Bethany Brown
"Dan apa yang ingin kau bicarakan." Tanyaku kepada lelaki ini. Aku terus memerhatikannya yang tengah menarik kursi meja riasku lalu sekarang, ia duduk didepanku. Kenapa dia menatapku seperti itu? Oh ataukah ia baru sadar akan pesonaku?
"Kau terlalu banyak membuat masalah Nona Brown." Awalan yang baik sialan. Tidakkah ia bisa mencari kata lain untuk membuka pembicaraan ini?
"Kurasa, masalah, adalah nama tengahku. Dan tolong, panggil aku Bethany, kurasa namaku tidak sulit untuk diucapkan."
"Kita akan mulai membicarakan tentang masalah yang baru saja kau buat hari ini." Memangnya apa yang dia tahu tentangku.
"Tuan—siapa namamu? Okay baiklah, Tuan Kaku, aku tidak membuat masalah, apapun, hari ini."
"Bagaimana dengan merokok didalam gudang disaat kau dikenakan detensi? Menyuruh dua sahabatmu untuk membantu mengerjakan detensimu? Dan jangan lupakan tentang akibat yang kau ciptakan karena merokok didalam ruangan yang memiliki detector aktif?" Mungkin aku bisa memanggilnya—peramal? Bagaimana dia bisa tahu itu semua!
"Aku melakukan itu dengan tidak sengaja. Dan dari mana kau tahu tentang itu semua? Kau menguntit?"
"Menguntit bukanlah kegiatanku. Aku punya pekerjaan dan juga kegiatan lain daripada harus menguntit yang bahkan—tidak penting?" oh ya bagus sekali. Kalau begitu untuk apa dia repot-repot mengurusku disini dasar sialan!
"Kalau begitu, kau tahu dimana pintu keluar. Mengenai kata, tidak penting, kurasa itu cukup membuatmu sadar diri untuk tidak mengurusku dan mencampuri urusanku. Bukankah begitu?" ia justru terkekeh menanggapi ucapanku memang dasar gila! Dimana otaknya? Tampan tapi tak berotak untuk apa!
"Kau, memang tidak penting. Tapi pekerjaanku, tentu penting. Nona Brown, jabatanku adalah Chief Operating Officer. Dan kau tahu apa itu?" tanyanya. Memangnya aku perduli. Sekalipun aku tidak pernah mempelajari tentang perusahaan.
"Apakah itu bahkan penting untuk aku ketahui? Dan berhenti memanggilku seperti itu!" tanyaku dan, ya, sedikit bentakkan karena ia lagi-lagi memanggilku seperti itu.
"Kau sebagai anak Mr. Brown? Tentu, itu penting untuk kau ketahui. Jabatanku tepat berada dibawah jabatan ayahmu. Dan itulah alasannya mengapa aku berkata jika pekerjaanku, sangat penting."
"Kalau memang pekerjaanmu penting, Tuan Kaku. Silahkan kau pergi dan lakukan pekerjaanmu."
"Aku sedang melakukannya." Jawabnya, sangat santai. Bahkan aku yang sudah berkali-kali membentaknya saja ia masih santai menanggapiku. Tidakkah ia merasa kalau aku tengah membuatnya tak nyaman?
"Apa maksudmu? Remus menyuruhmu untuk menjadi baby sitterku?"
"Dia ayahmu." Dan aku memutarkan kedua mataku jengah. Tentu aku tahu dia ayahku, memangnya siapa lagi? Tidak mungkin 'kan kalau Remus tukang kebunku.
"Aku tahu. Lagipula Remus tidak pernah mempermasalahkan itu!" sejurus dengan itu, ia merubah posisi duduknya kali ini ia menempatkan kedua siku tangannya pada masing-masing dengkulnya. Ia menatapku, sangat dalam dan juga tegas.
"Remus memberikanku pekerjaan baru. Ia menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab akan dirimu, kepadaku. Bisa dibilang, aku adalah seseorang yang akan membantu untuk merubahmu? Mungkin." Dan kenapa tidak sekalian Remus menjualku! Apa-apaan ini!
"Kau ingin aku berubah menjadi apa? Hottentotta Tamulus? Ya, sini, biar kau kugigit lalu mati! Apa-apaan ini sialan!"
"Please, language, Nona Brown."
"Dan kau mengatur tutur kataku? Tolong katakan kepada Remus agar ia mengirimku saja ke asrama Charterhouse di Inggris!" aku membenamkan wajahku pada bantal. Aku benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran Remus!
"Tentang itu, aku tidak perlu mengatakannya, karena Remus akan melakukannya." Apa aku salah dengar? Okay, sebenarnya tadi hanyalah pelampiasan emosi saja. Tapi—Tuhan!
