Dengan langkah tersaruk-saruk, Vanilla mengikuti langkah kaki orang yang menyelamatkannya. Vanilla sedikit heran karena penolongnya ini bersikap seolah-olah ia sudah sangat mengenal setiap sudut rumah Aliya. Buktinya ia tahu mengenai pintu samping bahkan jalan setapak menuju taman belakang rumah sahabatnya itu. Vanilla nyaris terjungkal saat kakinya secara tidak sengaja tersandung akar sebuah pohon besar yang luput dari perhatiannya. la juga agak kesusahan berjalan karena bantalan di perutnya semakin lama semakin kendor saja ikatannya. Dengan tidak sabar ia mengangkat roknya dari bawah dan membuka ikatan bantalan hamil tujuh bulan itu dari perutnya. Vanilla mengerutkan dahinya saat penolongnya ini menyumpah-nyumpah melihatnya mengangkat rok tinggi-tinggi.
"Kamu itu otaknya kenapa tidak dipasang dulu sebelum bertindak, hah? Ke mana rasa malu kamu saat menaikkan rok kamu tinggi-tinggi seperti itu padahal ada seorang laki-laki tepat berada di sampingmu, hah?" Suara bentakan penolongnya membuat kupingnya pengeng seketika. Ahelah ini orang galak amat ya?
"Eh Bapak, Abang, Aak atau pun Mas. Anda tahu tidak kalau lelarian sambil membawa-bawa buntelan segede gambreng ini ribet urusannya tahu? Lagian kalau Anda risih, ya sudah nggak usah dipandangin juga kali. Begitu aja repot!" Sembur Vanilla kesal.
"Kamu ini kalau di kasih tahu, menyahut terus. Kapan kamu bisa menghargai nasehat orang yang jauh lebih tua dari kamu?" Kali ini penolongnya yang gantian menyembur. Ia baru saja ingin kembali menyahuti kata-kata penolongnya, saat pandang matanya tertumbuk pada Pandan Wangi. Sahabatnya ia tampak sedang sibuk membakar dahan dan daun-daun kering di belakang rumah Aliya. Astaga, ternyata teriakan kebakaran heboh yang membuat para tamu tunggang langgang tadi adalah ulah Pandan Wangi. Sahabatnya itu sengaja membakar sampah dan berupaya menciptakan kekacauan dengan asumsi kebakaran. Pandan Wangi ini memang panjang akal seperti ayahnya. Luar biasa!
"Eh Abang sudah berhasil menyelamatkan Illa? Terima kasih banyak ya, Bang Altan? Ternyata kepiawaian Abang yang tersohor sebagai spesialis penggagal pernikahan belum berkurang sedikit pun kedigjayaannya. Waktu dan usia bukan ternyata bukan halangan. Hebat! Sekarang tolong Abang bawa kabur si Illa dari sini sebelum Om Bumi dan orang-orang lainnya berhasil menemukan Illa. Illa pasti akan dijadikan campuran bahan perkedel jagung kalau ayah dan bundanya sampai tahu soal kejadian ini. Tolong banget ya, Bang? Oh iya, CCTV yang ada di taman belakang ini juga sudah di nonaktifkan oleh Aliya. Jadi Abang tidak usah khawatir. Tidak akan ada orang yang tahu kalau Abang telah membantu Illa kabur. Tolong jagain Illa sebentar sebelum saya jemput nanti di apartemen ya, Bang?" Lanjut Pandan lagi.
Penolongnya tak lain dan tak bukan adalah si om setan ini ternyata! Astaga, hutang budi pada Aliya lunas, tapi nambah satu hutang budi lagi pada Altan. Sia-sia saja pengorbanannya kali ini. Hutangnya tetap ada. Hanya saja berganti orangnya.
Ia melihat Altan mengangguk cepat pada Pandan. Selanjutnya Altan menarik tangannya agar berjalan lebih cepat melintasi jalan setapak dan membuka pintu taman belakang. Mobil Altan telah terparkir manis di sana.
"Cepat masuk sebelum ada orang lain yang menemukan kita." Tanpa perlu disuruh dua kali Vanilla segera masuk ke dalam mobil. Melalui ekor matanya ia melihat Altan membuka topi dan juga kaca mata hitamnya. Menyusul ia membuka jaket kulit hitamnya. Kini Altan hanya menyisakan kaus putih body fit yang mencetak lekuk liku dada dan lengan kekarnya.
