"Duduklah, dia sudah pergi. Kenapa terus menatap ke arah pintu?" Jack menepuk bahu adiknya yang terus termenung setelah kepergian Sienna.
Xander tersadar. "Aku tidak sedang memperhatikannya!" Xander menolak tuduhan tersebut. Jack menghela napas. "Bersikaplah lebih lembut pada orang lain. Kenapa kau selalu ketus begitu sih?" Xander tak menyahut. Dia ikut duduk di sebelah kakaknya. Memperhatikan kondisi Jack dengan seksama. "Kata mamah penyakitmu kumat lagi. Kau tidak ingin melakukan kemoterapi Kak? Ayolah, kali ini turuti permintaan kami semua. Jangan egois!" Xander mendesah gelisah dan menatap kakaknya penuh permohonan. Sudah dua bulan ini Jack mengidap sakit kanker, kondisinya semakin melemah karena pria itu menolak pengobatan yang dikhususkan untuk penyakitnya. "Aku baik baik saja Xander. Tak perlu cemas berlebihan, lihatlah aku masih bisa bernafas sampai sekarang!" Jack mengacak ngacak rambut Xander. Xander langsung menepis kesal. "Kak.." "Ayolah, Xander. Kau tahukan aku benci rumah sakit. Aku tidak mau bolak balik pergi ke tempat itu!" "Kau sangat egois!" Xander terlihat kesal. Jack malah terkekeh. "Tenanglah, aku tidak akan mati semudah itu. Setidaknya setelah aku menikah dengan Sherly dan mempunyai banyak anak dengannya." Deg! Xander langsung terdiam setelah mendengar nama itu disebut. Sherly, perempuan yang telah lama bersemayam di hatinya. Sahabat dekatnya itu akan kembali hari ini dari luar negri. Xander sudah menyukai Sherly sejak mereka masih duduk di bangku kuliah. Tapi karena persahabatan diantara mereka yang terlalu kental. Sherly sepertinya tak pernah sadar dengan perasaan yang Xander punya. Apalagi Xander juga tidak pernah mengungkapkan perasaannya secara terang terangan. Semua perhatian yang Xander berikan untuknya, Sherly anggap sebagai perhatian yang wajar diberikan pada seorang sahabat kepada sahabatnya yang lain. Sampai suatu ketika praha pun muncul. Xander baru tau belakangan kalau Sherly ternyata malah menyukai kakaknya sendiri yakni Jack dan sialnya Jack juga punya perasaan yang sama pada wanita itu. Xander hancur saat mengetahui keduanya memutuskan untuk menjalin hubungan yang lebih serius, tapi ia mencoba ikhlas pada kenyataan yang ada, meski sampai detik ini Xander sendiri masih menyimpan rapih perasaannya itu untuk Sherly. "Dia akan kembali dari luar negri hari ini. Kau senang bukan?" Xander menatap kakaknya dengan senyum yang dipaksakan. "Untuk apa bertanya? Jelas aku senang. Aku sangat merindukannya kau tau!" Jack terlihat antusias. Xander menghela napas. Seandainya Jack tahu dia juga sangat merindukan wanita itu. "Jemput lah dia di bandara, aku tidak bisa melakukannya karena kondisiku yang sedang kurang sehat. Kau bisa melakukanya untukku kan?" Jack menepuk bahu adiknya pelan. Sorot itu meminta penuh permohonan. Xander akhirnya hanya bisa mengangguk pasrah di depan kakaknya. ** Xander masuk ke dalam mobilnya, melajutkan cepat kendaraan itu ke arah gerbang. Namun tiba tiba ia menginjak rem di bawah kakinya saat matanya tak sengaja menangkap sosok wanita yang tengah berdiri di pinggir jalan. "Hei, masuklah!" Xander membuka kaca mobilnya. Sienna yang sedang menunggu mobil Pierre untuk mengantarnya berbelanja bulanan syok ketika melihat pria di balik mobil mewah yang tiba tiba parkir di depannya. Sienna