:-0 selamat tidur semuanyaaaaa
âItu disuruh Pak Akhtara datang ke ruangan kerjanya sama bawain kopi, Mbak.âOh ⊠aku pikir apa.Aku pikir beliau akan memarahiku karena baru saja membeli dua potong gamis yang bagus sekalian dengan hijabnya menggunakan kartu kreditnya.âKok bukan Mbak Mini aja yang disuruh bawain kopi ke ruangan beliau?ââNah itu dia, Mbak Jihan. Aku nggak tahu kenapa karena nggak bisa baca isi hati Pak Akhtara.âKemudian tugasku menata barang-barang belanjaan ke etalase dapur diambil alih oleh Mbak Mini. Sedang aku segera memasak air untuk membuatkan kopi Pak Akhtara.âNggak pakai gula, Mbak.âSetelah selesai membuatkan kopi, aku menaruhnya di atas baki lalu mengantarkannya ke ruang kerja Pak Akhtara. Tidak lupa mengetuk pintunya lebih dulu. Seperti mengetuk pintu hatinya agar tidak lagi membenciku.Setelah dipersilahkan masuk, aku meletakkan baki berisi kopi itu di meja.âApa ada hal lain, Pak?â Tanyaku.Beliau mengangguk lalu mematikan laptop. Maklum, ini sudah hampir pukul sembilan malam dan baru
Dengan jarak sedekat ini, kemudian Pak Akhtara memiringkan wajahnya seraya menatap bibirku. Lalu beliau sedikit memajukan wajah namun kedua tanganku reflek menahan dadanya yang tak terbalut kaos itu. Dada yang bidang dengan perut yang rata. Menyadari keenggananku, beliau kemudian menatap kedua mataku di tengah temaramnya lampu kamar. "Kamu menolak saya?" Tanyanya tanpa basa basi. Aku menelan saliva setengah kesusahan dengan mata berkedip cepat. "Kamu mau jadi istri durhaka?" Tanyanya kembali dengan nada bicara setengah mengancam. Kepalaku reflek menggeleng karena paham sekali dengan hakikat tugas seorang istri. Hanya saja, hatiku enggan karena mengingat sikap Pak Akhtara yang benar-benar tidak bisa ditebak. "Lalu? Kenapa kamu menahan dirimu ketika saya ingin menciummu?!""Saya .... " Mendadak lidahku terasa kelu.Takut adalah alasan utamanya. Bukan takut dimarahi, namun karena takut diperdaya setelah aku kembali memberikan jiwa ragaku untuk beliau. Lalu tangan kirinya bergerak
"Kenapa, Pak?" Tanyaku keheranan.Beliau berkacak pinggang sembari menatapku tajam."Siapa yang nyuruh kamu pergi dari kamar saya, heh?! Apa ini yang kamu sebut berbakti sama suami?! Ninggalin saya gitu aja!"Ada perasaan senang sekaligus bingung menghadapi sikap Pak Akhtara yang tidak bisa ditebak apa maunya.Semalam setelah beliau puas, memilih langsung tidur dan memunggungiku. Padahal aku berharap ada sedikit obrolan selamat malam untuk menghangatkan hubungan kami.Hingga aku berpikir jika beliau hanya menginginkanku saat sedang berhasrat saja. Kemudian aku memutuskan kembali ke kamar.Tapi pagi ini, beliau justru ... terlihat manis di mataku karena sikapnya yang mendadak tidak mau kutinggalkan."Saya pikir ... Bapak nggak suka lihat saya waktu bangun. Makanya saya pergi.""Omong kosong! Bilang aja selesai melayani saya, lalu kamu sibuk telfonan sama laki-laki lain, kan?!"Baru saja aku merasa bahagia karena beliau seperti tidak suka jika aku pergi usai bercinta, kini justru menuduh
âOh ⊠hai?âAku memandangi wajah perempuan yang kini berdiri dihadapan dengan penampilan kekinian. Memakai setelan kerja dengan rambut digerai indah dan ujungnya dibuat curly. Serta make up minimalis yang flawless dan lipstick pink berkilau.âNggak nyangka gue kalau lo sekarang ⊠â Tangannya bergerak dari atas ke bawah untuk menilai penampilanku, âBerhijab. Pakai gamis pula.âNada bicaranya terkesan aneh melihat perubahanku.âPersis kayak emak-emak samping rumah.âDari dulu, sikapnya yang terang-terang memusuhiku itu tidak pernah pudar. Mulai dari kami menginjak sekolah menengah pertama hingga sudah dewasa seperti ini.Tapi ada yang aneh dengan sikap permusuhan yang ditunjukkan padaku. Keluarganya yang merampas warisan dari tangan Mama, tapi ketus terhadapku.Ah ⊠memang keluarga tidak tahu diri!âMana nggak ada make up lagi di wajah.â Sindirnya lagi.Kemudian ia menatap Mbak Mini yang berdiri di sebelahku.âSiapa dia, Han? Temen lo?âAku masih diam dan hanya menatapnya lekat. Tanpa me