"Om... "
"Apa?"
"Kok nggak sekalian sih aja sih, Om?"
"Sekalian apa?"
"Sekalian buka kaus putihnya. Nanggung banget kalau cuma buka jaket doang. Mata saya sudah nggak sabar pengen ngeliat kotak-kotak di perut dan dada, Om." Altan ternganga. Bocah ini mesum gila!
"Kamu ini memang perwujudan nyata dari bunda kamu setelah dua puluh dua tahun berjalan ya? Omes banget sih kamu! Kecil-kecil pikiran kamu itu ternyata udah mesum akut aja." Altan menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia speechless melihat keberanian Vanilla yang terang-terangan ingin melihat tubuh machonya. Kalau saja Om Heru tahu kelakuan putrinya yang mesumnya 11 12 dengan bundanya, bisa kena stroke mendadak si Om.
"Ck! Saya kan cuma nanya. Kalau dikasih kesempatan ngeliat ataupun ngelus-ngelus dikit ya, terima kasih. Dan kalau pun tidak boleh, juga tidak apa-apa. Masih banyak roti sobek-roti sobek laki-laki lain yang bisa saya pan--" Illa menghentikan kata-katanya saat melihat Altan ternyata benar-benar membuka kaos putihnya. Ia melongo. Tantangannya dijawab langsung oleh si Om. Bagaimana ini? Ya sutralah. Lo jual gue beli. Lo buka, gue elus. Lo ngedesah, gue lari. Gampang kan? Sekalian ini adalah shock therapy untuk mencoba traumanya yang takut akan kedekatan dengan laki-laki. Siapa tahu kalau traumanya itu sudah sembuh sekarang?
"Nih, sudah saya buka? Habis saya buka kamu mau ngapain?" Tantang Altan seraya menatap wajah imut ini dalam-dalam. Umur boleh baru awal dua puluhan. Tapi mesumnya itu yang tidak tahan. Sifat Vanilla ini memang seratus persen menuruni genetika bundanya.
"Ya mau dielus-elus dong. Apalagi coba?" Saat mengatakan kalimat itu, Vanilla benar-benar mengelus-elus dada kekar Altan dengan santai. Ia membuat pola-pola abstrak di sana. Melingkar, naik turun dan menekan-nekan keliatan dan kekenyalan dada Altan dengan penuh rasa ingin tahu.
Eh traumanya benar-benar sudah sembuh ternyata. Dia sudah tidak takut lagi berdekatan dengan laki-laki! Hore!
"Shi*!" Altan memaki pelan. Apalagi saat Vanilla dengan tangan gemetar meraba-raba perut roti sobeknya. Altan seakan-akan merasa ribuan kupu-kupu menyerbu dan menggelitiki perutnya. Ada getaran lembut dan hangat yang berkumpul di sana. Altan baper! Baiklah lo jual gue beli. Lo elus, gue cium deh! Altan mendadak mencondongkan tubuhnya ke depan dan memeluk erat Vanilla. Ia mendekap erat tubuh Vanilla pada dada telanjangnya dan menyumpah-nyumpah dalam hati saat sesuatu terbangun dari tidur panjangnya. Ia bergairah setengah mati sodara-sodara. Pertanda apakah ini? Apakah ia horny dengan bocah nakal ini?
Sementara Vanilla yang sebenarnya sangat trauma dengan kedekatan fisik yang pernah dipaksakan padanya bertahun-tahun lalu, kembali merasakan dejavu. Ia seakan-akan kembali terlembar ke masa lalu. Di gudang belakang sekolah yang sudah lama tidak terpakai. Ia masih berseragam putih biru kala itu. Seseorang menutup kedua matanya dari belakang serta memaksa menciumnya. Ia juga merasakan ada tangan-tangan yang meraba-raba bagian tubuhnya yang tidak pernah disentuh oleh orang lain. Ia yakin pelakunya itu pasti lebih dari satu orang. Sentuhan mereka semua menyakiti dan mempermalukannya. Deru napas mereka yang menyapu-nyapu wajahnya menakutinya. Bagaimana pun ia hanyalah seorang anak SMP yang tidak tahu apa-apa soal sentuhan fisik dan keintiman antara laki-laki dan perempuan. Satu hal yang pasti, ia tahu kalau dirinya sedang dalam bahaya. Dan sekarang, peristiwa itu seakan-akan terjadi lagi padanya. Dan sama seperti waktu itu, ia tidak berdaya. Ia ketakutan dan melawan sekuat tenaga. Tidak peduli caranya seperti apa. Yang penting ia tidak akan menyerah. Ia menjerit dan memukul sebisanya.
