Hari pertama magang. Vanilla terduduk lesu di atas ranjang. Ia terbangun tepat pada pukul enam pagi. Ketika teringat bahwa mulai hari ini dan seterusnya ia akan selalu bertemu muka dan menghirup udara yang sama dengan Altan, semangat paginya lenyap. Vanilla meregangkan tubuhnya ke kiri dan ke kanan. Mencoba membuang sisa-sisa kantuk dan mengucapkan selamat berpisah sementara pada bantal dan gulingnya.
Vanilla mematikan pendingin udara. Memulai ritual paginya dengan gerakan-gerakan senam sederhana di lantai kamarnya yang luas. Mencoba membuang sisa-sisa kantuknya dengan stretching sederhana. Bundanya mengatakan bahwa orang yang malas bangun pagi, biasanya itu dikarenakan mindset sendiri. Di pikiran kita telah terbentuk opini bahwa tidur lagi itu enak sekali. Makanya kita jadi malas bangun. Coba kita paksakan membuka mata dan melakukan beberapa gerakan sederhana. Entah itu senam atau hanya sekedar naik turun tangga. Pasti kantuk akan pergi jauh seketika. Lakukan kebiasaan itu selama dua minggu penuh. Yakinlah setelah itu kita tidak akan malas lagi untuk bangun pagi.
Setelah merasa bugar dan lumayan berkeringat, Vanilla meraih handuk dan menyeka peluh. Mengangin-anginkan tubuh lembabnya sebentar sambil memilih-milih pakaian. Nah ini adalah salah satu kebiasaan buruknya. Berdiri bengong di depan lemari yang terbuka dan mengeluh bahwa ia tidak punya pakaian untuk dikenakan. Padahal tumpukan pakaiannya menggunung, bahkan ada beberapa yang belum dikeluarkan dari paper bag. Lagi-lagi masalahnya di mindset. Setelah setengah jam mengubek-ubek lemari, pilihannya jatuh pada rok pensil hitam dan atasan blouse berbahan chiffon menerawang. Ia berencana untuk membuat Altan naik darah pagi-pagi. Kalau bisa biar terkena stroke saja sekalian.
Setelah memilih seragam tempurnya dengan seksama, Vanilla menyambar handuk dan membersihkan diri. Dua puluh menit kemudian ia telah selesai mandi dan melanjutkan ritual lain lagi, yaitu make up cetar membahana. Namanya juga wanita. Cantik adalah nama tengah mereka bukan? Vanilla melengkapi penampilan seksinya dengan menyandang tas herme* croco kesayangannya. Tas itu hadiah dari bundanya saat ia merayakan ulang tahun yang kedua puluh satu, tahun lalu. Setelah mengecek penampilannya sekali lagi, Vanilla bergegas turun ke dapur untuk sarapan pagi. Sebelum berseteru dengan Altan, tentu saja ia memerlukan asupan energi maksimal. Oleh karena itulah ia berniat sarapan dua kali lebih banyak dari biasanya, agar kuat saat saling debat kusir nantinya.
Baru saja meraih handle pintu, ponsel di tasnya bergetar. Vanilla mengerutkan dahi saat melihat nama Aliya di layar ponsel. Aliya adalah sahabatnya selain Pandan Wangi. Tumben si centil ini sudah meneleponnya pagi-pagi.
"Ha--"
"Huaaaa... hiks... hiks... hiks..."
Vanilla kaget saat sapaannya dibalas dengan tangisan histeris Aliya. Ada apa sih ini sebenarnya?
"Eh kue cucur. Lo kenapa pagi-pagi udah geugerungan? Lo dipaksa kawin atau tetiba baru tau kalo lo terkena penyakit mematikan?"
"Nah, itu lo tahu! Lo udah dapet bisikan ya kalo gue mau dikawinin sama babe gue ya, La? Lo jahara amat sih kagak bilang-bilang sama gue? Huaaa...
Vanilla menjauhkan ponsel dari telinga saat Aliya menggas tangisnya pada level tertinggi. Telinganya pengeng mendengar suara tangisan histeril si centil ini. Ia sama sekali tidak menyangka kalau candaan asal bunyinya tadi ternyata benar-benar terjadi.
"Eh roti buaya, itu gue cuma asal njeplak doang. Mana gue tahu kalo lo bakalan dikawinin sama babe lo. Lo pikir gue muridnya Ki Joko Bodo. Sumpah!" Vanilla mengangkat tangannya dan membuat kode peace. Ia lupa kalau Aliya tidak bisa melihat gerakannya.
