Waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore, ini waktunya untuk Victor kembali. Namun, sebelum itu ia telah menerima sebuah cek dan ia juga sudah membuat rekening bank nya sendiri. Itu artinya, Victor menyetujui tawaran untuk cincin yang telah ia jual.
Di tangan Victor, ia memegang kartu hitam yang isinya sungguh luar biasa. Victor bahkan tak pernah menyangka jika dalam waktu yang singkat, ia memiliki uang banyak tanpa bekerja. Ajaib sekali. Namun, tetap saja, Victor merasa bersalah atas apa yang ia lakukan. Ia tidak bertanggungjawab atas janjinya kepada kakek tua. Di satu sisi, Victor juga sangat membutuhkan uang itu untuk membiayai Jessica dan untuk membuat ibu mertuanya senang. Ia tidak mau ibu mertuanya terus-terusan marah hanya karena ia tak bisa membiayai Jessica. Kembalinya ia ke rumah, di sana tentu ada Joanna. Ibu mertuanya menatap Victor tak suka dan memang, setiap kali ia pulang, Joanna tidak pernah terlihat senang. "Ya, terus saja begitu. Bukanya cari kerja, malah main terus. Otakmu kau simpan di mana? Kau memang menantu yang tidak bisa aku andalkan, Victor." Joanna kembali mengomeli Victor. Namun, Victor hanya tersenyum. "Apa kau sudah gila? Bagaimana cara berpikir kamu, Victor? Sudah numpang, tidak bisa biayai anakku dan kau malah asik-asikan main. Enyahlah dari rumahku dan pergi lah jauh-jauh dari hidup putriku. Sebentar lagi Jessica akan aku kirim ke kota dan tinggal bersama kakaknya di sana. Sebaiknya kau cepat urus perpisahan dengan putriku!" tekan Jessica lagi. Kesabarannya seolah sudah habis. Kali ini, Victor pun angkat suara. "Apa Jessica sudah pulang, Bu?" tanyanya. Yang ditanyakan Victor adalah Jessica. Ia seolah mengabaikan perkataan ibu mertua yang menyakitkan. "Sebentar lagi dia pulang dan setelah itu Jessica tidak akan bertemu denganmu lagi. Sebaiknya kau kemasi barangmu juga sebab rumah ini sudah tidak menerima lelaki pengangguran sepertimu. Jessica akan pergi malam ini juga bersama dengan ibu. Vivian akan menjemput kami, jadi enyahlah." Joanna bahkan tak menunggu persetujuan Victor sebagai suami dari putrinya. Ini sudah keterlaluan. "Kenapa seperti itu? Aku juga mau ikut buat antar istriku menjadi model di sana. Aku akan temani Jessica sampai dia sukses menjadi model dan sampai istriku menggapai cita-citanya, aku sudah memiliki uang sekarang," ucap Victor dan itu dibantah oleh Joanna. "Uang katamu? Sebanyak apa uang seorang pengangguran? Paling cuma cukup buat makan sekali saja," cetus Joanna. Victor lantas mengeluarkan kartu hitam yang baru saja dia buat. "Semua uangnya ada di sini." Sontak Joanna membuka matanya lebar menatap kartu hitam yang telah Victor keluarkan dari kantung celananya. Joanna segera mengambilnya dan memperhatikan kartu hitam itu, takutnya palsu dan Victor hanya bergurau saja. "Dari mana kau mendapat kartu yang langka ini? Apa kau mencuri?" Mencuri katanya? "Bu, itu milikku, kartu itu atas namaku sendiri dan aku tidak mencuri." Victor tak percaya kalau ibu mertuanya akan bicara seperti itu. Itu adalah sebuah tuduhan yang tidak berdasar. "Gak, gak mungkin ini milikmu. Dari mana kau dapat uang? Kartu itu palsu." Joanna lalu melempar kartu itu di depan Victor. Victor lantas mengambilnya dan mencoba menjelaskan kembali. "Aku mendapatkan uang dari hasil menjual cincin. Ada seorang kakek tua yang memberiku cincin itu, Ibu." Apa? Bagaimana bisa? "Gila kamu! Mana ada orang yang memberimu cincin secara percuma." Joanna tetap tak percaya. Namun, hal itu tentu dijelaskan lagi oleh Victor agar Joanna bisa mempercayainya. "Kemarin aku menyelamatkan