Share

Bab 2: Hancurnya Harapan

Malam itu terasa begitu panjang bagi Sarah. Setelah Arman meninggalkannya, ia tidak bisa tidur. Kepalanya dipenuhi oleh berbagai pikiran dan emosi yang membingungkan. Matahari sudah terbit ketika Sarah akhirnya menyerah untuk mencoba tidur dan memutuskan untuk bangun. Rumah yang dulu terasa hangat dan nyaman kini tampak dingin dan asing.

Dia berjalan ke dapur dengan langkah gontai dan membuka lemari es. Makanan yang ia siapkan untuk merayakan ulang tahun pernikahannya masih ada di sana, kini sudah dingin dan tidak menarik lagi. Dengan perasaan hampa, Sarah membuang makanan itu ke tempat sampah. "Ini bukan hanya makanan yang terbuang, tapi juga harapanku," pikirnya dengan getir.

Sambil duduk di meja dapur, Sarah menatap cangkir kopinya yang kosong. Ia merasa kebingungan tentang apa yang harus dilakukan selanjutnya. Hidupnya seolah-olah telah kehilangan arah. Setelah beberapa saat, ia memutuskan untuk menghubungi sahabatnya, Lisa.

"Lisa, ini aku, Sarah. Bisakah kamu datang ke sini? Aku butuh seseorang untuk bicara," kata Sarah dengan suara bergetar.

Lisa langsung merespons dengan cepat. "Tentu, Sarah. Aku akan segera ke sana."

Tidak butuh waktu lama bagi Lisa untuk tiba. Begitu melihat keadaan Sarah yang tampak hancur, Lisa segera memeluknya erat. "Apa yang terjadi, Sarah? Kamu terlihat sangat kacau."

Dengan air mata yang terus mengalir, Sarah menceritakan semua yang terjadi kepada Lisa. Tentang pengkhianatan Arman, tentang keputusannya untuk meninggalkannya, dan tentang bagaimana dia merasa tidak berdaya menghadapi semuanya.

Lisa mendengarkan dengan penuh perhatian, tanpa menyela sedikit pun. Setelah Sarah selesai bercerita, Lisa menghela napas panjang dan berkata, "Sarah, kamu tidak sendirian. Aku ada di sini untukmu. Kita akan melewati ini bersama-sama."

Mendengar kata-kata Lisa memberikan sedikit kelegaan bagi Sarah. Ia tahu bahwa ia bisa mengandalkan sahabatnya dalam masa sulit ini. Lisa menghabiskan hari itu di rumah Sarah, membantu membersihkan dan mengatur ulang beberapa barang. Mereka mencoba membuat suasana rumah menjadi lebih cerah dan nyaman.

Di tengah-tengah kegiatan mereka, Lisa berkata, "Sarah, kamu harus mulai berpikir tentang apa yang ingin kamu lakukan selanjutnya. Kamu tidak bisa terus-terusan terpuruk seperti ini."

Sarah mengangguk pelan. "Aku tahu, Lisa. Tapi aku tidak tahu harus mulai dari mana."

Lisa tersenyum lembut. "Kamu bisa mulai dengan menerima kenyataan bahwa kamu layak untuk bahagia. Dan kamu tidak perlu terburu-buru. Ambil waktu yang kamu butuhkan untuk menyembuhkan diri."

Malam itu, setelah Lisa pulang, Sarah merenungkan kata-kata sahabatnya. Ia tahu bahwa proses penyembuhan tidak akan mudah dan tidak akan cepat. Namun, ia juga tahu bahwa ia harus mencoba. Ia memutuskan untuk mengambil cuti dari pekerjaannya sebagai desainer interior untuk sementara waktu, agar bisa fokus pada pemulihan dirinya.

Hari-hari berikutnya, Sarah mencoba mengalihkan pikirannya dengan melakukan berbagai kegiatan. Ia kembali melukis, sebuah hobi yang sudah lama ia tinggalkan. Melalui lukisan-lukisannya, Sarah mencoba menyalurkan perasaan dan emosinya. Setiap goresan kuas di kanvas seolah-olah membawa sedikit demi sedikit beban yang ada di hatinya.

Suatu hari, ketika Sarah sedang asyik melukis di ruang tamu, teleponnya berdering. Ia melihat nomor yang tidak dikenal di layar ponselnya. Ragu-ragu, ia menjawab panggilan itu.

"Halo, apakah ini Sarah?" suara di seberang terdengar lembut namun profesional.

"Ya, ini Sarah. Siapa ini?" jawab Sarah.

"Nama saya Andra. Kita bertemu beberapa waktu lalu di acara amal. Saya berharap saya tidak mengganggu," kata suara itu.

