"Sore itu ada kegiatan ekskul basket di sekolah. Seperti biasa saya sangat gembira, karena bermain bola basket adalah olah raga kegemaran saya. Karena club anak basket itu banyak sekali peminatnya, kami bermain bergantian. Saya merasa tidak puas karena cuma bisa bermain sebentar. Akhirnya saya memutuskan untuk menunggu hingga jam ekskul anak-anak berakhir." Untuk pertama kalinya Vanilla mau membagi rahasia kelamnya.
"Setelah anak-anak basket pulang semua, saya latihan sendiri. Pandan tidak mau ikut karena takut pulang kesorean dan Aliya ingin cepat pulang karena kurang enak badan. Singkat cerita saya lupa waktu dan tahu-tahu saja langit sudah mulai gelap. Pak Ipul, penjaga sekolah kita memperingatkan agar saya segera pulang karena hari sudah sore. Saya baru sadar kalau hari sudah mulai gelap. Saya takut juga, karena hari itu saya akan pulang sendiri. Supir kami izin tidak masuk karena istrinya melahirkan."
Vanilla yang saat ini telah duduk kembali di sofa, mencoba mengingat kejadian yang rasanya baru kemarin terjadi. Sebenarnya ia merasa aneh karena telah menceritakan rahasia kelamnya pada musuh besarnya. Ya, musuh besarnya! Mengapa ia melakukan hal bodoh itu? Ini semua karena ia teringat akan kata-kata ayahnya saat ia bermusuhan dengan Pandan Wangi sewaktu kecil dulu. Dulu ia sangat membenci Pandan wangi. Karena Pandan itu tidak bisa diam seperti anak kera. Ia terus melompat ke sana ke mari. Memanjat pohon seperti anak laki-laki dan piawai mengikat berbagai macam simpul tali. Pandan bahkan ia bisa memasak ikan hasil pancingan kakaknya dengan memanggangnya begitu saja di atas bara api. Hasilnya pun enak seali. Ayahnya menyebut Pandan dengan sebutan anak pintar dan Bang Izar memuji Pandan anak jenius. Dadanya waktu itu sesak oleh kebencian. Anak kera ini telah merebut kasih sayang ayah dan kakaknya. Di matanya apa pun yang dilakukan oleh Pandan itu tidak ada yang benar. Semua kebaikan Pandan dipandangnya sebagai ejekan terselubung yang ditujukan secara khusus padanya.
Sampai pada suatu hari saat sekolah mereka mengharuskan tiap-tiap siswa membuat tugas rumah berupa berbagai macam simpul pramuka. Ia berusaha membuat semua simpul-simpul itu berbekal tutorial cara membuat simpul di YouTub*. Ternyata walaupun terlihat sangat sederhana dan mudah, tetapi tetap saja ia gagal melalukannya. Ia hanya bisa membuat simpul hidup dan simpul mati saja. Sementara simpul jangkar, pangkal, tarik, anyam, rantai dan lain sebagainya, ia tidak bisa. Dan tanpa diduga-duga musuh besarnya si anak kera mendekatinya. Dalam diam tanpa kata ia mengajarkannya membuat simpul-simpul itu dengan sabar satu persatu. Ketika secara tidak sengaja jari mereka saling bersentuhan, ia nyengir dan Pandan meringis geli. Mereka akhirnya tertawa bersama seraya tertawa geli mengingat sikap mereka di waktu lalu. Sejak hari itu mereka memutuskan untuk saling bersahabat tanpa bisa dipisahkan lagi. Kala itu usia mereka masih delapan tahun.
Pada malam harinya, ia menceritakan semuanya pada ayahnya. Ia mengatakan kalau ia sekarang sudah berbaikan bahkan bersahabat dengan Pandan. Ternyata Pandan itu walaupun tidak bisa diam tetapi hatinya baik dan orangnya juga asik. Mereka bermusuhan tapi Pandan tetap saja mau mengajarinya. Pandan itu musuh yang baik katanya. Kala itu ayahnya tertawa bahagia. Ayahnya mengatakan pada dasarnya semua orang itu baik. Hanya saja, terkadang sifat iri, dengki dan cemburulah yang membuat perasaan baik seseorang menjadi berubah menjadi benci. Ayahnya bahkan mengatakan bahwa ia itu sebenarnya tidak membenci Pandan, tetapi mungkin hanya sedikit merasa cemburu saja karena Pandan bisa melakukan hal-hal luar biasa yang tidak bisa ia lakukan. Harusnya ia belajar pada Pandan, bukan malah membencinya dan terus memusuhinya. Tanpa alasan pula. Kan konyol? Ayahnya juga mengatakan padanya bahwa terkadang musuh juga bisa menjadi sahabat untuk sesaat. Dia bisa jadi orang yang membantu saat kita susah dalam hal-hal yang tidak terduga. Sejatinya seorang musuh itu adalah orang terjujur dalam menilai diri kita. Jika teman menilai kita biasanya hanya pada hal-hal yang baik-baik aja mereka ungkapkan. Tapi musuh berbeda. Saat mereka memaki dan mengata-ngatai kita, sebenarnya itu adalah perkataan yang jujur dan sebenarnya. Berterima kasihlah pada mereka untuk saat-saat tertentu. Itulah nasehat ayahnya yang selalu akan ia ingat.
