Kanaya baru mengerti ungkapan yang mengatakan kalau kesakitan di dalam hati, mampu mengalahkan kesakitan fisik. Buktinya saat akan melahirkan seperti ini, ia seperti tidak merasakan sakit akibat kontraksi. Pikirannya semua tercurah pada keadaan Haikal. Ia tidak tau apa yang telah terjadi pada suaminya. Sesaat setelah ia masuk ke dalam ruang bersalin, ia tidak boleh lagi memegang ponsel. Alhasil pikirannya terus mengembara ke mana-mana. Ia membayangkan kalau suaminya itu tengah tergeletak berdarah-darah di jalanan, tanpa ada yang memberitahukannya. Memikirkan semua kengerian-kengerian itu, ia kembali berteriak histeris. Demi Tuhan, ia ketakutan!
"Jangan begini, Nay. Jangan terus menyiksa dirimu dengan pikiran yang tidak-tidak. Ingat ada bayi yang harus kamu lahirkan dengan selamat. Dengar baik-baik, dengan selamat, Nay. Kamu tidak ingin terjadi sesuatu pada bayimu, bukan?" ancam dokter Kirana. Sebenarnya ia tidak tega berbicara sefrontal ini pada Kanaya. Tetapi mau bagaimana lagi, ia terpaksa. Kanaya sekarang hanya bengong seperti orang kehilangan akal, padahal bukaan rahimnya hampir penuh. Walau Kanaya mengatakan ia tidak merasakan apapun, namun sesungguhnya ia merasakan. Ya, Kanaya kesakitan. Namun alam bawah sadarnya terus memaksa agar ia berpikir, hingga ia tidak punya waktu untuk merasakan apapun. Buktinya sedari tadi ia mengejan-ngejan kecil sembil meringis-ringis. Hanya saja ia tidak menyadarinya karena pikirannya fokus pada masalah Haikal.
"Astaghfirullahaladzim, tentu saja tidak, Dok. Mana mungkin saya menginginkan bayi saya kenapa-kenapa?" Kanaya memandang dokter Kirana seolah-olah dokter kandungannya ini sudah gila.
"Kalau begitu fokus, Naya. Kamu harus menyelesaikan masalah satu persatu. Sesuai dengan waktu dan kepentingannya. Dan saat ini adalah waktunya kamu fokus pada kelahiran bayimu. Bukaan leher rahimmu hampir sempurna, Nay. Dan itu artinya kamu harus mengedan secara baik dan benar, sesuai dengan yang telah kamu pelajari di kelas senam." Kirana menghentikan kalimatnya saat seseorang masuk ke ruang bersalin. Ternyata Bu Gendis, ibu Kanaya yang masuk.
"Naya, Ibu baru mendapat kabar tentang Haikal--"
"Bagaimana ke--keadaan Mas Haikal, Bu? Mas Haikal baik-baik saja 'kan, Bu?" tanya Kanaya gugup.
"Haikal mengalami kecelakaan,"
"Hah, kecelakaan?" Kanaya berusaha duduk, sebelum dokter Kirana menahan tubuhnya. Dokter Kirana menggeleng-gelengkan kepala. Kanaya akan segera melahirkan. Dengan wajah penuh keringat dan air mata yang terus berderaian, pasiennya ini malah sibuk memikirkan keadaan suaminya. Luar biasa. Kirana berharap semoga suaminya kelak, bisa menghargai cinta dan kesetiaan Kanaya untuknya.
"Tenang, Nay. Haikal memang mengalami kecelakaan. Tapi ia tidak apa-apa. Dengar Ibu, Naya. Haikal. Tidak. Apa-apa." Gendis mengeja kalimatnya satu persatu. Ia ingin menenangkan hati putrinya. Gendis tau, hal yang paling ingin diketahui oleh putrinya adalah kabar tentang Haikal. Oleh karena itu, ia segera masuk ke ruang bersalin ini, setelah mendapat kabar dari besannya.
