“Kalian saling kenal?" tanya Zayna, memandang Mbak Yara dan Mas Fatih secara bergantianYara tersenyum canggung. “T-tidak, Zay. Mbak baru melihatnya,” dustanya menatap bola mata Zayna. "Ya sudah, Zay. Mbak mau mencari Mama dan Papa dulu. Assalamualaikum," pamit Yara dengan dahinya dipenuhi peluh dingin.Zayna menjawab salam dengan lirih. Kepergian Yara membuat Zayna bertanya-tanya, “Mas mengenal Mbak Yara?”“Tidak,” jawab Fatih singkat.Zayna tidak yakin. Apa memang benar mereka berdua saling kenal? Dilihat dari perubahan Mas Fatih sangat dirasakan oleh Zayna. Bahkan Fatih banyak diam setelah bertemu dengan Mbak Yara. Saat di dalam lift menaiki lantai 5, Zayna berulang kali melirik suaminya yang hanya diam dan wajahnya terlihat gelisah. Kebahagiaan yang tadinya terpancar dari wajahnya telah sirna.Sebenarnya apa yang terjadi? Zayna benar-benar tidak tahu apa yang terjadi antara Mas Fatih dengan Mbak Yara. Mereka berdua sama-sama berubah saat bertemu. Sikap Mas Fatih kini dingin sekali,
"Sudah jangan dibahas. Aku mau ke masjid," ketus Fatih kembali ke kamar mandi untuk berganti pakaian. Fatih memakai kemeja coklat lengan panjang dan segera keluar dari kamar hotel begitu saja. Lelaki itu akan pergi ke masjid terdekat walaupun belum adzan Magrib, kurang lima belas menit.Zayna tersenyum secara paksa saat Fatih sudah menghilang dari pandangan. Kini Zayna duduk di tepi tempat tidur. Tangannya mencengkram kuat selimut. Usai ijab kabul, Zayna tidak pernah menyangka akan ada perubahan dari Fatih dan suara Fatih tadi membuat pikirannya berkecamuk di isi kepala.*****Yara berjalan cepat sambil memegang dadanya, detak jantungnya berdetak kencang. Kakinya lemas setelah bertemu adiknya dengan suaminya. Dia mencari tempat duduk paling sepi untuk menormalkan detak jantungnya. Napas Yara terengah-engah, duduk di kursi. "Ya Allah, apa yang terjadi? Mengapa begitu sakit ketika aku melihatnya bersama adikku?" Yara tidak menyangka bahwa suami adiknya adalah Alfatih Malik. Sosok lelaki
Fatih pergi ke masjid terdekat di hotel. Tubuhnya terduduk tak berdaya di atas sajadah masjid. Dia seperti tidak punya semangat dan kebahagian lagi. Perasaannya tidak karuan dan hancur begitu saja.Kedua tangannya menangkup wajahnya. "Ya Allah ... maafkan hamba. Aku benar-benar bingung dengan keadaan ini. Apa yang harus aku lakukan Ya Allah," curhat Fatih dengan suara lirih. Fatih tau, perasaan kepada Yara tak seharusnya dia rasakan. Harusnya perasaan itu sudah hilang tapi kembali setelah melihat wajah wanita itu yang tidak pernah bosan untuk dipandang, paras cantiknya membuat jantungnya berdebar keras. Yara bertambah amat cantik. Apalagi alis tebalnya. Memang Fatih menyukai Yara sudah lama."Wanita yang seharusnya aku beri kebahagiaan dan kasih sayang adalah istriku. Bukan wanita lain. Aku tidak ingin menyakiti istriku yang baru dinikahi hanya karena melihat wajah wanita itu lagi," lanjut Fatih dengan penuh rasa bersalah. "Ampuni hamba Ya Allah."Fatih mengucap istighfar berulang kal
Tok. Tok. Tok!"Kak Zay. Buka pintunya! Buka pintunya sekarang!""Astaghfirullah hal adzim," kaget Zayna terbangun mendengar ketukan pintu di luar kamar hotel yang berisik di telinga. Siapa, sih yang mengganggu jam tidurnya di jam setengah empat pagi dan suara wanita itu tidak Zay kenal. Zayna cepat-cepat memakai kerudung dan rasa kantuknya hilang begitu saja menyadari tidak ada keberadaan Fatih di sampingnya. Fatih tidak ada di sana! Fatih belum pulang! "Apa salahku sehingga aku ditinggalkan seperti ini?" Mengelus dadanya yang terasa sesak sekali. "Kak Zay cepat buka pintunya! Sudah bangun, kan?!" Suara di luar kamar semakin keras. Zayna dengan langkah berat berjalan ke pintu. Mengintip dari lubang kecil di pintu, ternyata yang datang adik Fatih yang kedua bernama Latisa. Usianya baru menginjak 17 tahun dan masih duduk di bangku 12 SMA."Latisa?" kata Zayna setelah pintu dibuka. "Jangan gedor-gedor. Kamar lain bisa terganggu," tegurnya.Latisa memasang ekspresi tanpa dosa telah me
