Vanilla memalingkan wajah saat suara bariton Altan memasuki gendang telinganya. Ini manusia memang seperti setan. Munculnya selalu tidak terduga dan sekonyong-konyong saja ada. Tetapi ketika pandangannya tertumbuk pada Mang Pardi yang ada di belakang Altan, Vanilla menarik napas panjang. Pantas saja si setan ini bisa muncul tiba-tiba, ternyata Mang Pardi, sang Satpam yang membukakan gerbang untuknya. Air muka Altan sangat tidak enak dipandang. Ia seperti memendam sesuatu yang ingin ia muntahkan. Ini manusia sebiji, minumnya di mana mabuknya di mana juga. Aneh! Lihatlah, bahkan tanpa dipersilahkan pun ia main nyelonong saja masuk ke rumah orang. Langsung duduk lagi. Perasaan seperti berada dirumah sendiri saja.
Altan membawa bungkusan styrfoam yang sepertinya berisi makanan. Ia meletakkan bungkusan-bungkusan itu di atas meja kaca. Selanjutnya ia duduk santai di sampingnya dengan tangan bersedekap. Memandangi dirinya dan Bumi secara bergantian. Tingkahnya se
Sudah tiga hari ini Vanilla berpacaran dengan Bumi. Dan dalam tiga hari itu ia seolah merasa hidup di awang-awang. Bumi adalah pacar impiannya sejak pubertas. Impian jadi kenyataan itu rasanya sangat luar biasa bukan? Lagi pula tidak semua orang mendapatkan kesempatan untuk merealisasikan semua impian-impian mereka di masa lalu. Oleh karena itu Vanilla bertekad untuk mempertahankan kebahagiannya dengan cara membuat Bumi jatuh cinta sungguhan padanya.Pagi yang sibuk di pantry. Sejak tiba di kantor pukul delapan pagi, Vanilla tidak bisa berhenti tersenyum. Bu Surti, Yati, Mirna bahkan Darma sampai terheran-heran melihat aura bahagia yang terus memancar di wajahnya. Melengkapi kebahagiannya, Vanilla juga berdendang-dendang kecil selama ia bekerja. Saat ini saja misalnya. Ia mencuci piring-piring kotor sembari berjoget ria. Ketika rekan-rekan OGnya mengetahui sumber kebahagiannya, mereka semua turut bahagia dan menyelamatinya.Ting! Notifikasi
"Ayo makan yang banyak, La. Kamu ini bukannya makan malah mandangin Abang terus-terusan. Emangnya di muka Abang ada apa sih?" Bumi menegur Vanilla yang sedari tadi bukannya makan tapi malah mesem-mesem tidak karuan sambil memandangi wajahnya.Bumi mengambilkan udang salad buah yang segar dan beberapa macam dimsum ke piring Vanilla karena bocah ini tidak makan-makan dan hanya memandanginya setibanya di restaurant.Sementara Vanilla sendiri masih tidak percaya bahwa akhirnya ia bisa ikut makan siang bersama dengan Bumi. Karena pada saat ia sedang bimbang akan meninggalkan boss setannya yang sedang sakit sendirian, atau ikut makan siang dengan Bumi, Tante Citra akhirnya tiba dengan Om Juna, dokter keluarga mereka. Semesta sepertinya berpihak padanya bukan? Makanya sekarang di sinilah mereka berada. Di restaurant favorit Vanilla sejak kecil yang memang Bumi tahu dengan baik. Keluarga Vanilla memang sangat sering mengunjungi restaurant ini.