menggelang. Membuat Xander geram. "Kau selalu membantahku, kau lupa bekerja di rumah siapa?" Sienna hanya melipat bibir sambil menahan kesal. "Tapi aku sedang menunggu Pierre. Kami akan berbelanja bulanan." "Aku yang akan mengantarmu, cepat masuk!" Xander berbohong, mana pernah dia mau berurusan dengan hal hal tak penting seperti mengantar pelayan belanja. Kalau bukan karna ingin bicara serius dengan Sienna. Xander tidak mungkin sudi membujuk wanita itu ikut dengan mobilnya. Pierre tiba tiba turun dari mobilnya yang parkir di belakang mobil Xander. Pria itu membungkuk hormat pada Xander. "Kembalilah ke rumah, aku yang akan mengantar dia belanja hari ini," kata Xander sambil mengibaskan tangannya ke arah Pierre. Pierre sempat tercengang. Tapi kemudian tak berani bertanya apa apa dan memilih mengangguk patuh. "Sienna, ini daftar belanjaan yang diberikan Cathy." Pierre sempat menyerahkan secarik kertas ke tangan Sienna sebelum akhirnya pria itu pergi dari hadapan mereka. "Cepat masuk!" titah Xander tak sabar saat melihat Sienna hanya mematung di tempatnya. Sienna mengangguk dan akhirnya berjalan ke samping mobil Xander. Dia membuka pintu bagian belakang penumpang. Lagi lagi Xander berdecak kesal. "Kau pikir aku supir mu, kemari!" Xander membuka pintu mobil depan. Terpaksa Sienna menutup kembali pintu di depannya. Ia akhirnya masuk dan duduk di samping Xander. Xander membungkukkan tubuhnya ke arah Sienna, mengulurkan tangan seperti hendak memeluk. Karna panik, Sienna langsung menyilangkan kedua tangannya sambil menatap waspada ke arah Xander. Sander mendesih tajam. "Pakai sabuk pengamanmu, bodoh! Kau pikir aku akan berbuat apa padamu?" Sienna membuang muka ketika wajah mereka teramat dekat. Bahkan hembusan nafas Xander yang hangat seketika terasa menerpa wajahnya. Setelah selesai, Xander akhirnya melajukan mobilnya membelah jalanan lengang di hadapannya. "Aku ingin bicara padamu!" Xander membuka percakapan setelah cukup lama mereka terdiam. "Bicara soal apa?" Sienna menatap Xander masih dengan tatapan penuh kebencian. "Soal semalam. Aku ingin kau tutup mulut! Jangan sampai ada yang tau soal itu!" Jawab Xander dengan raut serius. Sienna langsung melipat bibirnya dan mengepalkan kedua tangannya di atas kedua pahanya. "Aku akan memberimu imbalan sebagai kompensasi," kata Xander lagi, tak menghiraukan Sienna yang sudah mulai terlihat kesal. "Aku tidak butuh uang anda Tuan. Tapi tenang saja, aku akan tutup mulut tentang kejadian semalam." Xander tertawa sinis. "Sok jual mahal, aku tahu watak pelayan sepertimu, jangan jangan semalam kau memang sengaja memanfaatkan keadaanku yang sedang mabuk. Kau ingin menjebak ku kan?" tuduh Xander yang langsung dijawab dengan gelengan kepala keras. "Aku bukan wanita seperti itu! Periksa saja CCTV di tempat kejadian itu. Anda akan tahu faktanya. Siapa yang memulai lebih dulu sehingga malam terkutuk itu terjadi dalam hidupku!" jerit Sienna tanpa bisa dikendalikan. Emosinya memuncak sehingga Sienna tak sadar baru saja mengumpat pada majikannya itu. Xander langsung menghentikan mobilnya, tak ayal tubuh Sienna langsung terpental ke depan, hampir saja kepalanya akan membentur dashboard kalau saja tangan Xander tak menahannya dengan cepat. Sienna masih terkejut, tapi Xander langsung menjepit dagunya dengan