Sarah terkejut, namun merasa senang mendengar suara Andra. "Oh, Andra. Tidak, kamu tidak mengganggu. Ada apa?" tanyanya dengan nada penasaran.

"Aku hanya ingin tahu bagaimana kabarmu. Aku tahu kita tidak sempat berbicara banyak waktu itu, tapi aku merasa kita memiliki banyak kesamaan. Jika kamu tidak keberatan, mungkin kita bisa bertemu lagi untuk mengobrol," kata Andra.

Sarah terdiam sejenak, memikirkan tawaran itu. Pertemuannya dengan Andra memang memberikan kesan yang baik. Mungkin ini adalah kesempatan baginya untuk memulai lembaran baru. "Tentu, aku tidak keberatan. Kapan kita bisa bertemu?" tanyanya akhirnya.

Mereka pun menyepakati untuk bertemu di sebuah kafe kecil yang nyaman di pusat kota. Sarah merasa sedikit gugup, namun juga bersemangat. Ia berharap pertemuan ini bisa membantunya melihat dunia dengan cara yang baru.

Ketika hari pertemuan tiba, Sarah berusaha tampil sebaik mungkin. Ia mengenakan gaun sederhana namun elegan, dan menyisir rambutnya dengan rapi. Saat ia tiba di kafe, Andra sudah menunggunya di sana, duduk di sudut dengan senyum hangat di wajahnya.

"Sarah, senang sekali bisa bertemu lagi," sapa Andra sambil berdiri dan menyambutnya.

"Senang bertemu lagi, Andra," jawab Sarah sambil tersenyum.

Mereka duduk dan memesan minuman. Suasana di kafe itu tenang dan nyaman, memberikan rasa aman bagi Sarah. Mereka mulai berbicara tentang berbagai hal, mulai dari pekerjaan hingga hobi. Sarah merasa nyaman berbicara dengan Andra, seolah-olah mereka sudah lama saling mengenal.

"Bagaimana keadaanmu, Sarah? Aku berharap kamu baik-baik saja," tanya Andra dengan nada tulus.

Sarah tersenyum pahit. "Aku mencoba untuk baik-baik saja. Hidupku sedikit berantakan sekarang, tapi aku berusaha untuk bangkit."

Andra mengangguk. "Aku mengerti. Hidup kadang memberikan kita tantangan yang tidak pernah kita duga. Tapi aku yakin kamu kuat, Sarah. Kamu bisa melewati ini."

Andra meraih tangan Sarah dan menatap matanya dengan lembut. "Sarah, karyamu luar biasa. Kamu memiliki bakat yang luar biasa dan aku yakin banyak orang akan menghargainya. Kamu harus percaya pada dirimu sendiri."

Sarah merasa sedikit lebih tenang mendengar kata-kata Andra. "Terima kasih, Andra. Aku akan mencoba."

Hari pameran pun tiba. Sarah merasa gugup, tetapi juga bersemangat. Ia mengenakan gaun cantik yang dipilihnya dengan hati-hati dan membawa beberapa lukisan terbaiknya ke galeri. Andra menemani Sarah, memberikan dukungan moral yang sangat ia butuhkan.

Galeri itu dipenuhi oleh para pecinta seni, kolektor, dan juga seniman lainnya. Sarah merasa sedikit terintimidasi pada awalnya, tetapi ketika ia melihat Andra yang selalu berada di sisinya, ia merasa lebih percaya diri.

Saat pameran berlangsung, banyak orang yang datang untuk melihat karya-karya Sarah. Mereka memberikan pujian dan apresiasi, membuat Sarah merasa bangga dan bahagia. Salah satu kolektor seni terkenal bahkan tertarik untuk membeli beberapa lukisannya.

"Sarah, karyamu benar-benar indah. Aku ingin membeli dua lukisan ini untuk koleksi pribadiku," kata kolektor itu dengan penuh semangat.

Sarah terkejut dan senang. "Terima kasih banyak. Ini benar-benar berarti bagi saya."

Andra yang berdiri di samping Sarah merasa bangga melihat kebahagiaan di wajahnya. "Aku tahu kamu bisa melakukannya, Sarah. Ini baru awal dari banyak kesuksesan yang akan datang," kata Andra dengan senyum lebar.

Setelah pameran selesai, Sarah merasa lega dan bahagia. Ia berhasil menunjukkan karyanya kepada dunia dan mendapatkan apresiasi yang layak. Ia merasa lebih percaya diri dan siap untuk menghadapi tantangan baru dalam hidupnya.

"Terima kasih, Andra. Tanpa dukunganmu, aku tidak akan bisa melakukannya," kata Sarah dengan tulus.

