Livony Zea, seorang penulis dengan kepribadian yang garang, 25 tahun, memandang hidup dengan prinsip yang unik dan kuat. Satu hal yang membuatnya memilih untuk menemukan kebahagiaan dalam rencananya yang unik yaitu menua bersama sepuluh kucing dan dua anak hasil adopsi tanpa menikah, semua itu karena ia membenci pria. Menurutnya semua lelaki sama saja, brengsek.
Hingga suatu hari, Livony melangkah menuju pusat adopsi hewan dan bertemu seorang CEO muda, dan agak gila. Keduanya tertarik pada seekor kucing yang sama. Himalaya putih dengan mata biru.
"Saya sudah mengincar kucing seperti ini dari lama untuk diadopsi. Apa urusannya dengan Anda? Silahkan pilih kucing lainnya di sini."
"Saya juga tertarik padanya. Kucing ini memiliki daya tarik luar biasa dan saya akan memberikannya untuk keponakan saya sebagai hadiah ulang tahun. Silahkan ikhlaskan kucing ini karena saya akan bayar mahal, saat ini juga."
Pertentangan pun dimulai, dengan kucing menjadi simbol persaingan antara dua kepribadian yang sama kerasnya.
Telepon genggam Mikael berbunyi, menyusul berita keluarga yang menggetarkan. Ibu Mikael, yang pada saat itu sekarat, meminta Mikael untuk menikah di depannya sebelum ajal menjemput. Ia menginginkan kebahagiaan untuk anaknya sebelum meninggalkan dunia.
"Bawa calon pilihanmu sekarang, Nak. Siapapun itu asalkan kalian dapat saling membahagiakan satu sama lain. Kamu akan mama restui saat ini juga, tolong dengarkan perkataan mama-mu ini terakhir kalinya."
Mikael, meski terkejut, melihat kesempatan dalam situasi ini. Dengan sejumput ide cerdas, ia memutuskan untuk menjalankan misi gila untuk memenuhi keinginan terakhir ibunya.
"Nona, saya melepaskan kucing ini padamu dengan satu syarat. Ayo menikah, hanya sebagai sandiwara, selama tiga bulan saja dan kamu bebas. Apakah kamu bersedia?"
Livony, terkejut dengan tawaran yang tidak terduga, ia pun tertawa karena mengira ini hanyalah lelucon, lalu terdiam setelah menyadari bahwa yang Mikael katakan bukanlah gurauan semata.
"Enyah kau, pria gila. Ambil saja kucing ini."
"Satu miliar!"
"Saya tidak berminat menjual diri, sialan!"
"Oke ... sepuluh kucing, dua anak adopsi, dan satu miliar. Deal?"
Livony tercengang, bagaimana bisa lelaki sinting dihadapannya ini mengetahui keinginannya secara tepat sasaran? Namun, tiga bulan bukan waktu yang terlalu lama dan semua tawarannya sangatlah tepat sasaran, lagipula ia akan mati penasaran apabila tidak berhasil mengungkap siapa pria di depannya ini dan mengapa ia mengetahui keinginan terdalam hatinya.
Pernikahan ini hanya sementara, bahkan setelah semua ini berakhir aku dapat mewujudkan kehidupan impianku. Lagipula apa hal buruk yang bisa terjadi?
"Deal!"
'Dengan restu mama papa, aku akan menuntaskan semua masalah brengsek dalam hidupku ini dengan cara gilaku sendiri' Batin Livony.
Dalam sekejap, rencana otentik Livony untuk menua bersama kucing dan anak-anak adopsi tergantikan dengan perjalanan mendebarkan menuju pernikahan mendadak yang akan membawa keduanya ke dalam babak baru kehidupan yang tak terduga. Apakah rencana yang Livony buat? Apakah pernikahan kontrak mereka akan terbongkar? Apakah situasi ini akan menjadi surga, atau neraka baginya?
"Tunggu, bagaimana jika mamamu sembuh?"