"Alhamdullilah. Naya lega mendengarnya, Bu. Se--aduh! Semoga Mas Haikal segera pu--pulih dan--dan bisa menjenguk Naya nantinya... ya, Bu?" desah Kanaya dengan napas tersengal-sengal. Setelah mendapat kepastian akan keadaan Haikal, barulah ia merasa kesakitan yang luar biasa. Perutnya terus bergolak, dan ia jadi ingin mengejan tanpa bisa ditahan. Ia sampai gemetar dalam usaha menahan keinginannya untuk mengejan. Karena ia tau kalau sembarang mengejan bisa mengakibatkan Perdarahan subkonjungtiva, pembengkakan vulva kemaluan sampai robeknya perineum.
"Waktunya akan segera tiba, Nay. Oh ya, Bu Gendis. Kalau Ibu mau mendampingi Naya, silahkan Ibu mengambil posisi di samping kiri Naya. Ibu boleh mengenggam tangan Naya, untuk memberinya kekuatan. Biasanya kehadiran suami atau ibu, bisa memberikan kekuatan tambahan pada calon ibu." Karena ketiadaan suami si calon ibu. Kirana sengaja memperbolehkan ibu kandung si calon ibu sebagai pengganti suaminya. Semoga saja Kanaya sanggup melalui proses kelahiran yang menyakitkan ini.
Tanpa perlu diperintahkan dua kali, Gendis segera mengambil posisi. Pada saat-saat seperti ini, dokter bertugas membantu persalinan, dan ia sebagai seorang ibu membantu menenangkan.
"Oke, Naya. Siap-siap lah mengejan sesuai dengan aba-aba saya. Satu, dua, tiga, mulai!" perintah Kirana.
"Arghhh!" Kanaya mulai mendorong sekuat-kuatnya. Namun sang jabang bayi sepertinya belum menemukan jalan keluar. Tanpa bisa ditahan, Kanaya kembali merasa ingin mengejan. Kanaya kembali mengejan sesuai dengan aba-aba dokter Kirana. Tetapi seperti tadi, walau perutnya terus begerak tapi belum ada tanda-tanda sang jabang bayi akan keluar. Dokter Kirana dan ibunya terus menyemangati, saat Kanaya kembali mengejan berulang-ulang. Sekujur tubuhnya basah oleh berkeringat karena mengeluarkan begitu banyak tenaga. Kanaya merasa sangat lemas sekarang.
"Ayo dorong lagi Kanaya. Jangan menyerah. Kepala bayimu sudah mulai terlihat. Dorong sekali lagi Kanaya." Kirana kembali memberi aba-aba. Kanaya yang sebenarnya sudah begitu lelah karena kehabisan tenaga, menjadi kembali bersemangat. Dengan sekuat tenaga ia mencoba mendorong bayinya keluar.
"Arrghhh!" Kanaya berteriak sekuat tenaga. Namun perjuangannya sepertinya belum membuahkan hasil. Padahal ia merasa sudah berada di titik nadir kekuatannya. Ia merasa sudah tidak lagi memiliki tenaga.
"Saya sudah tidak kuat lagi, dok--dokter," guman Kanaya lemah. Sungguh ia benar-benar merasa tidak berdaya sekarang.
"Berjuanglah, Naya. Ibu yakin kamu bisa melewati persalinan ini dengan baik. Kamu ingin Haikal bangga padamu bukan?" Gendis berusaha membakar semangat putrinya. Kanaya mengangguk lemah.
"Kalau begitu, ayo berjuang lagi. Jika kamu bisa melalui semua ini dengan baik, maka kamu bisa melihat senyum anakmu sebentar lagi. Kamu 'kan Bunda yang kuat." Membayangkan kalau ia akan segera bisa memeluk buah hatinya, membuat semangat Kanaya bangkit lagi. Dengan sisa-sisa tenaga yang ia kumpulkan, ia kembali mendorong sembari mengepalkan tangan. Dan keajaiban itu pun terjadi. Kanaya merasakan sesuatu keluar dari bawah tubuhnya, diikuti dengan sensasi panas di bawah tubuhnya. Sejurus kemudian suara tangis bayi menggema di ruangan bersalin. Alhamdullilah. Kanaya mendengar ibunya dan dokter Kirana mengucap syukur. Ia juga mengikuti walau dengan suara yang sudah sangat lemah sekali.
