Guys, aku juga pengen masalah ini cepat kelar, tapi kan ga mungkin tiba-tiba kelar, nanti ga asyiklah wkkwkwkwk. Pokoknya sat set, ga perlu muter ke Roma dulu, jadi semoga kalian semakin sabar dengan konflik mereka. Pelangi setelah badai. Tahan bentar, ya. Terima kasih
Emily duduk di kamar, menunggu kabar dari Alaric tapi tak kunjung menghubungi.“Kenapa dia tak menghubungiku? Kenapa mereka bicara sangat lama?”Emily melihat jam di pesan terakhir yang dikirimkan Alaric saat akan menemui Anya, tapi ini sudah satu jam lebih, membuat Emily cemas karena tak mungkin Alaric bicara sangat lama jika hanya untuk memperingatkan.Emily pun memutuskan untuk menghubungi Alaric, tapi dia harus menelan kekecewaan saat ponsel suaminya tak bisa dihubungi.“Kenapa tiba-tiba tak bisa dihubungi?”Emily pun mencoba mengirim pesan, berpikir jika mungkin saja suaminya mematikan ponsel ketika bicara dengan Anya.Emily menunggu lagi, tapi perasaannya gelisah dan cemas menunggu suaminya memberi kabar.Emily duduk sambil terus memandang ponsel, tapi tetap saja belum ada tanda-tanda suaminya menghubungi.Hingga akhirnya Emily memutuskan menghubungi Billy untuk bertanya di mana Alaric saat ini.“Billy, kamu bersama Al?” tanya Emily ketika panggilannya dijawab Billy.“Aku tidak
Mia berjalan cepat menuju IGD setelah mendapat pesan dari Alaric. Dia melihat putranya itu duduk di kursi selasar panjang depan IGD.“Apa yang terjadi dengan Emi, Al?” tanya Mia panik karena Alaric hanya memberitahu kalau Emily pingsan dan dibawa ke rumah sakit.Alaric menatap sang mama sambil berdiri, terlihat jelas kekecewaan dan kesedihan dalam matanya.“Aku ingin berpikir sebentar, Ma. Tolong jaga Emi,” ucap Alaric.Mia bingung dengan sikap Alaric. Dia pun mencegah Alaric yang hendak pergi.“Sebenarnya ada apa, Al? Kenapa kamu mau pergi?” tanya Mia karena merasa aneh dengan sikap Alaric.Alaric memberikan kertas yang tadi diberikan Anya.“Aku hanya ingin menenangkan diri,” jawab Alaric lantas pergi dari sana.Mia benar-benar bingung dengan yang terjadi. Dia memandang kertas itu hingga menyadari jika itu daftar korban kecelakaan kapal 13 tahun lalu.Mia tak ingin berspekulasi meski melihat nama Emily di sana. Dia pun memilih masuk ke IGD untuk melihat kondisi Emily.“Bagaimana kond
13 tahun lalu.Emily ikut tour menggunakan kapal pesiar bersama guru dan teman satu angkatannya. Usianya saat itu baru 14 tahun, saat naik kapal mereka bertemu dengan murid dari sekolah lain.“Kalau kapalnya tiba-tiba rusak, lalu tenggelam. Kira-kira kita bagaimana?” tanya Claudia yang berdiri bersama Emily.“Ish ... jangan ngomong gitu. Kamu tahu aku tidak bisa berenang, kalau tenggelam aku yang mati pertama,” balas Emily agak kesal karena pertanyaan Claudia.Claudia malah tertawa mendengar balasan Emily. Mereka di kapal yang sudah berlayar dengan jadwal pelayaran 2 hari 2 malam perjalanan.“Emi, lihat gadis itu.” Claudia menunjuk menggunakan dagu setelah bicara.“Kamu kenal?” tanya Emily sambil menoleh Claudia.“Tidak, tapi tahu saja. Dia itu juara lomba renang tingkat kota. Katanya dia hebat dalam berenang,” jawab Claudia memuji.Emily memperhatikan gadis berpenampilan anggun yang berdiri tak jauh dari mereka. Gadis itu berambut panjang, pakaiannya pun sangat feminim, berbeda denga
“Maaf, aku benar-benar minta maaf karena demi menolongku lebih dulu, dia meninggal setelah menyelamatkanku, maaf.” Video itu berakhir dengan kalimat maaf dari Emily setelah menceritakan yang terjadi. Tangan Alaric mendadak lemas, sampai ponsel yang dipegang jatuh ke lantai. “Jika apa yang dikatakan Emi benar, berarti penyebab kematian Queen bukanlah tenggelam. Kita menolak autopsi karena berpikir Queen memang tenggelam dan menghirup banyak asap sampai kesulitan bernapas saat masuk air.” Mia pun menjelaskan lagi karena mencoba percaya dengan apa yang dijelaskan Emily. “Kita sudah kehilangan seseorang di masa lalu, Al. Jangan sampai kehilangan seseorang yang ada sekarang.” Mia mencoba menasihati karena tahu seberapa besar kasih sayang Alaric ke sang adik. Dia juga tak ingin putranya salah mengambil keputusan yang berbuntut penyesalan. ** Di rumah sakit. Emily hanya diam setelah Mia pergi. Aruna dan Ansel sudah ada di sana menemani, bahkan Claudia juga ada meski tak akur dengan Van