Teriakan histeris dan pukulan-pukulan sembarang Vanilla menyadarkan Altan. Dengan cepat ia melepaskan dekapannya. Vanilla kembali membuat gerakan khas apabila ia sedang ketakutan. Menenggelamkan kepala ke pangkuan seraya menutupi kepalanya dengan kedua lengan. Vanilla terus berteriak-teriak mengatakan pergi dan jangan berulang-ulang kali dalam posisi duduk di dalam mobil. Berupaya menyembunyikan wajah di antara kedua kakinya. Damn it! Peristiwa apa yang sebenarnya telah terjadi pada gadis ini. Bagaimana kedua orang tuanya bisa tidak mengetahuinya? Karena sepengetahuannya trauma seperti ini harus diterapi dan konseling berulang-ulang kali dengan para ahli sampai trauma itu bisa diatasi. Kalau tidak, ya akan seperti inilah akibatnya. Mimpi buruk yang akan selalu hadir tiba-tiba dan berulang setiap menemukan sedikit pemicu saja.
"Vanilla,"
"Pergi! Pergi !" Vanilla menjerit histeris seraya komat-kamit menceracau tidak jelas. Baru saja Altan ingin membujuknya, pandangannya tertumbuk pada SATPAM rumah Aliya dan beberapa orang lelaki bertubuh tegap yang keluar dari pintu belakang. Dengan segera ia melarikan mobilnya sekencang mungkin masih dalam keadaan bertelanjang dada. Dalam hati ia berdoa, semoga saja ia tidak terkena razia. Demi apa coba kalau ia ditangkap polisi dalam acara 86. Dalam keadaaan tidak berbusana lengkap pula. Bisa viral mendadak minimal seIndonesia raya bukan? Manusia paling tampan setata surya dan seruang angkasa dirazia dalam keadaan separuh naked, pasti akan menjadi tajuk utama di semua media massa. Bah! Bikin malu saja. Mau ditaruh di mana wajah tampan bersertifikat dan berSNInya ini bukan?
========================
"Kamu sebenarnya kenapa, La? Kamu pernah mengalami pelecehan? Ayo ceritakan sama saya. Siapa tahu saya bisa membantu." Tanya Altan hati-hati pada Vanilla yang hanya duduk diam di sofa. Sudah setengah jam Vanilla hanya duduk diam di sana. Hening lagi. Altan menarik napas panjang. Vanilla tidak mau menceritakan apapun padanya. Sepertinya ia harus sedikit memancingnya.
"Percayalah, bahwa segala sesuatu yang kamu hadapi ini bukanlah persoalan yang sebenarnya harus kamu hadapi sendirian. Jutaan orang di luar sana mungkin memiliki persoalan yang sama seperti kamu. Bedanya mungkin mereka terbuka pada keluarga atau konseling dengan para ahli yang kompeten di bidangnya." Altan melihat Vanilla masih tetap bungkam. Ia hanya menggesek-gesekkan kakinya di atas karpet lembut ruang tamu. Kedua tangannya saling terjalin di pangkuan. Ekspresi wajahnya terlihat seperti campuran antara sedih dan juga gelisah. Pandangannya tidak fokus lagi pada satu objek. Vanilla terlihat resah. Sungguh resah.
"Saya tidak apa-apa kok, Om. Saya tadi hanya--"
"Akting? Latihan drama? Basi banget alasan kamu, La. Tapi baiklah, saya juga sudah lama sekali tidak latihan drama. Terakhir saya ikut latihan drama ya saat saya SMA dan kamu SD ya waktu itu? Yang kamu berakting jadi keponakan saya saat acara Pentas Seni Siswa di sekolah dulu. Dan akhirnya sampai sekarang kamu malah keterusan memanggil saya Om, padahal usia kita hanya berjarak 8 tahun. Ayo kita latihan lagi. Kali ini kita berakting sebagai sepasang suami istri yang sedang kepingin main kuda-kudaan ya? Ayo sini, sayang? Rawrrrr..." Altan membuat gerakan seakan-akan ingin menerkam Vanilla." Vanilla kaget. Ia segera berlari menjauhi Altan. Ia bahkan menabrak pajangan keramik di sudut ruangan saking terburu-burunya menghindar.
