“Abang rasa semua ayah ingin anak pertamanya laki-laki. Ini bukan untuk mendominasi, tapi lebih agar dia bisa menjadi pelindung untuk adik-adiknya. Menjadi anak pertama itu tidak mudah, Ra. Ada beban berat di pundaknya. Dia harus menjadi contoh untuk adiknya. Menjadi tumpuan pertama orang tuanya. Menjadi pengganti orang tua saat orang tuanya tidak ada, dan hal-hal lainnya,” papar Zyan.“Bukan berarti abang meremehkan kemampuan perempuan. Abang tahu mereka bisa setangguh bahkan lebih tangguh dari laki-laki. Tapi kodratnya perempuan itu ‘kan dilindungi bukan malah melindungi,” imbuh sang calon ayah.“Berarti Abang ga suka kalau anak kita nanti lahir perempuan?” tukas Zahra sambil mengelus-elus kandungannya.Zyan menggeleng. “Bukan begitu, Ra. Abang tadi belum selesai bicara loh, sudah kamu potong saja,” timpalnya.“Ya udah, Abang lanjutkan sekarang,” pinta bumil tersebut.“Abang akan tetap menerima dan mencintai anak kita walaupun perempuan. Abang akan membentuknya jadi perempuan tanggu
“Ayo, Dek, jangan diumpetin. Ini Mama sama Papa ingin lihat loh.” Dokter berbicara sambil menggerakkan transduser di atas kandungan Zahra yang sudah diberi gel.“Tidak kelihatan ya, Dok?” tanya Zyan sambil melihat pada layar televisi yang menampilkan citra USG. “Iya, nih, Pak. Dedek bayinya nutupin pakai tangan. Malu kayanya si Dedek,” seloroh dokter yang mengenakan hijab putih dengan motif bunga kecil-kecil itu.“Ya sudah, tidak apa-apa kalau belum kelihatan, Dok. Yang penting kondisi anak kami sehat dan normal ‘kan, Dok?” lontar Zahra.“Alhamdulillah, semuanya sehat dan normal. Tetap batasi mengonsumsi yang manis ya,” sahut sang dokter.“Baik, Dok,” timpal Zahra.Perawat kemudian membersihkan gel di atas perut Zahra sesudah dokter selesai melakukan USG. Zahra merapikan lagi pakaiannya. Setelah itu Zyan membantu sang istri turun dari tempat pemeriksaan. Mereka lantas duduk di depan meja sang dokter.“Apa ada yang ingin ditanyakan?” tanya dokter setelah menjelaskan kondisi janin berd
Sesudah mempertimbangkan banyak hal dan berkonsultasi dengan beberapa pihak, akhirnya Zyan dan Zahra memutuskan untuk umrah bersama keluarga. Zahra mengajak ayah, ibu, dan kakaknya. Begitu juga Zyan mengajak mama, papa, dan adiknya.Tentu saja mereka berangkat ke tanah suci dengan fasilitas premium. Semua hal sudah disiapkan demi kenyamanan Zahra sejak keberangkatan sampai nanti pulang ke Indonesia. Mereka melakukan penerbangan dengan pesawat pribadi dari Jakarta ke Madinah. Zahra bisa tidur di kamar yang ada di dalam pesawat bila merasa lelah karena perjalanannya memakan waktu sekitar 10 jam. Ibu hamil itu beberapa kali berjalan-jalan di dalam pesawat agar peredaran darahnya lancar dan kakinya tidak bengkak saat tiba di tanah suci.Begitu tiba di Bandar Udara Madinah atau Bandar Udara Internasional Pangeran Mohammad bin Abdul Aziz, mereka dijemput oleh agen travel dengan mobil Luxury SUV buatan Amerika yang sangat nyaman dan stabil saat ditumpangi. Dari bandara, rombongan Zyan dian