"Lanjutkan, Illa. Saya akan mendengarkan dengan sabar seberapa pun panjangnya cerita kamu. Saya bersedia menunggumu membuka mulut semalaman, dan kalau perlu kamu menginap saja di sini sekalian."
Sebelum ayahmu datang dan menggorok leher gue, batin Altan.
Vanilla menarik napas panjang beberapa kali sebelum melanjutkan ceritanya.
"Saat saya menyimpan bola basket di gudang inventaris sekolah, seseorang tiba-tiba saja menutup kedua mata saya dari arah belakang. Saya kira itu Aliya. Karena tangannya kecil dan lembut. Aromanya juga sama. Saya mulai merasa ada sesuatu yang salah saat orang tersebut kemudian... kemudian meraba-raba bagian terlarang tubuh saya," lanjut Vanilla pelan. Kejadian itu rasanya baru kemarin. Ia masih mengingat dengusan napas menjijikan mereka di kuduknya.
"Orang itu kemudian menutup mata dan mulut saya dengan sesuatu, serta membopong saya ke suatu tempat. Saat itulah saya baru menyadari kalau itu sudah pasti bukan Aliya. Mana mungkin Aliya yang tubuhnya ceking begitu bisa membopong tubuh saya."
Vanilla menghentikan ceritanya. Ia seolah-olah kembali merasakan kejadian itu lagi. Keringat dingin bermanik di dahi dan ujung hidungnya. Ia tiba-tiba merasa kedinginan dan ketakutan. Ia menaikkan kakinya ke atas sofa dan mencari kehangatan dengan memeluk dirinya sendiri. Altan bergegas ke dapur. Menuangkan segelas air dingin dari kulkas dan menggenggamkannya pada Vanilla. Vanilla menerima dengan gerakan kaku dan meneguk beberapa kali. Segarnya air yang mengaliri tenggorokannya sedikit banyak membantu menghilangkan kegelisahannya. Ia menarik napas beberapa kali sebelum melanjutkan kembali ceritanya.
"Beberapa saat kemudian, saya merasa diturunkan dari bahu orang tersebut. Orang tersebut kemudian membuka ikatan mata dan mulut saya. Saat itu saya baru sadar kalau orang tersebut membawa saya ke gudang sekolah yang sudah tidak terpakai.
Karena suasana sudah mulai gelap serta di gudang memang tidak memiliki penerangan, saya tidak bisa begitu jelas melihat wajah orang tersebut. Hanya saja saya baru tahu orang tersebut tidak sendirian. Ada dua orang lagi bersamanya. Saat salah seorang dari mereka menyalakan mancis karena ingin merokok, samar-samar saya mengenali orang yang menculik saya. Ia adalah Rendy, anak nakal biang onar kakak kelas saya. Dan dua orang lainnya adalah Yudha dan Parlan. Teman sekelas Rendy." Suara Vanilla makin lama makin pelan. Rasa horor terpancar dari kedua bola matanya.
"Waktu itu saya sangat marah sekaligus takut. Saya memberanikan diri menanyakan pada mereka mengapa mereka membawa saya ke sini dan apa tujuan mereka. Rendy mengatakan bahwa tujuan mereka adalah untuk menunjukkan kepada saya, betapa berbahayanya seorang laki-laki kalau sedang horny. Setelah itu mereka... mereka kembali menyentuh-nyentuh bagian tubuh saya yang sangat pribadi. Saya marah dan terus berupaya melawan. Tetapi kekuatan saya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan mereka bertiga." Vanilla menundukkan wajahnya. Pandangannya menekuri karpet ruang tamu.
Kini tiba juga saatnya untuk menceritakan bagian yang paling mengerikan. Ia sangat ingin melupakan bagian yang ini. Bagian di mana ia merasa sangat jijik melihat dirinya sendiri. Bagian yang merantai kedua kakinya hingga ia sangat sulit untuk merasa bahagia dan bebas sepenuhnya. Ia selalu was was setiap saat. Harap-harap cemas menunggu bom yang bisa meledak kapan saja tanpa ia tahu kapan waktunya. Percayalah itu sangat tidak enak rasanya.