"Selamat pagi, Pak Altan. Ini saya bawakan secangkir teh manis buatan OG yang paling manis. Oh iya, kalau masih kurang manis, pas mau minum tehnya panggil saja saya ke sini ya, Pak?" Sapa Vanilla ceria. Ia menyajikan secangkir teh manis hangat di meja boss besarnya. Boss besarnya ini baru saja kembali bekerja setelah tiga hari tepar karena sakit. Tadi Tante Citra sudah mewanti-wantinya agar mengganti kopi Altan dengan teh manis hangat saja. Lambungnya belum kuat terkena kafein katanya. Dan sebagai OG yang baik tentu saja Vanilla dengan senang hati mematuhi perintahlady bossnya."Untuk apa saya harus memanggil kamu lagi? Supaya kamu tambahi gula. Begitu maksud kamu?" Cibir Altan. Vanilla nyengir. Sepertinya boss besarnya ini sudah pulih 100%. Buktinya, ia sudah bisa mencela seperti biasanya. Tidak mengerang-erang mengibakan seperti beberapa hari lalu."Bukan Pak Boss. Supaya jadi tambah manis kalau pas Bapak minum sambil mem
"Maksud kamu apa Aliya? Jadi Illa ini?" Bumi tidak meneruskan kata-katanya. Ia hanya menunjuk linglung wajah Vanilla yang masih basah karena sisa air mata. Pantas saja, ia merasa ada sesuatu yang akrab dalam tatapan wanita penggagal pernikahannya itu. Tatapan mata penuh luka dan kesedihan yang dalam itu adalah tatapan mata Vanilla rupanya. Bumi sangat mengerti arti tatapan mata seperti itu. Karena itu adalah bias dari tatapan matanya sendiri. Hidupnya juga penuh dengan luka-luka yang tak kasat mata. Makanya ia akan langsung bersimpati dengan tatapan mata yangberdarah-darahseperti itu. Tatapan mata Bintang dulu seperti itu saat ia sering sekali dibully.Makanya ia maju menjadi pelindungnya yang nomor satu.Mata gadis penggagal pernikahannya dulu juga seperti itu, dan ternyata ia adalah Vanilla. Begitu juga dengan tatapan mata Ayu. Ia seolah-olah melihat tatapan si gadis penggagal pernikahannya di sana. Penuh luka dan sarat dengan kesedihan. Makan
Vanilla tahu, begitu ia menjejakkan kaki ke kantor pasti ia akan dibombandir kanan kiri. Mau bagaimana lagi, peristiwa semalam ternyata telah viral. Ada beberapa pengunjung restaurant yang menguploadnya ke media sosial. Nama belakang keluarganya dan juga keluarga Bumi tentu saja sangat dikenal di negeri ini. Bermacam komenan pro dan kontra atas aksi heroiknya, saling bertumpang-tindih dikolom komentar. Ia sama sekali tidak berniat membacanya. Ayahnya berpesan, kalau ia belum sanggup menerima kenyataan, maka jangan mencari tahu dari pada nanti akan sakit hati sendiri. Tidak perlu mendengar komentar orang lain karena yang tahu benar tidaknya masalah itu ya diri kita sendiri. Yang menjalani hari-hari ke depannya ya kita sendiri juga. Jadi buat apa memusingkan pendapat orang lain? Vanilla menarik napas panjang dua kali sebelum memasuki kantor dan berjalan lurus ke pantry.Pantry masih sepi. Wajar saja hari ini ia datang lebih cepat tiga puluh menit dari biasan
"Urusan gue dan Vanilla belum selesai. Lo jangan ikut campur. Gue mau clearin masalah ini sampai tuntas. Sanaan lo!" Bumi mendorong dada Altan kasar. Ia kini mengekori Vanilla yang sudah lebih dulu berjalan kepantry dengan langkah-langkah lebar."Eh, lo nggak ngerti bahasa manusia rupanya? Lo denger sendiri Vanilla bilang kalo sia nggak mau ngomongin masalah yang udah lewat. Jangan suka maksa jadi orang. Lo laki apa bukan sih?" Altan menarik lengan kanan jas Bumi dan mendorongnya kasar."Lo bilang lo mau clearin masalah? Tapi yang gue liat lo malah meluk-meluk dia. Lo pikir dia itu cewek apaan yang bisa lo peluk-peluk sembarangan, hah?" Suara Altan sudah mulai menggeram. Rahangnya bergemeretak. Beberapa staff laki-laki berupaya memisahkan perseteruan dua atasannya. Mereka sama-sama terkesima saat melihat atasan lama dan atasan baru mereka saling adu mulut sekaligus adu otot untuk yang pertama kalinya. Pagi yang seru!Ter
