Share

Bab 30 - Kehilangan

last update Last Updated: 2024-02-20 23:58:45

“Nyonya Eleana menderita Gastritis,” jelas dokter pribadi keluarga Dawson. Pria paruh baya itu menepuk pelan pundak Lucas. “Istri anda membutuhkan istirahat dan perhatian khusus, terutama masalah pada pola makan dan tidur yang teratur.”

Lucas mengangguk paham. Ia melirik wajah yang terlelap setelah menerima injeksi obat penenang.

“Dan satu hal lagi, Tuan Lucas. Sebaiknya anda menjaga kestabilan emosi Nyonya Eleana, karena stres berlebih bisa membuat kondisi beliau semakin memburuk,” pesan sang dokter.

“Baiklah.” Sambut Lucas seraya bergumam samar. “Aku paham.”

“Kalau begitu, saya pamit.”

“Herman, antarkan dokter.” Lucas menjentikkan jarinya, memberi sinyal pada Herman untuk menggiringi sang dokter keluar dari kamarnya.

“Mari, dokter.” Herman mengangguk patuh seraya dengan sopan mengajak sang dokter untuk ikut bersamanya.

Setelah suasana lengang, Lucas kembali menatap pemilik wajah yang sesekali terlihat mengerutkan keningnya.

‘Hhh … kali ini aku terlalu berlebihan,’ sesalnya.

Lucas
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 31 - Tamparan

    “Kak.” Davina enggan untuk menghentikan langkahnya keluar dari kediaman keluarga Carter, meski sayup-sayup ia bisa mendengar suara langkah kaki Eleana—setengah berlari, menyusulnya.“Davina, tunggu.”Niat Davina untuk segera enyah dari rumah ini harus terhenti karena Eleana berhasil menghadangnya.“Apa lagi yang kamu inginkan?”Eleana mengembangkan senyum manis di bibirnya. “Aku hanya ingin menawarkan bantuan.”“Bantuan?” Selidik Davina.“Ya.” Eleana menganggukkan kepalanya, masih dengan senyum yang kini tampak lebih jelas. “Apa?” Davina memicingkan matanya, curiga. “Hmm, aku bisa membujuk Ayah dan Ibu untuk menebus rumah itu asalkan kamu mau mengenalkan ku pada Lucas. Aku ingin perlahan mengenalnya.”Kalimat yang keluar dari bibir tipis dengan sapuan lipstik berwarna cerah itu seketika membuat Davina mengerang kesal.“Kamu gila? Tidak,” tegas Davina tanpa sedikitpun keraguan.“Kenapa? Ingat Davina! Kamu hanya seorang—”“Aku tahu,” potong Davina. “Aku ini hanya seorang pengganti ta

    Last Updated : 2024-02-21
  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 32 - Putus Asa

    Davina duduk di lantai, bersandar pada pinggiran ranjang seraya menyandarkan tekuknya di bagian yang terasa empuk. Matanya melayang jauh, seakan menembus langit-langit kamar. Ingin rasanya, ia terbang jauh. Meninggalkan semua beban yang selama ini bergelayut di pundaknya.“Apa yang harus aku lakukan?” Gumamnya resah. “Harus’kah aku merelakan rumah itu?”Asumsi demi asumsi terus berputar dalam benaknya. Mencari kesimpulan terbaik bagi masalah yang tengah dihadapannya. Sederet alasan berarah menuju jalan buntu dan berakhir pada kata pasrah dan menyerah. Namun, ego di hati Davina berkeras—tak ingin menyerah. Davina telah berjuang lama untuk mendapatkan satu-satunya barang peninggalan sang ibu. Rumah dimana keluarganya berlindung dari panas dan hujan. Tempat dimana keduanya mengubur kenyataan bahwa mereka merupakan bagian dari Carter.Davina menenggelamkan wajahnya di balik lipatan tangan. “Ibu, apa yang harus ku lakukan? Aku tidak ingin kehilangan rumah kita,” lirihnya.Ia terdiam sej