Tak lama Zyan membawa daster yang dimaksud Zahra. Dia lantas membantu belahan jiwanya itu melepas hijab, hand shock, gamis, dan kaos kaki yang tadi dikenakan. Zyan harus menahan diri kala melihat sang istri hanya mengenakan pakaian dalam. Tubuh istrinya jadi terlihat semakin seksi meskipun badannya lebih berisi dan perutnya sudah membuncit. Dia tidak mungkin meminta haknya saat istrinya sedang kelelahan. Zyan kembali membantu Zahra yang akan mengenakan daster batik kesukaannya. “Cuci muka, tangan, dan kaki dulu ya sebelum tidur,” pintanya setelah membantu sang istri.“Aku malas jalan, Bang,” sahut Zahra.Tanpa banyak kata, Zyan langsung membopong istrinya ke kamar mandi. Setelah memastikan Zahra membersihkan diri, dia kembali menggendong dan merebahkannya di atas tempat tidur.“Sekarang sudah lebih nyaman ‘kan. Tidurlah. Abang akan pijit kakimu,” ucap Zyan yang mulai memegang kaki istrinya.“Temani aku tidur saja, Bang. Masih ada waktu sebelum masuk waktu salat. Kakiku tidak usah dip
Selain menjelajahi gurun pasir, Zyan dan Zahra berkunjung ke Burj Khalifa—bangunan tertinggi di dunia yang tingginya mencapai 828 meter. Keduanya pergi ke puncak gedung dengan lift untuk menikmati pemandangan Kota Dubai yang indah. Tak lupa mereka pergi ke Dubai Mall, tapi bukan untuk berbelanja melainkan melihat akuarium raksasa yang ada di dalamnya.Zahra bukan tipe wanita yang hobi berbelanja, walaupun yang namanya wanita pasti senang membeli sesuatu yang unik, lucu, dan menarik. Istri Zyan itu hanya akan membeli sesuatu yang memang dia butuhkan. Dia tidak jadi lapar mata meskipun ada banyak barang bagus dan menarik di hadapannya. Mengagumi iya, tapi tidak lantas membelinya.Zyan kadang sering heran dengan istrinya itu, kalau diajak belanja baju, tas, sepatu, dan sejenisnya, hanya memilih satu atau dua saja. Tidak mau lebih dari itu. Berbeda dengan mantan-mantan pacarnya dahulu yang senang sekali setiap disuruh belanja. Mereka malah memanfaatkan dengan belanja sebanyak-banyaknya ka
“Kalau kamu masih kuat, habis dari sini kita bisa lanjutkan ke Inggris atau Italia,” imbuhnya.Bumil itu menggeleng. “Tidak usah, Bang. Turki jadi negara terakhir baby moon kali ini. Kapan-kapan saja kita jalan-jalan lagi.” Dia langsung menolak ide prianya.“Kalau kita jalan-jalan terus, kapan pulang ke Jakarta?” tanyanya kemudian.“Ya sampai kita puas jalan-jalan,” jawab Zyan dengan santai tapi tetap fokus memijat kaki istrinya secara bergantian antara kaki kiri dan kanan.“Abang, makan gaji buta dong kalau ga ke kantor lama,” cetus Zahra.“Ya, enggaklah. Abang juga masih tetap mengawasi kok. Kamu tahu sendiri ‘kan, kadang abang meeting online kalau kita sedang tidak ada kegiatan,” tukas Zyan.“Tuh ‘kan, Abang sendiri yang ga bisa ninggalin pekerjaan meskipun kita sedang baby moon. Kok ya masih belum mau balik Jakarta,” lontar Zahra.“Abang sudah lama tidak jalan-jalan, Ra. Terakhir ya pas kita bulan madu itu. Selama ini abang jarang mengambil libur karena fokus sama perusahaan. Angg
Setelah beristirahat sehari di hotel, Zyan dan Zahra kembali melanjutkan jalan-jalan mereka di Turki. Usai sarapan pagi, keduanya diajak mengunjungi peninggalan sejarah Turki yaitu kota tua Ephesus. Tempat ini merupakan reruntuhan kota Romawi Kuno yang dahulu digunakan untuk perpustakaan hingga panggung tempat gladiator bertarung.Usai puas mengambil foto di sana, mereka menuju ke tujuan selanjutnya yaitu outlet jaket kulit. Selain sebagai tempat yang menjual jaket-jaket kulit berkualitas bagus, di sana juga ada bisa melihat fashion show.Zyan membeli beberapa jaket kulit untuknya sendiri, ada juga yang berpasangan dengan Zahra. Sekali waktu dia ingin mengajak istrinya itu jalan-jalan dengan motor besarnya, karena itu membeli jaket kulit yang warnanya hanya beda model. CEO itu tak lupa membelikan jaket kulit untuk Faisal, Amir, dan Saffa. Dari sana, mereka kemudian pergi ke kota kuno Hierapolis. Kota ini dahulu merupakan pemukiman yang menjadi pusat penyembahan Ibu Bumi bangsa Frigia
