Beranda / CEO / Dari Pengkhianatan ke Pelukan CEO / Bab 1 Malam yang Tak Terlupakan

Share

Dari Pengkhianatan ke Pelukan CEO
Dari Pengkhianatan ke Pelukan CEO
Penulis: Ariansyah

Bab 1 Malam yang Tak Terlupakan

Sarah tidak pernah menyangka bahwa malam itu akan menjadi malam yang mengubah hidupnya selamanya. Ia telah menyiapkan makan malam istimewa untuk merayakan ulang tahun pernikahannya yang ketiga dengan suaminya, Arman. Lilin-lilin romantis menghiasi meja makan, anggur merah terbaik yang mereka miliki telah dituangkan ke dalam gelas, dan aroma masakan khas Italia memenuhi ruangan.

Namun, ketika jam dinding menunjukkan pukul delapan malam, Arman masih belum pulang. Sarah mencoba meneleponnya beberapa kali, tetapi tidak ada jawaban. Kegelisahannya semakin bertambah saat pesan singkat yang ia kirimkan juga tidak mendapat balasan. "Mungkin dia masih sibuk di kantor," pikir Sarah, mencoba menenangkan hatinya yang mulai resah.

Pukul sembilan malam, pintu depan akhirnya terbuka. Sarah segera bangkit dari kursinya, siap menyambut suaminya dengan senyum hangat. Namun, senyumnya memudar ketika melihat ekspresi kaget di wajah Arman. "Sarah, kamu masih bangun?" tanya Arman dengan nada gugup.

"Tentu saja, aku menunggumu. Ini ulang tahun pernikahan kita, ingat?" jawab Sarah dengan nada sedikit kecewa.

Arman terdiam sejenak, lalu berjalan ke arah meja makan dan melihat makan malam yang telah dingin. "Maafkan aku, aku benar-benar lupa. Banyak pekerjaan di kantor hari ini," katanya sambil mengusap rambutnya dengan tangan.

Sarah menghela napas panjang, berusaha menahan air mata yang mulai menggenang di matanya. "Tidak apa-apa, kita bisa makan bersama sekarang. Aku akan menghangatkan makanannya," katanya dengan suara pelan.

Arman mengangguk tanpa berkata apa-apa, lalu duduk di meja makan sambil memandangi ponselnya. Sarah merasakan ada yang aneh dengan sikap suaminya malam itu. Biasanya, Arman selalu membawa pulang pekerjaan, tapi malam ini dia terlihat lebih gelisah daripada biasanya.

Setelah makan malam yang sunyi, Arman tiba-tiba berkata, "Sarah, kita perlu bicara."

Sarah merasakan jantungnya berdetak kencang. "Apa yang ingin kamu bicarakan?" tanyanya, mencoba tetap tenang.

"Aku... aku ingin kita berpisah," kata Arman dengan suara tegas namun penuh rasa bersalah.

Dunia Sarah seakan runtuh seketika. "Apa? Kenapa?" tanyanya dengan suara bergetar.

"Ada orang lain, Sarah. Aku jatuh cinta pada orang lain," jawab Arman dengan nada dingin.

Sarah merasa seolah-olah seseorang baru saja meninju perutnya. Ia tidak bisa berkata-kata, hanya menatap Arman dengan mata yang dipenuhi air mata.

"Maafkan aku, Sarah. Aku tidak bisa terus berpura-pura. Hubungan kita sudah tidak sama lagi, dan aku tidak ingin menyakitimu lebih lama," lanjut Arman.

Sarah merasakan rasa sakit yang luar biasa di hatinya. Ia ingin berteriak, marah, dan menangis, tapi ia hanya bisa duduk terdiam, mencoba mencerna apa yang baru saja didengarnya.

"Siapa dia?" akhirnya Sarah berhasil bertanya, suaranya hampir tidak terdengar.

"Dia rekan kerjaku, namanya Karin. Kami sudah bersama selama beberapa bulan terakhir," jawab Arman tanpa ragu.