    Last Updated : 2024-02-22
  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 33 - Tragedi Naas

    “Hai, cewek.”Davina mengambil langkah mundur begitu dua pria muncul, menghadang langkahnya.“Kenapa sendirian, Sayang?” Davina menepis tangan yang berusaha menjamah tubuhnya. “Menjauh dari ku!” pekiknya ketakutan. “Si-siapa kalian?” Kedua pria itu tertawa kompak. Suaranya melengking, mengusik gendang telinga hingga terdengar menyebalkan.“Dia cantik, gimana kalau kita bersenang-senang dulu?” Pria dengan luka codet di pipi kanan, mengirimkan sinyal pada rekannya. Matanya jelalatan, menyusuri tubuh ramping Davina.“Jangan buang-buang waktu!” Tepis pria berkepala plontos. “Lepaskan cincin itu.” Pria itu menunjuk cincin di jari Davina dengan sorot penuh minat.“Tidak,” sergah Davina tegas meski dengan suara bergetar, seraya menyembunyikan tangannya di balik punggung.“Cepat.” Teriak pria lainnya yang mengeluarkan sebilah pisau lipat dari balik sakunya dan menodongkannya ke arah wanita malang itu. “Berikan!”“Tidak, tolong!” Teriak Davina seraya melemparkan pandangannya ke segala arah,

    Last Updated : 2024-02-23
  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 34 - Kemarahan Sang Pewaris

    Lucas menggerakkan tangan kanannya untuk menyeka bulir keringat yang mengembun di kening istrinya, sedangkan tangan kirinya tak lepas dari genggaman pemilik wajah pucat yang terlelap lelah.“Apa yang sebenarnya kamu lakukan disana?” Lucas menatap cemas.Benaknya terus mempertanyakan hal yang sama, menuntut sebuah jawaban yang bisa memuaskan rasa penasaran berbalut kecemasan.Ia mengusap lembut pipi yang bersemu kemerahan dengan mata sembab akibat menangis sepanjang hari.“Tuan.”Lucas menjauhkan tangannya dari wajah Davina, menegakkan punggung lalu berpaling untuk menanggapi panggilan Herman.“Ada apa?”“Tuan Gio datang bersama beberapa orang lainnya. Mereka menunggu anda di taman belakang,” urai Herman bernada gelisah.“Aku tahu,” balas Lucas seraya melambaikan tangannya acuh untuk mengusir pria tua itu dari hadapannya.Herman menunduk hormat dan segera keluar. Ia cukup paham tabiat sang pemilik rumah. Raut wajahnya yang suram, menunjukkan suasana hatinya yang kelam serta emosi yang

    Last Updated : 2024-02-24
  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 35 - Waktunya Untuk Menyerah

    “A-aku …” Davina menunduk dalam. “Maafkan aku, Lucas,” sesalnya.Lucas tak bergeming. Ia sudah cukup muak mendengar kata yang sama keluar dari bibir wanita yang dibalut oleh banyak kebohongan.Davina memutar cincin di jarinya demi menutupi kegugupan yang ia rasakan. Ia merapatkan tubuhnya demi mengusir dingin yang menyerang. Tiba-tiba suhu ruangan perlahan menurun, menjadi semakin dingin hingga membuat tubuhnya bergetar.“Apa kamu butuh uang?”Tebakan Lucas membuat Davina terbelalak lalu perlahan menunduk lesu. “Hhh …” Suara desahan Lucas terdengar berat dan dalam. Pria itu meraih dagu Davina dan mengangkat paksa hingga pandangan keduanya saling bertemu.“Terlepas dari apapun alasan pernikahan ini tapi, di mata negara aku sah sebagai suamimu,” tuturnya tegas. “Apapun yang kamu butuhkan ataupun masalah yang sedang kamu hadapi, kamu bisa mengatakannya padaku karena itu semua menjadi tanggung jawabku sebagai seorang suami.”Kelopak mata Davina bergetar, menatap haru wajah tampan itu. M

