Sabrina baru saja selesai membereskan meja sebelum pulang. Dia merapikan dan memastikan barang penting tidak ada yang tertinggal di meja. “Ayo, Sab!” ajak Mala menunggu Sabrina selesai mengunci laci. Sabrina menoleh lalu menganggukkan kepala mendengar ajakan Mala. Mereka berjalan bersama, hingga saat baru saja akan keluar dari ruang divisi, ternyata Vano memanggil. “Tunggu, Sab!” panggil Vano. Sabrina dan Mala berhenti, lalu menoleh ke Vano yang sekarang berjalan menghampiri mereka. “Ada apa?” tanya Sabrina. Vano memandang ke Mala, lalu menatap Sabrina. “Ada yang perlu aku bahas denganmu,” jawab Vano. Sabrina agak terkejut karena berpikir jika Vano ingin membahas pekerjaan padahal sudah jam pulang, tapi demi menjadi pekerja yang profesional, dia menganggukkan kepala. “Kamu pulanglah dulu,” kata Sabrina ke Mala. Mala mengangguk lalu pamit ke Sabrina dan Vano. Kini tinggal Sabrina dan Vano di sana, karena yang lain sudah bubar sejak tadi. “Anda mau membahas apa?” tanya Sabri
“Biar aku antar pulang,” ucap Vano saat mereka keluar dari kafe.Sabrina terkejut dan gelagapan mendengar pertanyaan Vano, lalu mencoba menolak.“Sebenarnya aku tinggal di dekat sini, jadi tidak usah diantar,” balas Sabrina. Dia tak ingin Vano tahu kalau dirinya tinggal di apartemen mewah.Vano menaikkan sudut alis mendengar penolakan Sabrina.“Aku kos di dekat perusahaan agar mudah pulang dan pergi, jadi jalan saja juga sampai,” ucap Sabrina menjelaskan lagi agar Vano tak tersinggung atau berpikiran macam-macam karena dirinya menolak.“Baiklah kalau begitu, sampai jumpa besok,” ucap Vano lalu masuk mobil.Sabrina mengangguk mendengar ucapan Vano. Saat pria itu sudah masuk mobil, Sabrina mengetuk kaca pintu mobil hingga Vano menurunkan kaca pintu.“Ada apa?” tanya Vano.“Ingat janjiku, aku akan melakukan apa pun untuk membalas budi, jadi jika kamu membutuhkan bantuanku, bilang saja.” Sabrina bicara lalu melebarkan senyum.Vano tidak menyangka Sabrina ingin membalas budi meski dirinya
Saat makan malam. Vano makan sambil sesekali tersenyum, hal itu membuat Oma Aruna sampai keheranan karena Vano bersikap tak seperti biasanya.“Apa ada sesuatu yang menggembirakan hari ini?” tanya Oma Aruna sambil memperhatikan Vano.Opa Ansel sampai menoleh ke Vano karena pertanyaan Oma Aruna.Vano memandang ke Oma Aruna yang baru saja bertanya. Dia menggelengkan kepala karena mulutnya masih penuh makanan.“Tidak ada,” jawab Vano, “kenapa Mami tanya seperti itu?” tanya Vano balik.Oma Aruna melirik suaminya yang terlihat penasaran sama dengannya, hingga dia kembali bertanya dengan nada ledekan.“Benar tidak ada kabar baik? Mami lihat kamu sejak tadi senyum-senyum sendiri, bahkan saat pulang tadi juga kamu terlihat sangat senang,” ujar Oma Aruna karena melihat Vano terlihat sangat bahagia sejak pulang tadi.Vano mengunyah makanan saat mendengar ucapan Oma Aruna, tapi tetap mengelak dan tak mengakui ucapan sang mami.“Itu hanya pandangan Mami saja. Aku seperti biasa, memangnya aku suruh
“Kakak Sabrina!”Sabrina dan staff lain terkejut mendengar suara Athalia, apalagi gadis kecil itu tiba-tiba muncul berlari ke arah Sabrina.“Tangkap aku!” teriak Athalia siap melompat ke pangkuan Sabrina.Sabrina terkejut karena Athalia datang secara mendadak. Dia melihat Athalia yang siap melompat, hingga membuat Sabrina langsung menangkap meski agak terdorong hingga membuat kursi yang didudukinya sampai bergerak mundur.Athalia malah tertawa senang karena Sabrina berhasil menangkap tubuhnya.Semua staff terlihat sangat terkejut dan keheranan karena melihat Athalia yang sangat senang sampai melompat seperti itu ke Sabrina.“Kakak Sabrina, lihat gelangku baguskan?” tanya Athalia sambil memperlihatkan gelang di tangannya.Sabrina memperhatikan gelang itu. Hampir mirip dengan miliknya.“Iya, ini bagus sekali,” puji Sabrina agar Athalia senang.“Ini yang kasih Om Vano, lho. Karena kata Om Vano, gelangnya Kakak Sabrina harus dikembaliin,” celoteh Athalia.Sabrina terkejut mendengar ucapan
