“Kenapa kamu ga jawab? Kamu menghilang sehari semalam ga karena melakukan yang--” Ucapan Mia terhenti karena dipotong Alaric.
“Ma.” Alaric menghentikan Mia bicara lalu memberi isyarat melirik ke Christina.
Christina hanya melongo melihat Mia yang sedang mengamuk Gio.
Mia baru menyadari keberadaan Christina, sehingga tak melanjutkan apa yang hendak dikatakan.
“Penampilanmu buruk sekali. Kamu mau pulang?” tanya Mia sambil menurunkan nada bicara, bersabar menahan rasa penasarannya karena perginya Gio.
Gio menatap Alaric yang memberikan kode untuk ikut pergi bersanam Mia, lalu dia memandang Christina yang sejak tadi memandangnya.
“Sepertinya aku harus pergi. Terima kasih karena menemaniku makan. Lain kali aku pasti akan membalasnya,” ucap Gio ke Christina.
Christina mencoba memahami kondisi Gio.
“Iya, tidak apa,” balas Christina.
Gio berdiri sambil memandang ke Mia,
“Ada apa? Cerita saja.” Mia menggenggam erat tangan Gio karena merasa jika keponakannya itu begitu berat untuk bicara. Gio menarik napas panjang, lalu mengembuskan perlahan sebelum kembali bicara. “Meski belum pasti dan perlu tes lebih lanjut, tapi dokter mengatakan kemungkinan Mama mengidap kanker usus dari tanda-tanda juga keluhan yang disampaikannya.” Gio bicara sambil menunduk dan semakin tertunduk ketika memberitahu penyakit ibunya. Semua orang tentunya sangat syok mendengar ucapan Gio. Bahkan Mia langsung menoleh ke Bobby dengan rasa tak percaya karena selama ini mereka tahu jika Lena dalam kondisi baik secara fisik. “Kamu yakin mamamu mengidap kanker usus?” tanya Mia memastikan. Gio mengangguk sambil menundukkan kepala. “Aku tak bisa meninggalkannya dalam kondisi seperti itu. Dia masih dirawat dengan kondisi terborgol, tubuhnya juga tak sesehat dulu,” ucap Gio dengan suara sedikit bergetar. Mia kembali menatap Bobby dan Alaric secara bergantin. Dia tak bisa berkata-kata
Bobby dan Mia pergi ke rumah sakit di hari berikutnya. Dia ingin memastikan sendiri bagaimana kondisi Lena apakah sama seperti yang Gio katakan.Saat hampir sampai di ruang inap, mereka bertemu dengan penjaga yang duduk di depan kamar inap.“Maaf, kami keluarga dari Lena ingin melihat kondisinya,” ucap Mia sopan ke sipir yang berjaga di sana.“Bisa perlihatkan kartu identitas kalian?” tanya sipir itu.Mia mengangguk lalu mengeluarkan kartu identitasnya untuk diperlihatkan ke sipir itu, begitu juga dengan Bobby.Setelah sipir itu mendata demi keamanan narapidana yang dirawat, Mia dan Bobby akhirnya diizinkan masuk untuk menjenguk.Saat masuk ke ruangan itu. Mereka melihat Lena yang terbaring lemah dan sangat pucat. Mia menoleh ke Bobby, lalu keduanya mendekat ke ranjang.Keduanya hanya diam sesaat hingga melihat Lena menggerakkan kelopak mata. Mia sebenarnya tak ingin melihat karena masih sakit hati dengan segala perbuatan Lena, tapi dirinya juga tak bisa menolak untuk peduli hingga ak
Gio membaca nama yang tertera di kertas, lalu memandang ke paper bag berisi makanan yang dikirimkan untuknya.“Terima kasih,” ucap Gio lalu membawa makanan itu bersamanya.Gio pergi ke rumah sakit untuk melihat kondisi Lena. Dia datang saat perawat baru saja mengantar jatah makan untuk wanita itu.“Kamu datang.” Lena terlihat sangat senang karena Gio masih mau menjenguknya, setelah kemarin pergi dan tak datang lagi.Gio hanya mengangguk pelan membalas ucapan sang mama. Dia melihat piring milik Lena yang hanya berisi makanan lembek seperti bubur karena Lena tak bisa makan sembarangan setelah divonis terkena kanker usus.“Kamu bawa apa?” tanya Lena karena melihat Gio membawa paper bag.“Temanku mengirim makan siang saat aku mau ke sini jadi aku membawanya sekalian,” jawab Gio.Lena mengangguk pelan mendengar jawaban putranya lalu tak bertanya lagi karena tak ingin membuat Gio merasa tak nyaman.Lena hendak meraih sendok karena ingin makan siang, tapi siapa sangka Gio sudah lebih dulu men