    Last Updated : 2024-03-05
  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 36 - Mendekat

    “Bos, saya mendapat informasi kalau rumah yang ditempati Nyonya Davina dan ibunya di sita oleh bank,” lapor Gio.Lucas menutup dengan keras map laporan yang tengah ia baca. “Di sita?” Ulangnya ragu.“Seminggu yang lalu, bank mengirimkan surat peringatan terakhir. Namun, dari pihak Carter tidak menunjukkan tanggapan sehingga bank memutuskan untuk menyita rumah itu, tepat dua hari yang lalu.”“Jadi itu alasannya ke rumah gadai?” Tebak Lucas yakin. “Dari penelusuran saya, sejak dulu Tuan Carter mengabaikan Nyonya Davina dan ibunya. Keduanya sengaja diasingkan dari rumah utama keluarga Carter.” Gio mengambil napas panjang untuk meneruskan kalimatnya.“Bahkan Tuan Carter tidak pernah mengakui nyonya Davina sebagai darah dagingnya,” lanjut Gio. Dari balik intonasi suaranya, terdengar nada kasihan atas nasib hidup seorang Davina.Pancaran dibalik sorot mata Lucas mengeras. “Ambil alih rumah itu dan bawakan aku semua data aset beserta hutang Carter.” Ia menarik senyum miring di sudut bibirny

    Last Updated : 2024-03-13
  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 37 - Kunjungan berkedok

    Davina memandang dua ruas jarinya yang tampak berkilauan. Entah sejak kapan, dua benda indah ini melingkari jemarinya. Pagi ini, begitu membuka matanya, Davina dikejutkan oleh dua cincin yang menghiasi jarinya. Salah satunya merupakan cincin pernikahan. ‘Apa Lucas yang memasangkannya?’ pikir Davina ragu. Dua cincin itu membuat Davina merasa spesial, ia merasa dihargai meski hanya sebagai istri pajangan di rumah ini. “Nyonya, apa anda sudah selesai dengan mangkuk itu?” Usik Herman bernada sindiran. Sejak sepuluh menit yang lalu, kepala pelayan itu telah menunggu dengan sabar di sudut ruangan. Memperhatikan gerak-gerik nyonya muda yang terus saja memandangi jemarinya tanpa berniat menyentuh bubir di dalam mangkuk. Davina berdehem pelan untuk menutupi rasa bersalahnya. “Maafkan aku, Herman. Tapi bisakah aku menyudahinya?” “Kenapa? Apa tidak sesuai dengan selera anda?” Herman menunggu jawaban dengan mimik wajah serius. “Tidak … tidak,” elak Davina. Raut wajahnya keruh, menjadi s

    Last Updated : 2024-03-14
  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 38 - Hidup Penuh Semangat

    “Hai.” Davina melambaikan tangannya dengan ceria kala memasuki pintu cafe. Ia menyapa beberapa karyawan yang tengah membersihkan meja-meja sebelum waktunya membuka cafe. “Hei, Davina!” Teriakan dari ujung ruangan membuat Davina segera memupuskan senyum di bibirnya dan berganti dengan raut tegang. “Bos,” ucapnya sambil tersenyum canggung. “Apa kabar?” Kain lap melayang ke wajah Davina diiringi dengan gerutuan sang pemilik cafe. “Dari mana saja kamu, bocah nakal!” “Maafkan aku, Bos.” Davina berlari kecil, menghampiri sang bos yang telah menjadi malaikat penolong baginya selama dua tahun terakhir. “Aku tidak enak badan selama beberapa hari ini.” “Apa? Kamu sakit?” Buru Baron cemas. Ia mengelus pelan pipi Davina. “Ah, masih hangat.” “Sudah lebih baik, Bos,” elak Davina. Ia tidak ingin pria baik hati itu cemas akan kondisinya. Ini pula alasan Davina tidak ingin mengirimkan kabar perihal sakitnya. “Kamu yakin? Mengapa tidak mengabariku? Kamu bisa saja mengambil cuti hingga kondisim