"Salah seorang dari mereka menghidupkan lampu emergency. Kemudian mereka mengambil beberapa pose tubuh saya yang hanya menggunakan pakaian dalam via ponsel. Mereka mengatakan kalau saya macam-macam dan melaporkan kejadian ini pada orang lain, maka mereka tidak akan segan-segan menyebarkan photo-photo saya." Bisik Vanilla lirih.
"Brengsek! Bajingan!" Vanilla menarik napas pasrah saat mendengar Altan menyumpah-nyumpah. Altan juga menghantam dinding di belakangnya dengan kepalan tangan. See? Ini lah reaksi orang-orang yang paling ditakuti olehnya. Rasa tidak percaya berbalut jijik atau pun kasihan mendengar kisah kelamnya. Tapi ia sudah terlanjur mengatakannya. Ia tinggal melanjutkan sisanya saja agar bebannya sedikit berkurang seperti kata-kata Altan tadi.
"Apakah mereka berhasil merusak kamu, La?" Tanya Altan hati-hati.
"Untungnya tidak sempat. Tiba-tiba saja Aliya datang dan berupaya menolong saya. Kedatangan tiba-tiba Aliya membuat gugup mereka bertiga. Karena panik Rendy dan Parlan sampai memukuli Aliya hingga pingsan. Sebelum kabur mereka masih sempat mengancam kalau saya mengadu, ia akan menyebarkan photo-photo tidak pantas saya ke media sosial. Saya sempat ingin mengadukan kejadian ini kepada ayah saya. Tapi Aliya melarangnya. Aliya mengatakan bagaimana kalau mereka benar-benar mengupload photo-photo saya ke media sosial? Memang benar mereka bertiga bisa ditangkap dan di penjara. Tetapi apakah itu sebanding dengan hancurnya nama baik keluarga saya? Bagaimana saya bisa menegakkan wajah saya di luar sana, sementara orang yang tidak mengenal saya sudah pernah melihat seluruh lekuk liku tubuh saya? Seumur hidup saya akan menjadi bahan bullyan dan tatapan-tatapan penasaran orang-orang akan diri saya. Jejak digital itu kan kejam, Om." Adu Vanilla lirih.
Ada jeda sebentar sebelum Altan yang sebelumnya berdiri, berpindah posisi duduk di sampingnya. Sesaat kemudian Vanilla merasa Altan mengelus pelan rambutnya dan membawa kepalanya dalam pelukan. Memberikan kenyamanan lewat pelukan hangatnya. Ia menyadari, ada kalanya kata-kata tidak lagi dibutuhkan saat sebuah pelukan sudah mewakili semua ucapan. Mereka berpelukan dalam diam sekitar lima belas menit.
Setelah merasa kalau keadaan Vanilla berangsur membaik, barulah Altan memutuskan untuk menanyakan beberapa hal yang sebenarnya sudah sedari tadi ada di ujung lidahnya.
"Mengapa Aliya bisa tiba-tiba kembali ke sekolah?"
"Ponsel Aliya ketinggalan di kelas katanya, Om. Makanya ia kembali lagi ke sekolah. Saat ia masuk ke kelas, ia melihat tas saya masih ada di sana sementara sayanya tidak terlihat dimana pun. Makanya ia mencari-cari saya di setiap sudut sekolah sampai akhirnya ia mendengar suara-suara mencurigakan dari arah gudang tua. Dan ternyata kecurigaannya benar. Ada saya di sana."
"Pak Ipul, penjaga sekolah, pada saat kejadian itu beliau ada di mana?"
"Saya tidak tahu, Om. Saya panik karena Aliya pingsan. Setelah Aliya siuman, Aliya dan supirnya mengantar saya pulang ke rumah. Dalam perjalanan kami sepakat untuk menyimpan kejadian tadi hanya untuk kami berdua. Kami masih SMP, Om. Kami kebingungan harus bersikap bagaimana?"
"Dengar Illa. Saya merasa terlalu banyak kejanggalan di sini. Saya akan mulai menyelidiki pelan-pelan, apa sebenarnya yang terjadi pada waktu itu. Apakah ketiga orang senior kamu itu memang ingin merusakmu karena ada kesempatan, atau mereka bertiga itu hanya wayang yang digerakkan oleh sang dalang? Kalau memang kejadian itu murni hanya karena adanya kesempatan dan kegilaan hormon anak-anak remaja, itu seharusnya lebih mudah untuk saya selesaikan. Tetapi kalau mereka itu hanyalah wayang-wayang, ini yang berbahaya, La. Berarti mereka memang sudah mengincar kamu dari jauh-jauh hari. Apa motif mereka dan Apa tujuan utamanya? Itulah pe-er panjang yang harus kita selesaikan." Tukas Altan geram. Ia emosi saat mengetahui kebiadaban para senior Vanilla. Ia berencana akan menghabisi mereka bertiga.