"Bayimu laki-laki dan tampan sekali, Nay." Ibunya memberitahu jenis kelamin bayinya, sementara dokter Kirana dan tim medis lainnya sibuk mengurusnya. Detik berikutnya ia tidak terlalu memperhatikan apapun yang dilakukan dokter Kirana dan juga tim medis yang sepertinya sedang mengeluarkan plasenta. Beberapa saat kemudian, dokter Kirana meletakkan bayinya yang masih dalam keadaan menangis di atas dadanya. Kanaya paham kalau sekarang adalah saatnya melakukan IMD.
"Sebelum melakukan IMD. Biarkan bayimu beradaptasi terlebih dahulu dan mengenali dunia luar. Nikmati saja proses skin to skin ini, Nay," terang dokter Kirana. Kanaya mengangguk penuh rasa haru. Bayinya perlahan mulai nyaman dan berhenti menangis. Gerakan-gerakan kecil mulai dilakukan bayinya sembari mencari-cari ujung dadanya.
"Biarkan saja bayimu mencari dadamu dengan instingnya, Nay. Kamu nikmati saja prosesnya. Kejadian berikutnya terasa begitu menakjubkan bagi Kanaya. Ia menyaksikan bayinya mengulum ujung dadanya kuat dan mulai menyusu. Air matanya mengalir seiring air susunya yang mengucur deras. Anaknya telah lahir, sementara Haikal sendiri nasibnya entah seperti apa? Kanaya tidak tau
"Udah belum sih, Ndan make upnya? Gue begah banget ini. Mana perut gue disumpel-sumpel bantal segede gambreng begini. Saoloh, engap gue, Ndan." Vanilla stress. Sejak pukul tujuh pagi ia sudah didandani menjadi mbak-mbak menor yang sedang hamil tujuh bulan. Untung saja Pandan bersedia menginap di rumahnya, sehingga misi mereka lebih mudah direalisasikan. Semesta seperti ikut mendukung konspirasinya. Karena saat ini kedua orang tuanya sedang berkunjung ke rumah omnya, dan kakak laki-lakinya sedang mengurus proyek luar kota. Makanya aksi mereka menjadi lebih mudah untuk direalisasikan.Kalau saja bukan karena ia ingin membalas budi pada Aliya, ia tidak mau mengambil resiko sebesar ini. Bayangkan saja, ia sekarang menyamar menjadi kekasih Bumi yang ditinggal menikah saat sedang hamil tujuh bulan demi menggagalkan pernikahan Aliya dengan Bumi.Saat ini Pandan Wangi telah menyulap wajahnya menjadi sepuluh tahun lebih tua, agar sepadan
Dengan langkah tersaruk-saruk, Vanilla mengikuti langkah kaki orang yang menyelamatkannya. Vanilla sedikit heran karena penolongnya ini bersikap seolah-olah ia sudah sangat mengenal setiap sudut rumah Aliya. Buktinya ia tahu mengenai pintu samping bahkan jalan setapak menuju taman belakang rumah sahabatnya itu. Vanilla nyaris terjungkal saat kakinya secara tidak sengaja tersandung akar sebuah pohon besar yang luput dari perhatiannya. la juga agak kesusahan berjalan karena bantalan di perutnya semakin lama semakin kendor saja ikatannya. Dengan tidak sabar ia mengangkat roknya dari bawah dan membuka ikatan bantalan hamil tujuh bulan itu dari perutnya. Vanilla mengerutkan dahinya saat penolongnya ini menyumpah-nyumpah melihatnya mengangkat rok tinggi-tinggi."Kamu itu otaknya kenapa tidak dipasang dulu sebelum bertindak, hah? Ke mana rasa malu kamu saat menaikkan rok kamu tinggi-tinggi seperti itu padahal ada seorang laki-laki tepat berada di sampingmu,