cucunya yang hampir tenggelam, kakek tua itu memberiku imbalan dengan cincin tersebut dan aku menjualnya. Harganya sungguh fantastis, Bu." Sayangnya Joanna masih tak percaya dan dia menganggap Victor sudah gila. "Memang tidak salah kalau kau harusnya bercerai dengan putriku. Selain pengangguran, ternyata kau gila. Selama ini putriku menikah dengan orang tak waras." Apa? "Bu, aku tidak gila dan aku mengakui kalau diriku ini pengangguran. Tak bisakah ibu menunggu sampai besok agar aku bisa membuktikan kalau di dalam kartu ini ada uangnya." Victor terus menjelaskan dan masih Joanna bantah. "Tidak bisa! Sebentar lagi Vivian datang dan Jessica harus pergi tanpa orang gila sepertimu, Victor. Teruslah berkhayal sampai kegilaanmu semakin bertambah. Dengan begitu, maka akan lebih mudah meyakinkan Jessica agar dia mau lepas darimu!" "Bu, aku ..." Bip! Bip!! Itu Vivian. "Vivian sudah datang, sebaiknya kau diam atau ibu akan semakin membencimu!" ancam Joanna lagi. Ingin sekali Victor melawan, sayangnya ia begitu menghormati Joanna sebagai ibu dari istrinya itu. Bagaimana pun Victor menganggap Joanna seperti ibunya sendiri sebab ia tidak memiliki siapa-siapa lagi kecuali ibu Jessica berikut kakak-kakaknya. "Apa Jessica sudah pulang?" tanya Vivian yang baru keluar dari mobil. Kali ini Vivian datang sendiri tanpa sang suami. "Sebentar lagi, tunggulah dulu." Vivian menoleh ke arah Victor. Kali ini ia mau menghampiri Victor untuk memberinya peringatan. "Jangan kau halangi adikku. Sebentar lagi dia akan bersinar seperti bintang. Jadi, sebaiknya kau biarkan Jessica pergi bersamaku jika kau masih mau mempertahankan pernikahanmu dengan adikku!" Vivian bicara sebagai seorang kakak. Victor pun kembali memohon, kali ini kepada sang kakak ipar. "Kakak ipar tolonglah, tolong beri saya waktu sampai esok. Saya janji akan membawa Jessica dan mengantarnya untuk menjadi model. Saya tentu mengizinkan Jessica pergi dan saya ingin Jessica menggapai cita-citanya itu. Tapi saya harus ikut bersamanya, saya tidak bisa membiarkan Jessica sendirian di sana," ucap Victor. Namun, Vivian semakin marah. "Berhenti sampai di sini, Victor. Aku mau Jessica bersinar sendiri tanpa kamu yang bahkan tak mampu membahagiakan adikku. Apa kau masih punya cinta pada adikku? Jika iya, biarkan dia pergi sendirian tanpamu." Bertanya soal cinta, tentu Victor sangat mencintai Jessica dan ia ingin yang terbaik untuk istrinya. Namun, menemani Jessica adalah keinginannya dan seharusnya Jessica mau menurut sebagai seorang istri. Lagi pula, Victor sudah memiliki uang banyak. Dia bisa membiayai Jessica sampai wanita itu bersinar seperti yang diharapkan mereka. Sayangnya hal itu tidak dipercayai dan ibu mertuanya malah menganggap Victor gila. "Aku pulang!" ternyata Jessica sudah kembali. Ia jelas menatap Victor seolah merasa bersalah. "Suamiku." Jessica lalu menunduk. Ia ingin mengatakan sesuatu pada Victor sekarang. Ia lalu menarik Victor untuk bicara empat mata. Di sana, Jessica lalu bicara sesuai yang sudah disepakati. "Suamiku, maafkan aku. Tapi mungkin kali ini aku akan pergi sama kakak dan ibu ke Kota Los Angeles. Tidak ada pilihan lain dan ini demi pernikahan kita. Aku tidak mau berpisah dan semua ini bertujuan agar ibu tidak benci kamu lagi, suamiku." Ya, sebelumnya Joanna memberi suatu pilihan pada Jessica dan inilah pilihannya. Jessica akan pergi tanpa Victor demi kelangsungan pernikahannya. "Istriku, pergilah denganku. Sekarang aku punya uang untuk membuatmu bersinar," ucap Victor. "Uang? Suamiku, uang untuk menjadi seorang model itu harus banyak, aku takut