“Sudah Abang bilang ‘kan jangan sebut pria lain meskipun itu asisten pribadi abang. Atau abang akan menghukummu lebih dari tadi.” Zyan sekali lagi menegaskan pada istrinya.“Iya, Bang. Aku minta maaf. Aku ga punya maksud bikin Abang marah.” Zahra tampak menyesal.“Abang ga marah. Abang hanya tidak suka kamu menyebut nama pria lain saat kita sedang berdua. Sekarang ini saat kita fokus sama diri kita, tidak perlu membicarakan orang lain!” tandas Zyan.“Ngomong-ngomong abang kok jadi curiga sama kamu,” imbuhnya sambil mengerutkan kening.Zahra terkesiap. “Hah! Curiga sama aku? Memangnya aku ngapain, Bang?”Zyan tersenyum menyeringai. “Kamu sengaja melakukannya karena ingin dapat ciuman dari abang,” ucap Zyan dengan penuh percaya diri.Zahra melongo mendengar tuduhan suaminya yang sangat tidak masuk akal itu. Dia bukan wanita yang suka modus. Beda dengan Zyan yang pintar mencari alasan.“Abang jangan mengada-ada. Mana ada aku ingin kaya gitu. Tanpa aku minta pun, Abang sering cium aku dul
Zahra membawa nampan berisi dua cangkir lemon tea panas dah sepiring kudapan ke halaman belakang, di mana suaminya sedang duduk berselonjor di gazebo dengan iPad di tangan. Hari ini akhir pekan, tapi keduanya hanya di rumah berdua. Keempat anak mereka sudah sibuk dengan pendidikan dan kegiatannya masing-masing. “Diminum dulu tehnya mumpung masih anget, Bang,” ucap Zahra setelah meletakkan nampan di atas gazebo. Zyan meletakkan iPad di samping lantas tersenyum pada istrinya. “Baik, Cintaku.” Pria itu mengambil salah satu cangkir lalu mencium aroma teh dengan lemon yang begitu menyegarkan. Setelah itu baru menyesapnya. “Nikmat seperti biasa. Terima kasih, Ra,” ucapnya. Zahra yang juga tengah menikmati teh, hanya mengangguk sebagai tanggapan. Dia kembali meletakkan cangkir di atas nampan. “Rumah kita ini sekarang jadi sepi ya, Bang,” gumamnya seraya menyandarkan kepala di bahu suaminya. Zyan meraih tangan kanan sang istri lalu menggenggamnya dengan erat. “Dulu waktu abang ingin namb
Lulus SMP, Zayyan memutuskan keluar dari pesantren setelah berhasil menghafal 30 juz Al-Qur’an. Dia akan lanjut memperdalam ilmunya di luar pesantren karena tak ingin melihat adik bungsunya kesepian di rumah.Zyel dan Zyra dengan kompak masuk pesantren karena ingin mengikuti jejak sang kakak yang sudah hafal Al-Qur’an. Kedua anak kembar itu katanya juga ingin memberikan mahkota pada mama dan papanya di akhirat nanti. Walaupun berat harus berpisah dengan kedua anaknya sekaligus, Zyan dan Zahra tetap mengizinkan.Zayyan kemudian bersekolah di SMA yang masih satu yayasan dengan SD-nya dahulu. Sekolah berbasis Islam tapi menggunakan kurikulum internasional.“Kak, dapat salam dari kakak kelasku.” Zeza memberi tahu Zayyan saat sang kakak menjemputnya di sekolah dengan motor sport-nya. Sejak berumur 17 tahun dan punya SIM, Zayyan memang mengendarai motor sendiri ke sekolah. Motor sport impian yang merupakan hadiah ulang tahun ke-17 dari kedua orang tuanya. Kadang dia mengantar dan menjemput