"Sore itu ada kegiatan ekskul basket di sekolah. Seperti biasa saya sangat gembira, karena bermain bola basket adalah olah raga kegemaran saya. Karena club anak basket itu banyak sekali peminatnya, kami bermain bergantian. Saya merasa tidak puas karena cuma bisa bermain sebentar. Akhirnya saya memutuskan untuk menunggu hingga jam ekskul anak-anak berakhir." Untuk pertama kalinya Vanilla mau membagi rahasia kelamnya."Setelah anak-anak basket pulang semua, saya latihan sendiri. Pandan tidak mau ikut karena takut pulang kesorean dan Aliya ingin cepat pulang karena kurang enak badan. Singkat cerita saya lupa waktu dan tahu-tahu saja langit sudah mulai gelap.Pak Ipul, penjaga sekolah kita memperingatkan agar saya segera pulang karena hari sudah sore. Saya baru sadar kalau hari sudah mulai gelap. Saya takut juga, karena hari itu saya akan pulang sendiri. Supir kami izin tidak masuk karena istrinya melahirkan."Vanilla yang
Vanilla gelisah. Hatinya tidak tenang saat ia melihat sekelebat bayangan Bumi masuk ke dalam ruangan Altan. Ia tahu perusahaan Altan memiliki dua proyek baru dengan perusahaan ayahnya. Karena Bumi juga menanamkan saham fifty-fifty pada salah satu perusahaan ayahnya, maka otomatis Bumi juga memiliki hak yang sama dengan ayahnya. Dan sepertinya project ayahnya kali ini akan di follow up oleh Bumi. Makanya ia tidak heran mendapati Bumi wara wiri di kantor ini.Sedari kecil ia cinta sudah mati pada Bumi. Di mana ada Bumi, maka ke situ lah ia akan mendekat. Ia juga tidak segan-segan memperlihatkan perasaannya secara terang-terangan pada Bumi. Semua orang tahu kalau ia selalu berupaya mencari cara agar ia bisa berdekatan lelaki pujaannya itu. Bumi kadang sampai risih karena selalu diekori olehnya.Tetapi sejak kejadian batalnya pernikahan Bumi dengan Aliya akibat ulahnya, Ia jadi merasa ketakutan sendiri. Ia merasa sangat berdosa. Bumi telah
Vanilla membuatkan kopi untuk Altan seraya mengabsen semua nama-nama satwa. Dimulai dari yang berkaki dua, berkaki empat sampai dengan yang berkaki seribu. Ia heran melihat tingkah si boss setan ini. Kok ada ya manusia yang hobbynya nyolotin orang terus? Apapun yang ia lakukan selalu saja salah di matanya. Besok-besok ia akan pindah saja ke bokongnya, agar Altan tidak bisa memandangnya sekalian. Leher Altan pasti akan sengkleh kalau ia terus saja memaksakan diri untuk memandangnya yang berada tepat di bokongnya. Asik ngegereundeng sendiri, ia sampai tidak menyadari kehadiran seseorang tepat di belakangnya."Kamu ini cuma disuruh membuat kopi baru saja sebegitu tidak ikhlasnya. Tidak baik terlalu perhitungan terhadap sesama. Menurut almarhum kakek saya kalau semasa hidup kita suka hitung-hitungan dalam mengerjakan sesuatu, nanti pada saat meninggal, kita akan disuruh menghitung bulu kucing. Paham kamu?"Eh dia lagi, dia lagi yang nongol! 
Hingar bingar suara musik EDM menggema di salah satu sudut club papan atas ibukota. Vanilla, Pandan Wangi dan Aliya asik menari mengikuti alunan lagu anytime yang dinyanyikan apik oleh Don Diablo. Hari ini Pandan mendandani mereka semua dengan style ala ala artis Korea. Pandan mencatok rambut ikal Aliya menjadi lurus dan mengikatnya menjadi satu ke belakang. Tubuh kutilang alias kurus tinggi langsing Aliya dibalut mini dress abu-abu bertali spaghetti yang seksi abis.Pandan mendandani Vanilla dengan mencepol tinggi rambut ikalnya membentuk bun longgar yang seksi. Beberapa helai anak-anak rambut yang sengaja dikeluarkan dari bun, terlihat jatuh membingkai wajah manisnya. Pandan melingkapi make up cetar Vanilla dengan outfit jumpsuit putih berbahan tule sepaha. Penampilannya seksi dan dewasa.Sementara Pandan sendiri hanya mengurai rambut panjang ikalnya yang menjuntai indah hingga ke punggung. Untuk out fit, ia mengenakan crop tan
