalilah beristirahat di kamarmu. Ingat, besok kamu harus bangun pagi pagi sekali sebelum para penghuni rumah ini terjaga, kita punya banyak pekerjaan yang menanti," ujar Cathy, kepala pelayan yang bertugas mengatur semua pekerja rumah tangga di rumah itu. "Baik Nyonya Cathy." Sienna melepas apronnya, lalu bergegas pergi meninggalkan dapur besar itu. Sienna melewati lorong panjang tempat dimana kamarnya berada. Dia berjalan santai sebel
Melihat Sienna tak akan lagi melalukan perlawanan. Xander mulai menggerakkan diri dengan tidak sabar.Sienna yang belum terbiasa kembali melengkungkan punggungnya ke atas saat dorongan demi dorongan terus diberikan menimbulkan sengatan aneh di tubuh.Tekanan yang pas dan kehangatan yang memeluk miliknya mampu membuat Xander semakin melayang."Sherly, kau akan jadi milikku.." Xander mengusap air yang meniti jatuh di sudut mata wanita di bawahnya. Sienna hanya bisa menatapnya dengan sorot mata kosong."Aku.. bukan Sherly Tuan!"Sienna menahan dada bidang itu saat lagi lagi Xander hendak mengambil apa yang diinginkannya dari wajahnya. Namun untuk kesekian kalinya tenaganya tak sebanding. Pergelangan tangan Sienna digenggam lalu di letakan kembali di samping kepalanya."Kau sangat cantik bila sedang resah begini," puji Xander tanpa sadar. Wanita di depannya sangat berkilau seperti berlian.Xander terkekeh melihat Sienna yang kepayahan. Dengan leluasa ia kembali melepaskan sapuan lembut di
Sienna berjalan lesu menuju ke arah pintu. Xander masih memperhatikan wanita itu sambil sesekali mengusap wajah dengan gusar.Sial, harusnya dia bisa lebih mengontrol dirinya semalam. Tapi yang terjadi dia malah membuat kesalahan yang sangat sangat fatal.Sienna akhirnya masuk ke kamarnya, membersihkan diri di dalam kamar mandi dengan menggosok keras seluruh bagian tubuhnya. Jejak jejak yang diberikan pria itu masih tampak segar dimana mana. Sienna jijik dengan dirinya sendiri.Jejak itu kembali menyeret ingatannya tentang kejadian semalam."Tidak! Tidaaakkk!" tangis Sienna kembali pecah. Tubuhnya merosot jatuh ke arah lantai.Sienna meringkuk di bawah sambil memeluk kedua kakinya sendiri. Dia tak menyangka mahkotanya akan hilang dengan cara seperti ini. Sekarang dia harus bagaimana? Meminta pertanggung jawaban pria itu? Tidak mungkin!Sienna sangat tahu siapa pria itu.Seorang Xander Lauther. Puta kedua keluarga terpandang. Tidak mungkin sudi bertanggung jawab atas kehormatannya yang
"Duduklah, dia sudah pergi. Kenapa terus menatap ke arah pintu?" Jack menepuk bahu adiknya yang terus termenung setelah kepergian Sienna. Xander tersadar. "Aku tidak sedang memperhatikannya!" Xander menolak tuduhan tersebut. Jack menghela napas. "Bersikaplah lebih lembut pada orang lain. Kenapa kau selalu ketus begitu sih?" Xander tak menyahut. Dia ikut duduk di sebelah kakaknya. Memperhatikan kondisi Jack dengan seksama. "Kata mamah penyakitmu kumat lagi. Kau tidak ingin melakukan kemoterapi Kak? Ayolah, kali ini turuti permintaan kami semua. Jangan egois!" Xander mendesah gelisah dan menatap kakaknya penuh permohonan. Sudah dua bulan ini Jack mengidap sakit kanker, kondisinya semakin melemah karena pria itu menolak pengobatan yang dikhususkan untuk penyakitnya. "Aku baik baik saja Xander. Tak perlu cemas berlebihan, lihatlah aku masih bisa bernafas sampai sekarang!" Jack mengacak ngacak rambut Xander. Xander langsung menepis kesal. "Kak.." "Ayolah, Xander. Kau tahukan aku
Sienna masih mengumpat meski mobil Xander telah menghilang dari pandangannya. Dia menatap sekeliling dengan wajah bingung."Bagaimana ini?" gumamnya sambil mengusap pipi basahnya. Kepanikan mulai melanda saat Sienna sadar kini ia tengah berada di tempat asing yang sama sekali tak ia kenal.Sialan pria itu, dia harus kemana sekarang? Sienna buta arah. Dia baru di kota ini. Tidak terbiasa berjalan di tempat keramaian seperti ini.Sienna merogoh saku bajunya, tidak ada ponsel yang terbawa."Arghhh!" Sienna mendesah frustasi.Lengkap sudah penderitaannya. Harusnya dari awal tadi dia menolak ajakan Xander untuk mengantarnya. Harusnya dia tahu pria itu hanya akan membawa masalah baru di hidupnya. Sejak bertemu Xander, Sienna merasa hidupnya penuh dengan kesialan. Pria itu bukan hanya punya sifat arogan yang tinggi, tapi juga sangat tidak punya hati!Akhirnya dengan perasan takut yang menyelubungi hati. Sienna memaksakan membawa langkahnya menyusuri jalan trotoar di hadapannya. Tak apa dia t