"Tenang, itu tanggung jawabku, Livony."
"Kau pikir aku percaya?"
"Bibirku tidak suka berbohong, nona. Rasakan saja sendiri jika tidak percaya. Mungkin bibirmu bisa mendeteksinya dengan cara menyatu dengan satu sama lain."
"Kubuat bibirmu menyatu dengan aspal jika kau terus berbicara tidak senonoh seperti itu lagi."
"Aspal yang boleh menyentuh bibirku hanya dua, aspal berbahan dasar bibirmu... atau ... tubuhmu."
"Lebih baik kau lari sebelum tasku ini menyelip ke dalam matamu."
"lari ke dalam pelukanmu?"
dan.. begitulah awal mula kisah mereka yang bagaikan api dan air namun saling menyeimbangkan satu sama lain. Atau, melengkapi? Hanya Livony, Mr. M, dan Tuhan yang tahu.
Vony tidak bisa lagi menahan air matanya, ia tidak menyangka statusnya akan berubah dalam sekejap mata dengan cara kotor seperti ini. Pun ia tahu kehidupannya akan sangat terbantu oleh imbalan yang diberikan, ia tidak bisa menyembunyikan kegelisahan hati terkecilnya. Kenangan masa kecilnya kembali menyeruak ke permukaan. Tangannya yang bergetar dan berubah sedingin es tidak berhenti memainkan cincin hitam di tangan kirinya untuk mengalihkan kegugupan yang menyeruak dalam raganya.Entah sudah beberapa kali ia mendongakkan kepala agar air matanya tidak tumpah, napasnya yang terengah-engah dan sedikit tertahan menyita perhatian Mikael. Ia jelas bisa membaca dan memahami reaksi Vony, "Ketakutan terbesarmu masih sama kaya dulu, Von," ucapnya dalam hati. Mikael lalu menarik telapak tangan 'mempelai' wanitanya itu dan menggenggam lembut tangan Vony dibalik meja Akad. Tatapannya terus menjurus ke depan dimana sang penghulu merapikan posisinya mempersiapkan diri.Vony tersentak pelan saat tan
Mentari pagi menyinari ruangan kamar Vony dan Mikael, Vony mengerjapkan matanya silau saat Mikael menatapnya dengan senyum yang ... melegakan, tidak asing, dan anehnya menghanyutkan baginya itu. Mikael yang baru saja membuka tirai yang menampilkan view padatnya jalanan dan matahari terbit itu menyapa Vony yang sekarang terduduk sambil mengucap kedua matanya dan menguap itu.Rambutnya yang berantakan, muka naturalnya tanpa make-up tebal namun elegan yang biasa ia kenakan, semua itu memukau Mikael dengan sempurna.‘Cantik,’ batin Mikael, ‘Lucu dan menggemaskan, masih sama seperti dulu.’"Apa liat-liat, El?" Ketus Vony dengan suara paraunya, "Kenapa senyum-senyum gitu? Cantik ya? Tau."Mikael tertawa renyah dan memutar bola matanya pura-pura jengah. Vony dan sarkas penuh percaya dirinya. Sebuah dua kesatuan yang sangat ia rindukan."Waktunya sarapan, istriku.""Najis.""Mending kamu segera mengganti pakaian dan turun bersamaku," perintah Mikael, matahari yang menyinari wajah serta bibir
Mikael memandangi ibunya di depan meja kantornya sekarang, ia mengerjap bingung dengan wajah antusias mamanya yang tidak berhenti membicarakan 'momongan' dari satu jam yang lalu. "Laki-laki dan perempuan ya, El-ku sayang. Mama mohon!"Mikael menelan ludah, bagaimana harus menjelaskan situasinya tanpa bertindak gegabah pada dua orang wanita yang sangat dicintainya, Vony dan Dini-mamanya."Udahlah, Ma ... El baru aja menikah tiga hari yang lalu. El sama Vony juga sudah sepakat untuk menunda momongan. El minta tolong jangan dibahas dulu, apalagi di depan Livony."Dini menggelengkan kepala sambil menggoyangkan jari telunjuknya tanda tidak setuju. "Mana bisa?!" El hanya bisa memijat dahinya kebingungan, "Mama justru ingin anak kembar dari kalian.""Astaga, Mama! Kita sama-sama gak punya garis keturunan kembar, ma! Apalagi ini?" bantah Mikael semakin pusing dibuatnya."Pokoknya mama mau— ehh menantu kesayangan mama!"Mikael menoleh ke arah pintu dan membelalakkan matanya ke arah Livony yan