"Gue kagak mau tahu. Pokoknya lo dan si Pandan harus membantu gue membatalkan pernikahan ini minggu depan. Terserah gimana caranya. Pokoknya harus batal aja. Gue masih pengen menikmati masa muda gue, La. Kalo pun gue nikah, ya harusnya sama kakak lo dong, si Abizar. Lo kudu bantuin gue minggu depan ya, La? Janji ya, La? Inget, lo masih punya satu utang budi sama gue."
Hutang budi karena kejadian sore itu!
"Iya... iya... ntar gue rembukan sama Pandan gimana caranya nolongin lo. Si Pandan kan biasanya panjang akal. Lo tenang aja." Vanilla berusaha menenangkan hati Aliya. Selain sebagai sahabat, Aliya adalah fans sejati Abizar, kakaknya. Sementara Abizar hanya mengganggap Aliya seperti adiknya sendiri. Tidak lebih. Vanilla terkadang kasihan melihat Aliya yang sepertinya tidak bisa menerima kenyataan.
Saat melanjutkan langkah ke meja makan, keluarga intinya sudah lengkap dan duduk manis di sana. Pada pagi hari seperti inilah biasanya mereka sekeluarga saling bercengkrama dan bercerita, sebelum memulai kegiatan masing-masing. Ada satu peraturan yang dibuat oleh kedua orang tuanya tentang adab di meja makan, yaitu tidak boleh memegang ponsel. Saat mereka sarapan pagi atau makan malam, ponsel harus dijauhkan. Dengan begitu mereka jadi berkonsentrasi bercengkrama tanpa terganggu oleh suara notifikasi ponsel.
"Selamat pagi keluargaku tercinta. Vanilla Putri Mahameru siap untuk memulai hari dengan penuh bersemangat." Sapa Vanilla heboh seraya mencium pipi ayah, kakak dan bundanya. Vanilla menarik kursi di samping bundanya sambil mengecek menu sarapan pagi. Menu pagi ini adalah nasi goreng, ayam goreng bumbu, telor ceplok serta irisan tomat dan timun. Lumayan berkalori. Tapi bagus juga untuk menambah tenaga. Bertengkar itukan memerlukan kalori yang tidak sedikit? Hehehe.
"Kamu memakai pakaian setipis ini ke kantor, Dek?" Celetuk kakaknya.
Satu, dua, tiga. Vanilla mulai berhitung dalam hati.
"Ganti pakaianmu, Nak. Ayah tidak suka kalau tubuh indahmu ini kamu umbar ke mana-mana. Jangan suka mendzolimi tubuh sendiri, Nak."
Kan... kan... kan... benar saja dugaannya. Ayahnya pasti akan menimpali kata-kata kakaknya.
"Ayah, Bang Izar. Blouse Illa ini lengan panjang lho. Bukan lengan kutung yang you can see my ketiak. Masa begini aja harus diganti sih?" Perhatian Vanilla kini beralih pada sang bunda. Meminta pembelaan. Pendapat sang bunda biasanya selalu objektif.
"Nda, Ayah dan Bang Izar kayaknya tidak mengerti soal fashion kekinian deh. Coba berikan sedikit pencerahan, Nda." Vanilla memperlihatkan wajah memelas pada bundanya. Dari sudut mata Vanilla melihat bundanya telah menyilangkan sendok dan garpu di atas piring. Ini adalah pertanda kalau bundanya akan menjadi sekutunya. Sekarang dua lawan dua. Lebih fair rasanya.
"Mas, Mas tahu nggak apa yang disebut dengan yang namanya fashion dalam industri garmen? Jika pada zaman dahulu orang hanya mengenakan kain sebagai fungsi untuk menutupi aurat, kini kain itu telah dimodifikasi oleh para pebisnis fashion menjadi lebih cantik, lebih indah dan lebih sedap di pandang mata. Mereka belajar dan berusaha keras untuk mewujudkan itu semua. Ada sekolahnya lho, Mas. Namanya fashion designer. Jadi jangan membuat para pelaku industri fashion menjadi seorang pendosa dengan kata-kata kalian berdua ini," terang bundanya lagi. Lihatlah cara bundanya menjelaskan sesuatu. Selalu objektif.