Sarah merasa pengkhianatan itu semakin dalam. "Berapa lama kamu sudah berselingkuh dengannya?" tanyanya lagi, kali ini dengan nada lebih keras.

"Enam bulan," jawab Arman singkat.

Air mata Sarah akhirnya jatuh. "Jadi selama ini kamu menipuku? Selama ini kamu berpura-pura mencintaiku sementara hatimu bersama orang lain?" katanya dengan suara penuh emosi.

Arman tidak bisa menjawab, hanya menundukkan kepalanya dengan rasa bersalah.

"Aku tidak bisa percaya ini. Kita sudah menikah selama tiga tahun, Arman. Aku mencintaimu dengan segenap hatiku, dan kamu membalasnya dengan cara seperti ini?" tangis Sarah semakin menjadi-jadi.

Arman berdiri dari kursinya dan mencoba mendekati Sarah. "Maafkan aku, Sarah. Aku tidak bermaksud menyakitimu," katanya dengan nada memohon.

Sarah mundur, tidak ingin disentuh oleh pria yang telah menghancurkan hatinya. "Pergilah, Arman. Aku tidak ingin melihatmu lagi," katanya dengan tegas.

Arman menatap Sarah sejenak, lalu dengan berat hati berjalan keluar dari rumah mereka, meninggalkan Sarah dalam kesedihan yang mendalam. Pintu depan tertutup dengan suara yang menggema di seluruh rumah, menandai akhir dari malam yang akan selalu diingat Sarah sebagai malam yang tak terlupakan.

Setelah kepergian Arman, Sarah terduduk lemas di lantai ruang tamu. Air matanya terus mengalir tanpa henti. Ia tidak bisa memahami bagaimana semua ini bisa terjadi. Cinta yang ia kira abadi ternyata hanya ilusi belaka.

Sarah mencoba mengingat kembali saat-saat indah yang pernah ia habiskan bersama Arman. Tawa, canda, dan kehangatan yang pernah mereka rasakan bersama kini terasa hampa. Setiap kenangan manis berubah menjadi luka yang menyakitkan.

Selama beberapa jam berikutnya, Sarah duduk merenung, memikirkan apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Ia tahu hidupnya tidak akan pernah sama lagi. Ia harus menemukan cara untuk bangkit dari keterpurukan ini dan menemukan kebahagiaan yang sejati.

Keesokan paginya, Sarah terbangun dengan mata yang bengkak dan hati yang berat. Ia tahu bahwa ia harus mulai melangkah maju, tetapi tidak tahu harus mulai dari mana. Ia memutuskan untuk mengambil cuti dari pekerjaannya sebagai desainer interior dan mencoba mengumpulkan kekuatannya kembali.

Hari-hari berikutnya, Sarah mencoba menata ulang hidupnya. Ia merapikan rumah, membuang barang-barang yang mengingatkannya pada Arman, dan mencoba mencari kegiatan yang bisa mengalihkan pikirannya dari rasa sakit. Namun, tidak peduli seberapa keras ia mencoba, bayangan pengkhianatan Arman terus menghantuinya.

Suatu sore, saat Sarah sedang berjalan-jalan di taman untuk menenangkan pikirannya, ia melihat sebuah brosur acara amal yang akan diadakan di hotel bintang lima di kota mereka. Acara tersebut akan dihadiri oleh banyak tokoh penting dan selebriti, termasuk CEO terkenal, Andra.

Sarah mengenal Andra sebagai salah satu pengusaha muda yang sukses dan karismatik. Ia sering melihat Andra di majalah bisnis dan berita televisi. Sarah merasa tertarik untuk menghadiri acara tersebut, bukan hanya untuk bertemu Andra, tetapi juga untuk mencoba kembali bersosialisasi dan melupakan sejenak masalahnya.