"Kau bercanda 'kan?"
"Ada apa? Bukankah kau juga menginginkan untuk masuk ke asrama itu? Kau baru saja mengatakannya satu menit dua puluh dua detik yang lalu." Bolehkan aku menamparnya atau apapun itu untuk melampiaskan emosiku? Dia adalah laki-laki yang sangat menyebalkan! Aku membencinya, aku bersumpah!
"Jadi, Nona Brown. Bisakah kau membantuku agar pekerjaanku menjadi lebih mudah?" tanyanya. Lebih mudah bagaimana, kalau aku menurut sama aja aku bunuh diri. Dimana harga diriku.
"Kau bisa mengatakan kepada Remus kalau kau menyerah denganku. Atau—kau bisa menolaknya mentah-mentah. Pusing sekali."
"Menyerah disaat aku bahkan belum memulainya? Untuk apa prajurit menginjakkan kakinya dimedan perang kalau begitu. Disaat baru melihat gertakan saja sudah menyerah, apalagi melihat geranat. Mungkin ia mati bunuh diri. Itu bukanlah tipikalku, Nona Brown. Dan menolaknya lalu aku kehilangan pekerjaanku? Kurasa akan lebih mudah jika aku menuruti Remus daripada aku menolaknya dan kehilangan pekerjaan pentingku."
Lalu bagaimana cara aku bisa mengusirnya. Kenapa dia seolah tangguh sekali biadab.
"Bagaimana caraku menyingkirkanmu." Tanyaku to the point. Ia yang saat ini tengah menatap deretan buku-buku novelku—dominan dengan Harry Potter dan Fifty Shades Trilogy, pun kembali menghadapku.
Kepalamu, hal mudah!
"Dengan sangat terhormat dan tidak menurunkan harga diriku, tolong bunuh aku, dengan apapun asalkan tidak sakit." Jawabku dan ia justru tertawa ringan karena ucapanku. Apakah ini artinya, hidupku berakhir?
"Jika kau menikmatinya, kau pasti akan bisa melewatinya. Dan dengan begitu, kau berhasil menyingkirkanku."
"Setelah itu kau akan pergi?"
"Ya."
"Tidak akan kembali lagi?"
"Dan untuk apa aku kembali?"
What an idiot you Bethany Brown! Seolah kau mengharapkannya untuk tinggal.
Mungkin.
Coba sekali lagi?
Ya, karena dia panas dan tampan.
Tuhan tampar aku!
"Jadi, bagaimana?" masih bisa ia bertanya bagaimana disaat hidupku sudah sekarat.
"Bagaimana apanya! Yang kau larang adalah kehidupanku." Balasku.
"Aku tahu itu. Tapi, bukankah memiliki kehidupan yang jauh lebih baik lebih—nyaman?"
"Oh kau pikir aku tidak nyaman 'huh? Aku berada pada zona nyaman dengan semua hal yang kau sebutkan tadi." Bisakah dia tidak bersikap sok keren? Aku ingin sekali menendang tulang keringnya.
"Kau belum pernah menempatkan dirimu pada kehidupan, lain, maksudku—kau tahu, masih banyak hal yang bisa kau lakukan diluar dari hal-hal itu. Berbuat baik kepada sesama, misalnya."
"Aku sering membelikan Gina dan Louis barang branded. Bukankah itu berbuat baik? Dan kepada sesama."
"Siapa mereka?" tanyanya.
"Anggota spice girls, kau tidak tahu?" balasku. Ia lagi-lagi menggelengkan kepalanya. Tidakkah ia menyerah saja menghadapiku? Aku kasihan, takut dia mati muda.
"Nama lengkap mereka, kumohon."
"Gina Ribert dan Louis Jourdan." Dan ia kembali menatapku. Sekali saja aku ingin mencolok matanya itu.
"Louis Jeremya."
"Dan siapa mereka?" aku yang sekarang menatapnya dengan wajah yang bahkan aku tak tahu bagaimana lagi raut wajahku sekarang ini.
"Mereka adalah atlet rhythmic gymnastic—tentu mereka sahabatku!" pekikku kesal dan lagi-lagi ia tertawa seolah ia tampan dengan itu.
Memang benar.
Apa?
Kau tidak bisa menyangkal.
Kurasa otakku sudah kehilangan arah.
"Mari kita katakan ini sebagai, perubahan gaya hidup dan penanaman kedispilinan. Kita akan melakukannya mulai besok, bagaimana?"
"Menurutmu? Apa aku bahkan mempunyai pilihan?"
Dia akhirnya berdiri, sambil memasukkan note book kecil yang tadi ia gunakan untuk menuliskan nama Gina dan Louis, "Baiklah kalau begitu, Nona Brown."
