“La, kamu mau kemana?”
Rosmala terkejut ketika tiba-tiba Salwa berjalan di sampingnya, dia kira Salwa sudah kembali ke kelas duluan. “Aku mau ke sana sebentar,” jawab Rosmala mengangkat dagunya tanpa memberi tahu kemana dia akan pergi. “Kamu ke kelas dulu aja.”
Salwa mengangguk, rasa penasaran itu hilang ketika matanya tertuju ke tangan Rosmala yang sedang menenteng nasi kotak, sudah pasti nasi kotak itu untuk suaminya. “Ya udah, duluan ya?” katanya.
“Iya, Wa,” balas Rosmala sambil tersenyum.
Rosmala berbelok dan tanpa sengaja dia menabrak tubuh seseorang dari arah yang berlawanan. Brukkk! Tubuh Rosmala terhuyung, hampir saja nasi kotak yang dia pegang jatuh ke lantai.
“Aduh, maaf ya, Kak. Aku sedang buru-buru jadi tak sengaja menabrak Kakak,” kata wanita itu.
“Iya, tidak apa-apa kok,” jawab Rosmala.
“Sekali lagi maaf ….” Wa
“Kamu bahagia menikah dengannya?”Rosmala terdiam, dia terpaku di tempat. Sama sekali tak berani menatap Adam. Napasnya tercekat. Pertanyaan itu sangat membuatnya mati kutu dan tak bisa berkata apa apa. Bibirnya terkunci rapat beberapa menit setelah Arga memberikan pertanyataan lagi.“Kenapa kamu tidak menjawab, La?” Adam yang menunggu jawaban Rosmala bertanya dengan nada sangat tak enak didengar.Rosmala tergagap, dia gelagapan. “Umm … alhamdulilah,ba-ha-gia kok.” Rosmala menampilkan senyuman palsunya sembari memegang erat nasi kotak di tangannya. Dia berbohong. Tentu saja, terlihat jelas kepalsuan dari mimik wajahnya. Sudah pasti Rosmala ingin menutupi masalah keluarganya. Tidak ingin Adam tau. Kepalsuanya membuatnya semakin dipaksa dalam jurang kebohongan yang telah dibuat sendiri.Bahagia? Tidak. Selama ini Rosmala tidak merasakan kebahagiaan dalam keluarga.“BOHONG!” tuding
“Mala,” desis Arga saat melihat nasi kotak di depan pintu. Arga menghembuskan napasnya, tak tega pada Rosmala. Dia merasa bersalah pada Rosmala, bermain di belakang, namun wanita itu masih bersikap baik padanya. Sungguh, Arga tidak tahu harus berbuat apa. Lelaki itu membawa nasi kotak ke dalam, menatap lama nasi kotak yang Rosmala beli. “Maafkan aku,” batinnya. *** Setelah kelas selesai, Rosmala menyuruh Salwa untuk pulang lebih dahulu. Dia mencoba menghubungi Arga. Panggilannya tidak terjawab, mencoba sekali lagi dan akhirnya Arga mengangkat panggilannya. “Assalamu’alaikum, Mas,” salam Rosmala. “W*’alaikum salam,” balas salam Arga. “Iya, La. Ada apa?” tanyanya dengan nada dingin. “Kelas Mala sudah selesai nih,” lapor Rosmala. Sebab, setiap kelas selesai Arga menyuruh Rosmala untuk memberitahunya dan akan mengantarkan pulang, walaupun kadang Arga sering menghilang dan jarang sekali mengantar Rosmala pulang dari kampus. “Mas mau pulang
Rosmala ingin segera pulang saja. Dia sudah tidak tahan lagi harus berhadapan dengan Adam. Rosmala pikir, Adam akan menyerah tidak mendekatinya, namun salah. Tanpa Adam sadari, perlakuan tadi membuat Rosmala tidak nyaman dan semakin membuatnya enggan untuk mengobrol lagi dengan Adam.Okay. Sebaiknya lupakan kejadian tadi.Sekarang Rosmala tak sabar memasak makan malam untuk Arga, suaminya. Sebelum pulang ke rumah, Rosmala berniat membeli sayuran di supermarket dan juga membeli kebutuhan untuk makan malam nanti.Satu jam Rosmala habiskan untuk berbelanja, dia dengan bersemangat mendorong troli belanja di Supermarket, belanja kebutuhan sehari-hari dan tidak lupa membeli keperluan untuk dimasak malam ini juga. Setelah puas belanja, Rosmala menyibukkan diri di dapur. Semua bahan yang tadi dibeli sudah tersedia di atas meja.Sebelum menikah dan setelah menjadi pengantin baru, Rosmala memang tak pandai memasak, namun dia berusaha mengikuti kelas memasak. Rosmal
Rasa bahagia menunggu Arga pulang dan harapan besar masakannya akan di makan oleh Arga kini harapan itu sirna. Rosmala sudah tidak tahan lagi dengan kekecewaan ini, sebagai seorang istri harus tetap sabar menghadapi suami. Tapi sampai kapan?“Ya Allah kuatkan hambamu ini untuk menghadapi Mas Arga,” batin Rosmala.Langkah kaki pelan menuju meja makan, dia merapikan makanan yang sudah tersaji dua jam yang lalu. Rosmala sudah sangat lama menunggu Arga pulang, tapi tidak ada tanda-tanda sang suaminya pulang. Setelah membereskan makanan, Rosmala menaiki tangga lalu masuk ke dalam kamar. Dia duduk di depan meja belajar, meletakan novel dan menyalakan ponsel untuk mencoba menghubungi Arga sekali lagi. Helaan napas terdengar saat panggilannya sama sekali tidak terjawab, pesan juga belum ada balasan.Huh. Rosmala berusaha untuk berpikir positif. Dia lelah overthinking setiap saat.“Apa mungkin Mas Arga masih sibuk, ya? Hingga untuk membalas pesan