“Kamu sudah pamit ke bibimu kalau mau jaga mama di sini?” tanya Lena karena malam itu Gio datang ke rumah sakit. “Hm ... sudah,” jawab Gio sambil menganggukan kepala. Lena menatap Gio yang sedang meletakkan jaket di sofa, hingga kemudian berkata, “Sebenarnya tak apa jika kamu tak menemani mama. Lagi pula kalau kondisi mama sudah membaik, mama akan balik ke Lapas lagi.” Gio cukup terkejut mendengar perkataan sang mama. Dia memandang Lena lalu membalas, “Kondisi Mama sangat buruk, apa tidak bisa mendapat keringanan sampai benar-benar membaik?” “Makanan di Lapas pasti tak terjamin, Mama tidak bisa makan makanan keras, bagaimana kalau kondisi Mama semakin memburuk jika kembali ke Lapas? Aku akan bicara dengan kepala Lapas untuk meminta keringanan agar Mama bisa menjalani pengobatan.” Gio langsung panik ketika mendengar Lena kemungkinan akan dikembalikan ke Lapas jika sudah membaik. Lena malah tersenyum melihat Gio mencemaskan dirinya, perhatian putranya itu menjadi penghibur ters
Beberapa hari berlalu. Kondisi Lena memang lumayan membaik, tapi karena dari pihak rumah sakit belum mengizinkan Lena keluar karena masih harus dipantau, membuat wanita itu tetap dirawat di rumah sakit khusus itu sampai benar-benar pulih.“Bagaimana kondisi mamamu?” tanya Mia sambil menyiapkan sarapan untuk Gio.“Sudah lumayan membaik, untung saja pihak rumah sakit masih belum mengizinkan Mama keluar dari rumah sakit, jadi setidaknya dia masih bisa mendapat perawatan yang layak,” jawab Gio.Mungkin Bobby dan Mia memiliki perasaan bersalah karena Lena sekarang sakit parah. Namun, semua juga ulah Lena sendiri, andai dulu Lena tak terus menerus melakukan kejahatan, mungkin nasibnya tidak seperti sekarang.“Nanti siang aku akan menjenguknya,” ucap Mia lalu menyodorkan piring berisi nasi dan lauk untuk Gio.Gio tahu jika Mia sangat membenci sang mama, tapi siapa sangka wanita itu berbesar hati mau menjenguk Lena yang
“Kelelahan, stres, mengangkat barang berat bisa menjadi salah satu pemicu ada pembukaan sebelum waktunya. Meski tidak terlalu besar, tapi ini juga bisa membahayakan kondisi janin karena ada flek juga. Untuk sementara biarkan ibu istirahat, bedrest minimal beberapa hari atau minggu untuk mengamankan kondisi janin.”Alaric dan Sashi diam mendengar penjelasan dokter kandungan yang baru saja melakukan USG ke Emily. Dokter juga menyarankan agar Emily dirawat inap untuk memantau kondisinya.“Temani Emi, akan kubantu menyiapkan kamar inapnya,” ucap Sashi ke Alaric lalu menepuk pelan punggung suami keponakannya itu.Alaric mengangguk lalu mendekat ke Emily yang berbaring di ranjang. Perawat sedang membantu menyelimuti Emily karena setelah ini harus dipindah ke IGD lagi sampai ruang inap siap.“Dia baik-baik saja, kan?” tanya Emily langsung menggenggam telapak tangan Alaric.“Iya, dia baik. Tapi dokter menyarankan agar kamu bedrest agar dia bisa bertahan, setidaknya sampai kandungannya kuat da
Emily bingung menjawab pertanyaan Gio. Dia agak merapatkan kedua kaki, tapi malu untuk bicara ke sepupunya itu.“Kamu butuh apa? Biar aku yang carikan,” kata Gio karena Alaric sudah berpesan agar Emily tidak turun dari ranjang, apalagi berjalan.Emily tampak panik karena seperti menahan sesuatu.“Emi, katakan saja.” Gio melihat gelagat aneh Emily.Emily melirik Gio yang menatapnya. Dia semakin bingung hingga akhirnya berkata lirih, “Aku mau ke kamar mandi. Ini sudah tidak tahan.”Gio langsung menghela mendengar ucapan Emily.“Kenapa tidak bilang? Tinggal bilang saja, kenapa malah ke mana-mana.”Gio mengambil kantong cairan infus dari tiang, lalu meletakkan di pangkuan Emily.Emily agak panik dengan yang dilakukan Gio. Lalu pria itu menggendongnya membuat Emily semakin syok.“Seharusnya pakai kursi roda saja, kamu tidak harus menggendongku,” protes Emily.“Kelamaan jika mengambil kursi roda lebih dulu, kamu keburu mengompol,” balas Gio.Emily langsung menggelembungkan kedua pipi menden
“Kalian baik-baik saja, kan?” tanya Emily karena Christina hanya diam.Christina menatap Emily sambil tersenyum tapi malah membahas hal lain.“Tadi aku terkejut waktu bertemu Paman dan dia bilang kamu masuk rumah sakit karena kontraksi. Perasaan baru juga empat bulanan, tapi kok sudah kontraksi, makanya aku menghubungimu dan ternyata benar” ujar Christina mengalihkan pertanyaan Emily.“Iya, karena kelelahan dan banyaknya tekanan saat kerja, jadi tiba-tiba saja mengalami kontraksi,” balas Emily menceritakan yang dialaminya, melupakan pertanyaannya tentang Christina dan Gio.Christina mengangguk-angguk mendengar balasan Emily. Dia terus membahas hal lain agar Emily tidak bertanya tentang dirinya lagi.“Aku harus kembali ke kantor. Lekas sembuh dan jaga kesehatan biar bayinya sehat sampai lahir,” ucap Christina penuh perhatian.Emily mengangguk-angguk mendengar ucapan Christina, lalu berterima kas