"Kalian semua berdiri yang tegak! Janganmencong-mencongbegitu. Lencang kanan,graak!"Vanilla yang berdiri paling ujung segera meluruskan lengannya ke samping bahu kanan Pandan. Pandan melanjutkan dengan meluruskan lengan pada bahu Aliya. Merapikan barisan mengikuti aba-aba Om Axel. Omnya Vanilla. Om Axel adalah om mafia yang sangat ditakuti oleh sahabatnya itu melebihi kedua orang tuanya sendiri. Jelas saja. Om Axel ini adalah sebenar-benarnya mafia. Bukan mafia kaleng-kaleng."Tegak,graak!"Vanilla dan Pandan segera menurunkan lengan secara serentak. Mengikuti aba-aba Om Axel."Siap,graak!"Vanilla, Pandan dan Aliya meluruskan kedua lengan di sisi tubuh masing-masing dengan tangan terkepal dan jempol di depan. Pandangan mereka lurus ke depan dengan sikap tubuh tegak."Istirahat di tempat,graak!"Vanilla, Pandan dan Aliya memindahkan kaki kiri ke samping seleb
Minggu pagi yang rusuh. Altan yang ketiduran di sofa ruang tamu terbangun saat mendengar suara ribut-ribut. Ada suara-suara bernada tinggi dan orang-orang yang berbicara dalam waktu yang bersamaan. Ada apa ini? Altan menggerak-gerakkan tubuhnya sebentar. Melakukan beberapa teknik-teknik peregangan sebelum bangkit dari sofa. Tubuhnya terasa pegal-pegal. Tidak heran mengingat semalaman tubuh besarnya dipaksa meringkuk di sofa yang sempit, dan gerakan yang sangat terbatas. Om Axel kembali mengusirnya pulang semalam. Hanya saja ia bertahan dan akhirnya malah jatuh tertidur di sofa.Perlahan ia duduk dan menajamkan pendengaran. Sepertinya ia mendengar suara Putra Lautan dan Abizar. Ia meringis sejenak ketika merasa kaki kanannya kesemutan. Jadi para kakak telah datang menjemput adiknya? Sebentar lagi suasana pasti akan seru."Lain kali kalau kamu berulah lagi, Abang akan memberitahukan semua kelakuan nakalmu ini pada ayah dan ibu. Abang penasaran
"Eh bangkotan borju, lo kok lemot beut sih kayak keong? Lamar dong itu si Vanilla? Lo nggak takut apa ntar si Illa ditikung balik sama Bumi?" Tria menyenggol lengan Altan yang baru menyuapkan bakso. Karena senggolan Tria, alhasilbakso Altan mencelat dan kuah baksonya terciprat ke hidungnya sendiri. Altan menyumpah-nyumpah.Hari ini mereka bisa berkumpul bertiga karena Tria mempunyai waktu luang. Mertua dan adik iparnya yang baru tiba di tanah air menginap di rumahnya. Mereka semua kangen pada empat orang buah hati Tria dan Akbar. Makanya Tria jejingrakan kegirangan karena tugas wajibnya ada yang menggantikan sementara. Tanpa perlu menunggu lama, ia segera menghubungi dua sahabat oroknya. Dan akhirnya di sinilah mereka berada. Di warung bakso Bang Doel, tempat nongkrong favorit mereka sepanjang masa."Eh preman pasar, lo liat-liat dong kalo mau nyenggol. Nih liat, bakso gue sampai ngegelinding ke mana-man
"Hallo, anak baru. Muka lo kok ketet banget sih kayak kolor baru. Kenalin, nama gue Vanilla. Panggil aja Illa. Nama lo siapa?" Sapa seorang gadis manis dengan nama Vanilla Putri Mahameru di seragam putih birunya. Ia tertegun sejenak memandang wajah manis dengan tatapan mata jahil yang sedang mengulurkan tangannya ramah. Ia memang baru seminggu mengganti seragam merah putihnya dengan warna putih biru. Apalagi ia memang murid baru pindahan dari sekolah lain. Sudah pasti ia tidak mempunyai teman di lingkungan baru ini. Ia balas tersenyum ramah dan menjabat tangan si teman baru. "Gue Aliya Sanjaya. Panggil aja Liya. Lo temen baru pertama gue di sekolah ini. Salam kenal ya?"Pucuk dicinta ulam pun tiba. Semesta telah mempertemukannya dengan musuhnya tanpa ia perlu bersusah payah lagi mencari-cari. Saat ia membaca nama lengkap gadis cantik yang mengajaknya bersalaman ini, ia langsung menandainya.