Mikael tertawa geli mengingat masa lalunya beberapa waktu lalu sebelum menikah dimana rumor bahwa ia adalah seorang penyuka sesama jenis beredar di kantornya sendiri, apalagi jika bukan karena ia yang selalu sendiri di usianya yang cukup matang bahkan sudah lebih dari stabil dalam hal apapun terutama finansial? Tapi yasudahlah, semua sudah berlalu, batinnya. "Heh! Senyam-senyum sendiri. Kemasukan kamu, El?" celetuk Vony. El bergidik ngeri saat melihat tatapan Vony yang seakan ingin membunuhnya, "Kenapa tatapan kamu? Naksir?" "Naksir bayangannya." "Ah mengaku saja lah!" "Ssttt! Aku jadi lupa mau ngomong apa." Livony mengetuk-ngetukkan jari pada dagunya, "Ah, iya!" Ia lalu mengerutkan kedua alisnya dan memelototi Mikael lalu memukul-mukul bahunya dari seberang meja, "Gila kamu ya! Kenapa ga bilang ada tante Dini! Udah mati kutu aku gara-gara kamu padahal niatku cuma kesini karena asistenmu suruh aku interview formalitas atau apalah itu untuk jadi scriptwriter!" Mikael sumringah,
Mikael tertawa geli mengingat masa lalunya beberapa waktu lalu sebelum menikah dimana rumor bahwa ia adalah seorang penyuka sesama jenis beredar di kantornya sendiri, apalagi jika bukan karena ia yang selalu sendiri di usianya yang cukup matang bahkan sudah lebih dari stabil dalam hal apapun terutama finansial? Tapi yasudahlah, semua sudah berlalu, batinnya. "Heh! Senyam-senyum sendiri. Kemasukan kamu, El?" celetuk Vony. El bergidik ngeri saat melihat tatapan Vony yang seakan ingin membunuhnya, "Kenapa tatapan kamu? Naksir?" "Naksir bayangannya." "Ah mengaku saja lah!" "Ssttt! Aku jadi lupa mau ngomong apa." Livony mengetuk-ngetukkan jari pada dagunya, "Ah, iya!" Ia lalu mengerutkan kedua alisnya dan memelototi Mikael lalu memukul-mukul bahunya dari seberang meja, "Gila kamu ya! Kenapa ga bilang ada tante Dini! Udah mati kutu aku gara-gara kamu padahal niatku cuma kesini karena asistenmu suruh aku interview formalitas atau apalah itu untuk jadi scriptwriter!" Mikael sumringah,
Mikael memandangi ibunya di depan meja kantornya sekarang, ia mengerjap bingung dengan wajah antusias mamanya yang tidak berhenti membicarakan 'momongan' dari satu jam yang lalu. "Laki-laki dan perempuan ya, El-ku sayang. Mama mohon!"Mikael menelan ludah, bagaimana harus menjelaskan situasinya tanpa bertindak gegabah pada dua orang wanita yang sangat dicintainya, Vony dan Dini-mamanya."Udahlah, Ma ... El baru aja menikah tiga hari yang lalu. El sama Vony juga sudah sepakat untuk menunda momongan. El minta tolong jangan dibahas dulu, apalagi di depan Livony."Dini menggelengkan kepala sambil menggoyangkan jari telunjuknya tanda tidak setuju. "Mana bisa?!" El hanya bisa memijat dahinya kebingungan, "Mama justru ingin anak kembar dari kalian.""Astaga, Mama! Kita sama-sama gak punya garis keturunan kembar, ma! Apalagi ini?" bantah Mikael semakin pusing dibuatnya."Pokoknya mama mau— ehh menantu kesayangan mama!"Mikael menoleh ke arah pintu dan membelalakkan matanya ke arah Livony yan
