Bethany's POV
"APA YANG KAU LAKUKAN!" dan aku menaiki oktaf suaraku karena ulahnya! Dia membangunkanku dengan cara yang keterlaluan. Oh Tuhan untung saja aku bisa berenang. Tapi itu bukan masalah utamanya—INI DINGIN!
Dia melemparku kedalam kolam renang memang sialan!
"Membangunkanmu, tentu. Atau, should i clean you up?"
"Ini masih pukul delapan pagi!"
"Delapan lebih dua menit tiga puluh tiga detik, lebih tepatnya. Kau lupa tentang kata, disiplin, Beth?" dia berjongkok ditepi kolam renang, berbicara sangat santai sambil ia tersenyum polos. Aku benar-benar akan menonjok wajahnya itu!
"Masih ada dua jam lagi untuk siapapun itu membuka kunci gerbang utama Columbia University!"
"Kau sedang dalam program kedisiplinan."
"Bukan begini caranya! Ini sama saja kau menyiksaku!"
"Kau berlebihan. Dan berhenti berteriak, kumohon."
"Berlebihan kau bilang? The fuck Kend—"
"—language, Bethany."
"Fuck you." Gumamku.
"Aku mendengarnya. Kau hanya mempunyai waktu tiga puluh menit untuk bersiap." Dan aku memprotesnya, tiga puluh menit untuk bersiap? Tidakkah dia tahu jika perempuan bisa menghabiskan waktu satu jam hanya untuk memilih baju?
Dan sebelum aku bisa meneriaki dan memakinya, ia sudah lebih dulu menjauhiku. Memang dasar sialan, keparat—apa lagi yang pantas untuknya?
Monyet yucatan?
Jerboa?
Iblis berwajah malaikat?
Terserah! Apapun itu yang biadab dan menyebalkan, aku persembahkan untuknya.
*******
Apakah aku terlalu banyak berbicara?
Jika ya,Aku tidak perduli!Aku sudah menghabiskan hampir setengah bungkus rokok tapi Louis dan Gina belum juga tiba. Padahal aku sudah membangunkan mereka dan memaksa agar mereka datang lebih pagi! Ah tamatlah kebahagiaanku.
Kelas pertamaku dimulai pada pukul sepuluh pagi, dan tebak! Dua sahabat sialanku baru tiba pada pukul sepuluh kurang lima belas menit! Lalu untuk apa aku membangunkan mereka pagi tadi, biadab.
Aku memasuki kelas pertama dengan Louis yang mengekor dibelakangku. Gina memiliki kelas lain yang membuatnya tidak berada dikelas yang sama denganku dan Louis pagi ini.
"Bethany!" itu Zack dan kawanannya. Mereka bisa dibilang kelompok laki-laki terpanas di Columbia. Dan, ya, i've hooked up with him a lot, dan dengan hampir seluruh kawanannya juga tentunya.
Mereka cukup hebat diranjang.
"Minggir. Aku ingin duduk disini." Aku mengusir perempuan bersurai hitam dengan kacamata yang cukup tebal. Ia dengan takut langsung mengangkat bokongnya dan menjauh dari bangku ini.
Aku duduk diikuti oleh Louis yang juga baru saja mengusir perempuan yang sama culunnya dengan perempuan tadi.
Dan lelaki tua berbau tanah itu masuk kedalam kelas sambil membawa secangkir kopi miliknya, Mr. Crowly. Lelaki tua berdagu bokong, atau bokong yang seperti dagunya? Siapa perduli? Tidak ada.
Seperti biasa saja, mata kuliah pertama ini sangat, teramat, luar biasa—menyebalkan.
"Smokar?" tanya Louis. Oh ya sudah pasti."Tentu."
"Aku duluan, temui aku di smokar, tempat biasa."
"Kau mau kemana?"
"Aku membawa liquor dimobil." Jawabnya sambil menaik turunkan—tidakkah itu ambigu? Okay lupakan. Ia mengatakan itu sambil menaik turunkan alisnya dan menyeringai juga tentunya. Oh dia tahu bagaimana membuat hariku jauh lebih baik.
"You little shit, kau yang terbaik!" pekikku tertahan dan dengan itu ia pergi lebih dulu.