"Saat ini satu hal yang paling ingin saya lakukan adalah menghabisi tiga orang senior kamu itu." Altan mengkertakkan giginya. Ia benar-benar ingin mencabik-cabik ketiga orang itu. Ia akan menyiksa mereka pelan-pelan, hingga mereka mereka sendiri yang akan minta dihabisi. Lihat saja nanti!
"Om nggak perlu menghabisi mereka. Mereka sudah habis saat itu juga." Sahut Vanilla dengan raut wajah puas.
"Maksudnya?" Altan menjinjitkan alisnya. Berusaha menerka-nerka ucapan Vanilla.
"Mereka semua meninggal malam itu juga. Mereka mengalami tabrakan beruntun sepulang dari sekolah."
"Ini lebih aneh lagi. Saya tidak suka menduga-duga. Tapi sepertinya ada sesuatu yang ingin ditutupi oleh seseorang untuk membungkam ketiga senior kamu ini agar tidak bernyanyi. Semakin menarik saja kasus kamu ini, La. Terlalu aneh rasanya kalau ada seseorang yang sebegitu dendamnya pada seorang anak belasan tahun. Tidak masuk diakal!"
"Jadi saya harus bagaimana sekarang, Om?" Vanilla jadi ketakutan sekarang. Berbagai macam kemungkinan-kemungkinan buruk saling berlintasan di benaknya. Ia baru menyadari implikasi dari semua kejadian itu setelah usianya dewasa seperti sekarang ini. Dulu ia selalu mengenyahkan dugaan-dugaan yang terkadang singgah di kepalanya karena ia trauma. Semakin ia berusaha mengingat, semakin rasa-rasa yang dahulu ia alami kembali menakutinya. Ia tidak mau lagi mengingatnya!
"Kamu tenang saja. Saya akan mencari tahu pelan-pelan serta merangkai-rangkai peristiwa ini satu persatu. Saya ingin tahu, siapa yang sudah membuat dua orang anak SMP seperti kamu dan Aliya ini ketakutan. Kamu tenang saja. Tidak ada kejahatan yang sempurna dan tidak meninggalkan bukti. Kalau pun belum terungkap, itu hanya soal waktu. Sekarang, saya akan menanyakan satu hal penting pada kamu. Otak kamu itu korslet atau bagaimana sampai kamu dan Pandan Wangi saling berkolaborasi serta featuring dengan mempelai wanita untuk mengacaukan pernikahannya sendiri? Bagaimana kalau seandainya ayah dan bunda kamu mengetahui tingkah laku tidak terpuji putri kesayangan mereka? Lebih jauh lagi, bagaimana kalau saya dan Pandan tadi gagal untuk menyelamatkan kamu? Apakah kamu sudah siap benar-benar dinikahi oleh Bumi dan menjadi seorang istri? Jawab?"
Mampus dah gue! Ujung-ujung pasti dimarahin sama si Om galak ini. Mau menjawab apalagi coba?
Vanilla gelisah. Hatinya tidak tenang saat ia melihat sekelebat bayangan Bumi masuk ke dalam ruangan Altan. Ia tahu perusahaan Altan memiliki dua proyek baru dengan perusahaan ayahnya. Karena Bumi juga menanamkan saham fifty-fifty pada salah satu perusahaan ayahnya, maka otomatis Bumi juga memiliki hak yang sama dengan ayahnya. Dan sepertinya project ayahnya kali ini akan di follow up oleh Bumi. Makanya ia tidak heran mendapati Bumi wara wiri di kantor ini.Sedari kecil ia cinta sudah mati pada Bumi. Di mana ada Bumi, maka ke situ lah ia akan mendekat. Ia juga tidak segan-segan memperlihatkan perasaannya secara terang-terangan pada Bumi. Semua orang tahu kalau ia selalu berupaya mencari cara agar ia bisa berdekatan lelaki pujaannya itu. Bumi kadang sampai risih karena selalu diekori olehnya.Tetapi sejak kejadian batalnya pernikahan Bumi dengan Aliya akibat ulahnya, Ia jadi merasa ketakutan sendiri. Ia merasa sangat berdosa. Bumi telah
Vanilla membuatkan kopi untuk Altan seraya mengabsen semua nama-nama satwa. Dimulai dari yang berkaki dua, berkaki empat sampai dengan yang berkaki seribu. Ia heran melihat tingkah si boss setan ini. Kok ada ya manusia yang hobbynya nyolotin orang terus? Apapun yang ia lakukan selalu saja salah di matanya. Besok-besok ia akan pindah saja ke bokongnya, agar Altan tidak bisa memandangnya sekalian. Leher Altan pasti akan sengkleh kalau ia terus saja memaksakan diri untuk memandangnya yang berada tepat di bokongnya. Asik ngegereundeng sendiri, ia sampai tidak menyadari kehadiran seseorang tepat di belakangnya."Kamu ini cuma disuruh membuat kopi baru saja sebegitu tidak ikhlasnya. Tidak baik terlalu perhitungan terhadap sesama. Menurut almarhum kakek saya kalau semasa hidup kita suka hitung-hitungan dalam mengerjakan sesuatu, nanti pada saat meninggal, kita akan disuruh menghitung bulu kucing. Paham kamu?"Eh dia lagi, dia lagi yang nongol! 