kasar. "Terkutuk kau bilang! Kau berani mengatai ku, hah?" Kilatan kemarahan terbaca jelas di wajah pria itu. Membuat Sienna langsung sadar ucapannya sendiri yang tidak seharusnya keluar. Baru kali ini ada wanita yang berani menentang Xander. Xander yang berang langsung membuka belt pengaman di tubuh Sienna. "Maaf Tuan saya..." "Turun dari mobilku sekarang juga!" "Tapi Tuan, saya tidak tahu jalanan disini, saya akan tersesat kalau..." "Aku tidak peduli. Aku bilang keluar!!!" potong Xander dengan suara yang menggelegar. Air mata terlihat mulai menggenang di pelupuknya. Sienna akhirnya turun dari mobil mewah Xander. Setelah membanting kasar pintu mobilnya di depan Sienna. Xander langsung menginjak gasnya dan melajutkan kendaraannya pergi meninggalkan Sienna begitu saja. Tangis Sienna pecah, dia menendang udara dan berteriak kesal ke arah mobil Xander yang sudah menghilang dari pandangannya. "Dasar pria brengsek!"Sienna masih mengumpat meski mobil Xander telah menghilang dari pandangannya. Dia menatap sekeliling dengan wajah bingung."Bagaimana ini?" gumamnya sambil mengusap pipi basahnya. Kepanikan mulai melanda saat Sienna sadar kini ia tengah berada di tempat asing yang sama sekali tak ia kenal.Sialan pria itu, dia harus kemana sekarang? Sienna buta arah. Dia baru di kota ini. Tidak terbiasa berjalan di tempat keramaian seperti ini.Sienna merogoh saku bajunya, tidak ada ponsel yang terbawa."Arghhh!" Sienna mendesah frustasi.Lengkap sudah penderitaannya. Harusnya dari awal tadi dia menolak ajakan Xander untuk mengantarnya. Harusnya dia tahu pria itu hanya akan membawa masalah baru di hidupnya. Sejak bertemu Xander, Sienna merasa hidupnya penuh dengan kesialan. Pria itu bukan hanya punya sifat arogan yang tinggi, tapi juga sangat tidak punya hati!Akhirnya dengan perasan takut yang menyelubungi hati. Sienna memaksakan membawa langkahnya menyusuri jalan trotoar di hadapannya. Tak apa dia t
Langit malam semakin terasa menakutkan saat kilatan cahaya petir terlihat saling menyambar dari luar jendela. Saat ini, hujan tengah turun dengan sangat deras memeluk salah satu sudut bumi. Sienna baru saja selesai dengan semua pekerjaanya. Hari ini adalah hari pertamanya bekerja menjadi salah satu pelayan di rumah besar keluarga Lauther. Dia menggantikkan posisi ibunya yang saat ini sedang sakit keras. Sienna terpaksa mengambil cuti kuliah dan memutuskan untuk bekerja disini karena desakan keadaan. "Sienna, jika semua pekerjaanmu sudah selesai. Kembalilah beristirahat di kamarmu. Ingat, besok kamu harus bangun pagi pagi sekali sebelum para penghuni rumah ini terjaga, kita punya banyak pekerjaan yang menanti," ujar Cathy, kepala pelayan yang bertugas mengatur semua pekerja rumah tangga di rumah itu. "Baik Nyonya Cathy." Sienna melepas apronnya, lalu bergegas pergi meninggalkan dapur besar itu. Sienna melewati lorong panjang tempat dimana kamarnya berada. Dia berjalan santai sebel