"Ms. Brown." Apalagi sekarang. Kurasa aku tidak membuat masalah hari ini. Kecuali Louis yang tadi sengaja menyetel film porno dan memaksimalkan volume suaranya. Membuat seisi ruangan tertawa, beberapa perempuan terlihat jijik—tentunya mereka polos mungkin akan menjadi biarawati nantinya.
Dan berakhir dengan Louis yang diberikan detensi oleh Mr. Crowly.
"Ya." Jawabku sambil menatapnya dengan satu tanganku yang berada dipinggang.
"Ini rekor terbarumu. Kau tidak telat dimata kuliahku, untuk yang pertama kalinya. Tapi sayangnya, nilai akademikmu kurang membuatku terkesan, jadi, bisak—"
"—kau tidak menyukaiku. Tidak perlu memakai—apakah itu majas paradoks? Aku tidak membutuhkannya." Potongku dengan santai.
Ia menatapku dengan rahang yang mengeras. Dan ia menggeram pelan.
Apakah dia werewolf?Tidak! Mungkin dia ingin buang air besar.
"Kau tidak ingin buang air disitu 'kan?" Tanyaku dengan satu alis yang terangkat.
"Detensi untukmu Ms. Brown!" Ya, ya, aku sudah mati rasa dengan detensi.
*******
Maaf, tapi. Siapa orang bodoh yang membiarkan kunci rumah ini tergantung didalam sana! Aku tidak bisa memutarkan kunci dari luar oh bajingan.
"Open the damn door you fucking idiot people!" teriakku sambil memukul pintu ini dengan tanganku. Perduli setan jika tanganku memerah, aku benar-benar membutuhkan istirahat!
Dan tak ada jawaban. Apakah mereka semua mati didalam sana? Jika ya, kurasa rumahku akan menjadi angker nantinya.
"Marlyn! Sara! Siapapun kalian yang memiliki telinga, kaki dan tangan! Buka pintu ini!" Teriakku. Tidakkah mereka tahu kepalaku pening? Liquor milik Louis tadi sangat luar biasa padahal kami bertiga hanya meminum dua botol.
Aku terus memukul pintu ini. Sesekali menendang karena aku lelah. Dan lalu aku pukul lagi, "Ayolah! Aku hanya minta kerjasama kalian!
Dan kurasa tanganku sudah tidak bisa lagi menahan sakit.
"BUKA PINTU PELAYAN SIAL—"
Dan akhirnya pintu neraka sialan ini terbuka. Dia lagi. Laki-laki yang ingin sekali aku tendang tepat diginjalnya. Tanganku hampir saja memukul kepalanya karena pintu yang tiba-tiba terbuka. Ia berbeda—maksudku, ia tidak seperti kemarin dan pagi tadi yang mana memakai jas, sangat rapih. Saat ini ia memakai skinny jeans hitam dengan kaus putih polos tipis hingga, oh, dia mempunyai tato pada bagian dada juga rupanya.
"—selamat sore dan cobalah jangan memukul pintunya, Beth. Mengetuknya dengan halus dan hati-hati. Atau, kau mengerti cara memakai bell 'kan?" dia pikir aku perduli? Aku berjalan melewatinya dengan memberikannya wajah bitchy-ku. Namun wajah bitchy itu hanya bertahan selam beberapa detik sebelum akhirnya wajahku berubah menjadi dungu karena ia yang menyeretku kembali kedepan pintu.
"Dan sekarang Remus menjual rumahku kepadamu juga, begitu!" pekikku namun ia hanya tersenyum tipis. Memang dasar bajingan. Ia kembali masuk kedalam dan menutup pintu ini didepan wajahku.
Aku kembali memukul—tidak, kali ini aku mengetuk pintunya. Dia ingin halus? Baiklah. Walaupun kasar lebih nikmat, sebenarnya—dalam hal lain tentunya.
Dan pintu kembali terbuka. Aku lagi-lagi dibuat gemas dengan tingkah sialannya yang masih juga menahanku untuk masuk!
"Gunakan ketukan triplets. Dan dalam tempo enam puluh." Dia bercanda 'kan?
Kurasa tidak. Karena dia benar-benar kembali masuk dan menutup pintunya.
Aku menarik nafas dalam sebelum akhirnya mulai mengetuk pintu ini sesuai dengan permintaannya.Beruntunglah karena aku mengerti hitungan triplets dalam tempo enam puluh.