Apakah Arga menyesal? Menyasali menikah dengan Rosmala? Seperti kata-kata bijak, penyesalan memang selalu datang diakhir.“Dia juga masih mencintaiku, Nang. Kenapa dia datang saat aku telah menikah dengan Mala,” sesal Arga.Mendengar itu Ganang terkejut setengah mati dengan pengakuan Arga. Lelaki itu mematung di tempat, duduk tak bergerak, dan mata sama sekali tidak berkedip. Sahabatnya ternyata masih mencintaiwanita yang dulu akan dijadikan istri olehnya, namun pernikahan itu batal secara tidak terduga. Mantan calon istrinya menjadi orang ketiga di dalam rumah tangga Arga dengan Rosmala, dan keluarga yang awalnya harmonis sekarang diambang keretakan.“Kamu menyesal telah menikahi Mala bukan Yura?” tanya Ganang dengan serius.Arga mengerjabkan sepasang mata sekali. Dia bungkam, wajahnya memerah setelah mendengar pertanyaan dari Ganang. Menyesal? Arga bingung harus menjawab apa. Menyesal? Arga belum tau ini sebuah penyesalan atau bu
“Saya nikahkan dan saya kawinkan Engkau Ananda Alfatih Malik Bin Hasan Basyir dengan anak saya yang bernama Zayna Amira dengan maskawin uang tunai lima puluh juta dibayar tunai!”“Saya terima nikah dan kawinnya Zayna Amira binti Arman Faris dengan maskawin tersebut, Tunai!” ucap Fatih dengan lantang. “SAH!”Lalu ucapan rasa syukur dari para tamu yang menyaksikan ijab kabul itu. Alhamdulillah, lega rasanya. Akhirnya hari itu juga Zayna telah menjadi istri sah Fatih, betapa senangnya menjadi pengantin baru.Tepat pukul lima sore acara resepsi pernikahan telah selesai. Para tamu undangan sudah pergi, tersisa hanya keluarga pengantin wanita dan keluarga lelaki di ballroom hotel. Zayna mengajak Fatih untuk ke kamar yang sudah di booking khusus untuk pasangan baru menikah. Zayna tidak sabar beristirahat sambil menunggu waktu Magrib tiba. Kepalanya sudah sangat pusing memakai mahkota di kepala, gaun pengantin juga berat dan make up yang tebal. Rasanya ingin cepat melepas gaun pengantin dan k
“Kalian saling kenal?" tanya Zayna, memandang Mbak Yara dan Mas Fatih secara bergantianYara tersenyum canggung. “T-tidak, Zay. Mbak baru melihatnya,” dustanya menatap bola mata Zayna. "Ya sudah, Zay. Mbak mau mencari Mama dan Papa dulu. Assalamualaikum," pamit Yara dengan dahinya dipenuhi peluh dingin.Zayna menjawab salam dengan lirih. Kepergian Yara membuat Zayna bertanya-tanya, “Mas mengenal Mbak Yara?”“Tidak,” jawab Fatih singkat.Zayna tidak yakin. Apa memang benar mereka berdua saling kenal? Dilihat dari perubahan Mas Fatih sangat dirasakan oleh Zayna. Bahkan Fatih banyak diam setelah bertemu dengan Mbak Yara. Saat di dalam lift menaiki lantai 5, Zayna berulang kali melirik suaminya yang hanya diam dan wajahnya terlihat gelisah. Kebahagiaan yang tadinya terpancar dari wajahnya telah sirna.Sebenarnya apa yang terjadi? Zayna benar-benar tidak tahu apa yang terjadi antara Mas Fatih dengan Mbak Yara. Mereka berdua sama-sama berubah saat bertemu. Sikap Mas Fatih kini dingin sekali,
"Sudah jangan dibahas. Aku mau ke masjid," ketus Fatih kembali ke kamar mandi untuk berganti pakaian. Fatih memakai kemeja coklat lengan panjang dan segera keluar dari kamar hotel begitu saja. Lelaki itu akan pergi ke masjid terdekat walaupun belum adzan Magrib, kurang lima belas menit.Zayna tersenyum secara paksa saat Fatih sudah menghilang dari pandangan. Kini Zayna duduk di tepi tempat tidur. Tangannya mencengkram kuat selimut. Usai ijab kabul, Zayna tidak pernah menyangka akan ada perubahan dari Fatih dan suara Fatih tadi membuat pikirannya berkecamuk di isi kepala.*****Yara berjalan cepat sambil memegang dadanya, detak jantungnya berdetak kencang. Kakinya lemas setelah bertemu adiknya dengan suaminya. Dia mencari tempat duduk paling sepi untuk menormalkan detak jantungnya. Napas Yara terengah-engah, duduk di kursi. "Ya Allah, apa yang terjadi? Mengapa begitu sakit ketika aku melihatnya bersama adikku?" Yara tidak menyangka bahwa suami adiknya adalah Alfatih Malik. Sosok lelaki