Arshaka setelah mandi dan berganti baju yang terkena noda darah Jimmy masuk ke Mansionnya dengan tergesa-gesa. Sekarang sudah ada alasan baginya untuk kembali dengan cepat dan bersemangat.Dengan pelan Arshaka membuka pintu kamarnya yang sekarang Alana tengah berbaring sambil membaca sebuah buku di tangannya.Mendengar pintu berderit, Alana menoleh ke arahnya. Ia menyunggingkan senyum akan kedatangan Arshaka.Jika hal itu terjadi sebelum semuanya terbongkar, pastilah bukan sebuah senyum manis yang akan Alana lontarkan. Melainkan tatapan sinis dan hinaan untuknya.Namun, sekarang berbeda. Siapa sangka hubungan mereka akan berubah manis, apalagi adanya janin di kandungan Alana membuat Arshaka jadi lebih protektif lagi.Arshaka melangkah ke arah ranjang kemudian merebahkan tubuhnya di atas Alana, sedikit miring agar bobot tubuhnya tak membuat perut Alana tertekan.“Apa kau lelah?” tanya Alana dengan senyum manisnya sambil menyugar rambut Arshaka.“Tidak, aku hanya merindukanmu,” jawab Ar
“Shaka ... Alana ....” ucap Alex terkejut bukan main melihat kedatangan mereka secara tiba-tiba. Ekspresi shock di wajah keduanya membuat Alex menyadari kalau ia sudah kepergok berbuat hal di luar dugaan mereka.Bagaimana Arshaka dan Alana tidak terkejut melihat Alex yang sedang duduk di sofa ruang tamunya sedang bercumbu mesra dengan seorang perempuan cantik.Posisi perempuan itu duduk di atas paha Alex membelakangi Mereka dengan rambut tergerai sebatas punggung atas membuat keduanya begitu penasaran.Perempuan itu beringsut turun dari pangkuan Alex dan duduk di sebelahnya menunduk malu. Perasaan canggung melingkupi atmosfer di sekitar mereka, tak ada satu pun yang mau membuka suaranya sekedar basa basi Maupun menyapa.“Ah, iya, Alex .... maaf kami datang tanpa memberitahu dulu, kami hanya ingin mengunjungimu,” cicit Alana pelan berusaha memecah keheningan.“Em, ini ... aku yang memaksa suamiku untuk menemaniku datang kemari, dan ini untukmu!” ucap Alana lagi, mengambil totebag di ta
Alana berjalan cepat menuju kamarnya setelah masuk ke dalam Mansion dengan mengabaikan Arshaka yang memanggilnya sejak tadi.Ia bersikap acuh tak acuh sejak meninggalkan Apartemen Alex, Alana masih merasa kesal setelah mendengarkan pembicaraan suaminya dengan asistennya itu. Berawal dari ingin menawarkan makanan untuk mereka, namun, malah mendengarkan sesuatu yang tak seharusnya ia dengar.“Alana, stop! Dengarkan aku dulu!” seru Arshaka putus asa. Entah bagaimana caranya membuat Alana berhenti sekedar mendengarkan penjelasan darinya terlebih dahulu.Pintu kamar di buka lalu ditutup dengan keras hingga menimbulkan suara berdebum keras tepat di mana Arshaka berdiri di depan kamarnya saat hendak masuk.Alana yang sekarang tentu saja tidak akan pernah merasa takut apalagi terintimidasi dengan sikap Arshaka, malah ia lebih bersikap berani dan garang dengannya.Bagaimana tidak, istri mana yang tidak akan cemas dan kawatir berlebihan ketika mendengar suaminya akan pergi berperang, menggempur
“Alfa 1, lewat jalur belakang. Alfa 2 dan 3 masing-masing dari samping, sedangkan Alfa 4 serang dari depan,” titah Arshaka yang langsung di laksanakan dengan gerakan terorganisir.“Para Roger bersiaga untuk penyerangan babak ke dua, tunggu komando dariku untuk memulai penyerangan!” titahnya lagi.Alfa 1 yang beranggotakan 20 orang dengan sigap memakai alat untuk melontarkan beberapa tali yang mempunyai pengait diujungnya. Dan naik dengan seutas tali itu dengan terampil. Kemudian mulai menembaki para penjaga di atas benteng dengan tembakan yang sudah dilengkapi dengan peredam suara.Begitu juga dengan para Alfa yang lain juga melakukan trik yang sama, mereka mulai memanjat dinding dengan bantuan seutas tali. Persiapan yang begitu matang meskipun dalam waktu yang terbatas tak menjadi halangan. Apalagi mereka dibantu dengan alat yang menunjang aksi mereka membuat mereka dengan mudah menyelinap.Mereka pun mulai menembaki para penjaga dari empat arah, apalagi tangan terampil mereka dalam