Hingar bingar suara musik EDM menggema di salah satu sudut club papan atas ibukota. Vanilla, Pandan Wangi dan Aliya asik menari mengikuti alunan lagu anytime yang dinyanyikan apik oleh Don Diablo. Hari ini Pandan mendandani mereka semua dengan style ala ala artis Korea. Pandan mencatok rambut ikal Aliya menjadi lurus dan mengikatnya menjadi satu ke belakang. Tubuh kutilang alias kurus tinggi langsing Aliya dibalut mini dress abu-abu bertali spaghetti yang seksi abis.Pandan mendandani Vanilla dengan mencepol tinggi rambut ikalnya membentuk bun longgar yang seksi. Beberapa helai anak-anak rambut yang sengaja dikeluarkan dari bun, terlihat jatuh membingkai wajah manisnya. Pandan melingkapi make up cetar Vanilla dengan outfit jumpsuit putih berbahan tule sepaha. Penampilannya seksi dan dewasa.Sementara Pandan sendiri hanya mengurai rambut panjang ikalnya yang menjuntai indah hingga ke punggung. Untuk out fit, ia mengenakan crop tan
"Kalian semua berdiri yang tegak! Janganmencong-mencongbegitu. Lencang kanan,graak!"Vanilla yang berdiri paling ujung segera meluruskan lengannya ke samping bahu kanan Pandan. Pandan melanjutkan dengan meluruskan lengan pada bahu Aliya. Merapikan barisan mengikuti aba-aba Om Axel. Omnya Vanilla. Om Axel adalah om mafia yang sangat ditakuti oleh sahabatnya itu melebihi kedua orang tuanya sendiri. Jelas saja. Om Axel ini adalah sebenar-benarnya mafia. Bukan mafia kaleng-kaleng."Tegak,graak!"Vanilla dan Pandan segera menurunkan lengan secara serentak. Mengikuti aba-aba Om Axel."Siap,graak!"Vanilla, Pandan dan Aliya meluruskan kedua lengan di sisi tubuh masing-masing dengan tangan terkepal dan jempol di depan. Pandangan mereka lurus ke depan dengan sikap tubuh tegak."Istirahat di tempat,graak!"Vanilla, Pandan dan Aliya memindahkan kaki kiri ke samping seleb
Minggu pagi yang rusuh. Altan yang ketiduran di sofa ruang tamu terbangun saat mendengar suara ribut-ribut. Ada suara-suara bernada tinggi dan orang-orang yang berbicara dalam waktu yang bersamaan. Ada apa ini? Altan menggerak-gerakkan tubuhnya sebentar. Melakukan beberapa teknik-teknik peregangan sebelum bangkit dari sofa. Tubuhnya terasa pegal-pegal. Tidak heran mengingat semalaman tubuh besarnya dipaksa meringkuk di sofa yang sempit, dan gerakan yang sangat terbatas. Om Axel kembali mengusirnya pulang semalam. Hanya saja ia bertahan dan akhirnya malah jatuh tertidur di sofa.Perlahan ia duduk dan menajamkan pendengaran. Sepertinya ia mendengar suara Putra Lautan dan Abizar. Ia meringis sejenak ketika merasa kaki kanannya kesemutan. Jadi para kakak telah datang menjemput adiknya? Sebentar lagi suasana pasti akan seru."Lain kali kalau kamu berulah lagi, Abang akan memberitahukan semua kelakuan nakalmu ini pada ayah dan ibu. Abang penasaran
"Karena kamu telah melanggar peraturan yang telah kita sepakati bersama, berarti ada konsekuensi yang harus kamu terima." Vanilla menahan napas selama ayahnya berbicara. Kemarin saat ia pingsan di rumah Om Axel, kakaknya telah menceritakan semuanya pada kedua orang tuanya. Saat itu juga kedua orang tua meyambangi kediaman Om Axel. Ia diinapkan selama tiga hari di rumah sakit. Dan di hari ke lima ini, saat kedua orang tuanya menganggapnya sudah pulih seperti sedia kala, ia mulai di sidang."Mulai hari ini ayah akan menarik semua fasilitasmu. Yang pertama, mobilmu akan ayah tarik sampai batas waktu yang belum ditentukan. Begitu juga dengan uang sakumu. Ayah akan menghentikannya sampai batas waktu yang belum ditentukan juga." Terang ayahnya tegas. Vanilla menahan napas. Ayahnya akan memutus uang saku? Jadi dengan apa ia bertahan hidup?"Kalau ayah menyetop uang saku Illa, jadi Illa hidup pakai apa, Yah?" Protes Vanilla bingung. Masa iya, dia ha