"One—tri—plet—two." Gumamku sambil mengetuk pintu ini. Tak lama pintu terbuka, dia tersenyum sok manis kepadaku. Satan!
"Nice. Good girl."
Whatever you said Lucifer!
● ● ●
Bethany BrownI am, Bethany Brown..Dan untuk yang kesekian kalinya, aku kembali memujanya. Semua tentangnya, baik fisik maupun nuraninya yang terlalu sempurna.Aku pikir, ketika aku bertemu dengannya dulu, kisah cintaku akan sama seperti kisah cintaku sebelum-sebelumnya. Yang kekanakkan, egois, singkat dan hanya tentang nafsu belaka.Tapi, ketika aku lebih mengenalnya dan rasa cintaku untuknya masuk lebih dalam kelubuk hatiku, ternyata, ini adalah kisah cinta yang sempurna.Kisah cinta yang tidak pernah ingin untuk aku akhiri. Kisah cinta yang selalu membuat duniaku jatuh-bangun. Kisah cinta yang selalu membuatku jungkir balik hanya karena hangatnya cinta yang ia berikan kepadaku.
Don't forget to press vote and give your comments, thank you.Bethany Brown"Kemana kau semalam. Pergi begitu saja dari club." Itu Louis. Ia sahabatku, kami berteman sedari di high school. Dan dia benar, aku memang pergi meninggalkannya di club semalam.Aku kembali menghisap rokokku, keadaan di smokar masih sepi. Hanya ada beberapa mahasiswa yang sudah hadir. Ini masih terlalu pagi, masih ada satu jam setengah untuk memulai mata kuliah pertama. Hari ini aku berangkat pagi-pagi sekali untuk menghindari Remus karena aku malas berbincang dengannya."Aku bermain dengan Ronald semalam." Jawabku santai. Sambil menaikkan kakiku keatas bangku taman yang ada didepanku."Woah! Apakah dia hebat diranjang?" Tanyanya dengan ketertarikan, aku bisa pastikan dia norma
Bethany BrownDan pagi ini aku mengikuti detensi hanya karena meneriaki salah satu profesor kampusku dengan majas sinisme. Berlebihan.Aku harus membereskan semua ini sendirian? Oh c'mon! Kamarku saja tidak pernah sekalipun aku coba untuk bereskan dengan tanganku yang hal—satan! Tanganku kotor!"Dimana kau, ah, tidak. Aku tidak mungkin lupa membawanya. Diman—oh yeah thank god." Aku kembali bernafas lega ketika menemukan hand sanitizer-ku yang terselip didalam tasku. Aku benar-benar akan melaporkan ini kepada Remus! Dia harus tahu kalau anak satu-satunya ini dikenakan detensi yang keterlaluan!Membereskan dan membersihkan gudang komputer. Tidakkah itu berlebihan? Dan jorok tentunya. Walaupun ruangan ini mungkin hanya 2x3 meter, tetap saja bagiku ini m
Bethany Brown"Dan apa yang ingin kau bicarakan." Tanyaku kepada lelaki ini. Aku terus memerhatikannya yang tengah menarik kursi meja riasku lalu sekarang, ia duduk didepanku. Kenapa dia menatapku seperti itu? Oh ataukah ia baru sadar akan pesonaku?"Kau terlalu banyak membuat masalah Nona Brown." Awalan yang baik sialan. Tidakkah ia bisa mencari kata lain untuk membuka pembicaraan ini?"Kurasa, masalah, adalah nama tengahku. Dan tolong, panggil aku Bethany, kurasa namaku tidak sulit untuk diucapkan.""Kita akan mulai membicarakan tentang masalah yang baru saja kau buat hari ini." Memangnya apa yang dia tahu tentangku."Tuan—siapa namamu? Okay baiklah, Tuan Kaku, aku tidak membuat masalah, apapun, hari ini.""Bagaimana dengan merokok didalam gudang disaat kau dikenakan detensi? Menyuruh dua sahabatmu untuk memb
Bethany's POV"APA YANG KAU LAKUKAN!" dan aku menaiki oktaf suaraku karena ulahnya! Dia membangunkanku dengan cara yang keterlaluan. Oh Tuhan untung saja aku bisa berenang. Tapi itu bukan masalah utamanya—INI DINGIN!Dia melemparku kedalam kolam renang memang sialan!"Membangunkanmu, tentu. Atau, should i clean you up?""Ini masih pukul delapan pagi!""Delapan lebih dua menit tiga puluh tiga detik, lebih tepatnya. Kau lupa tentang kata, disiplin, Beth?" dia berjongkok ditepi kolam renang, berbicara sangat santai sambil ia tersenyum polos. Aku benar-benar akan menonjok wajahnya itu!"Masih ada dua jam lagi untuk siapapun itu membuka kunci gerbang utama Columbia University!"