Pada malam acara, Sarah mengenakan gaun elegan berwarna merah yang membuatnya terlihat anggun dan percaya diri. Ia berharap malam itu bisa memberinya sedikit hiburan dan mungkin, kesempatan untuk memulai hidup baru.

Sesampainya di hotel, Sarah merasa gugup namun bersemangat. Ia melihat banyak orang penting berkumpul di sana, berbicara, dan tertawa. Sarah merasa sedikit canggung di tengah keramaian, tetapi ia bertekad untuk menikmati malam itu.

Saat Sarah sedang menikmati minumannya di sudut ruangan, tiba-tiba ia merasakan seseorang menyapanya. "Selamat malam, apa Anda sendirian di sini?" suara itu membuat Sarah terkejut dan menoleh.

Di depannya berdiri seorang pria tampan dengan senyum hangat. "Oh, maaf jika saya mengagetkan Anda. Nama saya Andra," kata pria itu sambil mengulurkan tangan.

Sarah terkejut, tidak menyangka akan bertemu dengan Andra secara langsung. "Selamat malam, nama saya Sarah," jawabnya sambil berjabat tangan.

"Senang bertemu dengan Anda, Sarah. Anda terlihat sedikit canggung, apakah ini pertama kali Anda menghadiri acara seperti ini?" tanya Andra dengan nada ramah.

Sarah tersenyum malu. "Ya, ini pertama kalinya. Saya merasa sedikit asing di sini."

Andra tertawa kecil. "Tidak perlu khawatir, Anda tidak sendirian. Banyak orang di sini yang juga merasa canggung pada awalnya. Mari, biarkan saya memperkenalkan Anda kepada beberapa orang," katanya sambil mengajak Sarah berjalan ke arah kerumunan.

Malam itu, Andra memperkenalkan Sarah kepada beberapa rekan bisnis dan teman-temannya. Sarah merasa lebih nyaman dan mulai menikmati percakapan serta suasana acara. Ia merasa terkesan dengan keramahan dan kehangatan Andra.

Di tengah percakapan, Sarah dan Andra menemukan banyak kesamaan dalam minat dan hobi mereka. Mereka berbicara tentang perjalanan, seni, dan kehidupan. Andra mendengarkan dengan penuh perhatian saat Sarah menceritakan tentang pekerjaannya sebagai desainer interior dan bagaimana ia mencintai pekerjaannya.

Seiring berjalannya malam, Sarah merasa semakin nyaman dengan kehadiran Andra. Ia merasa ada sesuatu yang berbeda dalam diri Andra, sesuatu yang membuatnya merasa aman dan dihargai. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Sarah merasakan harapan yang baru.

Ketika acara hampir berakhir, Andra mengajak Sarah untuk duduk di luar ruangan, menikmati udara malam yang sejuk. Mereka duduk di bangku taman yang indah, dikelilingi oleh bunga-bunga yang harum.

"Sarah, saya sangat menikmati malam ini. Terima kasih telah menjadi teman berbicara yang menyenangkan," kata Andra dengan senyum tulus.

"Terima kasih juga, Andra. Saya merasa beruntung bisa bertemu dengan Anda malam ini," jawab Sarah dengan senyum yang sama tulusnya.

Malam itu, Sarah pulang dengan perasaan yang campur aduk. Ia masih merasakan sakit akibat pengkhianatan Arman, tetapi ia juga merasakan harapan yang baru dalam dirinya. Pertemuan dengan Andra memberikan semangat baru dalam hidupnya.

Sarah tahu bahwa perjalanan untuk memulihkan hatinya masih panjang. Namun, malam itu memberikan cahaya baru dalam kegelapan hidupnya. Ia merasa bahwa mungkin, hanya mungkin, ada kesempatan untuk menemukan kebahagiaan sejati yang selama ini ia cari.

Dengan langkah yang lebih ringan, Sarah memasuki rumahnya dan berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan terus melangkah maju, mencari kebahagiaan yang sejati dan tidak lagi terbelenggu oleh masa lalu yang menyakitkan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status