Setelah beristirahat sehari di hotel, Zyan dan Zahra kembali melanjutkan jalan-jalan mereka di Turki. Usai sarapan pagi, keduanya diajak mengunjungi peninggalan sejarah Turki yaitu kota tua Ephesus. Tempat ini merupakan reruntuhan kota Romawi Kuno yang dahulu digunakan untuk perpustakaan hingga panggung tempat gladiator bertarung.Usai puas mengambil foto di sana, mereka menuju ke tujuan selanjutnya yaitu outlet jaket kulit. Selain sebagai tempat yang menjual jaket-jaket kulit berkualitas bagus, di sana juga ada bisa melihat fashion show.Zyan membeli beberapa jaket kulit untuknya sendiri, ada juga yang berpasangan dengan Zahra. Sekali waktu dia ingin mengajak istrinya itu jalan-jalan dengan motor besarnya, karena itu membeli jaket kulit yang warnanya hanya beda model. CEO itu tak lupa membelikan jaket kulit untuk Faisal, Amir, dan Saffa. Dari sana, mereka kemudian pergi ke kota kuno Hierapolis. Kota ini dahulu merupakan pemukiman yang menjadi pusat penyembahan Ibu Bumi bangsa Frigia
“Sudah Abang bilang ‘kan jangan sebut pria lain meskipun itu asisten pribadi abang. Atau abang akan menghukummu lebih dari tadi.” Zyan sekali lagi menegaskan pada istrinya.“Iya, Bang. Aku minta maaf. Aku ga punya maksud bikin Abang marah.” Zahra tampak menyesal.“Abang ga marah. Abang hanya tidak suka kamu menyebut nama pria lain saat kita sedang berdua. Sekarang ini saat kita fokus sama diri kita, tidak perlu membicarakan orang lain!” tandas Zyan.“Ngomong-ngomong abang kok jadi curiga sama kamu,” imbuhnya sambil mengerutkan kening.Zahra terkesiap. “Hah! Curiga sama aku? Memangnya aku ngapain, Bang?”Zyan tersenyum menyeringai. “Kamu sengaja melakukannya karena ingin dapat ciuman dari abang,” ucap Zyan dengan penuh percaya diri.Zahra melongo mendengar tuduhan suaminya yang sangat tidak masuk akal itu. Dia bukan wanita yang suka modus. Beda dengan Zyan yang pintar mencari alasan.“Abang jangan mengada-ada. Mana ada aku ingin kaya gitu. Tanpa aku minta pun, Abang sering cium aku dul
Pagi ini Zyan dan Zahra menyantap sarapan di teras kamar hotel seraya menikmati pemandangan di sekitar. Banyak balon udara yang terbang di angkasa dengan warna yang berbeda-beda.“Sekarang kita hanya bisa melihatnya, Ra. Abang janji tahun depan kita ke sini lagi dan menaikinya,” lontar Zyan kalau Zahra terpukau melihat banyaknya balon udara yang ada di angkasa.Wanita yang mengenakan hijab instan berwarna hitam itu sontak menoleh pada suaminya. “Tidak harus tahun depan juga, Bang. Anak kita masih kecil, kasihan kalau diajak pergi jauh,” timpalnya.“Abang rasa tidak masalah. Banyak kok bayi yang diajak traveling ke luar negeri. Tapi tentu saja atas izin dokter anak yang memastikan kondisi bayi sehat dan sudah bisa ikut perjalanan jauh,” tukas Zyan.Zahra tertawa kecil. “Abang, anak kita saja belum lahir kok sudah berencana diajak jalan-jalan ke sini.”Pria beralis tebal itu mengerutkan kening. “Memangnya kenapa? Tidak boleh? Kan kita liburan sambil merayakan ulang tahun pernikahan kita
Keesokan harinya, usai check-out dari hotel, Zyan dan Zahra dibawa ke Gunung Erciyes yang merupakan salah satu gunung tertinggi di Turki yang mana puncak gunungnya hampir sepanjang tahun tertutup salju. Di sana mereka menaiki kereta gantung untuk menikmati pemandangan di sekitar. Selanjutnya mereka menuju ke Ankara untuk mengunjungi salt lake atau tuz golu. Tempat ini merupakan danau berair asin karena kadar garamnya yang cukup tinggi. Selain sebagai tempat wisata, air danau itu dimanfaatkan untuk pasokan garam Turki yang dipanen setiap bulan Juli—Agustus. Salah satu keunikan danau itu adalah tanah dan airnya berwarna merah muda gelap. Warna tersebut disebabkan oleh alga Dunaliella Salinas yang juga merupakan makanan flamengo dan angsa. Di sana Zyan dan Zahra beruntung karena bisa melihat flamengo yang cantik dan unik.Hari berikutnya mereka pergi ke Istanbul untuk menaiki Bosphorus Cruise. Kapal ini membawa Zyan dan Zahra menyusuri selat yang memisahkan antara benua Asia dan Eropa.