"Lily berkata seperti ini, bukan berarti Lily anti dengan pakaian tertutup ya, Mas? Tidak sama sekali. Mau terbuka ataupun tertutup, itu adalah hak azasi dan pilihan tiap-tiap individu. Lily juga suka kok melihat orang tampil rapi dan tertutup. Sopan dan indah dipandang mata... karena itulah pilihan cara berpakaian mereka. Mereka nyaman dengan style yang mereka pilih sendiri." Lanjut bundanya lagi. Ayah dan kakaknya saling berpandangan. Mereka tau kalau ulasan bundanya pasti akan panjang kali lebar.
"Begitu juga dengan yang berpakaian sedikit terbuka. Itu hak mereka. Kita hidup dalam dunia yang majemuk kan, Mas? Kalau tidak berlebihan dan melanggar norma kesusilan, biar sajalah, Mas. Lily muda juga begitu kok, Mas. Lily nyaman mengenakannya. Tapi lihat penampilan Lily sekarang? Lily sudah tampil sopan kan Mas? Karena apa? Karena Lily sudah nggak nyaman lagi untuk tampil buka-bukaan dan lebih nyaman tertutup begini. Lily memilih dengan penuh kesadaran untuk merubah penampilan Lily. Bagi Lily pakaian Illa itu masih sopan. Kecuali kalau dia memakai pakaian yang lebih banyak memperlihatkan dagingnya dari pada bahan pakaiannya. Nah kalau sudah begitu, baru akan Lily jadikan kurban pada saat lebaran haji tahun berikutnya." Pungkas Lily kalem.
"Jadi kalau cuma seperti ini, masih wajarlah, Mas. Biarkan ia menikmati masa remaja dan dewasa mudanya dengan wajar namun bertanggung jawab selama itu semua masih bisa ditolerir. Jangan memasung hak orang hanya karena kacamata kita berbeda, Mas. Percayalah suatu saat Illa juga akan berubah sesuai dengan usia dan pemikirannya. Biarkanlah ia berproses dan mendewasa sesuai dengan fase-fasenya. Semakin kita mengekang mereka dengan berlebihan, mereka justru akan melawan dengan cara yang berlebihan juga, Mas. Itu sih kalau menurut pendapat Lily."
Beginilah sistem mengeluarkan pendapat dalam keluarga mereka. Masing-masing orang boleh berbicara dan menyuarakan pendapatnya. Tetapi harus ada alasannya dan juga cara yang sopan dalam mengutarakannya.
"Begitu ya, Sayang? Kalau pendapat kamu bagaimana, Zar?" Heru melayangkan pandangannya pada putra sulungnya.
"Yang dikatakan bunda itu ada benarnya, Yah. Izar juga mengapresiasi semua pelaku industri fashion yang banyak menciptakan terobosan dan inovasi-inovasi dalam bidang garmen. Izar pribadi pun suka melihat wanita yang cantik dan seksi. Manusiawikan? Namanya juga laki-laki. Disuguhi pemandangan indah dan gratis pasti tidak akan Izar lewatkan. Hanya saja, Izar tidak suka jikalau Illa yang dipandangi oleh para laki-laki di luar sana, sama seperti Izar memandang semua wanita-wanita itu. Bukan masalah benar dan salah dalam berpakaian yang Izar ingin tekankan di sini. Tapi masalahnya Illa itu adik Izar." Tukas Abizar logis. Ia memang selalu berbicara berdasarkan fakta yang ada.
"Oke. Ayah menerima pendapat dari bunda dan dari kakakmu. Mereka berdua ada benarnya. Sekarang Ayah akan mengambil jalan tengahnya saja. Kamu boleh tetap memakai blouse chiffon lengan panjang itu."
Asyik! Vanilla ingin menyanyikan lagu sorak-sorak bergembira saking senangnya. Ia menang juga akhirnya!
"TETAPI... kamu harus menambahkan blazer di luarnya. Keputusan Ayah sudah final, dan tidak bisa diganggu gugat lagi."
Elahhhh, memang belum nasib ia membuat kekacuan di kantor Altan pagi ini. Tapi tidak apa-apa. Ada 1001 satu jalan menuju Roma. Jadi pasti ada 1002 jalan lain lagi untuk membuat Altan naik darah yang berujung pada pemecatannya. Tidak masalah. Semua hanya masalah waktu. Just wait and see.
=================================
Vanilla tiba di kantor pada pukul delapan lewat lima menit. Sebenarnya tadi ia sudah mengebut dari rumah. Masalahnya macet kan memang sudah sepaket dengan yang namanya kota Jakarta. Ia sudah berusaha sedaya upaya untuk datang tepat waktu. Tetapi apa mau dikata, ia terlambat lima menit juga. Vanilla masuk ke kantor dengan mulut komat kamit berdoa, semoga saja Altan belum datang karena ikut terjebak macet.