"Berapa kali aku harus mengatakan kepadamu jangan memanggilku begitu! Aku tidak suka." Geramku. Ia justru terkekeh dan aku protes, "Berhenti menertawakanku tuan kaku."
"Aku suka melafalkan Brown. Seharusnya kau bangga menjadi seorang Brown. Jika aku menjadi kau." Dia kembali mendekatiku, entah untuk apa. Namun ia sedikit—menyeringai?
"Prinsipku adalah, yang kita suka, akan sulit didapat. Jadi, tidak boleh. Bethany lebih baik." Jawabku sambil membalas tatapannya.
"Mana adegan favorite-mu?" pertanyaan apa itu?
"Huh?" tanyaku tak mengerti, ia justru semakin menyeringai tak jelas.
"Aku suka Pool Table Paradise." Dia berkedip lalu kembali menjauhi ku dan berjalan menuju pintu.
Demi Tuhan!
Itu adalah salah satu posisi seks yang ada didalam adegan Fifty Shades Trilogy!
"Okay. Kalau begitu, boleh Bethany. Bethany Brown atau apapun itu. Kau ternyata tidak kaku. Mesum." Aku bercanda dan ia terkekeh menerimanya.
"Baiklah. setuju. Harry, Harry Kendrick" Ah ya, itu namanya. Aku lupa.
• • • •
Hottentotta Tamulus = Kalajengking paling mematikan
To be continued,
Bethany's POV"APA YANG KAU LAKUKAN!" dan aku menaiki oktaf suaraku karena ulahnya! Dia membangunkanku dengan cara yang keterlaluan. Oh Tuhan untung saja aku bisa berenang. Tapi itu bukan masalah utamanya—INI DINGIN!Dia melemparku kedalam kolam renang memang sialan!"Membangunkanmu, tentu. Atau, should i clean you up?""Ini masih pukul delapan pagi!""Delapan lebih dua menit tiga puluh tiga detik, lebih tepatnya. Kau lupa tentang kata, disiplin, Beth?" dia berjongkok ditepi kolam renang, berbicara sangat santai sambil ia tersenyum polos. Aku benar-benar akan menonjok wajahnya itu!"Masih ada dua jam lagi untuk siapapun itu membuka kunci gerbang utama Columbia University!"
Bethany BrownI am, Bethany Brown..Dan untuk yang kesekian kalinya, aku kembali memujanya. Semua tentangnya, baik fisik maupun nuraninya yang terlalu sempurna.Aku pikir, ketika aku bertemu dengannya dulu, kisah cintaku akan sama seperti kisah cintaku sebelum-sebelumnya. Yang kekanakkan, egois, singkat dan hanya tentang nafsu belaka.Tapi, ketika aku lebih mengenalnya dan rasa cintaku untuknya masuk lebih dalam kelubuk hatiku, ternyata, ini adalah kisah cinta yang sempurna.Kisah cinta yang tidak pernah ingin untuk aku akhiri. Kisah cinta yang selalu membuat duniaku jatuh-bangun. Kisah cinta yang selalu membuatku jungkir balik hanya karena hangatnya cinta yang ia berikan kepadaku.
Don't forget to press vote and give your comments, thank you.Bethany Brown"Kemana kau semalam. Pergi begitu saja dari club." Itu Louis. Ia sahabatku, kami berteman sedari di high school. Dan dia benar, aku memang pergi meninggalkannya di club semalam.Aku kembali menghisap rokokku, keadaan di smokar masih sepi. Hanya ada beberapa mahasiswa yang sudah hadir. Ini masih terlalu pagi, masih ada satu jam setengah untuk memulai mata kuliah pertama. Hari ini aku berangkat pagi-pagi sekali untuk menghindari Remus karena aku malas berbincang dengannya."Aku bermain dengan Ronald semalam." Jawabku santai. Sambil menaikkan kakiku keatas bangku taman yang ada didepanku."Woah! Apakah dia hebat diranjang?" Tanyanya dengan ketertarikan, aku bisa pastikan dia norma
Bethany BrownDan pagi ini aku mengikuti detensi hanya karena meneriaki salah satu profesor kampusku dengan majas sinisme. Berlebihan.Aku harus membereskan semua ini sendirian? Oh c'mon! Kamarku saja tidak pernah sekalipun aku coba untuk bereskan dengan tanganku yang hal—satan! Tanganku kotor!"Dimana kau, ah, tidak. Aku tidak mungkin lupa membawanya. Diman—oh yeah thank god." Aku kembali bernafas lega ketika menemukan hand sanitizer-ku yang terselip didalam tasku. Aku benar-benar akan melaporkan ini kepada Remus! Dia harus tahu kalau anak satu-satunya ini dikenakan detensi yang keterlaluan!Membereskan dan membersihkan gudang komputer. Tidakkah itu berlebihan? Dan jorok tentunya. Walaupun ruangan ini mungkin hanya 2x3 meter, tetap saja bagiku ini m
Bethany's POV"APA YANG KAU LAKUKAN!" dan aku menaiki oktaf suaraku karena ulahnya! Dia membangunkanku dengan cara yang keterlaluan. Oh Tuhan untung saja aku bisa berenang. Tapi itu bukan masalah utamanya—INI DINGIN!Dia melemparku kedalam kolam renang memang sialan!"Membangunkanmu, tentu. Atau, should i clean you up?""Ini masih pukul delapan pagi!""Delapan lebih dua menit tiga puluh tiga detik, lebih tepatnya. Kau lupa tentang kata, disiplin, Beth?" dia berjongkok ditepi kolam renang, berbicara sangat santai sambil ia tersenyum polos. Aku benar-benar akan menonjok wajahnya itu!"Masih ada dua jam lagi untuk siapapun itu membuka kunci gerbang utama Columbia University!"