"See? Kamu trauma tapi kamu masih saja ngeles kanan kiri. Ayo, La. Katakan pada saya. Ada apa sebenarnya? Jangan takut. Kamu pasti sudah memendam masalah ini sekian lama. Sekarang saatnya bagi kamu untuk membagi separuh bebanmu ke punggung saya." Altan membantu Vanilla berdiri berdiri dan menatap dalam kedua matanya. Berusaha meyakinkan Vanilla akan kesungguhannya.
"Tidak bisa." Keluh Vanilla lesu dengan raut wajah putus asa.
"Kenapa tidak bisa?" Tanya Altan penasaran.
"Nanti Om akan jijik kepada sa--saya." Guman Vanilla dengan suara tertahan. Ekspresi wajahnya tampak tersiksa.
"Kamu belum lagi bercerita, tetapi mengapa kamu seakan-akan sudah tahu reaksi saya?"
"Karena saya sendiri juga begitu. Saya jijik setengah mati pada diri saya sendiri. Apalagi orang lain kan?" Bisik Vanilla lirih.
"Belum tentu. Kamu belum tahu saja siapa saya yang sebenarnya. Sebagai salam pembuka saya akan katakan, saya tidak peduli apakah seorang wanita itu masih perawan atau kah seorang janda beranak enam kalau saya sudah benar-benar menyukainya. Segala sesuatu yang berbentuk fisik adalah urutan nomor 18 dalam hidup saya. Karena bagi saya, ini." Altan menunjuk hatinya. "Dan ini," Altan menunjuk kepalanya. " Adalah di atas segala-galanya."
"Sore itu ada kegiatan ekskul basket di sekolah. Seperti biasa saya sangat gembira, karena bermain bola basket adalah olah raga kegemaran saya. Karena club anak basket itu banyak sekali peminatnya, kami bermain bergantian. Saya merasa tidak puas karena cuma bisa bermain sebentar. Akhirnya saya memutuskan untuk menunggu hingga jam ekskul anak-anak berakhir." Untuk pertama kalinya Vanilla mau membagi rahasia kelamnya."Setelah anak-anak basket pulang semua, saya latihan sendiri. Pandan tidak mau ikut karena takut pulang kesorean dan Aliya ingin cepat pulang karena kurang enak badan. Singkat cerita saya lupa waktu dan tahu-tahu saja langit sudah mulai gelap.Pak Ipul, penjaga sekolah kita memperingatkan agar saya segera pulang karena hari sudah sore. Saya baru sadar kalau hari sudah mulai gelap. Saya takut juga, karena hari itu saya akan pulang sendiri. Supir kami izin tidak masuk karena istrinya melahirkan."Vanilla yang
Vanilla gelisah. Hatinya tidak tenang saat ia melihat sekelebat bayangan Bumi masuk ke dalam ruangan Altan. Ia tahu perusahaan Altan memiliki dua proyek baru dengan perusahaan ayahnya. Karena Bumi juga menanamkan saham fifty-fifty pada salah satu perusahaan ayahnya, maka otomatis Bumi juga memiliki hak yang sama dengan ayahnya. Dan sepertinya project ayahnya kali ini akan di follow up oleh Bumi. Makanya ia tidak heran mendapati Bumi wara wiri di kantor ini.Sedari kecil ia cinta sudah mati pada Bumi. Di mana ada Bumi, maka ke situ lah ia akan mendekat. Ia juga tidak segan-segan memperlihatkan perasaannya secara terang-terangan pada Bumi. Semua orang tahu kalau ia selalu berupaya mencari cara agar ia bisa berdekatan lelaki pujaannya itu. Bumi kadang sampai risih karena selalu diekori olehnya.Tetapi sejak kejadian batalnya pernikahan Bumi dengan Aliya akibat ulahnya, Ia jadi merasa ketakutan sendiri. Ia merasa sangat berdosa. Bumi telah
Vanilla membuatkan kopi untuk Altan seraya mengabsen semua nama-nama satwa. Dimulai dari yang berkaki dua, berkaki empat sampai dengan yang berkaki seribu. Ia heran melihat tingkah si boss setan ini. Kok ada ya manusia yang hobbynya nyolotin orang terus? Apapun yang ia lakukan selalu saja salah di matanya. Besok-besok ia akan pindah saja ke bokongnya, agar Altan tidak bisa memandangnya sekalian. Leher Altan pasti akan sengkleh kalau ia terus saja memaksakan diri untuk memandangnya yang berada tepat di bokongnya. Asik ngegereundeng sendiri, ia sampai tidak menyadari kehadiran seseorang tepat di belakangnya."Kamu ini cuma disuruh membuat kopi baru saja sebegitu tidak ikhlasnya. Tidak baik terlalu perhitungan terhadap sesama. Menurut almarhum kakek saya kalau semasa hidup kita suka hitung-hitungan dalam mengerjakan sesuatu, nanti pada saat meninggal, kita akan disuruh menghitung bulu kucing. Paham kamu?"Eh dia lagi, dia lagi yang nongol! 