Drttt... drttt... drttt...Aliya meninggalkan ruangan tempat Vanilla disekap saat merasakan ponselnya bergetar. Samar-samar ia masih bisa mendengar suara Vanilla yang tengah memaki-maki Om Gilang. Vanilla ini memang jelmaan Tante Lily. Sama sekali tidak ada takut-takutnya walaupun nyawanya sudah diujung tanduk. Sedikit banyak kata-kata Vanilla tadi menyadarkannya. Ayahnya dan Om Gilang mempunyai jabatan yang sama di perusahaan Om Heru. Otomatis kemampuan keduanya pasti tidak jauh berbeda bukan? Tapi kenapa ayahnya bisa menjadi gila sementara Om Gilang sukses jaya? Mengapa Om Gilang tidak mengulurkan tangan dan membantu ayahnya bangkit lagi? Kalau memang Om Gilang sebenci itu kepada keluarga Mahameru, mengapa ratusan gambar Tante Lily bertebaran di dinding kamar Om Gilang?Ia tidak buta. Semua photo-photo itu seakan merefleksikan kehidupan Tante Lily dari waktu ke waktu. Photo itu dimulai saat si tante sedang hamil besar dan berjualan di sebu
"Mas, biar Abizar, Altan dan para polisi aja yang mencari Vanilla. Mas nunggu kabarnya di rumah aja ya, Mas?" Lily berusaha menahan tangan suaminya saat melihat Heru menyelipkan sebuah pistol jenis colt di pinggangnya. Suaminya sedang bersiap-siap mengikuti Galih beserta para anak buahnya yang bergerak untuk mencari putri mereka. Bukan apa-apa, setelah menikah dengannya, Heru yang dulunya adalah seorang laki-laki kejam dan berangasan telah berubah menjadi seorang family man. Padahal siapa dulu yang tidak mengenal keganasannya? Ring demi ring boxing telah ia susuri semua. Suaminya bahkan berhasil menaklukkan para petarung-petarung hebat yang telah dipersiapkan kakaknya dulu, barulah suaminya ini bisa memilikinya. Dingin dan sadis adalah julukannya. Tetapi tingkah brangasan dan nekadannya itu telah ia buang jauh-jauh setelah Abizar dan Vanilla lahir. Suaminya berubah menjadi lebih religius dan mendalami agama sesudah menjadi seorang ayah. Suaminya mengatakan
Vanilla bermimpi. Ia merasa sedang mengikuti acara perpisahan dengan teman-teman sekolahnya dulu. Mereka sekelas bergembira ria di pantai. Ia yang kala itu ingin menjajal kemampuan berenangnya, mencoba berenang hingga jauh ke tengah pantai. Pandan Wangi dan Aliya sudah memperingatkannya agar tidak terlalu jauh berenang. Mereka takut kalau ia terbawa arus. Tetapi beningnya air pantai dengan ombak kecil yang bersahabat begitu menggodanya. Ia nekad berenang sendiri sampai jauh. Saat ia sampai di pertengahan pantai yang cukup dalam, masalah pun datang. Ia merasa kalau kakinya kram. Ia panik dan berusaha meminta pertolongan. Namun jeritannya tidak ada yang mendengar karena posisinya yang sudah terlalu jauh dari bibir pantai. Ia akhirnya pasrah dan hanya bisa menggapai-gapai air. Berjuang untuk bisa tetap bernapas. Sampai suatu ketika seseorang meraih tubuhnya dan membawanya keluar dari pantai. Dinginnya air dan kakinya yang membuat perasaannya tidak karuan. Satu hal yang ia rasakan
