:-0 chapter POV Jihan tinggal 2 lagi.
“Mas Tara!”Aku menoleh ke sumber suara yang memanggil nama Pak Akhtara. Dan dalam sekejap dia berlari ke arah Pak Akhtara lalu duduk di samping beliau dan …… memeluknya.Merissa memeluk suaminya. Sekaligus masih suamiku juga.Pak Akhtara nampak kelincutan ketika Merissa memeluknya erat sembari ia duduk di antara kami.Seakan-akan seperti dia adalah pemisah antara aku dan Pak Akhtara.“Aku nyariin kamu dari lantai satu kayak orang gila, Mas. Lagian, kenapa telfon sama pesanku nggak kamu balas sih?”Suara manja Merissa benar-benar membuatku ingin muntah.Aku tidak mempedulikan ulah Merissa dan tampaknya memandangi lantai rumah sakit itu jauh lebih mengasyikkan.“Lain kali pokoknya aku nggak mau ditinggal lagi! Aku nggak bisa tidur sendirian, Mas. Aku takut.”“Semalam aku nggak berani tidur kamar. Aku mondar mandir terus. Kamu tahu kan kalau aku nggak bisa jauh dari kamu.”Aku langsung merasa mual dan menghirup udara sebanyak mungkin lalu menghelanya. Sikap lintah darat dan bermuka dua M
Hari demi hari kondisi Akhtira makin membaik. Dia sudah diperbolehkan meminum ASI namun melewati selang makan.Kerja jantungnya juga sudah berangsur normal pasca operasi. Dia juga sudah sering merengek karena lapar dan tidak sering tidur. Kukunya pun sudah tidak terlihat warna kebiruan lagi.Mata kecil Akhtira mengerjap lucu ketika aku menengoknya yang sudah dipindah ke dalam boks bayi. Putraku itu sudah tidak lagi tidur di dalam inkubator.Aku duduk di sebelahnya sembari mengusap pipi lembutnya.“Hai, jagoan, Bunda. Udah kerasa mendingan? Cepat sembuh ya, Tira. Kita main bareng-bareng di rumah.”Akhtira hanya membalas ucapanku dengan matanya mengerjap lucu.Selama Akhtira dirawat di rumah sakit, aku hanya pulang ketika akan memeras ASI dan tidur saja. Ketika pagi menjelang hingga malam, aku selalu menunggui Akhtira di ruang tunggu pasien bersama Mbak Santi yang selalu menemani.Sedang Papa dan Mama sudah mulai membuka tempat usahanya karena keadaan Akhtira sudah terkondisikan dengan b
POV AKHTARA"Sebelumnya ... saya ucapin makasih banyak sama Bapak karena udah bantuin saya ngelunasi perumahan untuk kedua orang tua."Aku tulus membantunya melunasi perumahan yang ditinggali kedua orang tuanya karena merasa kasihan saja. Tidak lebih. Mengingat Jihan adalah tulang punggung keluarga setelah kebangkrutan bisnis orang tuanya."Saya ini anak tunggal, Pak. Kadang capek juga kerja sendirian nggak ada yang bantuin menghidupi kedua orang tua. Bahkan di ibu kota pun, saya sendirian. Nggak punya teman berkeluh kesah. Mau curhat sama sahabat, takutnya malah disebarluasin.""Tapi, saya bersyukur karena ketemu Bapak. Apalagi sampai saya dikasih kamar yang nyaman. Secara nggak langsung ... Bapak tuh kayak ... sosok kakak dan pelindung,” ucapnya saat kami dalam penerbangan menuju Maldives.Lalu Jihan menautkan kesepuluh jari dan menundukkan kepala. "Bapak tuh dewasa, bijaksana, dan pengertian banget. Apalagi waktu saya mau dipecat kantor tapi Bapak nolongin saya. Entah gimana nasib
Hari demi hari berlalu.Ungkapan cinta yang Jihan tujukan padaku ternyata bukan isapan jempol semata. Ia mulai berani memberikan kontak fisik yang makin membuatku ‘gila’ karenanya.Hingga pada akhirnya setelah kami pulang dari Maldives, apa yang begitu lelaki inginkan ketika memiliki istri, akhirnya tersalurkan.Aku berhasil memiliki Jihan sebagai wanitaku dan istriku sepenuhnya.Meski sebelumnya dia memiliki pekerjaan sampingan sebagai pacar sewaan, namun mahkotanya masih utuh dan terjaga. Dan aku adalah lelaki yang berhasil mengambilnya.Seindah ini rasanya bisa mendapatkan mahkota istri.Bahkan aku tidak lagi mempedulikan masa lalu Jihan yang mungkin pernah melakukan sentuhan fisik dengan lelaki yang pernah menyewanya.Ah … sok suci sekali kalau aku membahas dosa Jihan di masa lalu. Toh aku sendiri juga memiliki beberapa kenangan masa lalu yang berdosa. Me***um Sabrina misalnya.Kalau aku bisa memaklumi masa lalu Jihan dan cintanya padaku cukup besar, bukankah aku hanya tinggal mela