kamu malah melakukan hal yang berat dan aku tidak mau," jelas Jessica. "Tidak, istriku, aku mendapat uang itu dari seseorang yang aku selamatkan kemarin. Aku tidak bohong dan aku menyimpan uang itu di dalam kartu ini." Victor kembali mengeluarkan kartu hitam itu dan kali ini ia menunjukkannya pada Jessica. Bukan hanya Jessica, bahkan Vivian pun terkejut melihatnya, terkecuali Joanna yang sudah tahu sebelumnya. "Dari mana kamu mendapatkan kartu ini? Ini bukan kartu yang biasa orang miliki." Vivian sangat tahu kalau kartu itu hanya akan dimiliki oleh orang besar. Lantas, bagaimana Victor mendapatkannya. "Aku tau, tapi sekarang aku memilikinya. Aku lupa tidak mengambilnya sebagian, tapi di dalam sana uangnya sangat banyak, percayalah." Joanna lantas mendekat dan sejak tadi ia mendengar pembicaraan mereka. Selain itu, Joanna memberitahu Vivian dan Jessica perihal Victor ini. "Suami kamu pencuri! Dia mencuri dan uang itu hasil curian!" ucap Joanna. Tuduhan macam apa itu? Jessica menatap suaminya tak percaya. "Kau mencuri?" Victor jelas membantah. "Tidak, istriku, aku tidak mencuri. Itu uangku hasil dari aku menyelamatkan seseorang kemarin. Aku tidak bohong dan aku tidak mencuri." Jessica mengambil kartu itu dan melempar kartu itu tepat mengenai dadanya dan ia sungguh menyesal. "Aku tidak sudi mempunyai suami seorang pencuri. Sepertinya keputusanku sudah benar. Aku akan pergi bersama ibu dan kakak ke kota, tanpa kamu! Jangan mengejarku lagi! Aku enggan memiliki suami pencuri." Jessica lalu masuk ke dalam kamar untuk berkemas. Tidak. Ternyata dia mengemasi pakaian milik Victor. Tentu Victor mengejarnya dan terus meyakinkan istrinya bahwa ia bukan pencuri. "Istriku, aku tidak mencuri. Aku bukan pencuri dan itu hasil kerjaku, aku berani bersumpah." Jessica tidak merespon dan malah mengeluarkan semua pakaian Victor dari dalam lemari. "Istriku, apa kamu tidak percaya padaku? Apa yang kamu lakukan dengan pakaianku?" Semuanya Jessica lempar. Hal inilah yang ditunggu-tunggu oleh Joanna dan Vivian. Jessica dengan menahan amarah, lalu berkata, "aku harus jujur sekarang, kalau aku sudah bosan hidup denganmu! Hidupku tertekan, hidupku lelah, hidupku juga tidak pernah mendapatkan kebahagiaan. Aku capek bekerja, aku capek melihat kamu yang tidak memiliki pekerjaan. Ibu benar, sebaiknya kita berpisah saja!" Apa katanya? "Istriku, jangan bicara saat marah, maafkan aku." Victor masih ingin mempertahankan pernikahannya dengan Jessica sebab ia begitu mencintainya. "Aku tidak akan marah kalau kamu tidak mencuri. Tapi kenyataannya kamu itu seorang pencuri. Aku tidak mau dan aku sangat malu." "Aku tidak mencuri, aku bukan pencuri!" teriak Victor. Kali ini ia tak sengaja membentak Jessica sampai Jessica diam dan masih menatapnya. "Tolong percayalah, aku tidak mencuri, aku bukan seorang yang dituduhkan, aku berani bersumpah." Victor mulai kembali bicara dengan nada rendah. "Jessica, ayolah. Tinggalkan saja suami pencuri itu! Percayalah pada ibu, dia bukan yang terbaik untukmu." Joanna menambahkan. Jessica masih menatap Victor. "Lupakan soal uang itu, aku tidak mau menerimanya. Aku hanya ingin kita sampai di sini saja." Jessica memutuskan untuk ikut bersama ibu dan kakaknya. Di sana, Victor lantas kembali meyakinkan. Namun, Jessica malah sudah masuk ke dalam mobil dan disusul oleh kakak serta ibunya. "Aku akan menyusul kamu ke sana. Tunggulah, aku tidak akan mau berpisah." Victor tak bisa berbuat banyak. Ia berusaha mengejar pun tetapi mobil itu sudah berjalan cepat. Mungkin dengan uang yang ia miliki sekarang, ia bisa membeli