Perjalanan belum sampai sepuluh menit, namun si bayi yang tadinya tertidur mulai bergerak-gerak gelisah. Bibirnya menjebi-jebi,seakan- akan ingin menangis. Mungkin si bayi bermimpi buruk. Detik berikutnya si bayi mulai aktif. Kakinya terus menendang-nendang, sementara kedua tangan mungilnya meninju-ninju udara.Jangan bangun dulu ya, Sayang? Gue nggak tau mesti ngapain lo, adik kecil. Bobo cantik aja dulu ya, Dek? Batin Vanilla.Hiks... hiks... hiks...Mata bulat bening si bayi terbuka. Mulut mungilnya mengoceh-ngoceh. Lebih tepatnya menggerutu kalau menurut Vanilla. Saat tatapan mereka bertemu, wajah si bayi semakin gelisah dan akhirnya menangis sekencang-kencangnya. Mungkin ia ketakutan melihat wajah asing yang tidak dikenalnya."Pak, ini bayinya nangis gimana dong? Mesti diapain ini, Pak?" Seru Vanilla panik sambil terus memandang ke belakang. Si bayi menjerit kian kencang di baby care
"Sudah Mbak Ayu, Pak Altan. Jangan membuat keributan di tempat umum. Malu. Untuk apa juga kita meributkan hal-hal yang tidak penting seperti kata Mbak Ayu tadi? Ayo, Pak." Vanilla menarik lengan kanan Altan agar kembali duduk. Vanilla tidak ingin semakin membuat Ayu merasa insecure. Dari cara bersikap Ayu tadi, ia tau kalau Ayu nyaris kehilangan kontrol diri. Ayu merasa posisinya sebagai orang terdekat Bayu terancam karena kehadirannya. Vanilla mengerti, Ayu sudah terlalu lama berjuang sendiri. Setelah dekat dengan Bumi, Ayu pasti terlanjur merasa nyaman karena punya tempat bersandar. Makanya Ayu menjadi sangat takut akan kehilangan orang yang peduli padanya. Yaitu Bumi. Vanilla tahu keadaan sulit yang diderita Ayu sedari kecil menjadikan Ayu seorang yang posesif bila menyangkut orang yang ia cinta. Vanilla sangat memahami hal itu. Vanilla juga sudah berusaha mengikhlaskan Bumi untuk Ayu. Mereka berdua sepertinya sangat cocok satu sama lain. Saling menguatkan dan saling melengkapi.
"Eh bangkotan borju, lo kok lemot beut sih kayak keong? Lamar dong itu si Vanilla? Lo nggak takut apa ntar si Illa ditikung balik sama Bumi?" Tria menyenggol lengan Altan yang baru menyuapkan bakso. Karena senggolan Tria, alhasilbakso Altan mencelat dan kuah baksonya terciprat ke hidungnya sendiri. Altan menyumpah-nyumpah.Hari ini mereka bisa berkumpul bertiga karena Tria mempunyai waktu luang. Mertua dan adik iparnya yang baru tiba di tanah air menginap di rumahnya. Mereka semua kangen pada empat orang buah hati Tria dan Akbar. Makanya Tria jejingrakan kegirangan karena tugas wajibnya ada yang menggantikan sementara. Tanpa perlu menunggu lama, ia segera menghubungi dua sahabat oroknya. Dan akhirnya di sinilah mereka berada. Di warung bakso Bang Doel, tempat nongkrong favorit mereka sepanjang masa."Eh preman pasar, lo liat-liat dong kalo mau nyenggol. Nih liat, bakso gue sampai ngegelinding ke mana-man
"Hallo, anak baru. Muka lo kok ketet banget sih kayak kolor baru. Kenalin, nama gue Vanilla. Panggil aja Illa. Nama lo siapa?" Sapa seorang gadis manis dengan nama Vanilla Putri Mahameru di seragam putih birunya. Ia tertegun sejenak memandang wajah manis dengan tatapan mata jahil yang sedang mengulurkan tangannya ramah. Ia memang baru seminggu mengganti seragam merah putihnya dengan warna putih biru. Apalagi ia memang murid baru pindahan dari sekolah lain. Sudah pasti ia tidak mempunyai teman di lingkungan baru ini. Ia balas tersenyum ramah dan menjabat tangan si teman baru. "Gue Aliya Sanjaya. Panggil aja Liya. Lo temen baru pertama gue di sekolah ini. Salam kenal ya?"Pucuk dicinta ulam pun tiba. Semesta telah mempertemukannya dengan musuhnya tanpa ia perlu bersusah payah lagi mencari-cari. Saat ia membaca nama lengkap gadis cantik yang mengajaknya bersalaman ini, ia langsung menandainya.
