:-0 siapa tuuuuhhhhhh ?????
“Oh … hai?”Aku memandangi wajah perempuan yang kini berdiri dihadapan dengan penampilan kekinian. Memakai setelan kerja dengan rambut digerai indah dan ujungnya dibuat curly. Serta make up minimalis yang flawless dan lipstick pink berkilau.“Nggak nyangka gue kalau lo sekarang … “ Tangannya bergerak dari atas ke bawah untuk menilai penampilanku, “Berhijab. Pakai gamis pula.”Nada bicaranya terkesan aneh melihat perubahanku.“Persis kayak emak-emak samping rumah.”Dari dulu, sikapnya yang terang-terang memusuhiku itu tidak pernah pudar. Mulai dari kami menginjak sekolah menengah pertama hingga sudah dewasa seperti ini.Tapi ada yang aneh dengan sikap permusuhan yang ditunjukkan padaku. Keluarganya yang merampas warisan dari tangan Mama, tapi ketus terhadapku.Ah … memang keluarga tidak tahu diri!“Mana nggak ada make up lagi di wajah.” Sindirnya lagi.Kemudian ia menatap Mbak Mini yang berdiri di sebelahku.“Siapa dia, Han? Temen lo?”Aku masih diam dan hanya menatapnya lekat. Tanpa me
Istri mana yang tidak terbang hatinya ketika suami yang dicintai begitu terang-terangan menunjukkan hasratnya agar dilayani dengan penuh keistimewaan malam ini?Sekalipun aku belum tahu pasti apakah Pak Akhtara telah mencintaiku kembali atau ... entahlah. Aku tidak mau berburuk sangka pada beliau di tengah berkorbarnya hasrat itu padaku. Dan semoga saja beliau benar-benar telah berubah seperti harapan. Kemudian aku sedikit menarik kepala dan menatap kedua bola matanya yang hanya tertuju padaku. Lalu menangkup rahangnya lembut.Dan beliau tidak menunjukkan penolakan sama sekali.Beliau benar-benar berubah menjadi ‘sweat Akhtara’."Saya akan berikan yang paling istimewa. Hanya untuk Pak Akhtara."Dengan beraninya kemudian aku sedikit berjinjit untuk mencium bibirnya beberapa detik lebih lama. Sekaligus memberikan sedikit godaan padanya.Lalu beliau tersenyum lebar sembari makin menarik pinggangku hingga menempel sempurna dengan tubuhnya. Efeknya benar-benar membuatku melayang dan ikut
"Mbak, jadi ikut apa nggak? Kok dari tadi bengong aja?" Tanya Rosita. Aku kemudian terkesiap dari lamunan lalu menatap Mbak Mini dan Rosita bergantian. "Ehm ... aku ... entahlah, Ros."Sungguh, aku bingung bagaimana cara mencari tahu Pak Akhtara. Bila aku nekat menghubungi melalui ponselku sendiri lalu bertanya sedetail itu tentang kepergiannya malam ini, apa benar beliau akan sudi menjawab dengan jujur?Sedang aku masih merasa ragu dengan perasaan beliau terhadapku meski kami sudah melalui banyak malam bersama di atas ranjangnya. Meski aku telah memberikan yang terbaik untuk menyenangkan hatinya dengan memuaskannya, tetap saja masih ada sisi ketus yang meragukan. "Ros, kamu mandi dulu sana. Biar nggak nunggu lama-lama," ucap Mbak Mini.Kemudian Rosita segera berlalu sedang aku masih dilanda kebingungan.Antara ikut ataukah mencari keberadaan Pak Akhtara?"Mbak Jihan, boleh aku tanya?" Itu suara Mbak Mini. Kepalaku pun mengangguk sebagai jawaban. Lalu ia duduk di seberangku dan mul
"Itu tadi ... kayak ... Pak Akhtara deh, Mbak."Aku pun langsung meletakkan kembali pop corn dan minuman ringan yang kubawa ke atas meja kasir. Lalu melangkah setengah berlari ke arah pintu masuk Cinema XXI.Mataku menatap awas ke segala penjuru untuk mencari punggung Pak Akhtara. Berharap apa yang dikatakan Mbak Mini itu benar. Benarkah beliau disini?Namun sejauh mataku memandang dan mencari keberadaannya ... ternyata ... tidak ada!Atau beliau sudah berbelok ke arah lain?Tidak puas dengan hasilnya, aku pun melangkah keluar Cinema lalu menoleh ke lorong yang berada di sisi kanan. Tidak ada juga!Kemana beliau?Lalu aku melangkah lebih jauh hingga ke lorong sebelah namun ... sama!Nihil!Kemudian Rosita dan Mbak Mini menghampiriku dengan membawa pop corn dan minuman ringan milik mereka masing-masing. "Tadi Mbak Mini lihatnya dimana?!" Tanyaku bersemangat dan tidak sabaran. "Tadi kayaknya jalan ke sini, Mbak. Tapi ... apa iya beliau kesini pakai baju kerja? Nggak mungkin deh kayak