"Anda terlambat lima menit, Vanilla Putri Mahameru. Bagaimana kelak Anda bisa menjadi orang sukses kalau kelakuan Anda saja masih seperti ini!" Hadeh, doanya tidak dijabah Allah rupanya.
"Selamat pagi, Om--Pak Boss. Saya terjebak macet. Lagi pula saya hanya terlambat sekitar lima menit. Besok-besok saya akan berusaha untuk tidak datang terlambat lagi. Saya minta maaf, Pak Boss. Dan mengenai orang sukses, tentu saja suatu saat saya ingin sekali menjadi orang yang sukses." Vanilla meminta maaf pada Altan sambil tersenyum lebar. Altan mengerutkan keningnya. Si gila ini katanya saja minta maaf. Tapi lihatlah ekspresi wajahnya. Tidak terlihat rasa penyesalan sedikitpun di sana. Kalimat dan air mukanya tidak sinkron sama sekali.
"Suatu saat kamu juga ingin menjadi orang sukses katamu? Eh bocah, dengar ya? Untuk menggapai kesuksesan itu diperlukan kerja keras. Sementara kerja keras itu amat sangat melelahkan. Coba kamu simpulkan sendiri kata-kata saya." Bentak Altan.
"Sukses itu butuh kerja keras, dan kerja keras itu melelahkan. Kesimpulan ; lebih baik tidak usah sukses. Begitu ya, Pak?" Sahut Vanilla pura-pura polos. Kesel, kesel lo sana. Satu kosong. Hehehe.
"Oke. Saya akan menganggap kalau saya tidak mendengar apa-apa. Karena saya memaklumi isi otak kamu yang memang cuma seperempatnya rata-rata isi otak manusia. Sekarang kamu temui Bu Surti di pantry. Katakan pada beliau kalau kamu adalah OG baru di sini. Minta seragam baru padanya dan letakkan tas herme* kamu di loker OG. Karena seorang OG itu tidak perlu tas mewah seharga ratusan juta. Tapi cukup dengan troley kit untuk membersihkan ruangan dan baki untuk menyajikan minuman. Oh ya, jangan lupa buatkan kopi untuk saya. Gulanya satu sendok kecil dan antar segera ke ruangan saya. Kalau rasa kopi saya aneh. Kamu ulangi sampai saya bilang kalau kopi buatan kamu sudah layak dikonsumsi manusia. Ada pertanyaan OG?" Altan menahan tawa saat melihat Vanilla megap-megap menahan emosi. Pasti gadis manja ini tidak mengira kalau ia menerimanya magang di sini sebagai seorang office girl. Satu sama sekarang!
"Apa? Bapak menerima saya magang di sini sebagai OG?" Vanilla nyaris tidak mempercayai pendengarannya sendiri."Saya diinterview oleh tiga petinggi perusahaan yang konon katanya mencari karyawan yang pemberani, kreatif dan inovatif hanya untuk ditempatkan pada posisi OG?" Semburnya emosi. Vanilla merasa darahnya sudah terkumpul di ubun-ubun sekarang. Berbanding terbalik dengan dirinya yang rasanya sudah ingin makan orang, si boss setan ini hanya menaikkan satu alisnya. Ekspresi wajahnya lempeng saja. Ia mengetuk-ngetukkan jarinya pada meja kaca dengan ekspresi tidak sabar. Membuat Vanilla jadi kepengen mengunyahnya saja."Jadi kamu berharap ditempatkan di mana? Jadi admin, sekretaris atau asisten pribadi saya? Ekspektasi kamu ketinggian, La." Sahut Altan datar."Begini saja, supaya adil, saya akan mengetest kamu selama sebulan ini sebagai OG. Kalau prestasi kamu bagus dan semua orang yang kamu layani pu
Kanaya baru mengerti ungkapan yang mengatakan kalau kesakitan di dalam hati, mampu mengalahkan kesakitan fisik. Buktinya saat akan melahirkan seperti ini, ia seperti tidak merasakan sakit akibat kontraksi. Pikirannya semua tercurah pada keadaan Haikal. Ia tidak tau apa yang telah terjadi pada suaminya. Sesaat setelah ia masuk ke dalam ruang bersalin, ia tidak boleh lagi memegang ponsel. Alhasil pikirannya terus mengembara ke mana-mana. Ia membayangkan kalau suaminya itu tengah tergeletak berdarah-darah di jalanan, tanpa ada yang memberitahukannya. Memikirkan semua kengerian-kengerian itu, ia kembali berteriak histeris. Demi Tuhan, ia ketakutan!"Jangan begini, Nay. Jangan terus menyiksa dirimu dengan pikiran yang tidak-tidak. Ingat ada bayi yang harus kamu lahirkan dengan selamat. Dengar baik-baik, dengan selamat, Nay. Kamu tidak ingin terjadi sesuatu pada bayimu, bukan?" ancam dokter Kirana. Sebenarnya ia tidak tega berbicara sefrontal ini pada Kanaya. Tetapi m