Drttt... drttt... drttt...Aliya meninggalkan ruangan tempat Vanilla disekap saat merasakan ponselnya bergetar. Samar-samar ia masih bisa mendengar suara Vanilla yang tengah memaki-maki Om Gilang. Vanilla ini memang jelmaan Tante Lily. Sama sekali tidak ada takut-takutnya walaupun nyawanya sudah diujung tanduk. Sedikit banyak kata-kata Vanilla tadi menyadarkannya. Ayahnya dan Om Gilang mempunyai jabatan yang sama di perusahaan Om Heru. Otomatis kemampuan keduanya pasti tidak jauh berbeda bukan? Tapi kenapa ayahnya bisa menjadi gila sementara Om Gilang sukses jaya? Mengapa Om Gilang tidak mengulurkan tangan dan membantu ayahnya bangkit lagi? Kalau memang Om Gilang sebenci itu kepada keluarga Mahameru, mengapa ratusan gambar Tante Lily bertebaran di dinding kamar Om Gilang?Ia tidak buta. Semua photo-photo itu seakan merefleksikan kehidupan Tante Lily dari waktu ke waktu. Photo itu dimulai saat si tante sedang hamil besar dan berjualan di sebu
"Mas, biar Abizar, Altan dan para polisi aja yang mencari Vanilla. Mas nunggu kabarnya di rumah aja ya, Mas?" Lily berusaha menahan tangan suaminya saat melihat Heru menyelipkan sebuah pistol jenis colt di pinggangnya. Suaminya sedang bersiap-siap mengikuti Galih beserta para anak buahnya yang bergerak untuk mencari putri mereka. Bukan apa-apa, setelah menikah dengannya, Heru yang dulunya adalah seorang laki-laki kejam dan berangasan telah berubah menjadi seorang family man. Padahal siapa dulu yang tidak mengenal keganasannya? Ring demi ring boxing telah ia susuri semua. Suaminya bahkan berhasil menaklukkan para petarung-petarung hebat yang telah dipersiapkan kakaknya dulu, barulah suaminya ini bisa memilikinya. Dingin dan sadis adalah julukannya. Tetapi tingkah brangasan dan nekadannya itu telah ia buang jauh-jauh setelah Abizar dan Vanilla lahir. Suaminya berubah menjadi lebih religius dan mendalami agama sesudah menjadi seorang ayah. Suaminya mengatakan
Vanilla bermimpi. Ia merasa sedang mengikuti acara perpisahan dengan teman-teman sekolahnya dulu. Mereka sekelas bergembira ria di pantai. Ia yang kala itu ingin menjajal kemampuan berenangnya, mencoba berenang hingga jauh ke tengah pantai. Pandan Wangi dan Aliya sudah memperingatkannya agar tidak terlalu jauh berenang. Mereka takut kalau ia terbawa arus. Tetapi beningnya air pantai dengan ombak kecil yang bersahabat begitu menggodanya. Ia nekad berenang sendiri sampai jauh. Saat ia sampai di pertengahan pantai yang cukup dalam, masalah pun datang. Ia merasa kalau kakinya kram. Ia panik dan berusaha meminta pertolongan. Namun jeritannya tidak ada yang mendengar karena posisinya yang sudah terlalu jauh dari bibir pantai. Ia akhirnya pasrah dan hanya bisa menggapai-gapai air. Berjuang untuk bisa tetap bernapas. Sampai suatu ketika seseorang meraih tubuhnya dan membawanya keluar dari pantai. Dinginnya air dan kakinya yang membuat perasaannya tidak karuan. Satu hal yang ia rasakan