semuanya termasuk kendaraan yang akan membawanya kembali kepada Jessica. Victor pun berpikir demikian. Drrrtttt!! Seketika tangannya kembali bergetar seperti tersetrum lagi. Kali ini sengatan itu sangat luar biasa ia rasakan. Ada apa lagi ini? "Aaakkhhhh!!" Victor sampai berteriak saking menahan rasa yang pernah ia alami sebelumnya. "Kenapa denganku! Ini sungguh sakit! Aakkhh!"Tangan kanannya mengepal dengan begitu kuat. Victor mencoba untuk menahan rasa sakit yang menyerangnya secara tiba-tiba. Bahkan urat nadinya menonjol saking kuatnya ia menahan. Ini begitu menyakitkan, lebih dari rasa sakit yang sebelumnya. Namun, yang pasti ia tak percaya jika suatu hal di luar nalarnya kembali terjadi. Sebuah benda melingkar, perlahan menutupi jari telunjuknya. Itu adalah cincin yang semula ia jual dan cincin itu telah kembali, hanya saja letaknya berpindah dari jari tengah ke jari telunjuk. Ini sangat ajaib. "A-apa ini? K-kenapa bisa cincin ini kembali?" Victor bahkan tak menyangka. Ia terkejut sendiri dan benar-benar merasa aneh. Seketika rasa sakit itu pun hilang, bersamaan dengan munculnya benda tersebut. Padahal seharusnya barang yang sudah dijual takkan kembali kecuali ia membelinya lagi. Tetapi cincin itu? "Kenapa kau kembali wahai cincin? Apa jangan-jangan uangku jadi hilang?" gumamnya sendiri. Victor berpikir, jika cincin itu kembali, apakah uangnya me
George baru tiba di kediaman sang Kakek, sebab niatnya ke pusat kota hanya untuk bertemu sang kakek. Ia disambut oleh adik perempuannya yang cantik. "Kakak ke mana saja? Acara ulang tahun Kakek sudah dimulai," kata si adik perempuan. Sebut saja namanya Elly. "Benarkah? Maafkan kakak, ada masalah sewaktu di jalan tadi. Mobil payah ini mogok, beruntung ada orang yang menolong." Elly mengerutkan keningnya dan menatap George. "Mogok? Jangan bilang kalau Kakak lupa mengisi bahan bakar." George hanya terkekeh. "Hehe." "Sudah biasa," gumam Elly. "Ayo, Kak, sebaiknya kita masuk, Kakek sama Papa sudah menunggu." "Oh, oke." Mereka lantas masuk ke dalam rumah mewah milik sang kakek. Di dalam sana, semua sudah tersedia dan acara ulang tahun sang kakek sudah dimulai. "Selamat ulang tahun, Pa, semoga sehat selalu dan panjang umur." Ucapan itu diberikan oleh Parker selaku putra dari Tuan Asher. Tuan Asher tentu senang, apa lagi dihadiri oleh cucu-cucunya dan memberikan hadiah untuk
Jangankan Marten, Victor sendiri pun bahkan terkejut akan apa yang ia lakukan. Seketika tangannya merasa ringan. Ketika tongkat itu mulai dilayangkan dan hampir mengenai dirinya, tangannya dengan mudah menangkis tongkat itu dan menariknya, mengangkatnya ke atas serta memutarnya sehingga orang itu turut berputar dan terlempar begitu saja bersamaan dengan tongkat yang masih ia pegang. Ini sangat ringan, seperti punya keahlian dalam melawan, Victor sadar akan apa yang ia lakukan. Pria itu terjatuh dan merasa kaget sekaligus merasa punggungnya yang sakit karena terbentur. Sementara Marten terus menekan pria itu supaya kembali melawan Victor. "Payah! Cepat bangun dan habisi dia!" hardiknya sambil menunjuk ke arah Victor. Namun, Victor mencoba untuk menahan. Bukan ini yang ia inginkan. "Kakak Ipar, saya hanya ingin bertemu dengan Jessica, tolong panggilkan Jessica ke mari," pinta Victor lagi. Sayangnya Marten menolak. "Jessica tidak ada di sini. Dia sudah kami daftarkan menjadi model