"Udah belum sih, Ndan make upnya? Gue begah banget ini. Mana perut gue disumpel-sumpel bantal segede gambreng begini. Saoloh, engap gue, Ndan." Vanilla stress. Sejak pukul tujuh pagi ia sudah didandani menjadi mbak-mbak menor yang sedang hamil tujuh bulan. Untung saja Pandan bersedia menginap di rumahnya, sehingga misi mereka lebih mudah direalisasikan. Semesta seperti ikut mendukung konspirasinya. Karena saat ini kedua orang tuanya sedang berkunjung ke rumah omnya, dan kakak laki-lakinya sedang mengurus proyek luar kota. Makanya aksi mereka menjadi lebih mudah untuk direalisasikan.Kalau saja bukan karena ia ingin membalas budi pada Aliya, ia tidak mau mengambil resiko sebesar ini. Bayangkan saja, ia sekarang menyamar menjadi kekasih Bumi yang ditinggal menikah saat sedang hamil tujuh bulan demi menggagalkan pernikahan Aliya dengan Bumi.Saat ini Pandan Wangi telah menyulap wajahnya menjadi sepuluh tahun lebih tua, agar sepadan
Dengan langkah tersaruk-saruk, Vanilla mengikuti langkah kaki orang yang menyelamatkannya. Vanilla sedikit heran karena penolongnya ini bersikap seolah-olah ia sudah sangat mengenal setiap sudut rumah Aliya. Buktinya ia tahu mengenai pintu samping bahkan jalan setapak menuju taman belakang rumah sahabatnya itu. Vanilla nyaris terjungkal saat kakinya secara tidak sengaja tersandung akar sebuah pohon besar yang luput dari perhatiannya. la juga agak kesusahan berjalan karena bantalan di perutnya semakin lama semakin kendor saja ikatannya. Dengan tidak sabar ia mengangkat roknya dari bawah dan membuka ikatan bantalan hamil tujuh bulan itu dari perutnya. Vanilla mengerutkan dahinya saat penolongnya ini menyumpah-nyumpah melihatnya mengangkat rok tinggi-tinggi."Kamu itu otaknya kenapa tidak dipasang dulu sebelum bertindak, hah? Ke mana rasa malu kamu saat menaikkan rok kamu tinggi-tinggi seperti itu padahal ada seorang laki-laki tepat berada di sampingmu,
"Sore itu ada kegiatan ekskul basket di sekolah. Seperti biasa saya sangat gembira, karena bermain bola basket adalah olah raga kegemaran saya. Karena club anak basket itu banyak sekali peminatnya, kami bermain bergantian. Saya merasa tidak puas karena cuma bisa bermain sebentar. Akhirnya saya memutuskan untuk menunggu hingga jam ekskul anak-anak berakhir." Untuk pertama kalinya Vanilla mau membagi rahasia kelamnya."Setelah anak-anak basket pulang semua, saya latihan sendiri. Pandan tidak mau ikut karena takut pulang kesorean dan Aliya ingin cepat pulang karena kurang enak badan. Singkat cerita saya lupa waktu dan tahu-tahu saja langit sudah mulai gelap.Pak Ipul, penjaga sekolah kita memperingatkan agar saya segera pulang karena hari sudah sore. Saya baru sadar kalau hari sudah mulai gelap. Saya takut juga, karena hari itu saya akan pulang sendiri. Supir kami izin tidak masuk karena istrinya melahirkan."Vanilla yang
Vanilla gelisah. Hatinya tidak tenang saat ia melihat sekelebat bayangan Bumi masuk ke dalam ruangan Altan. Ia tahu perusahaan Altan memiliki dua proyek baru dengan perusahaan ayahnya. Karena Bumi juga menanamkan saham fifty-fifty pada salah satu perusahaan ayahnya, maka otomatis Bumi juga memiliki hak yang sama dengan ayahnya. Dan sepertinya project ayahnya kali ini akan di follow up oleh Bumi. Makanya ia tidak heran mendapati Bumi wara wiri di kantor ini.Sedari kecil ia cinta sudah mati pada Bumi. Di mana ada Bumi, maka ke situ lah ia akan mendekat. Ia juga tidak segan-segan memperlihatkan perasaannya secara terang-terangan pada Bumi. Semua orang tahu kalau ia selalu berupaya mencari cara agar ia bisa berdekatan lelaki pujaannya itu. Bumi kadang sampai risih karena selalu diekori olehnya.Tetapi sejak kejadian batalnya pernikahan Bumi dengan Aliya akibat ulahnya, Ia jadi merasa ketakutan sendiri. Ia merasa sangat berdosa. Bumi telah