Altan terbangun tepat pada pukul enam pagi. Ia meringis saat merasakan tubuhnya sedikit kram dan pegal-pegal. Tidur di kursi panjang ruang tunggu rumah sakit, tentu saja bukanlah pilihan yang nyaman. Tetapi anehnya, ia malah merasa puas sekali. Ia seolah-olah bisa ikut merasakan sakit seperti Vanilla di dalam sana. Ia memang sengaja memilih tidur di kursi panjang yang berhadapan langsung dengan ruangan Vanilla. Ia menjaga pacarnya tanpa meminta simpati atau pun empati. Ia menjaganya murni karena ia sayang dan peduli. Bukan karena mengharapkan simpati orang lain.Untung saja kedua sahabat oroknya tidak tahu kelakuannya ini. Kalau saja mereka tahu, sudah bisa dipastikan mereka berdua akan mensahkan dirinya sebagai member bucin teranyar tahun ini. Namanya pasti akan trending sebagai bucin termuda tahun ini. Reputasinya sebagai laki-laki paling cool seruang angkasa dan tata surya akan tinggal kenangan saja. Ia bangkit perlahan seraya melakukan beberapa gerakan peregangan. Ia
Vanilla merasa ada yang aneh saat ia membuka matanya. Dinding kamarnya yang biasanya berwarna krem dengan tirai berwarna merah marun, mendadak berubah menjadi berwarna putih semua. Sejenak ia kehilangan orientasi. Ketika secara tidak sengaja ia ingin bangkit dari tidurnya, ia meringis kesakitan. Tangan kirinya sudah dipasangi jarum infus rupanya. Ia kembali menjatuhkan kepalanya ke atas bantal. Berusaha merangkai-rangkai kejadian demi kejadian yang berseliweran di benaknya. Pertengkaran dengan abang bossnya, naik gojek, hujan, kedinginan dan ia tidak bisa mengingat sisa kejadiannya lagi. Pasti ia kehilangan kesadaran hingga akhirnya ia dibawa ke rumah sakit ini. Ya, ia yakin kalau ruangan ini rumah sakit saat melihat infus di tangannya. Di saat ia sedang terus berusaha menggali ingatan yang tercecer, pintu ruangannya terbuka. Menghadirkan sosok cantik bundanya yang membawa beberapa wadah styrofoam dalam satu plastik besar."Udah bangun, La? Gimana perasaan kamu,
"Eh brondong borju, lo ngapain di sini? Mau sunat dua kali atau lo lagi nganterin pacar lo aborsi?" Altan yang sedang duduk bengong di ruang tunggu rumah sakit, kaget saat kepalanya digeplak begitu saja oleh seseorang.Naratria Dewangga. Si preman pasar dan putra sulungnya Azkanio Akbar Dewangga."Eh preman pasar, lo emang kagak ada sopan-sopannya jadi manusia. Jangan suka ngegetok kepala orang sembarangan. Kata bokap gue bisa bodoh ntar." Altan gantian menoyor kening Tria dengan jari telunjuknya. Rasain. Jahil banget ini emak-emak sebiji!"Halah, lo emang udah bodoh dari sononya. Buktinya lo bertahun-tahun suka sama itu bocah gila eh Illa, tapi lo pendem-pendem terus. Kagak berani lo omongin. Itu cuma contoh kecil ya? Kalo mau gue bahas semua kebodohan hakiki lo, bisa seminggu kita ngejogrok di mari kagak kelar-kelar."Ini mulut si preman pasar ya, pengen banget gue iket pake tali rafia.
Pukul tiga lewat lima belas menit. Vanilla dengan sopan memberitahu abang bossnya kalau mereka harus segera berangkat ke kantor Kreasi Mandiri Tbk, kalau mereka tidak ingin terlambat meeting. Vanilla yang tadi telah mendapat sedikit pencerahan dari Winda berusaha menjaga sikap profesionalitasnya selama berinteraksi dengan atasannya. Ia menghindari kontak mata dan membicarakan hal-hal yang tidak penting dengan abang bossnya.Ia sekarang berprinsip, bagaimana abang bossnya bersikap terhadap dirinya, maka seperti itu jualah ia akan bersikap. Lo jual gue beli. Lo sok kuasa, gue woles aja. Lo bertingkah, sekalian lo bakalan gue tinggal aja. Ia tahu sedari ia masuk ke dalam ruangan tadi, abang bossnya terus meliriknya berulang kali. Tapi Vanilla selow ae. Dia tidak mau lagi baper dan perasaan dicintai. Jatuh-jatuhnya nanti sakit hati lagi. Rugi! Vanilla juga tahu kalau Mbak Tasya terus memperhatikan interaksi mereka yang walau pun tetap saling berkomunikasi teta