POV AKHTARAHadza dan Jihan berselingkuh. Titik!Itu adalah fakta yang tidak terbantahkan. Bahwa istri yang sangat kucintai bahkan nampak sangat mencintaiku juga, ternyata ... pengkhianat!!!Bawahan dan istriku bermain asmara di belakangku. Dan pantas saja Jihan tidak merespon panggilan atau pesan dariku.Karena selingkuhannya bisa memuaskan dirinya!Hari itu, aku tidak jadi kembali ke Jakarta. Untuk apa? Mengemis cinta pada wanita yang berkhianat? Itu bukan gayaku!Demi menguak perselingkuhannya, aku meminta Den Mas Lubis untuk menghubungi orang kepercayaannya demi meneruskan pengintai pada aktivitas Jihan.Setidaknya, tiga kali dalam sehari, orang kepercayaan Den Mas Lubis mengirim foto maupun video yang menunjukkan pengkhianatan istriku itu. Hingga aku merasa tidak kuat dan lelah dengannya. Orang suruhan Den Mas Lubis menjelaskan banyak poin penting terkait pengkhianatan Jihan.Bahwa dia mendekatiku hanya demi harta karena selanjutnya dia akan berencana menikah dengan Hadza. Dan ya
POV AKHTARA“Pengambilan janin sudah selesai dilakukan, Pak Akhtara.”Aku yang sedang menghisap nikotin di dekat mobil, sontak menoleh ke arah Dokter Arman. Di tangannya ada sebuah wadah yang telah dibungkus plastik hitam.“Ini adalah janinnya. Lebih baik, Bapak kebumikan dengan layak.”Ada keengganan ketika aku akan menerima barang itu.“Pak Akhtara, tolong jangan buat saya makin berdosa dengan membuang janin ini sembarangan. Karena kesepakatan kita hanya sebatas saya mengambil janin itu dari rahim Bu Jihan dan Pak Akhtara tidak memberhentikan saya dari rumah sakit.”Akhirnya dengan berat hati aku menerima barang itu.“Bapak bisa mengebumikannya di kuburan. Selayaknya mengubur jasad manusia.”Sejauh ini aku tidak berkata apapun tentang siapa Jihan dalam kehidupanku. Namun Dokter Arman pasti memiliki pemikiran jika yang dikandung Jihan adalah darah dagingku. Karena aku tidak mungkin bertindak sejauh ini jika Jihan bukan seseorang yang memiliki arti dalam hidupku.“Dimana, Jihan?”“Masi
POV AKHTARADihari pertama aku menikahi Merissa, di hari itu pula aku kehilangan Jihan. "Mas, mau kemana?!" Tanya Merissa ketika aku sedang bersiap-siap.Merissa yang masih mengenakan gaun pernikahan pun terheran-heran. "Nyari Jihan," ucapku setenang mungkin. "Paling dia keluar kemana gitu, Mas. Nanti pasti pulang. Lagian kita baru menikah.""Mer! Please, jangan halangi aku nyari Jihan. Dia juga istriku! Tolong kamu ngertiin!""Terus kamu mau nyari Jihan kemana, Mas?"Usai membaca pesan dari Den Mas Lubis yang mengatakan bahwa orang suruhannya mulai bergerak ke Bogor, aku segera memasukkan ponsel ke dalam tas kecil milikku. "Aku pergi, Mer. Maaf ... di hari pertama kita menikah, aku malah pergi nyari Jihan. Setelah ketemu, aku pasti pulang.""Kalau nggak ketemu? Apa kamu bakal nelantarin aku di rumah? Iya?" Tanyanya dengan nada meradang."Mer, please. Kalian berdua istri-istriku. Aku udah berjanji bakal adil ke kalian. Please, Mer."Usai mencium keningnya, aku segera berlalu dari k
POV AKHTARA“Mau kemana, Mas?” Tanya Merissa.Dia baru saja mandi pagi sedang aku sudah bersiap-siap akan pergi.“Mau ketemu sepupu, Mer.”“Siapa?”“Den Mas Lubis.”Merissa kemudian berjalan ke arahku dengan rambut setengah basahnya dan memakai bathrobe.Dulu, jika Jihan yang mengenakannya, aku pasti akan langsung ‘memakannya’ saat itu juga. Tapi mengapa ketika Merissa yang memakainya aku … tenang-tenang saja?Apa ada yang salah dengan hasratku?Apa karena usiaku yang sudah menginjak angka empat puluh tiga dan stress yang melanda sehingga gairahku menurun?Oh ayolah. Aku merasa belum terlalu tua.“Ngapain?”“Katanya ada yang pengen diomongin. Aku juga nggak tahu apa.”“Aku ikut ya, Mas? Bosen di rumah sendirian.”Aku memegang kedua pundaknya sembari menatap kedua bola matanya.“Dia bilang ini urusan lelaki, Mer. Aku nggak enak kalau ngajak kamu.”Merissa menghela nafas kecewa sembari memasang wajah masam.“Nggak ngerti amat sepupu kamu, Mas. Kita kan pengantin baru.”Kemudian aku memba