Vanilla membuatkan kopi untuk Altan seraya mengabsen semua nama-nama satwa. Dimulai dari yang berkaki dua, berkaki empat sampai dengan yang berkaki seribu. Ia heran melihat tingkah si boss setan ini. Kok ada ya manusia yang hobbynya nyolotin orang terus? Apapun yang ia lakukan selalu saja salah di matanya. Besok-besok ia akan pindah saja ke bokongnya, agar Altan tidak bisa memandangnya sekalian. Leher Altan pasti akan sengkleh kalau ia terus saja memaksakan diri untuk memandangnya yang berada tepat di bokongnya. Asik ngegereundeng sendiri, ia sampai tidak menyadari kehadiran seseorang tepat di belakangnya."Kamu ini cuma disuruh membuat kopi baru saja sebegitu tidak ikhlasnya. Tidak baik terlalu perhitungan terhadap sesama. Menurut almarhum kakek saya kalau semasa hidup kita suka hitung-hitungan dalam mengerjakan sesuatu, nanti pada saat meninggal, kita akan disuruh menghitung bulu kucing. Paham kamu?"Eh dia lagi, dia lagi yang nongol! 
Hingar bingar suara musik EDM menggema di salah satu sudut club papan atas ibukota. Vanilla, Pandan Wangi dan Aliya asik menari mengikuti alunan lagu anytime yang dinyanyikan apik oleh Don Diablo. Hari ini Pandan mendandani mereka semua dengan style ala ala artis Korea. Pandan mencatok rambut ikal Aliya menjadi lurus dan mengikatnya menjadi satu ke belakang. Tubuh kutilang alias kurus tinggi langsing Aliya dibalut mini dress abu-abu bertali spaghetti yang seksi abis.Pandan mendandani Vanilla dengan mencepol tinggi rambut ikalnya membentuk bun longgar yang seksi. Beberapa helai anak-anak rambut yang sengaja dikeluarkan dari bun, terlihat jatuh membingkai wajah manisnya. Pandan melingkapi make up cetar Vanilla dengan outfit jumpsuit putih berbahan tule sepaha. Penampilannya seksi dan dewasa.Sementara Pandan sendiri hanya mengurai rambut panjang ikalnya yang menjuntai indah hingga ke punggung. Untuk out fit, ia mengenakan crop tan
"Eh bangkotan borju, lo kok lemot beut sih kayak keong? Lamar dong itu si Vanilla? Lo nggak takut apa ntar si Illa ditikung balik sama Bumi?" Tria menyenggol lengan Altan yang baru menyuapkan bakso. Karena senggolan Tria, alhasilbakso Altan mencelat dan kuah baksonya terciprat ke hidungnya sendiri. Altan menyumpah-nyumpah.Hari ini mereka bisa berkumpul bertiga karena Tria mempunyai waktu luang. Mertua dan adik iparnya yang baru tiba di tanah air menginap di rumahnya. Mereka semua kangen pada empat orang buah hati Tria dan Akbar. Makanya Tria jejingrakan kegirangan karena tugas wajibnya ada yang menggantikan sementara. Tanpa perlu menunggu lama, ia segera menghubungi dua sahabat oroknya. Dan akhirnya di sinilah mereka berada. Di warung bakso Bang Doel, tempat nongkrong favorit mereka sepanjang masa."Eh preman pasar, lo liat-liat dong kalo mau nyenggol. Nih liat, bakso gue sampai ngegelinding ke mana-man
"Hallo, anak baru. Muka lo kok ketet banget sih kayak kolor baru. Kenalin, nama gue Vanilla. Panggil aja Illa. Nama lo siapa?" Sapa seorang gadis manis dengan nama Vanilla Putri Mahameru di seragam putih birunya. Ia tertegun sejenak memandang wajah manis dengan tatapan mata jahil yang sedang mengulurkan tangannya ramah. Ia memang baru seminggu mengganti seragam merah putihnya dengan warna putih biru. Apalagi ia memang murid baru pindahan dari sekolah lain. Sudah pasti ia tidak mempunyai teman di lingkungan baru ini. Ia balas tersenyum ramah dan menjabat tangan si teman baru. "Gue Aliya Sanjaya. Panggil aja Liya. Lo temen baru pertama gue di sekolah ini. Salam kenal ya?"Pucuk dicinta ulam pun tiba. Semesta telah mempertemukannya dengan musuhnya tanpa ia perlu bersusah payah lagi mencari-cari. Saat ia membaca nama lengkap gadis cantik yang mengajaknya bersalaman ini, ia langsung menandainya.