Seorang perempuan berjalan mendekat. Langkah kakinya begitu cepat dan ia melihat suatu hal terjadi saat Victor melepas cengkraman tangan dari leher Marten. Ya, perempuan itu adalah Jessica. Ia telah kembali dari pendaftarannya menjadi model. Namun, yang Victor tidak suka, Jessica malah datang bersama lelaki. Entah itu siapa, tetapi yang jelas Victor tidak mengenalinya. "Istriku, akhirnya kau di sini," ucap Victor yang tentu menyambut kedatangan Jessica. Jessica tidak menjawab pertanyaan Victor sebab lelaki yang bersamanya telah berkata, "Saya tunggu kabar baiknya. Sayang jika nantinya Nona mundur, sebab saya suka dengan semua yang Nona miliki." Jessica mengangguk. "Baik, akan saya kabari nanti." Lelaki itu pun lantas pamit. Ia melihat Victor sebentar, lalu melihat ke setiap orang yang ada di sana. Setelah itu barulah dia pergi. Jessica lantas melihat ke arah Marten yang berusaha untuk berdiri, dibantu oleh Vivian beserta Ronald. "Apa yang kamu lakukan sama Mas Marten? Apa kamu
George tentu tahu bagaimana sifat ayahnya. Bagaimanapun, rasa penasaran George terhadap cincin itu semakin bertambah, apa lagi ketika tahu kalau barang kecil itu direbutkan. "Aku tidak akan memberitahu sebelum Papa menjelaskan apa manfaat dari cincin itu. Kenapa cincin itu bisa direbutkan dan untuk apa? Apakah barang itu bisa membuat kita menjadi penguasa? Atau kita akan semakin kaya, memiliki segalanya, atau tidak terkalahkan?" George tetap ingin penjelasan itu. "Lebih dari itu, George. Ada energi positif yang akan mengalir ke darah jika cincin itu dipakai." George yang baru tahu pun cukup merasa tertarik. "Benarkah? Lalu, kelebihan apa lagi?" Tetap saja, Parker menjelaskannya terlalu singkat sehingga George semakin penasaran. Demi kelancarannya menemukan orang tersebut, Parker lantas menjelaskannya secara detail. Dari A sampai Z, dan itu tentu membuat George semakin tertarik. "Jika kau memberitahu papa di mana orang itu, maka papa akan memberi apa yang kau inginkan, termasuk b
Victor yang tidak tahu apa-apa, dengan polosnya membuka pagar yang tak terkunci. Ia lalu melihat Jessica di sana dan tentu, ia tidak suka istrinya diperlakukan kasar seperti itu. "Istriku! Dia istriku, apa yang kalian lakukan kepada istriku?!" Victor protes seraya mendekat. Mereka melepaskan orang yang katanya salah, sekarang tujuan mereka ialah Victor. Marten dan yang lainnya merasa lega, karena kini sasaran para pria menyeramkan bukan lagi dirinya tetapi Victor. Lagi pula, mereka mencari Victor dan entah apa yang akan mereka lakukan terhadap Victor, tetapi yang jelas, Marten mengharapkan suatu hal buruk terjadi pada Victor. 'Rasakan! Mereka pasti akan membunuhmu, Victor.' Selain Marten, Joanna dan Vivian pun memiliki harapan yang sama. 'Victor sama sekali tak berguna. Dia penghalang putriku untuk menjadi bintang.' batin Joanna. 'Ya, dialah yang mereka cari. Kalau perlu bunuh saja lelaki payah itu!' Terkecuali Jessica. Bagaimana pun ia masih mencintai Victor dan lelaki itu ad
Saat peluru itu kembali dilepas, saat itu juga Victor menendangnya hingga benda itu terlempar cukup jauh. Pria si pemilik benda itu tentu marah. "Sialan!" Mereka tentu takkan menyerah begitu saja, demi mendapatkan cincin yang diincarnya, mereka harus berjuang melawan satu orang ini. Tetapi mengapa ia begitu kuat? Ya, mereka jelas kesusahan. Bukan hanya pukulannya saja, tetapi gerakannya pun sulit untuk dibaca. Padahal kondisi tangan Victor sudah terluka dan mengeluarkan darah. Tidak ada yang mau membantu. Marten yang masih berada di sana malah mengharapkan Victor kalah. Padahal Victor telah berusaha agar orang-orang itu tidak mengincar Marten. Kakak Ipar macam apa dia? "Kakak ipar, cepat bantu suamiku, dia kesusahan, tangannya terus mengeluarkan darah," kata Jessica yang tentu khawatir akan keadaan Victor. Namun, di sana Marten hanya tersenyum. "Maafkan aku, wahai adik ipar. Aku tidak memiliki kemampuan dalam bertarung dan biarkan saja dia kalah sendiri." Apa? "Kakak ipar, kam