    Last Updated : 2024-03-15

Latest chapter

  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 47 - Jujur

    Langit sore tampak sendu, memantulkan warna abu yang samar pada kaca jendela besar di café milik Baron. Suasana di dalam cukup lengang, hanya beberapa pelanggan yang tengah sibuk dengan laptop dan secangkir kopi mereka. Di sudut dekat rak buku, Davina duduk gelisah. Jemarinya saling menggenggam erat, berkali-kali ia mencuri pandang ke arah pintu, menunggu sosok yang tadi pagi mengirimkan pesan singkat. ‘Kita perlu bicara. Temui aku di tempat Baron. Jangan menunda lagi, Eleana.’ Saat pintu terbuka dan lonceng kecil di atasnya berdenting, jantung Davina berdetak lebih cepat. Megan masuk dengan langkah mantap, tanpa senyum, tanpa basa-basi. Ia berjalan lurus ke arah meja tempat Davina duduk, lalu menarik kursi dan duduk dengan anggun tapi penuh tekanan. Saat tatapan mereka bertemu, Megan tak membuang waktu. “Aku ingin penjelasan. Kali ini, tanpa kebohongan,” ucapnya tajam. Davina menelan ludah. Suara Megan terdengar datar, tapi menyimpan bara. Ia tahu, hari ini tak bisa lagi bersembu

  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 46 - Ancaman

    Lucas bersandar santai di kursinya, tak menunjukkan sedikit pun rasa terganggu. Ia menyuap sesendok terakhir sarapannya, lalu mengusap bibir dengan serbet linen. Matanya menatap Maria dan Eleana satu per satu, sebelum akhirnya berhenti pada Davina yang kini terlihat tegang. “Kalian datang membawa kabar menyedihkan, rupanya.” Suaranya tenang. “Davina kehilangan ibunya. Rumahnya pun hilang. Sungguh... kisah yang menyayat hati.” Maria tersenyum kecil, mencoba membaca sikap Lucas yang terlihat terlalu santai untuk situasi seperti ini. “Jadi,” lanjut Lucas pelan, “kalian ingin... Davina tinggal di rumah ini?” “Kalau diizinkan,” jawab Maria cepat. “Itu akan sangat membantu Davina melewati masa-masa sulitnya dan Eleana akan berkumpul lagi dengan sepupu terdekatnya.” Lucas diam sejenak, mengaduk cangkir kopinya dengan pelan. Denting logam melawan keramik mengisi ruang hening itu, menciptakan ketegangan yang tak kasat mata. Lalu ia tersenyum. “Sayangnya, aku tidak terbiasa menerima

  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 45 - Strategi Licik

    Minggu pagi di rumah besar milik Lucas berlangsung tenang dan hangat.Cahaya matahari merambat masuk melalui tirai tipis, membentuk garis-garis cahaya lembut yang menari di atas meja makan. Aroma kopi dan nasi goreng hangat memenuhi udara, menyatu dengan keheningan damai yang mengisi ruangan.Davina duduk tenang di kursinya, menikmati sarapan spesial yang sengaja dipersiapkannya. Di depannya, Lucas menatap dengan sorot mata hangat, seperti sedang menghafal tiap lekuk wajah istrinya.Percakapan mereka ringan, mengalir seperti aliran sungai yang jernih. Tak ada ketegangan seperti hari-hari sebelumnya. Seolah pertengkaran dan keraguan itu tak pernah ada.“Ini enak.” Lucas menunjuk isi piringnya.“Aku tidak tahu kamu bisa masak.”Davina tersenyum, malu-malu. “Ah… aku cuma bisa membuat menu simpel. Kamu suka?”Lucas mengangguk, kembali menyendok sarapannya tanpa banyak kata. Tak perlu banyak bicara—suasana nyaman itu sudah cukup bicara banyak.Namun, ketenangan itu terputus tiba-tiba oleh