Altan terbangun tepat pada pukul enam pagi. Ia meringis saat merasakan tubuhnya sedikit kram dan pegal-pegal. Tidur di kursi panjang ruang tunggu rumah sakit, tentu saja bukanlah pilihan yang nyaman. Tetapi anehnya, ia malah merasa puas sekali. Ia seolah-olah bisa ikut merasakan sakit seperti Vanilla di dalam sana. Ia memang sengaja memilih tidur di kursi panjang yang berhadapan langsung dengan ruangan Vanilla. Ia menjaga pacarnya tanpa meminta simpati atau pun empati. Ia menjaganya murni karena ia sayang dan peduli. Bukan karena mengharapkan simpati orang lain.Untung saja kedua sahabat oroknya tidak tahu kelakuannya ini. Kalau saja mereka tahu, sudah bisa dipastikan mereka berdua akan mensahkan dirinya sebagai member bucin teranyar tahun ini. Namanya pasti akan trending sebagai bucin termuda tahun ini. Reputasinya sebagai laki-laki paling cool seruang angkasa dan tata surya akan tinggal kenangan saja. Ia bangkit perlahan seraya melakukan beberapa gerakan peregangan. Ia
Vanilla merasa ada yang aneh saat ia membuka matanya. Dinding kamarnya yang biasanya berwarna krem dengan tirai berwarna merah marun, mendadak berubah menjadi berwarna putih semua. Sejenak ia kehilangan orientasi. Ketika secara tidak sengaja ia ingin bangkit dari tidurnya, ia meringis kesakitan. Tangan kirinya sudah dipasangi jarum infus rupanya. Ia kembali menjatuhkan kepalanya ke atas bantal. Berusaha merangkai-rangkai kejadian demi kejadian yang berseliweran di benaknya. Pertengkaran dengan abang bossnya, naik gojek, hujan, kedinginan dan ia tidak bisa mengingat sisa kejadiannya lagi. Pasti ia kehilangan kesadaran hingga akhirnya ia dibawa ke rumah sakit ini. Ya, ia yakin kalau ruangan ini rumah sakit saat melihat infus di tangannya. Di saat ia sedang terus berusaha menggali ingatan yang tercecer, pintu ruangannya terbuka. Menghadirkan sosok cantik bundanya yang membawa beberapa wadah styrofoam dalam satu plastik besar."Udah bangun, La? Gimana perasaan kamu,
"Eh brondong borju, lo ngapain di sini? Mau sunat dua kali atau lo lagi nganterin pacar lo aborsi?" Altan yang sedang duduk bengong di ruang tunggu rumah sakit, kaget saat kepalanya digeplak begitu saja oleh seseorang.Naratria Dewangga. Si preman pasar dan putra sulungnya Azkanio Akbar Dewangga."Eh preman pasar, lo emang kagak ada sopan-sopannya jadi manusia. Jangan suka ngegetok kepala orang sembarangan. Kata bokap gue bisa bodoh ntar." Altan gantian menoyor kening Tria dengan jari telunjuknya. Rasain. Jahil banget ini emak-emak sebiji!"Halah, lo emang udah bodoh dari sononya. Buktinya lo bertahun-tahun suka sama itu bocah gila eh Illa, tapi lo pendem-pendem terus. Kagak berani lo omongin. Itu cuma contoh kecil ya? Kalo mau gue bahas semua kebodohan hakiki lo, bisa seminggu kita ngejogrok di mari kagak kelar-kelar."Ini mulut si preman pasar ya, pengen banget gue iket pake tali rafia.
Pukul tiga lewat lima belas menit. Vanilla dengan sopan memberitahu abang bossnya kalau mereka harus segera berangkat ke kantor Kreasi Mandiri Tbk, kalau mereka tidak ingin terlambat meeting. Vanilla yang tadi telah mendapat sedikit pencerahan dari Winda berusaha menjaga sikap profesionalitasnya selama berinteraksi dengan atasannya. Ia menghindari kontak mata dan membicarakan hal-hal yang tidak penting dengan abang bossnya.Ia sekarang berprinsip, bagaimana abang bossnya bersikap terhadap dirinya, maka seperti itu jualah ia akan bersikap. Lo jual gue beli. Lo sok kuasa, gue woles aja. Lo bertingkah, sekalian lo bakalan gue tinggal aja. Ia tahu sedari ia masuk ke dalam ruangan tadi, abang bossnya terus meliriknya berulang kali. Tapi Vanilla selow ae. Dia tidak mau lagi baper dan perasaan dicintai. Jatuh-jatuhnya nanti sakit hati lagi. Rugi! Vanilla juga tahu kalau Mbak Tasya terus memperhatikan interaksi mereka yang walau pun tetap saling berkomunikasi teta