Melihat Sienna tak akan lagi melalukan perlawanan. Xander mulai menggerakkan diri dengan tidak sabar.Sienna yang belum terbiasa kembali melengkungkan punggungnya ke atas saat dorongan demi dorongan terus diberikan menimbulkan sengatan aneh di tubuh.Tekanan yang pas dan kehangatan yang memeluk miliknya mampu membuat Xander semakin melayang."Sherly, kau akan jadi milikku.." Xander mengusap air yang meniti jatuh di sudut mata wanita di bawahnya. Sienna hanya bisa menatapnya dengan sorot mata kosong."Aku.. bukan Sherly Tuan!"Sienna menahan dada bidang itu saat lagi lagi Xander hendak mengambil apa yang diinginkannya dari wajahnya. Namun untuk kesekian kalinya tenaganya tak sebanding. Pergelangan tangan Sienna digenggam lalu di letakan kembali di samping kepalanya."Kau sangat cantik bila sedang resah begini," puji Xander tanpa sadar. Wanita di depannya sangat berkilau seperti berlian.Xander terkekeh melihat Sienna yang kepayahan. Dengan leluasa ia kembali melepaskan sapuan lembut di
Sienna berjalan lesu menuju ke arah pintu. Xander masih memperhatikan wanita itu sambil sesekali mengusap wajah dengan gusar.Sial, harusnya dia bisa lebih mengontrol dirinya semalam. Tapi yang terjadi dia malah membuat kesalahan yang sangat sangat fatal.Sienna akhirnya masuk ke kamarnya, membersihkan diri di dalam kamar mandi dengan menggosok keras seluruh bagian tubuhnya. Jejak jejak yang diberikan pria itu masih tampak segar dimana mana. Sienna jijik dengan dirinya sendiri.Jejak itu kembali menyeret ingatannya tentang kejadian semalam."Tidak! Tidaaakkk!" tangis Sienna kembali pecah. Tubuhnya merosot jatuh ke arah lantai.Sienna meringkuk di bawah sambil memeluk kedua kakinya sendiri. Dia tak menyangka mahkotanya akan hilang dengan cara seperti ini. Sekarang dia harus bagaimana? Meminta pertanggung jawaban pria itu? Tidak mungkin!Sienna sangat tahu siapa pria itu.Seorang Xander Lauther. Puta kedua keluarga terpandang. Tidak mungkin sudi bertanggung jawab atas kehormatannya yang
Sienna masih mengumpat meski mobil Xander telah menghilang dari pandangannya. Dia menatap sekeliling dengan wajah bingung."Bagaimana ini?" gumamnya sambil mengusap pipi basahnya. Kepanikan mulai melanda saat Sienna sadar kini ia tengah berada di tempat asing yang sama sekali tak ia kenal.Sialan pria itu, dia harus kemana sekarang? Sienna buta arah. Dia baru di kota ini. Tidak terbiasa berjalan di tempat keramaian seperti ini.Sienna merogoh saku bajunya, tidak ada ponsel yang terbawa."Arghhh!" Sienna mendesah frustasi.Lengkap sudah penderitaannya. Harusnya dari awal tadi dia menolak ajakan Xander untuk mengantarnya. Harusnya dia tahu pria itu hanya akan membawa masalah baru di hidupnya. Sejak bertemu Xander, Sienna merasa hidupnya penuh dengan kesialan. Pria itu bukan hanya punya sifat arogan yang tinggi, tapi juga sangat tidak punya hati!Akhirnya dengan perasan takut yang menyelubungi hati. Sienna memaksakan membawa langkahnya menyusuri jalan trotoar di hadapannya. Tak apa dia t
"Duduklah, dia sudah pergi. Kenapa terus menatap ke arah pintu?" Jack menepuk bahu adiknya yang terus termenung setelah kepergian Sienna. Xander tersadar. "Aku tidak sedang memperhatikannya!" Xander menolak tuduhan tersebut. Jack menghela napas. "Bersikaplah lebih lembut pada orang lain. Kenapa kau selalu ketus begitu sih?" Xander tak menyahut. Dia ikut duduk di sebelah kakaknya. Memperhatikan kondisi Jack dengan seksama. "Kata mamah penyakitmu kumat lagi. Kau tidak ingin melakukan kemoterapi Kak? Ayolah, kali ini turuti permintaan kami semua. Jangan egois!" Xander mendesah gelisah dan menatap kakaknya penuh permohonan. Sudah dua bulan ini Jack mengidap sakit kanker, kondisinya semakin melemah karena pria itu menolak pengobatan yang dikhususkan untuk penyakitnya. "Aku baik baik saja Xander. Tak perlu cemas berlebihan, lihatlah aku masih bisa bernafas sampai sekarang!" Jack mengacak ngacak rambut Xander. Xander langsung menepis kesal. "Kak.." "Ayolah, Xander. Kau tahukan aku