“Pa, Ma, aku mau masuk SMP yang ada di pesantren.” Zayyan mengungkapkan keinginannya pada Zyan dan Zahra saat mereka dalam perjalanan pulang dari acara Parents Day di sekolahnya.Zyan dan Zahra tentu saja terkejut mendengar keinginan putra pertama mereka itu. Keduanya saling memandang sebelum memberi tanggapan.“Kak Zayyan, serius mau masuk pesantren?” tanya Zahra sambil menoleh ke kabin tengah di mana putra sulungnya duduk.Zayyan mengangguk. “Iya, Ma.”“Kenapa mau masuk pesantren, Kak?” Zahra kembali bertanya.“Aku ingin jadi hafiz, Ma. Pak Guru bilang kalau kita hafal Al-Qur’an, nanti kita bisa memberi mahkota pada orang tua di hari kiamat nanti karena itu aku ingin memberikannya sama Papa dan Mama,” jawab Zayyan dengan tenang.“Masya Allah, Kak, mulia sekali tujuanmu. Terima kasih ya, Kak.” Zahra tak dapat menahan rasa haru mendengar jawaban Zayyan. Dia mengusap sudut matanya dengan tisu.“Menjadi hafiz ‘kan tidak harus masuk pesantren, Kak. Besok Papa carikan ustaz yang bisa memb
"Yeay, Mama sama Papa sudah pulang. Mana oleh-olehnya?" todong Zyra yang baru pulang dari sekolah dan melihat kedua orang tuanya duduk di ruang tengah bersama si bungsu, Zeza."Lihat Mama sama Papa itu ya mengucapkan salam terus salim dulu, jangan langsung minta oleh-oleh," tegur Zyan."Iya, Pa." Zyra kemudian menyapa dan menyalami kedua orang tuanya. Tidak bertemu selama satu minggu membuatnya sangat rindu. Meminta oleh-oleh hanya basa-basinya. Melihat kedua orangnya di rumah adalah kebahagiaan terbesarnya. Gadis kecil itu kemudian meminta pangku pada papanya.Zyel yang masuk belakangan langsung menyapa, menyalami, dan memeluk keduanya. Dia lantas duduk di samping sang mama. Wanita yang sangat dirindukannya. Bukan tak rindu pada Zyan, rindu juga tapi kadarnya berbeda. Zyel memang lebih dekat dengan sang mama daripada papanya."Kak Zyel dan Kak Zyra, ganti baju dulu ya. Setelah itu baru main lagi," pinta Zahra."Nanti saja ganti bajunya, Ma. Aku masih mau sama Papa," sahut Zyra yang b
Pukul 3.00 dini hari, Zyan dan Zahra dijemput di hotel oleh tim dari pengelola balon udara. Mereka diantar ke kantor pengelola tersebut untuk menikmati sarapan di sana. Sesudah itu keduanya dibawa ke lokasi peluncuran balon udara.Zyan dan Zahra disambut oleh staf yang ramah dan profesional yang mendampingi mereka sambil menunggu persiapan sebelum penerbangan. Selama balon udara digelembungkan dan disiapkan, keduanya diberikan penjelasan tentang perjalanan yang akan ditempuh dan tindakan yang diperlukan untuk keselamatan. Pilot dan kru yang berpengalaman memastikan Zyan dan Zahra merasa nyaman dan siap untuk memulai perjalanan di angkasa.Zyan naik ke keranjang terlebih dahulu, setelah itu baru membantu istrinya. Mereka kemudian memasang sabuk pengaman sesuai dengan pedoman keselamatan sebelum lepas landas. Di keranjang tersebut hanya ada Zyan, Zahra, dan sang pilot. Setelah semua siap, pilot pun mulai menerbangkan balon udara.Perlahan-lahan balon itu terangkat dari tanah dan mengang
Zyan berbaring di samping Zahra setelah mendayung samudra cinta dan meraih surga dunia bersama. Kepuasan tergambar jelas di wajah keduanya. Titik-titik basah di kening dan mengilapnya tubuh karena keringat menjadi bukti betapa panasnya permainan mereka.Zyan dan Zahra tak bisa selepas itu saat di rumah. Saat mereka sedang bermesraan sering muncul perasaan was-was bila salah satu anak mereka mengetuk pintu kamar. Bukan hanya sekali hal itu terjadi, tapi sering kali. Apalagi kalau sedang hujan deras dan suara guntur terus terdengar. Atau terbangun tengah malam karena mimpi buruk, pasti langsung ke kamar orang tuanya.Pernah saat keduanya sudah menyatukan tubuh dan sedang berusaha menggapai nirwana, pintu kamar digedor-gedor dari luar oleh Zyra yang menangis sembari memanggil-manggil mereka. Tidak dilanjut tanggung, tapi kalau dilanjut pasti akan membangunkan seisi rumah karena suara bising yang dibuat Zyra. Terpaksa keduanya mengakhiri permainan sebelum mencapai puncak dan langsung menge
