“Iya, dia bersamaku. Dia tadi tantrum di divisiku, sekarang kami di kantin.”
Vano bicara di telepon saat Emily menghubunginya karena bertanya soal Athalia.
“Syukurlah, aku baru saja selesai mengurus berkas. Aku akan ke sana menyusul kalian.”
Vano mengangguk setelah mendengar ucapan Emily. Dia lantas mengakhiri panggilan dan memandang ke Athalia yang sedang makan.
Vano menghela napas, bisa-bisanya Athalia tantrum hanya agar Sabrina mau menemani makan. Dia memperhatikan Athalia makan dan dibantu Sabrina yang menyuapi.
“Thalia, besok lagi tidak boleh begitu. Kalau Kakak Sabrina sedang kerja, jangan diganggu,” kata Vano mencoba menasihati.
“Aku lapar, Om. Kalau ngajak Kakak Sabrina nggak boleh?” tanya Athalia sambil memandang ke Vano.
“Boleh, tapi nunggu Kakak Sabrina selesai kerja dan jangan nangis seperti tadi,” jawab Sabrina ikut bicara.
Athalia langsung menoleh saat me
Sabrina masih mencoba mencari file miliknya, tapi hasilnya nihil hingga membuatnya ingin sekali menangis.Vano melihat Sabrina masih berusaha mencari, hingga dia menyadari kalau bola mata Sabrina sudah berkaca-kaca.“Jika memang hilang, ya sudah tidak usah dicari karena percuma,” ucap Vano.Sabrina berhenti menggeser kusor, hingga terlihat lemas dan siap menitikkan air mata karena kerja kerasnya menyusun file itu kini hilang entah ke mana.“Susun lagi file baru,” ucap Vano lagi.Sabrina menoleh ke Vano, lalu membalas, “Itu akan memakan waktu lama, bahkan meski aku lembur semalaman pun tidak yakin selesai atau tidak.”“Daripada kamu mencari? Kalau sudah terhapus, mau kamu cari sampai sehari semalam juga tidak akan ketemu. Jadi, daripada waktumu habis mencari file yang tidak ada, lebih baik kamu susun ulang,” ujar Vano agar Sabrina tidak putus asa.Sabrina terlihat lesu, bahkan sampai meng
Sabrina tidur dengan sangat pulas. Bahkan dia tak sadar jika pagi sudah menyapa, hingga matahari terlihat menyilaukan matanya.Sabrina mengerutkan alis karena terkena sinar matahari yang menembus dinding kaca. Dia melihat jika hari sudah pagi, sampai membuat Sabrina begitu terkejut.“Ya Tuhan, kenapa aku ketiduran sampai pagi?”Sabrina langsung bangun karena ingat datanya belum selesai padahal jam sembilan nanti harus dipresentasikan. Dia melihat Vano yang tidur di singel sofa dengan posisi duduk, Sabrina merasa kasihan dan merasa bersalah karena Vano ikut tidur tak nyaman karena menemaninya.Sabrina mengambil melihat jas yang digunakan Vano untuk selimut kaki jatuh di lantai. Dia mengambilnya lalu menggunakannya untuk menyelimuti kaki Vano lagi.Sejenak Sabrina memandang wajah Vano, dia tersenyum kecil tapi kemudian buru-buru menuju mejanya untuk mengerjakan datanya lagi.Sabrina menyalakan komputernya yang ternyata mati. Dia me
“Mandilah dulu, kamar mandinya di ....” Belum juga Sabrina selesai bicara, Vano sudah berjalan menuju kamar mandi yang dimaksud. Sabrina mengerutkan alis, kenapa Vano sudah tahu tempat kamar mandinya di mana, tapi dia memilih mengabaikan lalu pergi ke dapur untuk membuat kopi dan sarapan seadanya. Vano masuk kamar mandi, lantas menghubungi pembantu rumah. “Nyonya panik di rumah, Tuan. Anda di mana?” tanya pembantu yang menjawab panggilan Vano. “Ada di apartemen lama. Nanti biar aku yang menghubungi Mami, sekarang minta tolong kirim setelan jas lalu kirim ke apartemen, nanti kukirim alamatnya, segera ya. Tapi jangan sampai Mami tahu.” Vano menghubungi untuk meminta dikirim baju ke apartemen itu. Setelah pembantunya mengiakan, akhirnya Vano mengakhiri panggilan lalu membersikan diri. Sabrina masih sibuk di dapur. Dia membuat kopi, lalu membuat roti panggang dengan telur mata sapi, dia memasak alakadarnya dengan bahan yang tersedia di dapur asal perut mereka terisi. Lalu Sabrina men
Vano dan Sabrina baru saja selesai mengikuti rapat. Mereka sama-sama lega karena semua berjalan lancar, laporan yang dibuat Sabrina juga tidak sia-sia.“Kalau kamu tidak membantuku, aku pasti akan terkena masalah pagi ini,” ucap Sabrina saat mereka sudah berada di lift menuju divisi mereka.“Ini juga tanggung jawabku karena kamu bekerja di bawah naunganku,” balas Vano.Sabrina mengangguk-angguk mendengar balasan Vano.Vano lega urusan data selesai, tapi sekarang dia cemas dengan urusan sang mami. Dia cemas dan takut kalau Oma Aruna marah lagi, apalagi tadi dia langsung mengakhiri panggilan karena panik. Bodohnya dia, itu pasti akan membuat sang mami semakin curiga dan berpikiran aneh-aneh.“Aku mau ke pantry, apa kamu mau aku buatkan kopi?” tanya Sabrina saat keduanya sudah keluar dari lift.“Boleh,” balas Vano sambil mengangguk.Sabrina berbelok ke pantry, sedangkan Vano berjalan menuju ruang kerjanya.Vano masuk ruangan dengan wajah lelah. Hingga saat baru saja masuk, dia terkejut m
