Ansel menghentikan langkah mendengar ucapan Simon. Emily menoleh ke Simon dengan ekspresi wajah bingung karena bagaimanapun ada namanya di dalam kalimat pria itu. “Selama ini Papa sudah membiarkan dan tak pernah mengganggu kalian karena dia sadar betapa besar kesalahannya. Tapi meski begitu, Papa bukankah masih berhak juga, apa bahkan hanya memperlihatkannya ke Papa saja tidak bisa?” Simon menunjuk ke Emily di akhir kalimat. Emily mulai menerka-nerka maksud ucapan Simon, hingga menatap Ansel yang hanya diam saat menyadari ke mana arah pembicaraan Simon. “Emilio, apa dia papa kandungku?” tanya Emily sambil menatap Ansel. Ansel mengalihkan pandangan dari Emily seolah berat untuk menjawabnya. “Pi.” Emily menatap sang papi yang hanya diam. “Ya, dia papa kandungmu,” jawab Simon karena Ansel tak mau menjawab. Emily menoleh sekilas ke Simon, kemudian kembali menatap Ansel. Sang papi masih tidak berkata apa-apa, hingga akhirnya Emily menoleh ke Simon lagi. “Sejak lahir, aku han
“Di mana Emi dan Alaric?” tanya Gio karena tak mendapati keduanya di tempat pesta.“Al bilang kalau Emi tidak enak badan, jadi mereka pulang lebih dulu,” jawab Mia.“Apa Emi baik-baik saja?” tanya Gio mencemaskan Emily.Mia tersenyum melihat Gio cemas, lalu menjelaskan, “Iya, dia baik-baik saja. Mungkin di sini terlalu engap dan capek saja.”“Sudah, kamu jangan berpikiran macam-macam. Nikmati acaranya karena ini pernikahanmu,” ucap Mia menenangkan Gio.Di rumah. Alaric masuk kamar membawa minuman hangat untuk Emily. Semenjak mendengar penjelasan Ansel, Emily tiba-tiba lemas karena itu Alaric memutuskan untuk membawa Emily pulang.“Minumlah selagi hangat,” ucap Alaric saat menghampiri Emily yang duduk diam memandang ke jendela.Alaric melihat Emily menoleh, tatapan istrinya begitu sendu. Dia duduk di tepian ranjang, lalu memberikan minuman hangat agar sang istri lebih tenang.Emily memilih minum lebih dulu meski agak gemetar. Alaric tidak tega melihat kondisi Emily tapi juga memang leb
Ansel dan Aruna pulang lebih dulu setelah memastikan jika Emily baik-baik saja. Ansel masuk kamar lalu membuka salah satu lemari di kamar ganti dan mengeluarkan kotak kecil dari sana.Aruna memandang yang dilakukan suaminya, hingga melihat kotak yang dikeluarkan Ansel.“Kamu akan memberikannya ke Emi?” tanya Aruna.Ansel menoleh ke Aruna, lalu menganggukkan kepala.“Ini miliknya, sudah seharusnya aku berikan,” ucap Ansel meski dengan suara agak berat.Aruna mendekat ke suaminya, lalu memeluk Ansel erat.“Keputusanmu menceritakan yang sebenarnya tanpa terkecuali sudah benar, Emi berhak mengetahuinya,” ucap Aruna sambil mengusap punggung Ansel secara konstan.Ansel hanya diam saat istrinya memeluk karena pikirannya tertuju ke Emily.“Aku yakin, Emi akan membuat keputusan yang tepat. Jangan sesali apa pun. 27 tahun kebersamaan bersamanya, lebih dari cukup untuk menunjukkan betapa sayangmu kepadanya serta alasan kenapa kamu menyembunyikan status Emily yang sebenarnya,” ujar Aruna lagi kar
Hari berikutnya. Ansel dan Aruna berniat pergi ke rumah Bobby untuk menemui Emily lagi. Namun, saat keduanya baru saja ingin keluar, pembantu menghampiri dan berkata jika ada tamu.“Tamu? Siapa?” tanya Aruna bingung.Ansel dan Aruna saling tatap, hingga akhirnya pergi melihat siapa yang datang.Saat baru saja keluar ke ruang tamu, Ansel terkejut karena Simon yang datang ke rumahnya.“Kamu mengenalnya?” tanya Aruna karena Ansel hanya diam.“Dia anak angkat Emilio,” jawab Ansel.Aruna terkejut hingga menatap Simon yang sedikit membungkuk memberi hormat kepadanya, membuat Aruna akhirnya membalas dengan menganggukkan kepala.“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Ansel sedikit tak senang.“Aku akan terus memohon agar Anda mau mengizinkan Emily pergi menjenguk Papa. Kami tidak minta banyak hal, hanya kehadiran Emily saja,” ucap Simon to the point karena Ansel juga melakukan hal sama.Ansel mendengkus kasar mendengar ucapan Simon, sedangkan Aruna merasa kasihan karena bagaimanapun Simon hany