Mentari pagi menyinari ruangan kamar Vony dan Mikael, Vony mengerjapkan matanya silau saat Mikael menatapnya dengan senyum yang ... melegakan, tidak asing, dan anehnya menghanyutkan baginya itu. Mikael yang baru saja membuka tirai yang menampilkan view padatnya jalanan dan matahari terbit itu menyapa Vony yang sekarang terduduk sambil mengucap kedua matanya dan menguap itu.Rambutnya yang berantakan, muka naturalnya tanpa make-up tebal namun elegan yang biasa ia kenakan, semua itu memukau Mikael dengan sempurna.‘Cantik,’ batin Mikael, ‘Lucu dan menggemaskan, masih sama seperti dulu.’"Apa liat-liat, El?" Ketus Vony dengan suara paraunya, "Kenapa senyum-senyum gitu? Cantik ya? Tau."Mikael tertawa renyah dan memutar bola matanya pura-pura jengah. Vony dan sarkas penuh percaya dirinya. Sebuah dua kesatuan yang sangat ia rindukan."Waktunya sarapan, istriku.""Najis.""Mending kamu segera mengganti pakaian dan turun bersamaku," perintah Mikael, matahari yang menyinari wajah serta bibir
Vony tidak bisa lagi menahan air matanya, ia tidak menyangka statusnya akan berubah dalam sekejap mata dengan cara kotor seperti ini. Pun ia tahu kehidupannya akan sangat terbantu oleh imbalan yang diberikan, ia tidak bisa menyembunyikan kegelisahan hati terkecilnya. Kenangan masa kecilnya kembali menyeruak ke permukaan. Tangannya yang bergetar dan berubah sedingin es tidak berhenti memainkan cincin hitam di tangan kirinya untuk mengalihkan kegugupan yang menyeruak dalam raganya.Entah sudah beberapa kali ia mendongakkan kepala agar air matanya tidak tumpah, napasnya yang terengah-engah dan sedikit tertahan menyita perhatian Mikael. Ia jelas bisa membaca dan memahami reaksi Vony, "Ketakutan terbesarmu masih sama kaya dulu, Von," ucapnya dalam hati. Mikael lalu menarik telapak tangan 'mempelai' wanitanya itu dan menggenggam lembut tangan Vony dibalik meja Akad. Tatapannya terus menjurus ke depan dimana sang penghulu merapikan posisinya mempersiapkan diri.Vony tersentak pelan saat tan
Livony Zea, seorang penulis dengan kepribadian yang garang, 25 tahun, memandang hidup dengan prinsip yang unik dan kuat. Satu hal yang membuatnya memilih untuk menemukan kebahagiaan dalam rencananya yang unik yaitu menua bersama sepuluh kucing dan dua anak hasil adopsi tanpa menikah, semua itu karena ia membenci pria. Menurutnya semua lelaki sama saja, brengsek. Hingga suatu hari, Livony melangkah menuju pusat adopsi hewan dan bertemu seorang CEO muda, dan agak gila. Keduanya tertarik pada seekor kucing yang sama. Himalaya putih dengan mata biru."Saya sudah mengincar kucing seperti ini dari lama untuk diadopsi. Apa urusannya dengan Anda? Silahkan pilih kucing lainnya di sini.""Saya juga tertarik padanya. Kucing ini memiliki daya tarik luar biasa dan saya akan memberikannya untuk keponakan saya sebagai hadiah ulang tahun. Silahkan ikhlaskan kucing ini karena saya akan bayar mahal, saat ini juga."Pertentangan pun dimulai, dengan kucing menjadi simbol persaingan antara dua kepribadia