Usai makan pagi, Zyan dan Zahra check-out dari hotel. Zahra yang mengenakan gamis berwarna hijau sage dan jilbab berwarna senada terlihat begitu ceria. Wanita yang mengenakan riasan natural itu sangat senang karena akan segera kembali ke tanah air. Wajahnya yang sudah cantik jadi semakin terlihat memesona, apalagi senyum manis terus tersungging di bibirnya.Penampilan Zyan pun tak kalah menawan. Pria itu mengenakan kemeja yang senada dengan sang istri. Sementara bawahannya mengenakan celana panjang berwarna putih. Sementara untuk alas kaki, keduanya mengenakan sneakers couple warna putih. Mereka melengkapi penampilan dengan kacamata hitam yang juga couple.Sejoli itu diajak berkunjung ke Hagia Sopia, salah satu majid yang sekaligus menjadi bangunan ikonik terpopuler di Istanbul. Masjid yang memiliki arsitekstur unik ini mempunyai sejarah yang cukup panjang.Hagia Sofia awalnya merupakan gereja bagi umat Kristen. Pada masa kesultanan Ottoman atau Utsmaniyyah, bangunan ini diubah menjad
Sehari setelah tiba di Jakarta, Zyan dan Zahra tak langsung ke kantor. Keduanya mengistirahatkan badan setelah menempuh perjalanan yang tak sebentar. Rania memanggil terapis langganan ke rumah untuk memijat putra sulung dan menantunya agar tubuh mereka lebih segar dan lelahnya hilang. Untuk Zahra tentu bukan sembarang terapis, tapi terapis khusus untuk wanita hamil.Setelah seharian hanya di rumah, malam harinya mereka pergi ke dokter kandungan. Selain untuk kontrol rutin juga untuk mengecek kondisi kehamilan Zahra setelah bepergian jauh. Karena baru mendaftar sehari sebelumnya, Zahra mendapat nomor antrian dua puluh. Saat keduanya tiba di rumah sakit, ruang tunggu sudah penuh. Kebanyakan kursi itu diduduki oleh pasangan suami istri. Beberapa ada juga yang bersama anak-anak. Saat Zahra sedang dicek tekanan darahnya, Zyan mencarikan tempat duduk untuk sang istri. Dia tidak masalah berdiri selama menunggu, tapi Zahra harus duduk. Kalaupun nanti tidak ada kursi yang kosong, dia akan mem
Zyan mengernyit begitu mendengar ada yang menyebut namanya. Pria itu berhasil menghindar kala seorang wanita mendekat dan coba mencium pipinya. “Anda siapa ya? Jangan bersikap kurang aja! Saya ini sudah punya istri dan istri saya jauh lebih cantik dan lebih baik daripada Anda!” serunya. Dia tak peduli kalau orang-orang jadi mengalihkan perhatiannya pada mereka.“Masa kamu lupa sama aku? Jahat banget sih! Kita ‘kan dulu sering ketemu dan ngobrol di klub,” sahut wanita berpakaian kurang bahan itu.Zyan menggeleng. “Maaf, saya tidak kenal dengan Anda. Saya juga sudah lama sekali tidak pergi ke tempat-tempat seperti itu.”Wanita itu berdecak. Dia lantas duduk di samping Zyan yang kosong. “Siapa yang mengizinkan Anda duduk di situ?” tukas pria bercambang tipis itu. Terlihat sekali dia merasa tidak nyaman.“Ini ‘kan tempat umum. Siapa saja boleh duduk di sini,” sahut wanita itu dengan santai. Dia mengangkat kaki kanan lalu diletakkan di atas kaki kiri hingga semakin terlihat paha mulusnya