  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 44 - Iri Hati

    “Ma.”Eleana menghampiri sang ibu yang tengah santai di taman belakang, sibuk membolak-balik halaman majalah.Wanita paruh baya itu menurunkan majalah di tangannya, lalu melirik sang putri. “Ada apa, Sayang?”Eleana duduk dengan malas di kursi yang kosong. “Aku ingin bicara tentang Davina.”Wajah sang ibu langsung berubah. Keningnya berkerut. Ketidaksukaannya pada anak sambungnya itu terlalu besar untuk bisa disembunyikan.“Kenapa kamu harus membahas wanita pembawa sial itu?” dengusnya tak senang.“Aku tahu Mama muak mendengar namanya, aku juga. Tapi kali ini aku butuh bantuan Mama.”“Katakan’lah, Sayang. Berhenti bertele-tele karena kamu mulai membuat ku pusing.”“Aku ingin posisiku kembali,” ucap Eleana tegas.Alis sang ibu bertaut bingung. “Apa maksudmu?”“Aku ingin Davina keluar dari rumah Dawson dan mengembalikan posisi itu padaku.”Raut wajah sang ibu menegang. “Apa kamu menyukai Lucas?” tebaknya. “Bukankah sebelumnya kamu bilang tidak ingin menikah dengan pria mengerikan itu?”

  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 43 - Sisi Lain

    Davina memekik kaget saat tubuhnya terangkat ke udara dan mendarat dalam dekapan Lucas. “Kalau begitu, lebih baik kita menunggu waktu makan malam di kamar saja,” kata Lucas ceria, seolah tak ada kemarahan di wajahnya beberapa menit lalu. “Eh! Lucas, turunkan aku!” Davina berusaha menggeliat, tetapi pria itu justru mempererat pelukannya, mengangkatnya seperti seorang pengantin baru. “Tenang saja. Kamu butuh istirahat setelah semua drama hari ini.” Davina mendengus pelan, namun tak lagi melawan. Kepalanya bersandar di bahu Lucas, mencoba menyembunyikan rona merah yang belum juga surut dari wajahnya. Langkah kaki Lucas mantap menaiki anak tangga menuju lantai dua. Aroma maskulin dari tubuhnya begitu dekat, membuat napas Davina nyaris tercekat. Ia tak bisa menyangkal bahwa hatinya berdetak lebih cepat setiap kali pria itu menunjukkan sisi lembutnya, meski dalam waktu yang tak terduga. Pintu kamar terbuka tanpa suara. Lucas menurunkan tubuh Davina dengan lembut di atas ranjang king s

  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 42 - Posesif Berlebih

    Tubuh Davina terdorong ke belakang hingga merapat ke tembok saat Lucas berbalik dan mengurungnya dengan kedua tangan yang terentang. Pria itu mengerang kasar seolah tengah melepaskan amarah yang tertahan. “Kenapa? Kamu masih ingin tinggal disana dan menarik perhatian Sebastian?” Lucas mendesis kasar. "Begitu inginnya kamu bersama pria itu?" “A-apa? Aku tidak—” Davina tergagap, ia kaget akan tuduhan dan kemarahan yang ditunjukkan Lucas hanya karena sepupunya datang untuk menyapa. “Aku tidak berniat untuk bertemu dengan Sebastian," elaknya tak terima. "Jangan pernah berpikir untuk melakukannya!" tegas Lucas. Davina bergidik ngeri kala wajah itu melempar sorot mata mengancam. "Mu-mulai sekarang, aku tak akan bicara bahkan bertemu Sebastian tanpa izin mu," janjinya demi menenangkan macan yang tengah mengamuk. Lucas melengos malas, tak percaya akan janji yang diucapkan oleh istrinya. "Lalu, kenapa kamu tampak kecewa karena meninggalkan pesta itu lebih cepat?" "I-itu ..." Davina kehabi

  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 41 - Kehadiran Yang Tak Disangka