“Dokter Bian, kenapa kau tega melakukan ini padaku? Apa salahku padamu?” Tanya Alana, tubuhnya sangat lemah dengan wajah seputih kapas. Ia sudah tidak mempunyai tenaga lagi untuk berteriak maupun melakukan pemberontakan.Ia hanya mampu menangis atas keadaan yang terjadi padanya, ia tak tahu harus bagaimana lagi. Alana merasa marah sedih bercampur jadi satu. Janin yang masih segumpal darah dibunuh dengan kejinya.Entah apa yang Dokter itu berikan hingga perut Alana seakan diperas dengan rasa sakit yang tak tertahankan. Ia merintih kesakitan dengan darah yang tiba-tiba keluar dari pusat tubuhnya tanpa ada pertolongan dari Bian dan ia hanya menontonnya dengan senyum dan tatapan keji yang mengerikan.“Aku tidak akan pernah minta meminta maaf atau pun menyesal karena telah membunuh janinmu, Alana.” Bian tersenyum miring seakan mencemooh keadaan Alana.“Ini semua tidak akan pernah terjadi kalau kau tak berhubungan dengan Arshaka. Karena siapa pun yang dekat dengan Arshaka hidupnya akan aku
“Dokter Bian yang terhormat, bisakah aku bermain-main dengan Alana sebentar?” suara David dari arah belakang. “Kau tahu, sejak dulu aku begitu terobsesi dengan segala sesuatu yang dimiliki oleh Arshaka. Jadi, aku ingin mencicipinya agar Arshaka semakin merasa tersiksa!” ujarnya yang membuat Bian mengalihkan atensinya pada David.“Sayang sekali kau tak bisa melakukannya saat ini,” ucap Bian datar.“Kenapa? Apa kau menginginkannya untuk dirimu sendiri?” David bertanya dengan nada sedikit marah dan curiga. Bagaimanapun obsesinya untuk mengalahkan Arshaka selalu mematahkan akal pikirannya sehingga kesan bodoh dan ceroboh sangatlah pantas untuk disandangnya.“Aku bukanlah kau yang suka barang bekas! Apalagi bekas Arshaka, aku sama sekali tidak berminat!” cemooh Bian penuh penekanan seraya bersedekap dada. Senyum miringnya jelas sekali meremahkan pria di depannya itu.“Apalagi, dengan kebodohan dan sikapmu yang arogan ini, bagaimana mungkin bisa mengalahkan Arshaka dengan mudah? Bukankah sa
Suara langkah terdengar memantul dari arah luar penjara bawah tanah, semakin lama semakin dekat membuat Kiara gelagapan dengan jantung yang berdegup kencang.Ia begitu ketakutan, apalagi ia hanya berdua dengan Alana yang sampai saat ini pun belum sadarkan diri dalam pangkuannya.Suara itu semakin dekat dan berhenti tepat di depan jeruji di mana keduanya dikurung. Sosok yang terlihat samar tapi mampu menimbulkan suasana yang mencekam karena ia hanya memandangi mereka tanpa bersuara sedikit pun.“Si-siapa kau? Tolong bebaskan kami dari sini, aku mohon,” pinta Kiara akhirnya memberanikan diri bersuara.Namun, bukannya menjawab, sosok itu malah tertawa sinis. “Aku sudah bersusah payah menculik kalian, lantas kenapa aku harus membebaskan kalian kembali?”“Apa salah kami padamu? Kenapa kau menculik kami?” tanya Kiara putus asa, ia tak mengerti kenapa ia diculik. Kalau ia diculik oleh anak buah Bondan, ia masih bisa memaklumi.Tapi, orang di depannya baru saja ia temui dan ia sama sekali tak
“Alana, bangunlah, Sayang. Buka matamu,” ucap Arshaka dengan bibir gemetarn air matanya luruh melihat kondisi Alana yang sangat mengenaskan.Rasa sedih yang mendalam karena kehilangan calon anaknya membuatnya menjadi semakin takut akan kehilangan istrinya juga. Apalagi, menurut penuturan Kiara padanya, Alana belum sadarkan diri sejak di bawa ke dalam sel ini.Itulah mengapa, rasa takut dan cemasnya semakin menjadi. Ia takut anak buahnya datang terlambat untuk menyelamatkan mereka. Karena kini, dalam kondisinya saat ini ia hanya bisa mengandalkan bantuan dari luar.Di tengah keterpurukan dan keputus asaan Arshaka, suara tembakan saling bersahutan nyaring memekakkan telinga hingga terdengar sampai penjara bawah tanah di mana Arshaka berada.Secercah harapan muncul dalam hati Arshaka, ia berharap para anak buahnya menemukan mereka sehingga ia dapat menyelamatkan nyawa Alana segera.Suara langkah kaki terdengar setengah berlari menuju ke arah sel tahanan di mana Arshaka berada. Ia tak be