Hingar bingar suara musik EDM menggema di salah satu sudut club papan atas ibukota. Vanilla, Pandan Wangi dan Aliya asik menari mengikuti alunan lagu anytime yang dinyanyikan apik oleh Don Diablo. Hari ini Pandan mendandani mereka semua dengan style ala ala artis Korea. Pandan mencatok rambut ikal Aliya menjadi lurus dan mengikatnya menjadi satu ke belakang. Tubuh kutilang alias kurus tinggi langsing Aliya dibalut mini dress abu-abu bertali spaghetti yang seksi abis.Pandan mendandani Vanilla dengan mencepol tinggi rambut ikalnya membentuk bun longgar yang seksi. Beberapa helai anak-anak rambut yang sengaja dikeluarkan dari bun, terlihat jatuh membingkai wajah manisnya. Pandan melingkapi make up cetar Vanilla dengan outfit jumpsuit putih berbahan tule sepaha. Penampilannya seksi dan dewasa.Sementara Pandan sendiri hanya mengurai rambut panjang ikalnya yang menjuntai indah hingga ke punggung. Untuk out fit, ia mengenakan crop tan
"Kalian semua berdiri yang tegak! Janganmencong-mencongbegitu. Lencang kanan,graak!"Vanilla yang berdiri paling ujung segera meluruskan lengannya ke samping bahu kanan Pandan. Pandan melanjutkan dengan meluruskan lengan pada bahu Aliya. Merapikan barisan mengikuti aba-aba Om Axel. Omnya Vanilla. Om Axel adalah om mafia yang sangat ditakuti oleh sahabatnya itu melebihi kedua orang tuanya sendiri. Jelas saja. Om Axel ini adalah sebenar-benarnya mafia. Bukan mafia kaleng-kaleng."Tegak,graak!"Vanilla dan Pandan segera menurunkan lengan secara serentak. Mengikuti aba-aba Om Axel."Siap,graak!"Vanilla, Pandan dan Aliya meluruskan kedua lengan di sisi tubuh masing-masing dengan tangan terkepal dan jempol di depan. Pandangan mereka lurus ke depan dengan sikap tubuh tegak."Istirahat di tempat,graak!"Vanilla, Pandan dan Aliya memindahkan kaki kiri ke samping seleb
Minggu pagi yang rusuh. Altan yang ketiduran di sofa ruang tamu terbangun saat mendengar suara ribut-ribut. Ada suara-suara bernada tinggi dan orang-orang yang berbicara dalam waktu yang bersamaan. Ada apa ini? Altan menggerak-gerakkan tubuhnya sebentar. Melakukan beberapa teknik-teknik peregangan sebelum bangkit dari sofa. Tubuhnya terasa pegal-pegal. Tidak heran mengingat semalaman tubuh besarnya dipaksa meringkuk di sofa yang sempit, dan gerakan yang sangat terbatas. Om Axel kembali mengusirnya pulang semalam. Hanya saja ia bertahan dan akhirnya malah jatuh tertidur di sofa.Perlahan ia duduk dan menajamkan pendengaran. Sepertinya ia mendengar suara Putra Lautan dan Abizar. Ia meringis sejenak ketika merasa kaki kanannya kesemutan. Jadi para kakak telah datang menjemput adiknya? Sebentar lagi suasana pasti akan seru."Lain kali kalau kamu berulah lagi, Abang akan memberitahukan semua kelakuan nakalmu ini pada ayah dan ibu. Abang penasaran
"Karena kamu telah melanggar peraturan yang telah kita sepakati bersama, berarti ada konsekuensi yang harus kamu terima." Vanilla menahan napas selama ayahnya berbicara. Kemarin saat ia pingsan di rumah Om Axel, kakaknya telah menceritakan semuanya pada kedua orang tuanya. Saat itu juga kedua orang tua meyambangi kediaman Om Axel. Ia diinapkan selama tiga hari di rumah sakit. Dan di hari ke lima ini, saat kedua orang tuanya menganggapnya sudah pulih seperti sedia kala, ia mulai di sidang."Mulai hari ini ayah akan menarik semua fasilitasmu. Yang pertama, mobilmu akan ayah tarik sampai batas waktu yang belum ditentukan. Begitu juga dengan uang sakumu. Ayah akan menghentikannya sampai batas waktu yang belum ditentukan juga." Terang ayahnya tegas. Vanilla menahan napas. Ayahnya akan memutus uang saku? Jadi dengan apa ia bertahan hidup?"Kalau ayah menyetop uang saku Illa, jadi Illa hidup pakai apa, Yah?" Protes Vanilla bingung. Masa iya, dia ha