Zyan dan Zahra keluar dari ruang praktik dokter sambil bergandengan tangan. Raut bahagia menghiasi wajah keduanya. Mereka sangat bersyukur karena kondisi janin yang dikandung Zahra sehat, begitu juga dengan ibunya. Kedua calon orang tua itu juga merasa lega sebab sudah mengetahui jenis kelamin calon anak mereka. Ya, walaupun hasil USG belum tentu sama saat lahir, tapi tetap disyukuri.Saat mereka berjalan menuju tempat administrasi, wanita yang mengenakan pakaian seksi itu kembali memanggil Zyan. Namun pria bercambang tipis itu mengabaikan dan tetap berlalu dengan istrinya. Seperti yang dikatakan Zyan sebelumnya, lebih baik mereka menghindari masalah.Tanpa keduanya duga, wanita tadi berdiri lantas mengikuti mereka. “Zyandru, kenapa sih kamu sekarang sombong kaya gini? Aku ‘kan pengen ngobrol sama kamu,” serunya.Zyan tetap mengajak Zahra berjalan dan tak mengindahkan. Pada saat seperti ini dia merasa membutuhkan pengawal yang bisa menjaga mereka dari hal-hal yang tidak diinginkan. Se
Zahra membawa nampan berisi dua cangkir lemon tea panas dah sepiring kudapan ke halaman belakang, di mana suaminya sedang duduk berselonjor di gazebo dengan iPad di tangan. Hari ini akhir pekan, tapi keduanya hanya di rumah berdua. Keempat anak mereka sudah sibuk dengan pendidikan dan kegiatannya masing-masing. “Diminum dulu tehnya mumpung masih anget, Bang,” ucap Zahra setelah meletakkan nampan di atas gazebo. Zyan meletakkan iPad di samping lantas tersenyum pada istrinya. “Baik, Cintaku.” Pria itu mengambil salah satu cangkir lalu mencium aroma teh dengan lemon yang begitu menyegarkan. Setelah itu baru menyesapnya. “Nikmat seperti biasa. Terima kasih, Ra,” ucapnya. Zahra yang juga tengah menikmati teh, hanya mengangguk sebagai tanggapan. Dia kembali meletakkan cangkir di atas nampan. “Rumah kita ini sekarang jadi sepi ya, Bang,” gumamnya seraya menyandarkan kepala di bahu suaminya. Zyan meraih tangan kanan sang istri lalu menggenggamnya dengan erat. “Dulu waktu abang ingin namb
Lulus SMP, Zayyan memutuskan keluar dari pesantren setelah berhasil menghafal 30 juz Al-Qur’an. Dia akan lanjut memperdalam ilmunya di luar pesantren karena tak ingin melihat adik bungsunya kesepian di rumah.Zyel dan Zyra dengan kompak masuk pesantren karena ingin mengikuti jejak sang kakak yang sudah hafal Al-Qur’an. Kedua anak kembar itu katanya juga ingin memberikan mahkota pada mama dan papanya di akhirat nanti. Walaupun berat harus berpisah dengan kedua anaknya sekaligus, Zyan dan Zahra tetap mengizinkan.Zayyan kemudian bersekolah di SMA yang masih satu yayasan dengan SD-nya dahulu. Sekolah berbasis Islam tapi menggunakan kurikulum internasional.“Kak, dapat salam dari kakak kelasku.” Zeza memberi tahu Zayyan saat sang kakak menjemputnya di sekolah dengan motor sport-nya. Sejak berumur 17 tahun dan punya SIM, Zayyan memang mengendarai motor sendiri ke sekolah. Motor sport impian yang merupakan hadiah ulang tahun ke-17 dari kedua orang tuanya. Kadang dia mengantar dan menjemput
“Pa, Ma, aku mau masuk SMP yang ada di pesantren.” Zayyan mengungkapkan keinginannya pada Zyan dan Zahra saat mereka dalam perjalanan pulang dari acara Parents Day di sekolahnya.Zyan dan Zahra tentu saja terkejut mendengar keinginan putra pertama mereka itu. Keduanya saling memandang sebelum memberi tanggapan.“Kak Zayyan, serius mau masuk pesantren?” tanya Zahra sambil menoleh ke kabin tengah di mana putra sulungnya duduk.Zayyan mengangguk. “Iya, Ma.”“Kenapa mau masuk pesantren, Kak?” Zahra kembali bertanya.