Mendapat izin dari Vivian, Victor lantas masuk ke dalam rumah tersebut. Baru kali ini ia diizinkan masuk dan jujur, rumah ini cukup besar dibandingkan dengan rumah Joanna. Victor menunggu, sementara Jessica tengah mengambil kotak obat untuk luka Victor. Di sana, ia terus menggerak-gerakkan tangannya dan memang tidak merasa sakit apapun sejak tangan itu terkena peluru. Ini aneh. Bisa jadi peluru itu masih tertancap di dalam. Tetapi kenapa ini tidak sakit? "Suamiku, buka bajumu sebentar, biar aku lihat lukamu yang terkena tembakan tadi." Jessica menyuruhnya untuk membuka pakaian. Di sana tidak ada siapapun. Joanna dan Vivian tengah berada di ruangan lain bersama Marten. Mereka tengah membicarakan sesuatu yang tentu mengenai Victor. Victor menurut saja apa yang dikatakan Jessica. Namun, seketika Jessica nampak terkejut. 'Loh, kenapa tidak ada luka sama sekali? Padahal tadi aku lihat tembakan itu mengenai bahunya, kenapa tidak ada?' Jessica pun nampak aneh. Ia sama sekali tidak meng
Levin sampai bertanya-tanya sendiri, untuk apa Victor datang kemari? Dan lagi dari mana dia tahu dia bekerja di sini? Apakah dari Jessica? "Victor, untuk apa kau kemari? Apakah hendak melamar pekerjaan di sini?" kata Levin seolah merendahkannya.Kesalahan Levin bukan hanya di sini saja. Dia pernah menuduh Victor kalau Victor telah berselingkuh. Padahal kenyataannya dialah yang berselingkuh. Dialah yang telah menduakan istrinya, tetapi Victor yang mendapat getahnya. Ini sangat tidak adil jika terus dibiarkan. Levin tidak akan berpikir terlebih lagi dia tidak akan berubah sedikitpun. Namun, perihal hubungan Levin dan Lussy, Victor sama sekali tidak mengetahuinya. Tetapi yang jelas, seseorang yang pernah berselingkuh tidak akan pernah berubah, Bahkan dia akan melakukan yang berulang kali sampai dia puas. Entahlah."Levin, apa kau tidak tahu kesalahanmu sendiri?" pemilik perusahaan ini telah bicara langsung dengan Levin di hadapan para pekerja. "Kesalahanku? Apakah aku telah membuat ke
Bukan Hal mudah untuk meyakinkan seseorang, apalagi kepada orang baru yang Bahkan orang itu terlihat sejati mata orang lain. Dia sangat ditakuti banyak orang termasuk anak buahnya sekalipun.Namun, Victor tentu mudah. Ia tentu memanfaatkan apa yang dia miliki sekarang ini. Dan sudah terbukti jika uang adalah jawaban dari semua masalah.Sesuai kesepakatan mereka, pria itu telah memberitahu siapa-siapa saja pelanggan yang datang kepadanya. Siapa-siapa saja orang yang berani membeli barangnya dengan harga yang cukup tinggi.Setiap orang yang membeli barangnya adalah orang yang memiliki rencana tertentu termasuk, dia.Ya, ketika pria itu memberitahu nama-nama dari pelanggannya, dari 2 hari kebelakang sampai hari kemarin, ternyata ada satu orang yang Victor kenali. Jelas saja, dia terlalu bodoh. Dia menyebutkan namanya memakai nama asli bukan nama samaran. Tetapi di sini, Victor sangat beruntung. Sepertinya dia juga tidak salah tempat, dia tidak salah sasaran, dia tidak salah menemui oran