Vanilla memalingkan wajah saat suara bariton Altan memasuki gendang telinganya. Ini manusia memang seperti setan. Munculnya selalu tidak terduga dan sekonyong-konyong saja ada. Tetapi ketika pandangannya tertumbuk pada Mang Pardi yang ada di belakang Altan, Vanilla menarik napas panjang. Pantas saja si setan ini bisa muncul tiba-tiba, ternyata Mang Pardi, sang Satpam yang membukakan gerbang untuknya. Air muka Altan sangat tidak enak dipandang. Ia seperti memendam sesuatu yang ingin ia muntahkan. Ini manusia sebiji, minumnya di mana mabuknya di mana juga. Aneh! Lihatlah, bahkan tanpa dipersilahkan pun ia main nyelonong saja masuk ke rumah orang. Langsung duduk lagi. Perasaan seperti berada dirumah sendiri saja.Altan membawa bungkusan styrfoam yang sepertinya berisi makanan. Ia meletakkan bungkusan-bungkusan itu di atas meja kaca. Selanjutnya ia duduk santai di sampingnya dengan tangan bersedekap. Memandangi dirinya dan Bumi secara bergantian. Tingkahnya se
Sudah tiga hari ini Vanilla berpacaran dengan Bumi. Dan dalam tiga hari itu ia seolah merasa hidup di awang-awang. Bumi adalah pacar impiannya sejak pubertas. Impian jadi kenyataan itu rasanya sangat luar biasa bukan? Lagi pula tidak semua orang mendapatkan kesempatan untuk merealisasikan semua impian-impian mereka di masa lalu. Oleh karena itu Vanilla bertekad untuk mempertahankan kebahagiannya dengan cara membuat Bumi jatuh cinta sungguhan padanya.Pagi yang sibuk di pantry. Sejak tiba di kantor pukul delapan pagi, Vanilla tidak bisa berhenti tersenyum. Bu Surti, Yati, Mirna bahkan Darma sampai terheran-heran melihat aura bahagia yang terus memancar di wajahnya. Melengkapi kebahagiannya, Vanilla juga berdendang-dendang kecil selama ia bekerja. Saat ini saja misalnya. Ia mencuci piring-piring kotor sembari berjoget ria. Ketika rekan-rekan OGnya mengetahui sumber kebahagiannya, mereka semua turut bahagia dan menyelamatinya.Ting! Notifikasi
"Eh bangkotan borju, lo kok lemot beut sih kayak keong? Lamar dong itu si Vanilla? Lo nggak takut apa ntar si Illa ditikung balik sama Bumi?" Tria menyenggol lengan Altan yang baru menyuapkan bakso. Karena senggolan Tria, alhasilbakso Altan mencelat dan kuah baksonya terciprat ke hidungnya sendiri. Altan menyumpah-nyumpah.Hari ini mereka bisa berkumpul bertiga karena Tria mempunyai waktu luang. Mertua dan adik iparnya yang baru tiba di tanah air menginap di rumahnya. Mereka semua kangen pada empat orang buah hati Tria dan Akbar. Makanya Tria jejingrakan kegirangan karena tugas wajibnya ada yang menggantikan sementara. Tanpa perlu menunggu lama, ia segera menghubungi dua sahabat oroknya. Dan akhirnya di sinilah mereka berada. Di warung bakso Bang Doel, tempat nongkrong favorit mereka sepanjang masa."Eh preman pasar, lo liat-liat dong kalo mau nyenggol. Nih liat, bakso gue sampai ngegelinding ke mana-man
"Hallo, anak baru. Muka lo kok ketet banget sih kayak kolor baru. Kenalin, nama gue Vanilla. Panggil aja Illa. Nama lo siapa?" Sapa seorang gadis manis dengan nama Vanilla Putri Mahameru di seragam putih birunya. Ia tertegun sejenak memandang wajah manis dengan tatapan mata jahil yang sedang mengulurkan tangannya ramah. Ia memang baru seminggu mengganti seragam merah putihnya dengan warna putih biru. Apalagi ia memang murid baru pindahan dari sekolah lain. Sudah pasti ia tidak mempunyai teman di lingkungan baru ini. Ia balas tersenyum ramah dan menjabat tangan si teman baru. "Gue Aliya Sanjaya. Panggil aja Liya. Lo temen baru pertama gue di sekolah ini. Salam kenal ya?"Pucuk dicinta ulam pun tiba. Semesta telah mempertemukannya dengan musuhnya tanpa ia perlu bersusah payah lagi mencari-cari. Saat ia membaca nama lengkap gadis cantik yang mengajaknya bersalaman ini, ia langsung menandainya.