“Aku ingin jadi hafiz, Ma. Pak Guru bilang kalau kita hafal Al-Qur’an, nanti kita bisa memberi mahkota pada orang tua di hari kiamat nanti karena itu aku ingin memberikannya sama Papa dan Mama,” jawab Zayyan dengan tenang.“Masya Allah, Kak, mulia sekali tujuanmu. Terima kasih ya, Kak.” Zahra tak dapat menahan rasa haru mendengar jawaban Zayyan. Dia mengusap sudut matanya dengan tisu.“Menjadi hafiz ‘kan tidak harus masuk pesantren, Kak. Besok Papa carikan ustaz yang bisa memb
"Yeay, Mama sama Papa sudah pulang. Mana oleh-olehnya?" todong Zyra yang baru pulang dari sekolah dan melihat kedua orang tuanya duduk di ruang tengah bersama si bungsu, Zeza."Lihat Mama sama Papa itu ya mengucapkan salam terus salim dulu, jangan langsung minta oleh-oleh," tegur Zyan."Iya, Pa." Zyra kemudian menyapa dan menyalami kedua orang tuanya. Tidak bertemu selama satu minggu membuatnya sangat rindu. Meminta oleh-oleh hanya basa-basinya. Melihat kedua orangnya di rumah adalah kebahagiaan terbesarnya. Gadis kecil itu kemudian meminta pangku pada papanya.Zyel yang masuk belakangan langsung menyapa, menyalami, dan memeluk keduanya. Dia lantas duduk di samping sang mama. Wanita yang sangat dirindukannya. Bukan tak rindu pada Zyan, rindu juga tapi kadarnya berbeda. Zyel memang lebih dekat dengan sang mama daripada papanya."Kak Zyel dan Kak Zyra, ganti baju dulu ya. Setelah itu baru main lagi," pinta Zahra."Nanti saja ganti bajunya, Ma. Aku masih mau sama Papa," sahut Zyra yang b
Pukul 3.00 dini hari, Zyan dan Zahra dijemput di hotel oleh tim dari pengelola balon udara. Mereka diantar ke kantor pengelola tersebut untuk menikmati sarapan di sana. Sesudah itu keduanya dibawa ke lokasi peluncuran balon udara.Zyan dan Zahra disambut oleh staf yang ramah dan profesional yang mendampingi mereka sambil menunggu persiapan sebelum penerbangan. Selama balon udara digelembungkan dan disiapkan, keduanya diberikan penjelasan tentang perjalanan yang akan ditempuh dan tindakan yang diperlukan untuk keselamatan. Pilot dan kru yang berpengalaman memastikan Zyan dan Zahra merasa nyaman dan siap untuk memulai perjalanan di angkasa.Zyan naik ke keranjang terlebih dahulu, setelah itu baru membantu istrinya. Mereka kemudian memasang sabuk pengaman sesuai dengan pedoman keselamatan sebelum lepas landas. Di keranjang tersebut hanya ada Zyan, Zahra, dan sang pilot. Setelah semua siap, pilot pun mulai menerbangkan balon udara.Perlahan-lahan balon itu terangkat dari tanah dan mengang
Zyan berbaring di samping Zahra setelah mendayung samudra cinta dan meraih surga dunia bersama. Kepuasan tergambar jelas di wajah keduanya. Titik-titik basah di kening dan mengilapnya tubuh karena keringat menjadi bukti betapa panasnya permainan mereka.Zyan dan Zahra tak bisa selepas itu saat di rumah. Saat mereka sedang bermesraan sering muncul perasaan was-was bila salah satu anak mereka mengetuk pintu kamar. Bukan hanya sekali hal itu terjadi, tapi sering kali. Apalagi kalau sedang hujan deras dan suara guntur terus terdengar. Atau terbangun tengah malam karena mimpi buruk, pasti langsung ke kamar orang tuanya.Pernah saat keduanya sudah menyatukan tubuh dan sedang berusaha menggapai nirwana, pintu kamar digedor-gedor dari luar oleh Zyra yang menangis sembari memanggil-manggil mereka. Tidak dilanjut tanggung, tapi kalau dilanjut pasti akan membangunkan seisi rumah karena suara bising yang dibuat Zyra. Terpaksa keduanya mengakhiri permainan sebelum mencapai puncak dan langsung menge