Waktu tak terasa cepat berlalu, keempat anak Zyan dan Zahra tumbuh dengan baik. Semuanya jadi anak yang aktif, cerdas, dan kritis. Zayyan sudah kelas 3 SD, Zyel dan Zyra sekolah TK besar, sedangkan Zeza di PAUD. Untuk merayakan ulang tahun pernikahan yang ke 10, Zyan mengajak Zahra liburan. Mereka hanya pergi berdua, tanpa mengajak anak-anak. Tentu saja di sela liburan tersebut tetap ada agenda bisnis yang harus Zyan lakukan. Ya, ibarat kata menyelam sambil minum air. Kalau untuk urusan bisnis, anak-anak memang tidak pernah diajak. Namun mereka tetap mengagendakan liburan dengan anak-anak minimal setahun sekali.“Abang menepati janji membawamu ke tempat ini lagi,” ucap Zyan kala mereka tiba kamar hotel yang terletak di Kota Cappadocia, Turki. Dia menarik istrinya menuju jendela kaca besar, di mana mereka bisa melihat banyak balon udara yang sedang melayang di angkasa. Pria itu berdiri di belakang sang belahan jiwa lantas memeluknya. Diletakkannya dagu di bahu sang istri.“Kamu ‘kan
“Hore! Mama dan Papa pulang.” Zayyan berteriak sambil berlari kala melihat kedua orang tuanya keluar dari pintu kedatangan. Dia ikut sopir keluarga yang menjemput Zyan dan Zahra di bandara.Lelaki kecil itu langsung menghampiri dan memeluk perut mamanya. “Ma, aku kangen,” ungkapnya.“Mama juga kangen sama Kak Zayyan,” sahut Zahra seraya mengelus punggung putra pertamanya itu.“Kak Zayyan, tidak kangen sama papa?” lontar Zyan yang berada di samping istrinya.“Kangen Papa juga.” Zayyan melepas pelukannya pada Zahra lantas berganti memeluk papanya.Zyan tersenyum mendapat pelukan dari sang putra tercinta. Dia kemudian menggendong Zayyan.“Pa, turunin. Aku ‘kan sudah besar. Tidak boleh digendong lagi,” protes Zayyan.“Tapi papa mau gendong Kak Zayyan. Masa tidak boleh? Papa kangen. Lama tidak gendong Kakak.” Zyan beralasan.“Tapi aku udah besar, Pa,” tukas Zayyan.“Buat papa, kamu tetap masih bayi.” Zyan menciumi pipi putra sulungnya itu.“Papa, please. Jangan cium-cium lagi!” Zayyan meng
“Mama sama Papa kapan pulang?” tanya Zayyan saat Zahra melakukan panggilan video pada pengasuh putra pertamanya itu saat mereka dalam perjalanan ke tempat pertemuan dengan para pengusahan dari Kota Malang.“Lusa, Kak,” jawab Zyan yang duduk di samping istrinya.“Katanya cuma sebentar, kok sampai lusa,” protes lelaki kecil yang wajahnya mirip dengan papanya itu.“Pekerjaan papa sama mama belum selesai, Kak, jadi tidak bisa pulang besok. Kalau Kak Zayyan sama adek-adek kangen ‘kan tinggal video call papa atau mama,” timpal Zyan.“Gimana sekolahnya tadi, Kak.” Zahra memilih mengalihkan pembicaraan daripada melihat wajah sendu putranya. Zayyan biasanya sangat antusias bila menceritakan kegiatannya di sekolah, jadi Zahra ingin membuat sulungnya itu kembali ceria. Dia sebenarnya juga sedih berjauhan dengan keempat anaknya, tapi demi menemani suami dan menjalankan pekerjaan, Zahra harus menjalaninya.Benar seperti dugaan Zahra, putra sulungnya itu langsung ceria begitu memberi tahu sang mama