Istri mana yang tidak terbang hatinya ketika suami yang dicintai begitu terang-terangan menunjukkan hasratnya agar dilayani dengan penuh keistimewaan malam ini?Sekalipun aku belum tahu pasti apakah Pak Akhtara telah mencintaiku kembali atau ... entahlah. Aku tidak mau berburuk sangka pada beliau di tengah berkorbarnya hasrat itu padaku. Dan semoga saja beliau benar-benar telah berubah seperti harapan. Kemudian aku sedikit menarik kepala dan menatap kedua bola matanya yang hanya tertuju padaku. Lalu menangkup rahangnya lembut.Dan beliau tidak menunjukkan penolakan sama sekali.Beliau benar-benar berubah menjadi âsweat Akhtaraâ."Saya akan berikan yang paling istimewa. Hanya untuk Pak Akhtara."Dengan beraninya kemudian aku sedikit berjinjit untuk mencium bibirnya beberapa detik lebih lama. Sekaligus memberikan sedikit godaan padanya.Lalu beliau tersenyum lebar sembari makin menarik pinggangku hingga menempel sempurna dengan tubuhnya. Efeknya benar-benar membuatku melayang dan ikut
"Mbak, jadi ikut apa nggak? Kok dari tadi bengong aja?" Tanya Rosita. Aku kemudian terkesiap dari lamunan lalu menatap Mbak Mini dan Rosita bergantian. "Ehm ... aku ... entahlah, Ros."Sungguh, aku bingung bagaimana cara mencari tahu Pak Akhtara. Bila aku nekat menghubungi melalui ponselku sendiri lalu bertanya sedetail itu tentang kepergiannya malam ini, apa benar beliau akan sudi menjawab dengan jujur?Sedang aku masih merasa ragu dengan perasaan beliau terhadapku meski kami sudah melalui banyak malam bersama di atas ranjangnya. Meski aku telah memberikan yang terbaik untuk menyenangkan hatinya dengan memuaskannya, tetap saja masih ada sisi ketus yang meragukan. "Ros, kamu mandi dulu sana. Biar nggak nunggu lama-lama," ucap Mbak Mini.Kemudian Rosita segera berlalu sedang aku masih dilanda kebingungan.Antara ikut ataukah mencari keberadaan Pak Akhtara?"Mbak Jihan, boleh aku tanya?" Itu suara Mbak Mini. Kepalaku pun mengangguk sebagai jawaban. Lalu ia duduk di seberangku dan mul
"Itu tadi ... kayak ... Pak Akhtara deh, Mbak."Aku pun langsung meletakkan kembali pop corn dan minuman ringan yang kubawa ke atas meja kasir. Lalu melangkah setengah berlari ke arah pintu masuk Cinema XXI.Mataku menatap awas ke segala penjuru untuk mencari punggung Pak Akhtara. Berharap apa yang dikatakan Mbak Mini itu benar. Benarkah beliau disini?Namun sejauh mataku memandang dan mencari keberadaannya ... ternyata ... tidak ada!Atau beliau sudah berbelok ke arah lain?Tidak puas dengan hasilnya, aku pun melangkah keluar Cinema lalu menoleh ke lorong yang berada di sisi kanan. Tidak ada juga!Kemana beliau?Lalu aku melangkah lebih jauh hingga ke lorong sebelah namun ... sama!Nihil!Kemudian Rosita dan Mbak Mini menghampiriku dengan membawa pop corn dan minuman ringan milik mereka masing-masing. "Tadi Mbak Mini lihatnya dimana?!" Tanyaku bersemangat dan tidak sabaran. "Tadi kayaknya jalan ke sini, Mbak. Tapi ... apa iya beliau kesini pakai baju kerja? Nggak mungkin deh kayak
Dengan hati panas terbakar cemburu, emosi, dan kesedihan, aku berdiri di pintu keluar mobil yang berada di samping lobby.Satu demi satu mobil keluar dari sana.âMbak Jihan, beneran mau nunggu Pak Akhtara disini?â Tanya Rosita.âRos, mending kamu diem aja! Nggak usah tanya! Ini tuh urusan Mbak Jihan sama Pak Akhtara!â Mbak Mini memperingatkan.Sedang kedua mataku fokus melihat setiap mobil yang keluar. Jangan sampai pembicaraan Mbak Mini dan Rosita membuatku terlewatkan mobil Pak Akhtara.âBukan gitu, Mbak Min. Kalau mobilnya Pak Akhtara di stop disini, apa nggak bikin kemacetan?! Apa nggak bikin kehebohan? Bisa viral nanti di medsos. Judulnya istri memergoki suami berkencan di mall Sentul.ââKalau viral malah lebih bagus! Biar jera tuh Pak Akhtara sama ani-aninya! Biar semua orang tahu!ââYa kalau Pak Akhtara sama gebetannya jera lalu minta maaf. Kalau malah Mbak Jihan diamuk gimana? Orang sampai sekarang Mbak Jihan masih di kamar pembantu tapi Pak Akhtara apa-apa minta diladeni Mbak