"Bukan apa-apa." Victor menjawab demikian.Mereka lalu masuk ke dalam rumah besar itu. Di sana nampak seseorang yang tengah duduk santai. Iya memakai topi koboi, di tangannya, ya Tengah menghisap sebatang rokok. Ya, Iya pemiliknya. Jack mengantar Victor ke hadapan orang itu."Hormat tuan." Jack memberi hormat dengan cara membungkukkan setengah badannya di hadapan pria itu. Tetapi tidak dengan Victor. Victor sama sekali tidak tahu apa yang harus dia lakukan tetapi, pria itu menatapnya sinis."Ada hal apa yang Membawamu menghadapku? Apakah ada pelanggan untukku?"Jack mengangguk. "Ya, Tuan. Dialah pelanggan kita yang baru." Jack menunjuk ke arah Viktor dan memang Victor lah pelanggan barunya.Victor masih tidak berbuat apa-apa. Dia masih belum paham apa yang harus dia lakukan sekarang. Namun, Jack memberitahunya."Bungkukkan setengah badanmu di hadapan Tuan." Terpaksa Victor melakukannya. Sesuai dengan arahan Jack, picture membungkukkan setengah badannya sesuai dengan apa yang dia laku
Victor jelas membantah. "Itu bukan milikku, aku tidak pernah menggunakannya." "Bohong, kau berbohong!!" gadis itu seperti tak percaya jika hasil tersebut bukan milinya. "Temanku yang tak sengaja menggunakan barang itu. Dia sepertinya dijebak." Dijebak? "Lalu di mana temanmu?" tanya gadis itu. Dia seperti mengetahui sesuatu. "Masih dirawat. Dia perlu perawatan intensif." Masuk akal. Jika memang Victor yang memakainya, mana mungkin dia ada di sini sekarang. Gadis itu percaya jika bukan Victor yang mengenakannya. "Jangan pernah memakai barang ini dan jangan mau walaupun sedikit." Victor mengerutkan keningnya seolah tak paham akan apa yang dia katakan. Namun, apakah dia tahu tentang narko** jenis Xx14 seperti yang dituliskan di sana? "Kau tau, Nona?" Gadis itu mengangguk. "Ada sesuatu yang ..." "Total belanja $2...." Ucapan Frya terhenti oleh seorang kasir yang menagih total belanjaannya. Cukup banyak, tetapi bukan masalah bagi Victor. "Silakan, Tuan, terimakasih." Kasir itu
Itu hanya dugaan sementara, Leo tetap harus diperiksa langsung untuk mengecek apakah benar ia telah menggunakan barang terlarang itu? Dugaan sementara mengatakan kalau Leo tidak sengaja atau bahkan ada unsur keterpaksaan sebab, bagi orang yang tahu akan barang itu, tidak mungkin dia berani menggunakannya sebab kandungan serta kadar yang dihasilkan sungguh buruk. Tidak lama, hasilnya telah keluar. Hasil menunjukkan jika dugaan itu memang benar. Keadaan Leo pun tetap sama. Dia banyak bergumam serta mengatakan sesuatu hal yang tidak dimengerti, bahkan perkataannya ke mana-mana. "Di sana ada bulan, bentuknya setengah meter dari persegi panjang. Diameternya seperempat dari bentuk lonjong tak berdasar." Leo semakin mengada-ngada. Melihat keadaan Leo seperti itu, Victor lantas mencari tahunya. Berawal dari kegiatan Leo, hingga keberadaan Leo seharian kemarin. 'Tidak salah. Leo hanya ada di kantor sejak kemarin. Itu artinya ...' Victor berpikir demikian. Ia lalu mengecek alat penangkap
"Papa, kamu kasar sekali. Ini sakit!" Elly mendapat perlakuan tak mengenakan dari Parker ayahnya sendiri. Dari tadi, Parker terus memaksanya untuk ikut dengannya. Lagi, Parker bahkan memperlakukan Elly seperti bukan anaknya saja. Dia begitu kasar. "Kamu sudah keterlaluan, Elly. Untuk apa kamu ikut dengan lelaki brengsek itu, hah!" Parker malah menyalahkan Elly. "Papa, aku tidak ikut dengan Paman Victor, justru Paman Victor telah menyelamatkan aku dari kakek tua yang kejam. Dia yang telah menyiksaku." Parker mencoba untuk meredakan emosinya. Bukan ini yang ia maksud. Sepertinya dia harus kembali ke rencananya yang ingin mengetahui informasi tentang cincin itu. Seharusnya dia tidak kasar, dengan begitu Elly akan memberitahu apa yang dia inginkan. Dia telah salah mengambil langkah. "Maafkan aku, putriku, aku terlalu emosi." Kali ini Parker meminta maaf kepadanya. Elly tentu paham. Tetapi ia tidak suka terus diintimidasi. "Papa, tolong jangan berpikiran buruk tentang Paman Victor.