Drttt... drttt... drttt...Aliya meninggalkan ruangan tempat Vanilla disekap saat merasakan ponselnya bergetar. Samar-samar ia masih bisa mendengar suara Vanilla yang tengah memaki-maki Om Gilang. Vanilla ini memang jelmaan Tante Lily. Sama sekali tidak ada takut-takutnya walaupun nyawanya sudah diujung tanduk. Sedikit banyak kata-kata Vanilla tadi menyadarkannya. Ayahnya dan Om Gilang mempunyai jabatan yang sama di perusahaan Om Heru. Otomatis kemampuan keduanya pasti tidak jauh berbeda bukan? Tapi kenapa ayahnya bisa menjadi gila sementara Om Gilang sukses jaya? Mengapa Om Gilang tidak mengulurkan tangan dan membantu ayahnya bangkit lagi? Kalau memang Om Gilang sebenci itu kepada keluarga Mahameru, mengapa ratusan gambar Tante Lily bertebaran di dinding kamar Om Gilang?Ia tidak buta. Semua photo-photo itu seakan merefleksikan kehidupan Tante Lily dari waktu ke waktu. Photo itu dimulai saat si tante sedang hamil besar dan berjualan di sebu
"Mas, biar Abizar, Altan dan para polisi aja yang mencari Vanilla. Mas nunggu kabarnya di rumah aja ya, Mas?" Lily berusaha menahan tangan suaminya saat melihat Heru menyelipkan sebuah pistol jenis colt di pinggangnya. Suaminya sedang bersiap-siap mengikuti Galih beserta para anak buahnya yang bergerak untuk mencari putri mereka. Bukan apa-apa, setelah menikah dengannya, Heru yang dulunya adalah seorang laki-laki kejam dan berangasan telah berubah menjadi seorang family man. Padahal siapa dulu yang tidak mengenal keganasannya? Ring demi ring boxing telah ia susuri semua. Suaminya bahkan berhasil menaklukkan para petarung-petarung hebat yang telah dipersiapkan kakaknya dulu, barulah suaminya ini bisa memilikinya. Dingin dan sadis adalah julukannya. Tetapi tingkah brangasan dan nekadannya itu telah ia buang jauh-jauh setelah Abizar dan Vanilla lahir. Suaminya berubah menjadi lebih religius dan mendalami agama sesudah menjadi seorang ayah. Suaminya mengatakan
Vanilla bermimpi. Ia merasa sedang mengikuti acara perpisahan dengan teman-teman sekolahnya dulu. Mereka sekelas bergembira ria di pantai. Ia yang kala itu ingin menjajal kemampuan berenangnya, mencoba berenang hingga jauh ke tengah pantai. Pandan Wangi dan Aliya sudah memperingatkannya agar tidak terlalu jauh berenang. Mereka takut kalau ia terbawa arus. Tetapi beningnya air pantai dengan ombak kecil yang bersahabat begitu menggodanya. Ia nekad berenang sendiri sampai jauh. Saat ia sampai di pertengahan pantai yang cukup dalam, masalah pun datang. Ia merasa kalau kakinya kram. Ia panik dan berusaha meminta pertolongan. Namun jeritannya tidak ada yang mendengar karena posisinya yang sudah terlalu jauh dari bibir pantai. Ia akhirnya pasrah dan hanya bisa menggapai-gapai air. Berjuang untuk bisa tetap bernapas. Sampai suatu ketika seseorang meraih tubuhnya dan membawanya keluar dari pantai. Dinginnya air dan kakinya yang membuat perasaannya tidak karuan. Satu hal yang ia rasakan