Vanilla memalingkan wajah saat suara bariton Altan memasuki gendang telinganya. Ini manusia memang seperti setan. Munculnya selalu tidak terduga dan sekonyong-konyong saja ada. Tetapi ketika pandangannya tertumbuk pada Mang Pardi yang ada di belakang Altan, Vanilla menarik napas panjang. Pantas saja si setan ini bisa muncul tiba-tiba, ternyata Mang Pardi, sang Satpam yang membukakan gerbang untuknya. Air muka Altan sangat tidak enak dipandang. Ia seperti memendam sesuatu yang ingin ia muntahkan. Ini manusia sebiji, minumnya di mana mabuknya di mana juga. Aneh! Lihatlah, bahkan tanpa dipersilahkan pun ia main nyelonong saja masuk ke rumah orang. Langsung duduk lagi. Perasaan seperti berada dirumah sendiri saja.Altan membawa bungkusan styrfoam yang sepertinya berisi makanan. Ia meletakkan bungkusan-bungkusan itu di atas meja kaca. Selanjutnya ia duduk santai di sampingnya dengan tangan bersedekap. Memandangi dirinya dan Bumi secara bergantian. Tingkahnya se
"Eh bangkotan borju, lo kok lemot beut sih kayak keong? Lamar dong itu si Vanilla? Lo nggak takut apa ntar si Illa ditikung balik sama Bumi?" Tria menyenggol lengan Altan yang baru menyuapkan bakso. Karena senggolan Tria, alhasilbakso Altan mencelat dan kuah baksonya terciprat ke hidungnya sendiri. Altan menyumpah-nyumpah.Hari ini mereka bisa berkumpul bertiga karena Tria mempunyai waktu luang. Mertua dan adik iparnya yang baru tiba di tanah air menginap di rumahnya. Mereka semua kangen pada empat orang buah hati Tria dan Akbar. Makanya Tria jejingrakan kegirangan karena tugas wajibnya ada yang menggantikan sementara. Tanpa perlu menunggu lama, ia segera menghubungi dua sahabat oroknya. Dan akhirnya di sinilah mereka berada. Di warung bakso Bang Doel, tempat nongkrong favorit mereka sepanjang masa."Eh preman pasar, lo liat-liat dong kalo mau nyenggol. Nih liat, bakso gue sampai ngegelinding ke mana-man
"Hallo, anak baru. Muka lo kok ketet banget sih kayak kolor baru. Kenalin, nama gue Vanilla. Panggil aja Illa. Nama lo siapa?" Sapa seorang gadis manis dengan nama Vanilla Putri Mahameru di seragam putih birunya. Ia tertegun sejenak memandang wajah manis dengan tatapan mata jahil yang sedang mengulurkan tangannya ramah. Ia memang baru seminggu mengganti seragam merah putihnya dengan warna putih biru. Apalagi ia memang murid baru pindahan dari sekolah lain. Sudah pasti ia tidak mempunyai teman di lingkungan baru ini. Ia balas tersenyum ramah dan menjabat tangan si teman baru. "Gue Aliya Sanjaya. Panggil aja Liya. Lo temen baru pertama gue di sekolah ini. Salam kenal ya?"Pucuk dicinta ulam pun tiba. Semesta telah mempertemukannya dengan musuhnya tanpa ia perlu bersusah payah lagi mencari-cari. Saat ia membaca nama lengkap gadis cantik yang mengajaknya bersalaman ini, ia langsung menandainya.