"Duduklah, dia sudah pergi. Kenapa terus menatap ke arah pintu?" Jack menepuk bahu adiknya yang terus termenung setelah kepergian Sienna. Xander tersadar. "Aku tidak sedang memperhatikannya!" Xander menolak tuduhan tersebut. Jack menghela napas. "Bersikaplah lebih lembut pada orang lain. Kenapa kau selalu ketus begitu sih?" Xander tak menyahut. Dia ikut duduk di sebelah kakaknya. Memperhatikan kondisi Jack dengan seksama. "Kata mamah penyakitmu kumat lagi. Kau tidak ingin melakukan kemoterapi Kak? Ayolah, kali ini turuti permintaan kami semua. Jangan egois!" Xander mendesah gelisah dan menatap kakaknya penuh permohonan. Sudah dua bulan ini Jack mengidap sakit kanker, kondisinya semakin melemah karena pria itu menolak pengobatan yang dikhususkan untuk penyakitnya. "Aku baik baik saja Xander. Tak perlu cemas berlebihan, lihatlah aku masih bisa bernafas sampai sekarang!" Jack mengacak ngacak rambut Xander. Xander langsung menepis kesal. "Kak.." "Ayolah, Xander. Kau tahukan aku
Sienna berjalan lesu menuju ke arah pintu. Xander masih memperhatikan wanita itu sambil sesekali mengusap wajah dengan gusar.Sial, harusnya dia bisa lebih mengontrol dirinya semalam. Tapi yang terjadi dia malah membuat kesalahan yang sangat sangat fatal.Sienna akhirnya masuk ke kamarnya, membersihkan diri di dalam kamar mandi dengan menggosok keras seluruh bagian tubuhnya. Jejak jejak yang diberikan pria itu masih tampak segar dimana mana. Sienna jijik dengan dirinya sendiri.Jejak itu kembali menyeret ingatannya tentang kejadian semalam."Tidak! Tidaaakkk!" tangis Sienna kembali pecah. Tubuhnya merosot jatuh ke arah lantai.Sienna meringkuk di bawah sambil memeluk kedua kakinya sendiri. Dia tak menyangka mahkotanya akan hilang dengan cara seperti ini. Sekarang dia harus bagaimana? Meminta pertanggung jawaban pria itu? Tidak mungkin!Sienna sangat tahu siapa pria itu.Seorang Xander Lauther. Puta kedua keluarga terpandang. Tidak mungkin sudi bertanggung jawab atas kehormatannya yang
Melihat Sienna tak akan lagi melalukan perlawanan. Xander mulai menggerakkan diri dengan tidak sabar.Sienna yang belum terbiasa kembali melengkungkan punggungnya ke atas saat dorongan demi dorongan terus diberikan menimbulkan sengatan aneh di tubuh.Tekanan yang pas dan kehangatan yang memeluk miliknya mampu membuat Xander semakin melayang."Sherly, kau akan jadi milikku.." Xander mengusap air yang meniti jatuh di sudut mata wanita di bawahnya. Sienna hanya bisa menatapnya dengan sorot mata kosong."Aku.. bukan Sherly Tuan!"Sienna menahan dada bidang itu saat lagi lagi Xander hendak mengambil apa yang diinginkannya dari wajahnya. Namun untuk kesekian kalinya tenaganya tak sebanding. Pergelangan tangan Sienna digenggam lalu di letakan kembali di samping kepalanya."Kau sangat cantik bila sedang resah begini," puji Xander tanpa sadar. Wanita di depannya sangat berkilau seperti berlian.Xander terkekeh melihat Sienna yang kepayahan. Dengan leluasa ia kembali melepaskan sapuan lembut di
Langit malam semakin terasa menakutkan saat kilatan cahaya petir terlihat saling menyambar dari luar jendela. Saat ini, hujan tengah turun dengan sangat deras memeluk salah satu sudut bumi. Sienna baru saja selesai dengan semua pekerjaanya. Hari ini adalah hari pertamanya bekerja menjadi salah satu pelayan di rumah besar keluarga Lauther. Dia menggantikkan posisi ibunya yang saat ini sedang sakit keras. Sienna terpaksa mengambil cuti kuliah dan memutuskan untuk bekerja disini karena desakan keadaan. "Sienna, jika semua pekerjaanmu sudah selesai. Kembalilah beristirahat di kamarmu. Ingat, besok kamu harus bangun pagi pagi sekali sebelum para penghuni rumah ini terjaga, kita punya banyak pekerjaan yang menanti," ujar Cathy, kepala pelayan yang bertugas mengatur semua pekerja rumah tangga di rumah itu. "Baik Nyonya Cathy." Sienna melepas apronnya, lalu bergegas pergi meninggalkan dapur besar itu. Sienna melewati lorong panjang tempat dimana kamarnya berada. Dia berjalan santai sebel