Setelah mendapat surat izin dokter untuk bisa pergi, akhirnya hari itu Emily dan Alaric akan terbang ke Milan bersama Simon.“Langsung kabari kalau sudah sampai sana, jika ada apa-apa juga segera beritahu mami,” ucap Aruna cemas karena Emily pergi dengan usia kehamilan yang sudah tua.“Iya, Mami jangan cemas. Aku pasti akan terus kasih kabar ke Mami,” balas Emily agar Aruna merasa tenang.Setelah berpamitan dengan semua orang, akhirnya Emily pergi bersama Alaric dan Simon.Alaric berjalan sambil menggandeng Emily, memastikan istrinya tidak tersenggol atau tergelincir sesuatu. Setelah beberapa saat menunggu di ruang tunggu, akhirnya mereka masuk ke pesawat. Emily dan Alaric duduk bersisian di kelas bisnis, sedangkan Simon ada di belakang kursi Emily.Simon sangat berterima kasih karena Emily mau memikirkan ayahnya. Dia jauh-jauh datang hanya untuk mencari Emily hingga usahanya membuahkan hasil.Emily menatap ke luar je
Emily melihat wanita paruh baya menuruni anak tangga perlahan, hingga wanita itu berhenti melangkah saat melihat Emily dan Alaric di sana.“Simon.” Wanita itu memandang ke Simon seolah meminta penjelasan.Simon berjalan menuju tangga, kemudian membantu wanita itu turun hingga sampai lantai dasar untuk mempertemukannya dengan Emily.“Siapa mereka?” tanya wanita bernama Grace.“Cobak tebak, siapa mereka,” balas Simon.Grace tiba-tiba menghentikan langkah saat menatap Emily lalu kembali memandang ke Simon lagi. Grace bingung karena ada dua orang asing di rumahnya yang datang bersama sang putra, sedangkan sebelumnya Simon pamit ke luar negeri untuk urusan bisnis.Simon memandang Emily dan memberi isyarat agar mendekat.Emily menoleh Alaric yang mengangguk. Dia dan Alaric berjalan mendekat ke arah Grace dan Simon, sampai akhirnya mereka sampai di hadapan Grace.Grace menatap lekat karena merasa tak asing, hingga bola matanya berkaca-kaca.“Dia Emily. Papa ingin sekali bertemu dengannya, ka
“Kamu baik-baik saja?” tanya Alaric karena Emily hanya diam sejak tadi.Emily menoleh ke Alaric saat mendengar pertanyaan suaminya lalu menggeleng kepala.“Aku hanya lelah,” jawab Emily sambil tersenyum.Alaric mendekat lalu meminta Emily untuk berbaring. Tak lupa dia meletakkan bantal di belakang pinggang dan depan perut Emily agar saat berbaring miring merasa nyaman.“Kamu pasti bingung karena pertemuanmu dengan istri ayahmu,” ucap Alaric menebak karena sepertinya sang istri tidak akan cerita.Alaric bisa melihat dengan jelas tatapan Emily seperti orang kebingungan, karena itu dia mencoba memahami posisi Emily.Emily terkejut mendengar ucapan Alaric, lalu menganggukkan kepala.“Tidak apa, lagi pula wajar jika memang kamu bingung dan tak tahu harus berbuat apa. Apa yang kamu lakukan tadi sudah baik, jadi sekarang jangan terlalu dipikirkan. Istirahatlah, baby kita juga pasti capek karena menempuh perjalanan panjang,” ucap Alaric sambil mengusap lembut rambut Emily.Emily mencoba terse
Emily duduk diam menunggu Emilio sadar. Dia malah takut kalau terjadi sesuatu dengan Emilio karena kedatangannya. “Minumlah, Simon yang membelikan ini,” kata Alaric memberikan jus buah ke Emily. Emily mengangguk lalu menerima jus buah dari Alaric. Dia meminumnya sedikit, lalu kembali memberikannya ke Alaric. “Dia akan baik-baik saja, kan?” tanya Emily karena tiba-tiba saja cemas. Alaric menatap ke monitor yang memantau detak jantung Emilio, lalu kembali menatap Emily yang cemas. “Seharusnya baik-baik saja,” jawab Alaric. Emily tersenyum tipis lalu kembali memandang ke Emilio. Semua orang masih ada di sana menunggu sampai Emilio sadar. Grace mendekat ke Emily lalu duduk di samping putri suaminya itu. “Sudah berapa bulan?” tanya Grace sambil menyentuh perut Emily. “Sudah tujuh bulan mau masuk delapan,” jawab Emily. Grace tersenyum sambil mengusap perut Emily, lalu tiba-tiba menghela napas kasar. “Papamu terlalu senang tahu kamu datang. Sampai-sampai dia tak bisa mengontrol emo