Drttt... drttt... drttt...Aliya meninggalkan ruangan tempat Vanilla disekap saat merasakan ponselnya bergetar. Samar-samar ia masih bisa mendengar suara Vanilla yang tengah memaki-maki Om Gilang. Vanilla ini memang jelmaan Tante Lily. Sama sekali tidak ada takut-takutnya walaupun nyawanya sudah diujung tanduk. Sedikit banyak kata-kata Vanilla tadi menyadarkannya. Ayahnya dan Om Gilang mempunyai jabatan yang sama di perusahaan Om Heru. Otomatis kemampuan keduanya pasti tidak jauh berbeda bukan? Tapi kenapa ayahnya bisa menjadi gila sementara Om Gilang sukses jaya? Mengapa Om Gilang tidak mengulurkan tangan dan membantu ayahnya bangkit lagi? Kalau memang Om Gilang sebenci itu kepada keluarga Mahameru, mengapa ratusan gambar Tante Lily bertebaran di dinding kamar Om Gilang?Ia tidak buta. Semua photo-photo itu seakan merefleksikan kehidupan Tante Lily dari waktu ke waktu. Photo itu dimulai saat si tante sedang hamil besar dan berjualan di sebu
"Mas, biar Abizar, Altan dan para polisi aja yang mencari Vanilla. Mas nunggu kabarnya di rumah aja ya, Mas?" Lily berusaha menahan tangan suaminya saat melihat Heru menyelipkan sebuah pistol jenis colt di pinggangnya. Suaminya sedang bersiap-siap mengikuti Galih beserta para anak buahnya yang bergerak untuk mencari putri mereka. Bukan apa-apa, setelah menikah dengannya, Heru yang dulunya adalah seorang laki-laki kejam dan berangasan telah berubah menjadi seorang family man. Padahal siapa dulu yang tidak mengenal keganasannya? Ring demi ring boxing telah ia susuri semua. Suaminya bahkan berhasil menaklukkan para petarung-petarung hebat yang telah dipersiapkan kakaknya dulu, barulah suaminya ini bisa memilikinya. Dingin dan sadis adalah julukannya. Tetapi tingkah brangasan dan nekadannya itu telah ia buang jauh-jauh setelah Abizar dan Vanilla lahir. Suaminya berubah menjadi lebih religius dan mendalami agama sesudah menjadi seorang ayah. Suaminya mengatakan
Vanilla bermimpi. Ia merasa sedang mengikuti acara perpisahan dengan teman-teman sekolahnya dulu. Mereka sekelas bergembira ria di pantai. Ia yang kala itu ingin menjajal kemampuan berenangnya, mencoba berenang hingga jauh ke tengah pantai. Pandan Wangi dan Aliya sudah memperingatkannya agar tidak terlalu jauh berenang. Mereka takut kalau ia terbawa arus. Tetapi beningnya air pantai dengan ombak kecil yang bersahabat begitu menggodanya. Ia nekad berenang sendiri sampai jauh. Saat ia sampai di pertengahan pantai yang cukup dalam, masalah pun datang. Ia merasa kalau kakinya kram. Ia panik dan berusaha meminta pertolongan. Namun jeritannya tidak ada yang mendengar karena posisinya yang sudah terlalu jauh dari bibir pantai. Ia akhirnya pasrah dan hanya bisa menggapai-gapai air. Berjuang untuk bisa tetap bernapas. Sampai suatu ketika seseorang meraih tubuhnya dan membawanya keluar dari pantai. Dinginnya air dan kakinya yang membuat perasaannya tidak karuan. Satu hal yang ia rasakan