Sienna berjalan lesu menuju ke arah pintu. Xander masih memperhatikan wanita itu sambil sesekali mengusap wajah dengan gusar.Sial, harusnya dia bisa lebih mengontrol dirinya semalam. Tapi yang terjadi dia malah membuat kesalahan yang sangat sangat fatal.Sienna akhirnya masuk ke kamarnya, membersihkan diri di dalam kamar mandi dengan menggosok keras seluruh bagian tubuhnya. Jejak jejak yang diberikan pria itu masih tampak segar dimana mana. Sienna jijik dengan dirinya sendiri.Jejak itu kembali menyeret ingatannya tentang kejadian semalam."Tidak! Tidaaakkk!" tangis Sienna kembali pecah. Tubuhnya merosot jatuh ke arah lantai.Sienna meringkuk di bawah sambil memeluk kedua kakinya sendiri. Dia tak menyangka mahkotanya akan hilang dengan cara seperti ini. Sekarang dia harus bagaimana? Meminta pertanggung jawaban pria itu? Tidak mungkin!Sienna sangat tahu siapa pria itu.Seorang Xander Lauther. Puta kedua keluarga terpandang. Tidak mungkin sudi bertanggung jawab atas kehormatannya yang
Melihat Sienna tak akan lagi melalukan perlawanan. Xander mulai menggerakkan diri dengan tidak sabar.Sienna yang belum terbiasa kembali melengkungkan punggungnya ke atas saat dorongan demi dorongan terus diberikan menimbulkan sengatan aneh di tubuh.Tekanan yang pas dan kehangatan yang memeluk miliknya mampu membuat Xander semakin melayang."Sherly, kau akan jadi milikku.." Xander mengusap air yang meniti jatuh di sudut mata wanita di bawahnya. Sienna hanya bisa menatapnya dengan sorot mata kosong."Aku.. bukan Sherly Tuan!"Sienna menahan dada bidang itu saat lagi lagi Xander hendak mengambil apa yang diinginkannya dari wajahnya. Namun untuk kesekian kalinya tenaganya tak sebanding. Pergelangan tangan Sienna digenggam lalu di letakan kembali di samping kepalanya."Kau sangat cantik bila sedang resah begini," puji Xander tanpa sadar. Wanita di depannya sangat berkilau seperti berlian.Xander terkekeh melihat Sienna yang kepayahan. Dengan leluasa ia kembali melepaskan sapuan lembut di
Langit malam semakin terasa menakutkan saat kilatan cahaya petir terlihat saling menyambar dari luar jendela. Saat ini, hujan tengah turun dengan sangat deras memeluk salah satu sudut bumi. Sienna baru saja selesai dengan semua pekerjaanya. Hari ini adalah hari pertamanya bekerja menjadi salah satu pelayan di rumah besar keluarga Lauther. Dia menggantikkan posisi ibunya yang saat ini sedang sakit keras. Sienna terpaksa mengambil cuti kuliah dan memutuskan untuk bekerja disini karena desakan keadaan. "Sienna, jika semua pekerjaanmu sudah selesai. Kembalilah beristirahat di kamarmu. Ingat, besok kamu harus bangun pagi pagi sekali sebelum para penghuni rumah ini terjaga, kita punya banyak pekerjaan yang menanti," ujar Cathy, kepala pelayan yang bertugas mengatur semua pekerja rumah tangga di rumah itu. "Baik Nyonya Cathy." Sienna melepas apronnya, lalu bergegas pergi meninggalkan dapur besar itu. Sienna melewati lorong panjang tempat dimana kamarnya berada. Dia berjalan santai sebel