    “Apa yang kalian bicarakan?” Buru Baron begitu melihat dua wanita itu masuk ke dalam ruangan. Megan menggelengkan kepalanya, mencegah Baron untuk banyak bertanya. “Apa semua persiapannya sudah selesai?” “Ya,” sahut Baron. Pandangannya menajam, meminta penjelasan tak terucap dari kedua wanita yang sebelumnya tampak bersitegang. “Semua sudah selesai.” “Terima kasih, Baron.” Megan berpaling pada wanita disampingnya. “Sampai nanti, Eleana,” pamitnya. Davina menatap punggung yang perlahan meninggalkannya. Meski untuk saat ini, Megan bersedia untuk menjaga rahasianya tapi itu bukanlah jaminan kuat karena pada suatu hari, rahasia ini akan terbongkar juga, cepat ataupun lambat. “Kenapa Megan memanggilmu dengan nama Eleana?” tanya Baron. Davina mengulas senyum tipis. “Dia hanya salah mengenaliku sebagai Eleana,” ucapnya sembari mengutuk diri karena kembali harus merangkai kebohongan. “Hmm,” gumam Baron samar. Ia tak lagi memburu Davina dengan pertanyaan karena ia yakin, wanita itu tak ak

  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 40 - Kebohongan Yang Terungkap

    “Apa kamu menyembunyikan sesuatu dari kami, Eleana?”“A-aku …” Davina terbata seraya menundukkan pandangannya dalam-dalam. Ia terlalu takut untuk membalas sorot mata tajam yang diarahkan padanya. “A-ada hal yang tak bisa ku ceritakan padamu.”Megan melemparkan tubuhnya ke atas sofa lalu menghela napas panjang. “Baron adalah sahabat sekaligus saudara bagiku. Hubungan kami sangat dekat hingga tak ada satupun rahasia diantara kami.”“Aku sering mendengarnya memuji salah satu karyawan terbaik yang bernama Davina tapi, aku tidak menyangka bila wanita yang dimaksud Baron adalah kamu, Eleana,” lanjut Megan. Mengurai kisah sekaligus mengkonfirmasi kecurigaan yang terlintas di benaknya. “Jadi, siapa kamu sebenarnya? Davina atau’kah Eleana?”Davina mendapati adanya tuntutan dari balik kalimat panjang yang diutarakan Megan. Membuatnya seketika tak bisa berkutik. “A-aku …”“Jangan coba berbohong lagi, Eleana!” Sergah Megan tegas. Raut wajahnya mengeras saat menekan emosi yang bergejolak dalam ba

  • Dekapan Hangat Sang Pewaris   Bab 39 - Pertemuan Tak Terduga

    “Ke mana kita akan membawanya?” Tanya Davina setelah berhasil mengeluarkan puluhan paperbag dari bagasi mobil.“Tinggalkan saja disana, Davina. Aku akan membawanya masuk,” sahut Allan, teman dekat pemilik cafe.“Tidak perlu sungkan, Allan,” kekeh Davina. “Asal kau tahu, aku disini untuk bekerja,” ujarnya seraya memainkan alisnya untuk membuat mimik wajah lucu yang mengundang tawa.Allan terkikik geli. “Kau dan bos mu itu sama saja, keras kepala,” ejeknya.“Siapa yang sedang mengejekku?” sindir Baron yang datang membawa dua pria muda. “Bawa masuk dan susun di meja.” Perintahnya yang disambut anggukan kompak oleh dua pemuda.“Kalian berdua, mulailah bekerja. Apa kalian akan bercanda sepanjang hari?” Baron beralih pada Davina dan Allan yang terpaku di depan tumpukan paperbag.Allan memasang wajah cengengesan sedangkan Davina bergegas untuk mengangkut jumlah paperbag yang mampu ia bawa.“Ayolah, Baron. Jangan bersikap terlalu keras pada Davina,” keluh Allan. Ia harus memperingatkan sang pe

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status