Dengan hati panas terbakar cemburu, emosi, dan kesedihan, aku berdiri di pintu keluar mobil yang berada di samping lobby.Satu demi satu mobil keluar dari sana.“Mbak Jihan, beneran mau nunggu Pak Akhtara disini?” Tanya Rosita.“Ros, mending kamu diem aja! Nggak usah tanya! Ini tuh urusan Mbak Jihan sama Pak Akhtara!” Mbak Mini memperingatkan.Sedang kedua mataku fokus melihat setiap mobil yang keluar. Jangan sampai pembicaraan Mbak Mini dan Rosita membuatku terlewatkan mobil Pak Akhtara.“Bukan gitu, Mbak Min. Kalau mobilnya Pak Akhtara di stop disini, apa nggak bikin kemacetan?! Apa nggak bikin kehebohan? Bisa viral nanti di medsos. Judulnya istri memergoki suami berkencan di mall Sentul.”“Kalau viral malah lebih bagus! Biar jera tuh Pak Akhtara sama ani-aninya! Biar semua orang tahu!”“Ya kalau Pak Akhtara sama gebetannya jera lalu minta maaf. Kalau malah Mbak Jihan diamuk gimana? Orang sampai sekarang Mbak Jihan masih di kamar pembantu tapi Pak Akhtara apa-apa minta diladeni Mbak
Aku langsung menoleh sembari tangan tetap memegang erat gagang koper. 'Kali ini, apa maunya?' Batinku. Pak Akhtara berdiri dengan begitu gagah dan angkuh di depan pintu rumah sembari bersedekap. Masih dengan memakai kemeja kerjanya. Beliau juga menatapku tajam tanpa ampun meski jelas di matanya bagaimana ekspresi hancur yang tergambar jelas di wajahku. Bagaimana air mataku terus meleleh membasahi pipi. Bukti dari kesedihan yang tidak main-main akibat perselingkuhannya dengan sepupu sekaligus rivalku, Merissa. Jika sudah berselingkuh dengan Merissa, lantas apa yang beliau mau dari rumah tangga kami?Memangnya, apa alasan beliau menahanku keluar dari rumah ini jika sudah ada kebahagiaan di luar sana yang membuat senyumnya selalu merekah?Padahal jelas terekam di otak bagaimana Pak Akhtara memperlakukan Merissa dengan lembut ketika aku menariknya paksa turun dari mobil beliau. "Mbak Mini! Rosita! Bawa Jihan masuk!" Perintah Pak Akhtara tegas. Mbak Mini dan Rosita yang berdiri seteng
Bukannya menjawab ucapanku, Pak Akhtara justru tersenyum penuh makna. Lalu melepas jam tangan dan kacamata kemudian meletakkannya di atas meja.“Membiarkanmu pergi dari rumah ini kayaknya … nggak mungkin, Han.”Kedua alisku berkerut mendengar penuturannya.Lalu beliau mulai melepas ikat pinggangnya.“Nanti saya nggak ada hiburan.”Hiburan?Apa beliau pikir aku ini barang mainan yang bisa dipergunakan seenaknya kala dibutuhkan?“Saya bukan mainan, Pak Akhtara! Dan saya nggak ada kewajiban menghibur Pak Akhtara!” Tegasku.Beliau tersenyum lalu melepaskan kancing kemejanya satu demi satu di hadapanku.“Ingat, Jihan. Kamu masih sah jadi istri saya. Sekalipun saya berselingkuh tapi kalau saya belum menjatuhkan talak ke kamu, itu artinya kamu masih sah jadi istri saya.”Pak Akhtara kemudian melepas kemeja dan melemparkannya ke sofa. Terlihat jelas dada bidangnya yang belakangan ini kerap kugunakan untuk bersandar saat beliau memelukku.“Dan tugasmu masih sama kayak hari-hari biasanya. Melaya
Pagi ini setelah melaksanakan ibadah subuh, mendadak tubuhku terasa tidak sehat. Demam mulai menyerang lalu aku meringkuk di atas kasur lantai tipis yang Mbak Mini belikan. Lalu menarik selimut tipis untuk meredam rasa tidak nyaman di sekujur tubuh.Biasanya, usai melaksanakan ibadah subuh, aku bergegas mengerjakan tugas rumah. Tapi tidak dengan kali ini.Badanku tidak sehat dan hatiku … hancur.Bayangan tidak mengenakkan tentang pertengkaranku dan Pak Akhtara semalam, dan berakhir dengan beliau meminta haknya dengan sebuah ancaman, terus menari-nari di dalam otakku.Mana mungkin aku mengorbankan bisnis kecil Papa dan Mama setelah mereka merintisnya dengan susah payah dua tahun ini.Ah … sudahlah. Menangisi apa yang terjadi hanya membuat otakku tidak bisa berpikir dengan benar.Jika Pak Akhtara tetap ingin menjalin hubungan dengan Merissa, tapi tetap ingin menjadi suamiku, ya sudahlah.Sebagai istri, aku tetap akan mendapatkan pahala. Dan Pak Akhtara yang akan memikul dosanya sendiri d