Bethany Brown"Dan apa yang ingin kau bicarakan." Tanyaku kepada lelaki ini. Aku terus memerhatikannya yang tengah menarik kursi meja riasku lalu sekarang, ia duduk didepanku. Kenapa dia menatapku seperti itu? Oh ataukah ia baru sadar akan pesonaku?"Kau terlalu banyak membuat masalah Nona Brown." Awalan yang baik sialan. Tidakkah ia bisa mencari kata lain untuk membuka pembicaraan ini?"Kurasa, masalah, adalah nama tengahku. Dan tolong, panggil aku Bethany, kurasa namaku tidak sulit untuk diucapkan.""Kita akan mulai membicarakan tentang masalah yang baru saja kau buat hari ini." Memangnya apa yang dia tahu tentangku."Tuan—siapa namamu? Okay baiklah, Tuan Kaku, aku tidak membuat masalah, apapun, hari ini.""Bagaimana dengan merokok didalam gudang disaat kau dikenakan detensi? Menyuruh dua sahabatmu untuk memb
Bethany BrownDan pagi ini aku mengikuti detensi hanya karena meneriaki salah satu profesor kampusku dengan majas sinisme. Berlebihan.Aku harus membereskan semua ini sendirian? Oh c'mon! Kamarku saja tidak pernah sekalipun aku coba untuk bereskan dengan tanganku yang hal—satan! Tanganku kotor!"Dimana kau, ah, tidak. Aku tidak mungkin lupa membawanya. Diman—oh yeah thank god." Aku kembali bernafas lega ketika menemukan hand sanitizer-ku yang terselip didalam tasku. Aku benar-benar akan melaporkan ini kepada Remus! Dia harus tahu kalau anak satu-satunya ini dikenakan detensi yang keterlaluan!Membereskan dan membersihkan gudang komputer. Tidakkah itu berlebihan? Dan jorok tentunya. Walaupun ruangan ini mungkin hanya 2x3 meter, tetap saja bagiku ini m
Don't forget to press vote and give your comments, thank you.Bethany Brown"Kemana kau semalam. Pergi begitu saja dari club." Itu Louis. Ia sahabatku, kami berteman sedari di high school. Dan dia benar, aku memang pergi meninggalkannya di club semalam.Aku kembali menghisap rokokku, keadaan di smokar masih sepi. Hanya ada beberapa mahasiswa yang sudah hadir. Ini masih terlalu pagi, masih ada satu jam setengah untuk memulai mata kuliah pertama. Hari ini aku berangkat pagi-pagi sekali untuk menghindari Remus karena aku malas berbincang dengannya."Aku bermain dengan Ronald semalam." Jawabku santai. Sambil menaikkan kakiku keatas bangku taman yang ada didepanku."Woah! Apakah dia hebat diranjang?" Tanyanya dengan ketertarikan, aku bisa pastikan dia norma
Bethany BrownI am, Bethany Brown..Dan untuk yang kesekian kalinya, aku kembali memujanya. Semua tentangnya, baik fisik maupun nuraninya yang terlalu sempurna.Aku pikir, ketika aku bertemu dengannya dulu, kisah cintaku akan sama seperti kisah cintaku sebelum-sebelumnya. Yang kekanakkan, egois, singkat dan hanya tentang nafsu belaka.Tapi, ketika aku lebih mengenalnya dan rasa cintaku untuknya masuk lebih dalam kelubuk hatiku, ternyata, ini adalah kisah cinta yang sempurna.Kisah cinta yang tidak pernah ingin untuk aku akhiri. Kisah cinta yang selalu membuat duniaku jatuh-bangun. Kisah cinta yang selalu membuatku jungkir balik hanya karena hangatnya cinta yang ia berikan kepadaku.