“Alasan saja, mami tetap nggak percaya!”Oma Aruna kekeh tak percaya dengan segala alasan dan penjelasan Vano. Dia tetap menganggap Vano sedang menutupi kalau memang semalam tidur bersama waniat.Vano memegangi keningnya yang sangat pusing. Dia lalu menghubungi ruang keamanan agar mengirimkan salinan rekaman Cctv di divisi dari sore sampai pagi tadi.Oma Aruna masih menunggu, hingga Vano memperlihatkan rekaman Cctv di divisi semalam agar Oma Aruna percaya.“Lihat, aku nggak bohong, Mi. Pagi tadi aku baru pergi dari sini, lalu satu jam kemudian balik lagi setelah berganti pakaian.” Vano menjelaskan sambil memperlihatkan rekaman di ruang divisi.Oma Aruna memperhatikan rekaman itu, hingga dahinya berkerut halus saat melihat apa yang dilakukan Vano. Tak hanya menemani seorang gadis, ternyata Vano juga memastikan gadis itu tidur dengan nyenyak, membetulkan bantal di kepala, sampai menyelimutkan blazer ke tubuh gadis itu.Sepertinya sekarang yang jadi masalah bukan kenapa Vano tidak pulang
Vano langsung menghubungi bagian kemanan meminta rekaman Cctv siang hari kemarin. Oma Aruna sendiri sepertinya mulai percaya alasan Vano sampai lembur.“Apa filenya sepenting itu sampai dikerjakan lembur?” tanya Oma Aruna ke Sabrina saat Vano sedang menghubungi bagian keamanan.Sabrina terkejut karena Oma Aruna bertanya, lalu menjawab dengan tenang. “Iya, Bu. Karena itu file untuk dipresentasikan pagi tadi, tapi saat sudah saya buat dan hampir selesai, tiba-tiba saja hilang. Dan saya juga baru tahu kalau sepertinya memang sengaja dihapus.”Oma Aruna mengangguk-angguk mendengar penjelasan Sabrina.“Karena itu semalam Pak Vano menemani saya karena itu file penting. Maaf jika sudah membuat Pak Vano sampai lembur,” ucap Sabrina menjelaskan lalu sedikit membungkukan badan sebagai tanda maafnya.Oma Aruna memperhatikan cara bicara Sabrina yang sangat sopan. Dia sampai tersenyum karena Sabrina manis dan ramah.Sabrina menyadari tatapan Oma Aruna, hal itu membuatnya salah tingkah.“Aku sudah
“Sa ... saya ....” Mala terlihat panik dan gelagapan.Sabrina benar-benar tak mengerti kenapa Mala tega melakukan itu. Mendengar Mala yang tak kunjung menjawab pertanyaan Vano, Sabrina langsung menoleh ke rekan kerjanya itu.“Kenapa kamu melakukan itu, hah? Aku bekerja untuk kita semua, agar kita semua aman. Tapi kamu malah melakukan itu, kamu tega menghapus file penting itu. Apa salahku kepadamu?” Sabrina benar-benar merasa semua ini tak masuk akal.Di luar ruangan, staff lain melihat ketegangan di ruangan Vano dari dinding kaca yang tidak ditutup tirai. Mereka bisa melihat Mala yang menunduk sedangkan Sabrina terlihat emosi.Vano menghela napas kasar, tatapannya masih tertuju ke Mala.“Apa tujuanmu melakukan itu? Sikapmu ini cukup menunjukkan kalau kamu memang pelaku yang menghapus file Sabrina,” ucap Vano langsung menyimpulkan dari apa yang dilihatnya.Mala akhirnya menatap Vano yang baru saja selesai bicara, lalu menoleh ke Sabrina yang sudah menatap sedih dan kecewa kepadanya.“I
Oma Aruna pergi ke ruangan Emily karena ingin membahas soal Vano. Saat baru saja keluar dari lift, Oma Aruna bertemu dengan Emily yang sedang ingin pergi.“Mama kok di sini?” tanya Emily terkejut.“Kamu mau ke mana?” Oma Aruna malah balik bertanya.“Aku mau jemput Thalia, tapi sebelumnya mau mampir dulu mengecek sesuatu,” jawab Emily, “Mami sendiri mau ke mana?” tanya Emily kemudian.“Mau nemuin kamu. Kalau gitu mami ikut saja kalau memang mau sekalin jemput Thalia, lagi pula ada yang mau mami bahas,” ucap Oma Aruna.Oma Aruna akhirnya ikut Emily. Mereka pergi ke mall karena Emily mau mengecek sesuatu, lalu setelahnya mereka pergi ke sekolah Thalia.“Memangnya Mami ada urusan apa sampai ke kantor?” tanya Emily keheranan.“Oh, mami mau bahas adikmu. Mami agak cemas dia melenceng,” jawab Oma Aruna.Emily langsung menghela napas mendengar jawaban sang mami.“Takut melenceng bagaimana sih, Mami? Vano tuh normal, kenapa Mami cemas berlebihan?” tanya Emily keheranan.Oma Aruna menoleh ke Em