Altan terbangun tepat pada pukul enam pagi. Ia meringis saat merasakan tubuhnya sedikit kram dan pegal-pegal. Tidur di kursi panjang ruang tunggu rumah sakit, tentu saja bukanlah pilihan yang nyaman. Tetapi anehnya, ia malah merasa puas sekali. Ia seolah-olah bisa ikut merasakan sakit seperti Vanilla di dalam sana. Ia memang sengaja memilih tidur di kursi panjang yang berhadapan langsung dengan ruangan Vanilla. Ia menjaga pacarnya tanpa meminta simpati atau pun empati. Ia menjaganya murni karena ia sayang dan peduli. Bukan karena mengharapkan simpati orang lain.Untung saja kedua sahabat oroknya tidak tahu kelakuannya ini. Kalau saja mereka tahu, sudah bisa dipastikan mereka berdua akan mensahkan dirinya sebagai member bucin teranyar tahun ini. Namanya pasti akan trending sebagai bucin termuda tahun ini. Reputasinya sebagai laki-laki paling cool seruang angkasa dan tata surya akan tinggal kenangan saja. Ia bangkit perlahan seraya melakukan beberapa gerakan peregangan. Ia
Vanilla merasa ada yang aneh saat ia membuka matanya. Dinding kamarnya yang biasanya berwarna krem dengan tirai berwarna merah marun, mendadak berubah menjadi berwarna putih semua. Sejenak ia kehilangan orientasi. Ketika secara tidak sengaja ia ingin bangkit dari tidurnya, ia meringis kesakitan. Tangan kirinya sudah dipasangi jarum infus rupanya. Ia kembali menjatuhkan kepalanya ke atas bantal. Berusaha merangkai-rangkai kejadian demi kejadian yang berseliweran di benaknya. Pertengkaran dengan abang bossnya, naik gojek, hujan, kedinginan dan ia tidak bisa mengingat sisa kejadiannya lagi. Pasti ia kehilangan kesadaran hingga akhirnya ia dibawa ke rumah sakit ini. Ya, ia yakin kalau ruangan ini rumah sakit saat melihat infus di tangannya. Di saat ia sedang terus berusaha menggali ingatan yang tercecer, pintu ruangannya terbuka. Menghadirkan sosok cantik bundanya yang membawa beberapa wadah styrofoam dalam satu plastik besar."Udah bangun, La? Gimana perasaan kamu,
"Eh brondong borju, lo ngapain di sini? Mau sunat dua kali atau lo lagi nganterin pacar lo aborsi?" Altan yang sedang duduk bengong di ruang tunggu rumah sakit, kaget saat kepalanya digeplak begitu saja oleh seseorang.Naratria Dewangga. Si preman pasar dan putra sulungnya Azkanio Akbar Dewangga."Eh preman pasar, lo emang kagak ada sopan-sopannya jadi manusia. Jangan suka ngegetok kepala orang sembarangan. Kata bokap gue bisa bodoh ntar." Altan gantian menoyor kening Tria dengan jari telunjuknya. Rasain. Jahil banget ini emak-emak sebiji!"Halah, lo emang udah bodoh dari sononya. Buktinya lo bertahun-tahun suka sama itu bocah gila eh Illa, tapi lo pendem-pendem terus. Kagak berani lo omongin. Itu cuma contoh kecil ya? Kalo mau gue bahas semua kebodohan hakiki lo, bisa seminggu kita ngejogrok di mari kagak kelar-kelar."Ini mulut si preman pasar ya, pengen banget gue iket pake tali rafia.
Pukul tiga lewat lima belas menit. Vanilla dengan sopan memberitahu abang bossnya kalau mereka harus segera berangkat ke kantor Kreasi Mandiri Tbk, kalau mereka tidak ingin terlambat meeting. Vanilla yang tadi telah mendapat sedikit pencerahan dari Winda berusaha menjaga sikap profesionalitasnya selama berinteraksi dengan atasannya. Ia menghindari kontak mata dan membicarakan hal-hal yang tidak penting dengan abang bossnya.Ia sekarang berprinsip, bagaimana abang bossnya bersikap terhadap dirinya, maka seperti itu jualah ia akan bersikap. Lo jual gue beli. Lo sok kuasa, gue woles aja. Lo bertingkah, sekalian lo bakalan gue tinggal aja. Ia tahu sedari ia masuk ke dalam ruangan tadi, abang bossnya terus meliriknya berulang kali. Tapi Vanilla selow ae. Dia tidak mau lagi baper dan perasaan dicintai. Jatuh-jatuhnya nanti sakit hati lagi. Rugi! Vanilla juga tahu kalau Mbak Tasya terus memperhatikan interaksi mereka yang walau pun tetap saling berkomunikasi teta