“Iya, dia bersamaku. Dia tadi tantrum di divisiku, sekarang kami di kantin.”Vano bicara di telepon saat Emily menghubunginya karena bertanya soal Athalia.“Syukurlah, aku baru saja selesai mengurus berkas. Aku akan ke sana menyusul kalian.”Vano mengangguk setelah mendengar ucapan Emily. Dia lantas mengakhiri panggilan dan memandang ke Athalia yang sedang makan.Vano menghela napas, bisa-bisanya Athalia tantrum hanya agar Sabrina mau menemani makan. Dia memperhatikan Athalia makan dan dibantu Sabrina yang menyuapi.“Thalia, besok lagi tidak boleh begitu. Kalau Kakak Sabrina sedang kerja, jangan diganggu,” kata Vano mencoba menasihati.“Aku lapar, Om. Kalau ngajak Kakak Sabrina nggak boleh?” tanya Athalia sambil memandang ke Vano.“Boleh, tapi nunggu Kakak Sabrina selesai kerja dan jangan nangis seperti tadi,” jawab Sabrina ikut bicara.Athalia langsung menoleh saat me
Sabrina masih mencoba mencari file miliknya, tapi hasilnya nihil hingga membuatnya ingin sekali menangis.Vano melihat Sabrina masih berusaha mencari, hingga dia menyadari kalau bola mata Sabrina sudah berkaca-kaca.“Jika memang hilang, ya sudah tidak usah dicari karena percuma,” ucap Vano.Sabrina berhenti menggeser kusor, hingga terlihat lemas dan siap menitikkan air mata karena kerja kerasnya menyusun file itu kini hilang entah ke mana.“Susun lagi file baru,” ucap Vano lagi.Sabrina menoleh ke Vano, lalu membalas, “Itu akan memakan waktu lama, bahkan meski aku lembur semalaman pun tidak yakin selesai atau tidak.”“Daripada kamu mencari? Kalau sudah terhapus, mau kamu cari sampai sehari semalam juga tidak akan ketemu. Jadi, daripada waktumu habis mencari file yang tidak ada, lebih baik kamu susun ulang,” ujar Vano agar Sabrina tidak putus asa.Sabrina terlihat lesu, bahkan sampai meng
Sabrina tidur dengan sangat pulas. Bahkan dia tak sadar jika pagi sudah menyapa, hingga matahari terlihat menyilaukan matanya.Sabrina mengerutkan alis karena terkena sinar matahari yang menembus dinding kaca. Dia melihat jika hari sudah pagi, sampai membuat Sabrina begitu terkejut.“Ya Tuhan, kenapa aku ketiduran sampai pagi?”Sabrina langsung bangun karena ingat datanya belum selesai padahal jam sembilan nanti harus dipresentasikan. Dia melihat Vano yang tidur di singel sofa dengan posisi duduk, Sabrina merasa kasihan dan merasa bersalah karena Vano ikut tidur tak nyaman karena menemaninya.Sabrina mengambil melihat jas yang digunakan Vano untuk selimut kaki jatuh di lantai. Dia mengambilnya lalu menggunakannya untuk menyelimuti kaki Vano lagi.Sejenak Sabrina memandang wajah Vano, dia tersenyum kecil tapi kemudian buru-buru menuju mejanya untuk mengerjakan datanya lagi.Sabrina menyalakan komputernya yang ternyata mati. Dia me
“Mandilah dulu, kamar mandinya di ....” Belum juga Sabrina selesai bicara, Vano sudah berjalan menuju kamar mandi yang dimaksud. Sabrina mengerutkan alis, kenapa Vano sudah tahu tempat kamar mandinya di mana, tapi dia memilih mengabaikan lalu pergi ke dapur untuk membuat kopi dan sarapan seadanya. Vano masuk kamar mandi, lantas menghubungi pembantu rumah. “Nyonya panik di rumah, Tuan. Anda di mana?” tanya pembantu yang menjawab panggilan Vano. “Ada di apartemen lama. Nanti biar aku yang menghubungi Mami, sekarang minta tolong kirim setelan jas lalu kirim ke apartemen, nanti kukirim alamatnya, segera ya. Tapi jangan sampai Mami tahu.” Vano menghubungi untuk meminta dikirim baju ke apartemen itu. Setelah pembantunya mengiakan, akhirnya Vano mengakhiri panggilan lalu membersikan diri. Sabrina masih sibuk di dapur. Dia membuat kopi, lalu membuat roti panggang dengan telur mata sapi, dia memasak alakadarnya dengan bahan yang tersedia di dapur asal perut mereka terisi. Lalu Sabrina men