Sabrina duduk sambil menatap komputernya, tapi sesekali dia melirik ke sekitar, melihat staff lain memperhatikan dirinya. Sabrina merasa cemas dan takut jika semua staff menyalahkan dirinya karena pemecatan Mala.“Sab.”Sabrina terkejut saat ada yang memanggil, membuatnya langsung menoleh dan melihat temannya sudah di dekatnya. Dia juga menyadari kalau yang lain kini memperhatikannya.“Maaf, karenaku Mala dipecat,” ucap Sabrina mencoba tak egois dan mau mengakui kalau pemecatan Mala karena dirinya.“Kenapa kamu minta maaf? Justru karenamu, sekarang kami tahu seperti apa Mala. Kami benar-benar nggak nyangka dia seperti itu,” balas staff itu menjelaskan.Sabrina terkejut mendengar ucapan staff itu hingga mendengar staff lain bicara.“Jika mungkin kemarin yang diposisimu itu salah satu dari kami, mungkin sekarang kami yang akan dipecat karena dianggap lalai. Kami bersyukur dihindarkan dari orang seperti Mala,” timpal yang lain.Sabrina menatap satu persatu staff di sana, lalu menganggukka
Sejak Oma Aruna berkata jika Vano sebenarnya menyukai Sabrina. Vano sekarang agak canggung ketika bertemu Sabrina. Namun, meski begitu Vano tetap profesional ketika bekerja.Sabrina sendiri mulai mengamati Vano. Dia merasa aneh karena sekarang Vano seperti salah tingkah ketika berdua dengannya. Dia sampai bertanya-tanya, apakah ada yang salah hingga membuat Vano seperti itu.“Beberapa hari ini Vano bertingkah aneh dan agak menjauhiku, apa aku punya salah, ya?” Sabrina sampai bertanya-tanya sendiri karena bingung dengan sikap Vano.Sabrina memandang berkas yang baru saja dibuatnya. Berkas itu harus dicek dan mendapat tandatangan Vano. Kalau dia masuk, pasti Vano akan terlihat bingung seperti sebelumnya. Sabrina benar-benar bingung dengan perubahan sikap Vano.“Sudahlah, kalau dia kebingungan ya tinggal aku jelaskan,” gumam Sabrina lalu berdiri sambil membawa berkas yang sudah dibuatnya.Sabrina mengetuk pintu ruangan Vano, hingga terdengar suara pria itu mengizinkan masuk. Sabrina masu
Vano keluar dari ruang kerjanya. Dia kemudian pergi menghampiri meja Sabrina. Saat sudah sampai di sana, Vano berdeham karena melihat Sabrina yang sedang serius bekerja.Sabrina menoleh saat mendengar suara Vano. Dia langsung berdiri dan berusaha bersikap formal karena ada di hadapan banyak orang.“Pekerjaanmu masih banyak?” tanya Vano.“Tidak juga, hanya tinggal menyusun beberapa data,” jawab Sabrina, “apa ada yang perlu saya kerjakan lagi?” tanya Sabrina kemudian.Vano berdeham pelan, kemudian menjawab, “Aku diminta menemui klien, aku ingin kamu ikut agar bisa memberikan penjelasans soal margin atau pembahasan lain soal perkembangan perusahaan kita.”Vano tidak mungkin berkata kalau dia tidak pandai berinteraksi dengan orang sehingga mengajak Sabrina, karena itu dia menggunakan alasan itu.Sabrina mengangguk-angguk pelan mendengar ucapan Vano.“Jadi, bisa ikut denganku sekarang?” tanya Vano memastikan.“Iya, bisa.” Sabrina langsung merapikan meja dan menyimpan file miliknya. Dia kemu
Sabrina keluar dari private room menuju toilet, saat baru saja akan sampai ke toilet, Sabrina mendengar ada yang memanggil. “Sab!” Sabrina menoleh dan tersenyum lebar melihat siapa yang menghampirinya. “Papa.” Sabrina langsung memeluk ke pria berumur 50 tahunan itu. “Papa kangen sekali, syukur bertemu denganmu. Papa tidak menyangka kamu di sini dan kenapa bisa jadi asisten. Papa bingung, Sab.” Raditya—ayah Sabrina benar-benar bingung kenapa putrinya malah jadi asisten orang, padahal akan diberi jabatan manager utama di perusahaan. “Ceritanya panjang, Pa. Tapi sekarang aku mau peluk dulu, aku kangen.” Sabrina belum mau menceritakan alasan dirinya di sana. Dia masih ingin memeluk sang papa. Raditya mengusap lembut punggung dan kepala Sabrina. Dia juga rindu karena putrinya tiba-tiba pergi entah ke mana, tapi sekarang malah bertemu secara tak terduga. Di saat itu. Vano melihat Sabrina dipeluk Raditya hingga membuatnya syok dan tidak habis pikir dengan semua itu. Vano memilih pergi