Waktu tak terasa cepat berlalu, keempat anak Zyan dan Zahra tumbuh dengan baik. Semuanya jadi anak yang aktif, cerdas, dan kritis. Zayyan sudah kelas 3 SD, Zyel dan Zyra sekolah TK besar, sedangkan Zeza di PAUD. Untuk merayakan ulang tahun pernikahan yang ke 10, Zyan mengajak Zahra liburan. Mereka hanya pergi berdua, tanpa mengajak anak-anak. Tentu saja di sela liburan tersebut tetap ada agenda bisnis yang harus Zyan lakukan. Ya, ibarat kata menyelam sambil minum air. Kalau untuk urusan bisnis, anak-anak memang tidak pernah diajak. Namun mereka tetap mengagendakan liburan dengan anak-anak minimal setahun sekali.“Abang menepati janji membawamu ke tempat ini lagi,” ucap Zyan kala mereka tiba kamar hotel yang terletak di Kota Cappadocia, Turki. Dia menarik istrinya menuju jendela kaca besar, di mana mereka bisa melihat banyak balon udara yang sedang melayang di angkasa. Pria itu berdiri di belakang sang belahan jiwa lantas memeluknya. Diletakkannya dagu di bahu sang istri.“Kamu ‘kan
“Hore! Mama dan Papa pulang.” Zayyan berteriak sambil berlari kala melihat kedua orang tuanya keluar dari pintu kedatangan. Dia ikut sopir keluarga yang menjemput Zyan dan Zahra di bandara.Lelaki kecil itu langsung menghampiri dan memeluk perut mamanya. “Ma, aku kangen,” ungkapnya.“Mama juga kangen sama Kak Zayyan,” sahut Zahra seraya mengelus punggung putra pertamanya itu.“Kak Zayyan, tidak kangen sama papa?” lontar Zyan yang berada di samping istrinya.“Kangen Papa juga.” Zayyan melepas pelukannya pada Zahra lantas berganti memeluk papanya.Zyan tersenyum mendapat pelukan dari sang putra tercinta. Dia kemudian menggendong Zayyan.“Pa, turunin. Aku ‘kan sudah besar. Tidak boleh digendong lagi,” protes Zayyan.“Tapi papa mau gendong Kak Zayyan. Masa tidak boleh? Papa kangen. Lama tidak gendong Kakak.” Zyan beralasan.“Tapi aku udah besar, Pa,” tukas Zayyan.“Buat papa, kamu tetap masih bayi.” Zyan menciumi pipi putra sulungnya itu.“Papa, please. Jangan cium-cium lagi!” Zayyan meng
“Mama sama Papa kapan pulang?” tanya Zayyan saat Zahra melakukan panggilan video pada pengasuh putra pertamanya itu saat mereka dalam perjalanan ke tempat pertemuan dengan para pengusahan dari Kota Malang.“Lusa, Kak,” jawab Zyan yang duduk di samping istrinya.“Katanya cuma sebentar, kok sampai lusa,” protes lelaki kecil yang wajahnya mirip dengan papanya itu.“Pekerjaan papa sama mama belum selesai, Kak, jadi tidak bisa pulang besok. Kalau Kak Zayyan sama adek-adek kangen ‘kan tinggal video call papa atau mama,” timpal Zyan.“Gimana sekolahnya tadi, Kak.” Zahra memilih mengalihkan pembicaraan daripada melihat wajah sendu putranya. Zayyan biasanya sangat antusias bila menceritakan kegiatannya di sekolah, jadi Zahra ingin membuat sulungnya itu kembali ceria. Dia sebenarnya juga sedih berjauhan dengan keempat anaknya, tapi demi menemani suami dan menjalankan pekerjaan, Zahra harus menjalaninya.Benar seperti dugaan Zahra, putra sulungnya itu langsung ceria begitu memberi tahu sang mama