Bethany Brown"Dan apa yang ingin kau bicarakan." Tanyaku kepada lelaki ini. Aku terus memerhatikannya yang tengah menarik kursi meja riasku lalu sekarang, ia duduk didepanku. Kenapa dia menatapku seperti itu? Oh ataukah ia baru sadar akan pesonaku?"Kau terlalu banyak membuat masalah Nona Brown." Awalan yang baik sialan. Tidakkah ia bisa mencari kata lain untuk membuka pembicaraan ini?"Kurasa, masalah, adalah nama tengahku. Dan tolong, panggil aku Bethany, kurasa namaku tidak sulit untuk diucapkan.""Kita akan mulai membicarakan tentang masalah yang baru saja kau buat hari ini." Memangnya apa yang dia tahu tentangku."Tuan—siapa namamu? Okay baiklah, Tuan Kaku, aku tidak membuat masalah, apapun, hari ini.""Bagaimana dengan merokok didalam gudang disaat kau dikenakan detensi? Menyuruh dua sahabatmu untuk memb
Bethany BrownDan pagi ini aku mengikuti detensi hanya karena meneriaki salah satu profesor kampusku dengan majas sinisme. Berlebihan.Aku harus membereskan semua ini sendirian? Oh c'mon! Kamarku saja tidak pernah sekalipun aku coba untuk bereskan dengan tanganku yang hal—satan! Tanganku kotor!"Dimana kau, ah, tidak. Aku tidak mungkin lupa membawanya. Diman—oh yeah thank god." Aku kembali bernafas lega ketika menemukan hand sanitizer-ku yang terselip didalam tasku. Aku benar-benar akan melaporkan ini kepada Remus! Dia harus tahu kalau anak satu-satunya ini dikenakan detensi yang keterlaluan!Membereskan dan membersihkan gudang komputer. Tidakkah itu berlebihan? Dan jorok tentunya. Walaupun ruangan ini mungkin hanya 2x3 meter, tetap saja bagiku ini m
Don't forget to press vote and give your comments, thank you.Bethany Brown"Kemana kau semalam. Pergi begitu saja dari club." Itu Louis. Ia sahabatku, kami berteman sedari di high school. Dan dia benar, aku memang pergi meninggalkannya di club semalam.Aku kembali menghisap rokokku, keadaan di smokar masih sepi. Hanya ada beberapa mahasiswa yang sudah hadir. Ini masih terlalu pagi, masih ada satu jam setengah untuk memulai mata kuliah pertama. Hari ini aku berangkat pagi-pagi sekali untuk menghindari Remus karena aku malas berbincang dengannya."Aku bermain dengan Ronald semalam." Jawabku santai. Sambil menaikkan kakiku keatas bangku taman yang ada didepanku."Woah! Apakah dia hebat diranjang?" Tanyanya dengan ketertarikan, aku bisa pastikan dia norma
Bethany BrownI am, Bethany Brown..Dan untuk yang kesekian kalinya, aku kembali memujanya. Semua tentangnya, baik fisik maupun nuraninya yang terlalu sempurna.Aku pikir, ketika aku bertemu dengannya dulu, kisah cintaku akan sama seperti kisah cintaku sebelum-sebelumnya. Yang kekanakkan, egois, singkat dan hanya tentang nafsu belaka.Tapi, ketika aku lebih mengenalnya dan rasa cintaku untuknya masuk lebih dalam kelubuk hatiku, ternyata, ini adalah kisah cinta yang sempurna.Kisah cinta yang tidak pernah ingin untuk aku akhiri. Kisah cinta yang selalu membuat duniaku jatuh-bangun. Kisah cinta yang selalu membuatku jungkir balik hanya karena hangatnya cinta yang ia berikan kepadaku.