“Alasan saja, mami tetap nggak percaya!”Oma Aruna kekeh tak percaya dengan segala alasan dan penjelasan Vano. Dia tetap menganggap Vano sedang menutupi kalau memang semalam tidur bersama waniat.Vano memegangi keningnya yang sangat pusing. Dia lalu menghubungi ruang keamanan agar mengirimkan salinan rekaman Cctv di divisi dari sore sampai pagi tadi.Oma Aruna masih menunggu, hingga Vano memperlihatkan rekaman Cctv di divisi semalam agar Oma Aruna percaya.“Lihat, aku nggak bohong, Mi. Pagi tadi aku baru pergi dari sini, lalu satu jam kemudian balik lagi setelah berganti pakaian.” Vano menjelaskan sambil memperlihatkan rekaman di ruang divisi.Oma Aruna memperhatikan rekaman itu, hingga dahinya berkerut halus saat melihat apa yang dilakukan Vano. Tak hanya menemani seorang gadis, ternyata Vano juga memastikan gadis itu tidur dengan nyenyak, membetulkan bantal di kepala, sampai menyelimutkan blazer ke tubuh gadis itu.Sepertinya sekarang yang jadi masalah bukan kenapa Vano tidak pulang
Vano langsung menghubungi bagian kemanan meminta rekaman Cctv siang hari kemarin. Oma Aruna sendiri sepertinya mulai percaya alasan Vano sampai lembur.“Apa filenya sepenting itu sampai dikerjakan lembur?” tanya Oma Aruna ke Sabrina saat Vano sedang menghubungi bagian keamanan.Sabrina terkejut karena Oma Aruna bertanya, lalu menjawab dengan tenang. “Iya, Bu. Karena itu file untuk dipresentasikan pagi tadi, tapi saat sudah saya buat dan hampir selesai, tiba-tiba saja hilang. Dan saya juga baru tahu kalau sepertinya memang sengaja dihapus.”Oma Aruna mengangguk-angguk mendengar penjelasan Sabrina.“Karena itu semalam Pak Vano menemani saya karena itu file penting. Maaf jika sudah membuat Pak Vano sampai lembur,” ucap Sabrina menjelaskan lalu sedikit membungkukan badan sebagai tanda maafnya.Oma Aruna memperhatikan cara bicara Sabrina yang sangat sopan. Dia sampai tersenyum karena Sabrina manis dan ramah.Sabrina menyadari tatapan Oma Aruna, hal itu membuatnya salah tingkah.“Aku sudah
“Sa ... saya ....” Mala terlihat panik dan gelagapan.Sabrina benar-benar tak mengerti kenapa Mala tega melakukan itu. Mendengar Mala yang tak kunjung menjawab pertanyaan Vano, Sabrina langsung menoleh ke rekan kerjanya itu.“Kenapa kamu melakukan itu, hah? Aku bekerja untuk kita semua, agar kita semua aman. Tapi kamu malah melakukan itu, kamu tega menghapus file penting itu. Apa salahku kepadamu?” Sabrina benar-benar merasa semua ini tak masuk akal.Di luar ruangan, staff lain melihat ketegangan di ruangan Vano dari dinding kaca yang tidak ditutup tirai. Mereka bisa melihat Mala yang menunduk sedangkan Sabrina terlihat emosi.Vano menghela napas kasar, tatapannya masih tertuju ke Mala.“Apa tujuanmu melakukan itu? Sikapmu ini cukup menunjukkan kalau kamu memang pelaku yang menghapus file Sabrina,” ucap Vano langsung menyimpulkan dari apa yang dilihatnya.Mala akhirnya menatap Vano yang baru saja selesai bicara, lalu menoleh ke Sabrina yang sudah menatap sedih dan kecewa kepadanya.“I
Oma Aruna pergi ke ruangan Emily karena ingin membahas soal Vano. Saat baru saja keluar dari lift, Oma Aruna bertemu dengan Emily yang sedang ingin pergi.“Mama kok di sini?” tanya Emily terkejut.“Kamu mau ke mana?” Oma Aruna malah balik bertanya.“Aku mau jemput Thalia, tapi sebelumnya mau mampir dulu mengecek sesuatu,” jawab Emily, “Mami sendiri mau ke mana?” tanya Emily kemudian.“Mau nemuin kamu. Kalau gitu mami ikut saja kalau memang mau sekalin jemput Thalia, lagi pula ada yang mau mami bahas,” ucap Oma Aruna.Oma Aruna akhirnya ikut Emily. Mereka pergi ke mall karena Emily mau mengecek sesuatu, lalu setelahnya mereka pergi ke sekolah Thalia.“Memangnya Mami ada urusan apa sampai ke kantor?” tanya Emily keheranan.“Oh, mami mau bahas adikmu. Mami agak cemas dia melenceng,” jawab Oma Aruna.Emily langsung menghela napas mendengar jawaban sang mami.“Takut melenceng bagaimana sih, Mami? Vano tuh normal, kenapa Mami cemas berlebihan?” tanya Emily keheranan.Oma Aruna menoleh ke Em