Andra tersenyum dan memegang tangan Sarah erat. "Kamu yang melakukannya, Sarah. Aku hanya ada di sini untuk mendukungmu. Kamu layak mendapatkan semua kesuksesan ini."

Malam itu, Sarah dan Andra merayakan kesuksesan pameran dengan makan malam di restoran mewah. Mereka menikmati makanan lezat dan berbicara tentang masa depan. Sarah merasa semakin dekat dengan Andra dan mulai menyadari bahwa perasaannya terhadap Andra semakin dalam.

Namun, bayangan masa lalu masih menghantui Sarah. Ia masih takut untuk sepenuhnya membuka hatinya dan mempercayai cinta lagi. Di tengah kebahagiaannya, ia merasa ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.

Suatu malam, setelah mereka menghabiskan waktu bersama, Sarah memutuskan untuk berbicara dengan Andra tentang perasaannya. "Andra, aku ingin berbicara denganmu tentang sesuatu," kata Sarah dengan suara pelan.

Andra menatapnya dengan penuh perhatian. "Tentu, Sarah. Apa yang ingin kamu bicarakan?"

Sarah mengambil napas dalam-dalam dan mulai berbicara. "Aku tahu kita semakin dekat dan aku merasakan sesuatu yang kuat terhadapmu. Tapi aku masih takut. Pengkhianatan Arman membuatku sulit untuk mempercayai cinta lagi. Aku takut terluka lagi."

Andra mendengarkan dengan sabar dan penuh empati. "Sarah, aku mengerti perasaanmu. Tidak ada yang salah dengan merasa takut setelah apa yang kamu alami. Aku di sini untuk mendukungmu, apapun yang terjadi. Aku tidak akan memaksamu untuk membuka hati jika kamu belum siap. Yang penting adalah kebahagiaanmu."

Mendengar kata-kata Andra membuat Sarah merasa lega. Ia tahu bahwa Andra benar-benar peduli padanya dan siap untuk mendukungnya tanpa tekanan. "Terima kasih, Andra. Kehadiranmu benar-benar berarti bagiku," kata Sarah dengan mata yang berkaca-kaca.

Waktu terus berlalu, dan Sarah semakin dekat dengan Andra. Hubungan mereka berkembang dengan alami dan penuh kepercayaan. Andra selalu ada untuk mendukung Sarah dalam setiap langkahnya, memberikan rasa aman dan kebahagiaan yang selama ini ia cari.

Suatu hari, saat mereka sedang menikmati waktu bersama di taman, Andra mengajak Sarah untuk duduk di sebuah bangku di bawah pohon besar. "Sarah, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu," kata Andra dengan suara serius.

Sarah merasa sedikit gugup, tetapi ia menatap Andra dengan penuh perhatian. "Apa itu, Andra?"

Andra menghela napas dalam-dalam sebelum mulai berbicara. "Sarah, aku tahu kita telah melalui banyak hal bersama. Aku sangat menghargai setiap momen yang kita habiskan bersama. Aku merasa ada sesuatu yang istimewa antara kita, sesuatu yang lebih dari sekadar persahabatan."

Sarah merasa jantungnya berdebar-debar mendengar kata-kata Andra. "Andra, aku juga merasakan hal yang sama. Tapi aku masih takut untuk membuka hati sepenuhnya."

Andra meraih tangan Sarah dan menatap matanya dengan lembut. "Aku tidak akan memaksamu, Sarah. Aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku mencintaimu. Aku ingin kamu menjadi bagian dari hidupku, tetapi aku akan menunggumu sampai kamu benar-benar siap."

Air mata mengalir di pipi Sarah. Ia merasa terharu dan bahagia mendengar pengakuan cinta Andra. "Andra, aku juga mencintaimu. Aku hanya butuh waktu untuk benar-benar menyembuhkan diri."

Andra tersenyum dan menghapus air mata di wajah Sarah. "Kita akan melewati ini bersama-sama, Sarah. Aku akan selalu ada di sini untukmu."

Malam itu, Sarah merasakan harapan baru dalam hatinya. Ia tahu bahwa perjalanan untuk menemukan kebahagiaan sejati tidak akan mudah, tetapi dengan Andra di sisinya, ia merasa mampu untuk melangkah maju. Mereka berdua berjanji untuk saling mendukung dan mencintai, apa pun yang terjadi di masa depan.

Dengan langkah yang lebih ringan dan hati yang lebih tenang, Sarah mulai melihat masa depan dengan penuh harapan. Ia tahu bahwa meskipun perjalanan hidupnya penuh dengan liku-liku, cinta sejati bisa ditemukan di tempat yang tidak terduga. Dan bersama Andra, ia yakin bahwa kebahagiaan sejati sudah menantinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status