Perasaan kecewa itu Zayna luapkan pada dua rakaat shalat subuh, menggelar sajadah di atas lantai. Seharusnya hari ini sholat subuh bersama Fatih yang akan menjadi imam dan sholat berjamaah, namun Fatih sudah pulang lebih dulu tanpa memberitahunya. Setelah melaksanakan sholat subuh, Zayna membaca surah Ar-Rahman dilanjut Al-Waqiah. Dua surah yang selalu Zayna baca sehabis subuh. Pukul setengah tujuh pagi, Zayna turun untuk sarapan. Di lantai tempat untuk breakfast, Zayna ditanya oleh petugas 'berapa nomor kamarnya' lalu berkeliling untuk melihat menu sarapan apa yang tersedia agar tidak bingung saat mengambil makanan."Mbak Zayna, kan? Yang kemarin mengadakan pernikahan di gedung?"Zayna kaget ada yang mengenalinya. Bagaimana bisa seorang ibu yang hendak mengambil piring itu mengenali dirinya? Zayna pun mengangguk sebagai jawaban."Wah .... Selamat, ya atas pernikahanmu semoga menjadi keluarga sakinah mawadah warahmah." Ucapan doa dan selamat dari ibu-ibu itu sangat antusias, seperti t
"Assalamualaikum," ulang Zayna sambil mengetuk pintu. Tok. Hanya satu ketukan, tiba-tiba suara lembut menyapanya saat pintu tiba-tiba terayun terbuka. "Wa'alaikumsalam, Zay?" jawab Desi, Ibu Fatih. Menatap Zayna dengan seraut wajah yang menyambut hangat. Zayna tersenyum, tidak menunggu lama mencium punggung tangan Mama Desi. "Hai, Tan," sapa Zayna sedikit canggung. Di sisi lain merasa lega, untunglah bukan Fatih yang membukakan pintu."Hai, sayang. Astaga, Baru sampai? Ayo cepat masuk! Biar Mama yang bawakan kopernya." Desi meraih koper Zayna dengan memaksa walaupun Zayna menolak untuk dibawakan koper. "Kehujanan pasti? Maaf, ya sayang. Ini salahnya Fatih yang pulang duluan dan tidak mau menjemput kamu. Padahal sudah Mama paksa. Mama nggak tahu kenapa Fatih menjadi begitu. Cuek dan dingin," dumelnya.Zayna mengerti sekarang, Fatih sengaja tidak menjemputnya. Sakitnya. Zayna pun bertanya apa di rumah ada Papa Fatih. Soalnya Zayna ingin menjaga sopan santun menemui kepala keluarga di
Ini kamarku." Fatih mempersilahkan Zayna masuk.Zayna masuk ke dalam kamar Fatih untuk pertama kali. Bau ruangan harum dengan aroma parfum. Zayna melihat-lihat foto di sana, foto anak kecil dan foto keluarga Fatih yang terpajang di dinding. Foto keluarga Fatih ada anak kecil yang sedang digendong, pasti anak kecil itu Fatih. Kamar Fatih bernuansa abu-abu terlihat elegan dan estetik, menciptakan suasana tenang dan nyaman pada interior. Dipadukan cat putih yang tampak bersih dan netral. Keadaan kamar rapih, tidak berantakan. Di sana juga ada sofa panjang yang empuk dan jendela kaca besar sehingga dapat melihat pemandangan jalan raya. "Nanti bajunya masukin ke dalam lemari. Anggap saja rumah sendiri.""Iya, Mas," balas Zayna sibuk melihat-lihat."Kamu sudah sholat?"Langkah Zayna terhenti. Berbalik badan melihat Fatih dari jarak agak jauh. Menggeleng kepala lalu menjawab, "Sebentar lagi." Fatih mengangguk. "Kalau lapar turun saja ke ruang makan. Mengenai rumah kita, mungkin seminggu ke
Mimik muka Zayna terheran-heran mendengar suara gaduh di lantai bawah. Ada apa di sana? Kini Zayna menuruni tangga bersama Fatih sehabis sholat isya. Betapa terkejutnya Zayna melihat keluarga besar Fatih di ruang keluarga sedang asyik bercakap-cakap, ada tawa, dan canda. Fatih tak kalah terkejut, karena lelaki itu tidak mengetahui kalau keluarganya akan datang. Suasana yang tadinya ramai menjadi hening sejak kedatangan mereka berdua dan apa yang Zayna lihat? Keluarga Fatih memperhatikannya dengan berbagai tatapan. Ada yang menyukai dan ada yang kurang begitu menyukai kehadiran Zayna. Zayna tetap tersenyum ramah pada keluarga Fatih, menepis pikiran buruk sangka. "Wah ... pengantin baru nih baru turun ke lantai bawah." Papa Fatih masih mengenakan peci hitam di kepala, menutupi rambut yang sedikit botak. "Hayo abis ngapain kalian di kamar terus?" goda Hasan.Melihat ayah Fatih sudah berada di rumah, Zayna cepat-cepat menghampiri untuk mencium tangan Hasan dan mencium tangan semua orang