Emily masih menangis sesenggukan sampai memejamkan mata. Alaric merasa sangat bersalah sudah membuat Emily sampai seperti ini. Alaric pun meraih tubuh Emily lantas memeluk untuk menenangkan. Emily langsung diam saat merasakan pelukan suaminya. Dia berpikir masih bermimpi, tapi hangat pelukan dan aroma tubuh suaminya itu bukan seperti mimpi. Dia sampai meraba punggung Alaric, benar-benar merasakan jika itu nyata. “Al.” Emily menyebut nama suaminya dengan bibir bergetar. “Aku di sini, maaf karena butuh waktu untuk benar-benar meyakinkan hatiku jika ini takdir,” ucap Alaric langsung menjelaskan karena tadi meninggalkan Emily. Emily langsung menangis lagi mendengar ucapan Alaric. Dia memeluk erat suaminya seperti enggan melepas. “Kamu pasti sangat menderita,” ucap Alaric sambil menenggelamkan wajah di ceruk leher Emily. Emily menangis sepuasnya untuk melepas sesak dan sedih karena berpikir jika suaminya akan benar-benar membenci dirinya. “Aku pikir kamu tidak akan memaafkanku,” uc
Hari berikutnya. Ansel dan Aruna mendengarkan cerita Alaric soal penyebab Emily masuk rumah sakit. Keduanya terkejut karena Alaric mau jujur ke mereka. “Maafkan aku Pi, Mi. Aku tidak bermaksud demikian, tapi karena terbawa emosi membuatku sedikit kasar,” ucap Alaric mencoba bertanggung jawab dengan apa yang dilakukannya. “Al ga salah, Pi, Mi. Akunya saja yang memang juga sedang dalam kondisi ga baik. Al sudah mengakui kesalahannya, tapi itu juga ada penjelasan kenapa Al seperti itu kemarin,” timpal Emily ikut membela suaminya. Aruna dan Ansel saling tatap mendengar penjelasan Alaric dan Emily. Mereka tak bisa langsung menyalahkan Alaric karena Emily membela pria itu. “Lalu, apa penyebab sampai kamu bersikap kasar ke Emi?” tanya Ansel. Alaric menjelaskan semuanya, termasuk ucapan provokasi Anya. Dia bukan mengadu atau mencari pembelaan untuk dirinya sendiri agar tak terkena amukan mertua, tapi itu semata-mata dilakukan agar dia bisa mengambil tindakan selanjutnya. Aruna dan Ansel
Alaric dan Ansel menunggu di luar karena Emily sedang membersihkan diri bersama Aruna.Kedua pria itu duduk sambil memikirkan masalah yang terjadi.“Menurut Papi, apakah ada orang luar yang tahu status Emily selain keluarga?” tanya Alaric ingin mulai menyelidiki.Informasi itu sangat sensitif tak mungkin sembarangan orang tahu jika Ansel saja berusaha menyembunyikannya.“Hanya kami, keluarga maminya, termasuk mami kandungnya, ayah kandungnya. Papi sebenarnya juga tidak tahu, kenapa ada hasil tes DNA itu, padahal kami tidak pernah melakukannya karena tak ingin meninggalkan jejak,” ujar Ansel menjelaskan.Alaric pun berpikir ketika mendengar ucapan Ansel. Jika memang tak pernah melakukan tes DNA, kenapa ada hasil tes DNA itu.“Mungkin ayah kandung Emi yang menyebar informasi itu?” tanya Alaric penasaran.Ansel mengerutkan dahi mendengar pertanyaan Alaric, hingga kemudian menjawab, “Papi rasa bukan.”“Ayah kandungnya pergi bukan karena tak ingin mengakui Emi, tapi dia merelakannya untuk
“Makan yang banyak agar kamu cepat sehat,” ucap Mia sambil memotong apel lantas memberikan ke Emily.Emily menatap sang mertua, sampai tak sadar jika mertuanya itu menyodorkan potongan apel ke arahnya.“Kenapa malah melamun?” tanya Mia keheranan.“Mau disuapi?” tanya Mia lagi kemudian menyodorkan potongan apel ke mulut Emily.Emily membuka mulut, bola matanya terlihat berkaca-kaca seperti ingin menangis.“Lho, kenapa malah pengen nangis?” tanya Mia buru-buru mengambil tisu untuk menyeka air mata Emily.Emily menggeleng pelan kemudian mengunyah potongan apel yang ada di mulut.Mia memandang Emily, sepertinya dia tahu kenapa Emily menatapnya seperti itu.“Masih memikirkan soal kejadian di masa lalu?” tanya Mia menebak.Emily tak berani menjawab, hanya sekuat tenaga menahan agar tak menangis.Mia menggenggam tangan Emily, mencoba meyakinkan jika semuanya aka