"Ceritakan kepadaku dan siapa kakek peramal yang Elly maksud." Matanya menyipit, Victor mengingat kembali apa yang telah Elly ceritakan kepada kakeknya. "Oh, itu. Kami tidak sengaja bertemu. Kakek itu tau semua hal termasuk luka ketika aku ditembak. Aku tidak mengenalinya, tetapi kakek itulah yang bisa membuat Nona Elly sembuh dari penyakitnya." Penyakit? Banyak hal yang tidak diketahui oleh Asher termasuk penyakit yang Elly idap. Namun, bukan sesuatu hal buruk."Aku tidak pernah tau Elly mempunyai penyakit, apakah itu parah?" kata Asher. Victor tertawa. Bukankah Elly sudah menceritakan kepadanya? "Kakek tua, sepertinya Anda memang sudah tua." "Apa maksudmu?" Tuan Asher bahkan tak mengerti apa yang Victor katakan. Lalu, Victor pun tertawa lagi. "Bukankah baru saja Nona Elly bercerita kalau dia mengalami kulit melepuh?" Tuan Asher menjadi tertawa. "Haha ... oh itu. Kupikir Elly punya penyakit lain dari pada itu. Dasar. Aku ini memang pelupa, itulah kenapa kau menyebutku kakek
"Papa, apakah Elly sudah kembali?" Parker menemui Asher di kediamannya hanya untuk bertanya apakah Elly sudah kembali? Namun, Asher sama sekali tidak tahu. "Sepertinya belum. Aku tidak melihat keberadaan Elly." Parker menjadi kesal, sudah beberapa hari ini sejak anak buahnya kembali, ternyata Elly belum kunjung pulang. Apakah Victor berbohong? "Sudah kuduga kalau lelaki brengsek itu pasti menculik Elly!" kata Parker dan dibantah oleh Tuan Asher sebagai kakek yang telah membesarkan Elly. "Elly sudah dewasa. Lagi pula, Victor hanya menjaganya. Kalaupun Elly ingin pergi dengannya, aku akan merestuinya." Apa? Parker semakin marah. "Apa maksudmu, Papa? Aku yang sebagai papa kandungnya, tidak sudi kalau Elly menyukai lelaki brengsek itu. Aku yakin, Elly tidak menyukainya dan aku harap dia tak pernah suka!" Tuan Asher yang mendengarnya lalu tersenyum. Baginya dia sangat lucu. "Parker, Parker, Elly dibesarkan olehku maka akulah yang berhak mengaturnya. Kamu memang ayah kandungnya, te
Elly sangat mempercayai ucapan pria tua itu. Dia seperti peramal yang tahu akan segala hal termasuk apa-apa saja yang harus dia lakukan demi menyembuhkan lukanya. Ini sungguh luar biasa. Jika benar, dirinya tidak harus menjalani pengobatan sebab Elly memiliki trauma dengan sebuah Rumah Sakit. Namun, ada yang lebih penting dari pada itu. "Paman, perut paman terluka, darahnya sampai rembes ke baju," ternyata Elly menyadari luka di bagian perut Victor. Victor lalu menjawab. "Tidak apa-apa, nanti juga sembuh." Lalu, pria tua tertawa. "Hahaha ... dia sangat kuat. Bahkan jika disayat pun tidak akan terasa sakit." Sebenarnya siapa pria tua ini? Kenapa dari tadi dia tahu semua hal mengenai kelebihan yang Victor miliki? "Benarkah? Sepertinya kakekku juga pernah bercerita kalau kakek adalah orang yang tidak kalah dengan peluru, sama seperti paman. Apa karena ..." Victor menutup mulut Elly."Nona, sepertinya kita harus segera pulang. Kakek tua pasti menunggu. Sebagai gantinya, saya akan