Drttt... drttt... drttt...Aliya meninggalkan ruangan tempat Vanilla disekap saat merasakan ponselnya bergetar. Samar-samar ia masih bisa mendengar suara Vanilla yang tengah memaki-maki Om Gilang. Vanilla ini memang jelmaan Tante Lily. Sama sekali tidak ada takut-takutnya walaupun nyawanya sudah diujung tanduk. Sedikit banyak kata-kata Vanilla tadi menyadarkannya. Ayahnya dan Om Gilang mempunyai jabatan yang sama di perusahaan Om Heru. Otomatis kemampuan keduanya pasti tidak jauh berbeda bukan? Tapi kenapa ayahnya bisa menjadi gila sementara Om Gilang sukses jaya? Mengapa Om Gilang tidak mengulurkan tangan dan membantu ayahnya bangkit lagi? Kalau memang Om Gilang sebenci itu kepada keluarga Mahameru, mengapa ratusan gambar Tante Lily bertebaran di dinding kamar Om Gilang?Ia tidak buta. Semua photo-photo itu seakan merefleksikan kehidupan Tante Lily dari waktu ke waktu. Photo itu dimulai saat si tante sedang hamil besar dan berjualan di sebu
"Mas, biar Abizar, Altan dan para polisi aja yang mencari Vanilla. Mas nunggu kabarnya di rumah aja ya, Mas?" Lily berusaha menahan tangan suaminya saat melihat Heru menyelipkan sebuah pistol jenis colt di pinggangnya. Suaminya sedang bersiap-siap mengikuti Galih beserta para anak buahnya yang bergerak untuk mencari putri mereka. Bukan apa-apa, setelah menikah dengannya, Heru yang dulunya adalah seorang laki-laki kejam dan berangasan telah berubah menjadi seorang family man. Padahal siapa dulu yang tidak mengenal keganasannya? Ring demi ring boxing telah ia susuri semua. Suaminya bahkan berhasil menaklukkan para petarung-petarung hebat yang telah dipersiapkan kakaknya dulu, barulah suaminya ini bisa memilikinya. Dingin dan sadis adalah julukannya. Tetapi tingkah brangasan dan nekadannya itu telah ia buang jauh-jauh setelah Abizar dan Vanilla lahir. Suaminya berubah menjadi lebih religius dan mendalami agama sesudah menjadi seorang ayah. Suaminya mengatakan
Vanilla bermimpi. Ia merasa sedang mengikuti acara perpisahan dengan teman-teman sekolahnya dulu. Mereka sekelas bergembira ria di pantai. Ia yang kala itu ingin menjajal kemampuan berenangnya, mencoba berenang hingga jauh ke tengah pantai. Pandan Wangi dan Aliya sudah memperingatkannya agar tidak terlalu jauh berenang. Mereka takut kalau ia terbawa arus. Tetapi beningnya air pantai dengan ombak kecil yang bersahabat begitu menggodanya. Ia nekad berenang sendiri sampai jauh. Saat ia sampai di pertengahan pantai yang cukup dalam, masalah pun datang. Ia merasa kalau kakinya kram. Ia panik dan berusaha meminta pertolongan. Namun jeritannya tidak ada yang mendengar karena posisinya yang sudah terlalu jauh dari bibir pantai. Ia akhirnya pasrah dan hanya bisa menggapai-gapai air. Berjuang untuk bisa tetap bernapas. Sampai suatu ketika seseorang meraih tubuhnya dan membawanya keluar dari pantai. Dinginnya air dan kakinya yang membuat perasaannya tidak karuan. Satu hal yang ia rasakan