Altan terbangun tepat pada pukul enam pagi. Ia meringis saat merasakan tubuhnya sedikit kram dan pegal-pegal. Tidur di kursi panjang ruang tunggu rumah sakit, tentu saja bukanlah pilihan yang nyaman. Tetapi anehnya, ia malah merasa puas sekali. Ia seolah-olah bisa ikut merasakan sakit seperti Vanilla di dalam sana. Ia memang sengaja memilih tidur di kursi panjang yang berhadapan langsung dengan ruangan Vanilla. Ia menjaga pacarnya tanpa meminta simpati atau pun empati. Ia menjaganya murni karena ia sayang dan peduli. Bukan karena mengharapkan simpati orang lain.Untung saja kedua sahabat oroknya tidak tahu kelakuannya ini. Kalau saja mereka tahu, sudah bisa dipastikan mereka berdua akan mensahkan dirinya sebagai member bucin teranyar tahun ini. Namanya pasti akan trending sebagai bucin termuda tahun ini. Reputasinya sebagai laki-laki paling cool seruang angkasa dan tata surya akan tinggal kenangan saja. Ia bangkit perlahan seraya melakukan beberapa gerakan peregangan. Ia
Vanilla merasa ada yang aneh saat ia membuka matanya. Dinding kamarnya yang biasanya berwarna krem dengan tirai berwarna merah marun, mendadak berubah menjadi berwarna putih semua. Sejenak ia kehilangan orientasi. Ketika secara tidak sengaja ia ingin bangkit dari tidurnya, ia meringis kesakitan. Tangan kirinya sudah dipasangi jarum infus rupanya. Ia kembali menjatuhkan kepalanya ke atas bantal. Berusaha merangkai-rangkai kejadian demi kejadian yang berseliweran di benaknya. Pertengkaran dengan abang bossnya, naik gojek, hujan, kedinginan dan ia tidak bisa mengingat sisa kejadiannya lagi. Pasti ia kehilangan kesadaran hingga akhirnya ia dibawa ke rumah sakit ini. Ya, ia yakin kalau ruangan ini rumah sakit saat melihat infus di tangannya. Di saat ia sedang terus berusaha menggali ingatan yang tercecer, pintu ruangannya terbuka. Menghadirkan sosok cantik bundanya yang membawa beberapa wadah styrofoam dalam satu plastik besar."Udah bangun, La? Gimana perasaan kamu,
"Eh brondong borju, lo ngapain di sini? Mau sunat dua kali atau lo lagi nganterin pacar lo aborsi?" Altan yang sedang duduk bengong di ruang tunggu rumah sakit, kaget saat kepalanya digeplak begitu saja oleh seseorang.Naratria Dewangga. Si preman pasar dan putra sulungnya Azkanio Akbar Dewangga."Eh preman pasar, lo emang kagak ada sopan-sopannya jadi manusia. Jangan suka ngegetok kepala orang sembarangan. Kata bokap gue bisa bodoh ntar." Altan gantian menoyor kening Tria dengan jari telunjuknya. Rasain. Jahil banget ini emak-emak sebiji!"Halah, lo emang udah bodoh dari sononya. Buktinya lo bertahun-tahun suka sama itu bocah gila eh Illa, tapi lo pendem-pendem terus. Kagak berani lo omongin. Itu cuma contoh kecil ya? Kalo mau gue bahas semua kebodohan hakiki lo, bisa seminggu kita ngejogrok di mari kagak kelar-kelar."Ini mulut si preman pasar ya, pengen banget gue iket pake tali rafia.
Pukul tiga lewat lima belas menit. Vanilla dengan sopan memberitahu abang bossnya kalau mereka harus segera berangkat ke kantor Kreasi Mandiri Tbk, kalau mereka tidak ingin terlambat meeting. Vanilla yang tadi telah mendapat sedikit pencerahan dari Winda berusaha menjaga sikap profesionalitasnya selama berinteraksi dengan atasannya. Ia menghindari kontak mata dan membicarakan hal-hal yang tidak penting dengan abang bossnya.Ia sekarang berprinsip, bagaimana abang bossnya bersikap terhadap dirinya, maka seperti itu jualah ia akan bersikap. Lo jual gue beli. Lo sok kuasa, gue woles aja. Lo bertingkah, sekalian lo bakalan gue tinggal aja. Ia tahu sedari ia masuk ke dalam ruangan tadi, abang bossnya terus meliriknya berulang kali. Tapi Vanilla selow ae. Dia tidak mau lagi baper dan perasaan dicintai. Jatuh-jatuhnya nanti sakit hati lagi. Rugi! Vanilla juga tahu kalau Mbak Tasya terus memperhatikan interaksi mereka yang walau pun tetap saling berkomunikasi teta