Altan terbangun tepat pada pukul enam pagi. Ia meringis saat merasakan tubuhnya sedikit kram dan pegal-pegal. Tidur di kursi panjang ruang tunggu rumah sakit, tentu saja bukanlah pilihan yang nyaman. Tetapi anehnya, ia malah merasa puas sekali. Ia seolah-olah bisa ikut merasakan sakit seperti Vanilla di dalam sana. Ia memang sengaja memilih tidur di kursi panjang yang berhadapan langsung dengan ruangan Vanilla. Ia menjaga pacarnya tanpa meminta simpati atau pun empati. Ia menjaganya murni karena ia sayang dan peduli. Bukan karena mengharapkan simpati orang lain.Untung saja kedua sahabat oroknya tidak tahu kelakuannya ini. Kalau saja mereka tahu, sudah bisa dipastikan mereka berdua akan mensahkan dirinya sebagai member bucin teranyar tahun ini. Namanya pasti akan trending sebagai bucin termuda tahun ini. Reputasinya sebagai laki-laki paling cool seruang angkasa dan tata surya akan tinggal kenangan saja. Ia bangkit perlahan seraya melakukan beberapa gerakan peregangan. Ia
Vanilla merasa ada yang aneh saat ia membuka matanya. Dinding kamarnya yang biasanya berwarna krem dengan tirai berwarna merah marun, mendadak berubah menjadi berwarna putih semua. Sejenak ia kehilangan orientasi. Ketika secara tidak sengaja ia ingin bangkit dari tidurnya, ia meringis kesakitan. Tangan kirinya sudah dipasangi jarum infus rupanya. Ia kembali menjatuhkan kepalanya ke atas bantal. Berusaha merangkai-rangkai kejadian demi kejadian yang berseliweran di benaknya. Pertengkaran dengan abang bossnya, naik gojek, hujan, kedinginan dan ia tidak bisa mengingat sisa kejadiannya lagi. Pasti ia kehilangan kesadaran hingga akhirnya ia dibawa ke rumah sakit ini. Ya, ia yakin kalau ruangan ini rumah sakit saat melihat infus di tangannya. Di saat ia sedang terus berusaha menggali ingatan yang tercecer, pintu ruangannya terbuka. Menghadirkan sosok cantik bundanya yang membawa beberapa wadah styrofoam dalam satu plastik besar."Udah bangun, La? Gimana perasaan kamu,
"Eh brondong borju, lo ngapain di sini? Mau sunat dua kali atau lo lagi nganterin pacar lo aborsi?" Altan yang sedang duduk bengong di ruang tunggu rumah sakit, kaget saat kepalanya digeplak begitu saja oleh seseorang.Naratria Dewangga. Si preman pasar dan putra sulungnya Azkanio Akbar Dewangga."Eh preman pasar, lo emang kagak ada sopan-sopannya jadi manusia. Jangan suka ngegetok kepala orang sembarangan. Kata bokap gue bisa bodoh ntar." Altan gantian menoyor kening Tria dengan jari telunjuknya. Rasain. Jahil banget ini emak-emak sebiji!"Halah, lo emang udah bodoh dari sononya. Buktinya lo bertahun-tahun suka sama itu bocah gila eh Illa, tapi lo pendem-pendem terus. Kagak berani lo omongin. Itu cuma contoh kecil ya? Kalo mau gue bahas semua kebodohan hakiki lo, bisa seminggu kita ngejogrok di mari kagak kelar-kelar."Ini mulut si preman pasar ya, pengen banget gue iket pake tali rafia.
Pukul tiga lewat lima belas menit. Vanilla dengan sopan memberitahu abang bossnya kalau mereka harus segera berangkat ke kantor Kreasi Mandiri Tbk, kalau mereka tidak ingin terlambat meeting. Vanilla yang tadi telah mendapat sedikit pencerahan dari Winda berusaha menjaga sikap profesionalitasnya selama berinteraksi dengan atasannya. Ia menghindari kontak mata dan membicarakan hal-hal yang tidak penting dengan abang bossnya.Ia sekarang berprinsip, bagaimana abang bossnya bersikap terhadap dirinya, maka seperti itu jualah ia akan bersikap. Lo jual gue beli. Lo sok kuasa, gue woles aja. Lo bertingkah, sekalian lo bakalan gue tinggal aja. Ia tahu sedari ia masuk ke dalam ruangan tadi, abang bossnya terus meliriknya berulang kali. Tapi Vanilla selow ae. Dia tidak mau lagi baper dan perasaan dicintai. Jatuh-jatuhnya nanti sakit hati lagi. Rugi! Vanilla juga tahu kalau Mbak Tasya terus memperhatikan interaksi mereka yang walau pun tetap saling berkomunikasi teta