Share

04. Kejadian tak terduga

Setelah memperkenalkan dirinya, Victor lantas pamit. Kakek tua tersenyum dan kembali ke putrinya, begitupun dengan penjaga pantai yang mengikuti Victor untuk pamit.

"Kenapa kakek memberikan cincin itu pada dia? Apa kakek tidak takut kalau nanti ibu dan ayah akan marah?" ucap cucunya yang baru saja selamat dari maut.

Sang kakek pun tersenyum lagi. "Biarkan ayah dan ibumu marah, sekalinya mereka membunuhku pun tak apa. Kakek sudah bosan hidup di dunia yang selalu serakah akan harta. Ayah dan ibumu tak perlu tahu, biarkan mereka mencarinya sendiri setelah kakek mati."

"Oh Kakek."

Gadis itu tentu sedih akan apa yang kakeknya katakan. Selama ini, keluarganya sungguh egois dalam apa yang dimiliki oleh sang kakek.

Tentu saja, ia setuju kalau barang berharga itu diberikan pada pria bernama Victor tadi. Selain baik, ia yakin kalau Victor bisa menjaga harta kakeknya.

Sementara itu, dari jarak yang cukup jauh, penjaga pantai itu menghentikan Victor di tempat yang benar-benar sepi. Ini adalah arah menuju kediaman Victor dan di jalan ini sangat jarang orang yang melewatinya sehingga penjaga pantai itu memanfaatkan momen ini.

"Berhenti kau, brengsek!"

Apa katanya?

Victor yang dipanggil seperti itu tentu tak terima. Ia lalu berhenti dan menoleh ke arahnya.

"Kau bicara padaku?" kata Victor.

Dengan sombongnya, lelaki itu lalu menarik kerah baju Victor seolah mencekiknya.

"Berikan cincin itu padaku, itu milikku!"

Miliknya? Yang benar saja.

Victor terkekeh. "Tidak, ini milikku. Kakek itu memberikannya padaku."

Pria itu jelas sangat marah. Ia memukul wajah Victor dengan tenaganya. Tidak terima akan perlakuan kasar itu, Victor lantas membalasnya.

Victor turut melayangkan pukulannya kepada pria itu. Sayangnya, sepertinya pria itu lebih pintar dan cekatan. Pria itu bahkan membalasnya lebih dari Victor yang hampir saja menyerah.

Victor terlempar, berkat pukulan keras itu hidungnya mengeluarkan darah.

Tak cukup sampai di sana, pria itu terus menghajarnya sampai Victor terkulai lemas. Luka membiru timbul di wajahnya dan tidak hanya itu, bahkan ia merasakan perutnya yang linu akan pukulan keras yang dilayangkan seorang penjaga pantai.

Kalah! Victor benar-benar tak bisa melawan lagi dan cincin itu terpaksa terlepas dari tangannya. Pria itu mengambilnya dengan paksa dan hampir mematahkan jari Victor.

"Aakkhhh ..." Victor merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Namun, tidak berhenti di sana. Terakhir, pria itu meludahinya dan menekan kepala Victor dengan kakinya. Sungguh hal yang sangat buruk.

"Enyahlah dari muka bumi ini, Victor."

Dia mengenali Victor? Bahkan Victor saja terkejut. Bagaimana bisa ia tahu nama Victor sementara Victor sama sekali tidak tahu siapa dia. Apa dia tahu ketika Victor memperkenalkan diri pada kakek tadi? Ya, sepertinya begitu.

Berusaha untuk bangkit, Victor dengan jalannya yang pincang, ingin segera sampai di rumah. Ia ingin segera menemui istrinya dan di sepanjang jalan, ia merasa menyesal.

"Maafkan aku, maafkan aku, maafkan aku," ucapnya terus menerus.

Victor tidak bisa menjaga cincin yang diamanatkan oleh kakek tadi dan ia sungguh menyesal.

BRUK!! Seketika ia ambruk di depan pintu rumah. Jessica yang baru saja membuka pintu pun sangat terkejut akan keadaan suaminya.

"Suamiku!! Kau kenapa? Ada apa denganmu? Kenapa jadi seperti ini?"

Jelas Jessica sangat kaget. Bagaimana bisa suaminya seperti ini. Padahal sejak pergi, keadaannya baik-baik saja.

Victor tidak menjawab. Ia sangat lemas dengan keadaannya.

Segera, Jessica membantu Victor dan membaringkannya di atas ranjang.

"Aku ambil kompres dan obat luar dulu." Jessica segera mengambil kotak obat dan kompres untuk mengobati luka Victor.

Saat ini Victor masih bergumam sendiri. Ia tidak sadar akan perkataannya sendiri dan itu menjadi sebuah pertanyaan bagi Jessica.

'Victor kenapa? Kenapa dia bisa seperti ini? Dia terus-terusan meminta maaf.' ucap Jessica dalam hati.

Mengabaikan perkataan itu, Jessica meneruskan tindakannya untuk mengobati luka Victor.

***

Keesokan harinya, ketika Victor terbangun dari tidurnya, ia merasakan tubuhnya ringan seperti biasa. Padahal lukanya masih belum sembuh bahkan banyak luka lebam di wajahnya. Namun, rasanya bahkan seolah biasa. Saat ditekan pun tidak merasakan sakit apa-apa.

Ini aneh sekali. Pikir Victor.

Victor lalu keluar kamar untuk mencari Jessica. Ternyata Jessica ada di dapur bersama dengan ibunya.

"Kamu harus pergi, Jessica. Ini kesempatan bagus untukmu menjadi model. Kakakmu Vivian akan membantumu dan membiayai kamu di sana." Joanna sepertinya ingin Jessica tetap ikut. Joanna tentu senang, dengan begitu Jessica pasti akan jauh dari suaminya.

"Enggak, Bu, aku gak bisa tinggalkan Victor. Kak Vivian hanya mau aku yang pergi tanpa Victor. Aku tidak bisa."

Joanna nampak emosi dengan jawaban Jessica. "Sebegitu cintanya kamu sama lelaki pengangguran itu? Apa bagusnya dia? Bahkan membiayai kamu saja dia tak mampu. Jangankan menjadikanmu model, dia bahkan membuatmu menjadi seperti gembel!"

Apa katanya?

"Bu, jangan bicara seperti itu, Victor suamiku, aku patut patuh sama suamiku."

"Patuh? Patuhlah kepada lelaki pengangguran yang bisanya cuma memanfaatkan mu saja, Jessica. Bagus sekali. Ibu harap kamu mau pergi dengan kakakmu tanpa dia. Kalaupun dia ikut, dia harus bisa menanggung semua biaya untukmu di sana," lanjut Joanna.

"Bagaimana kalau misalnya Victor punya uang untuk mengantarku ke sana? Apa ibu tidak marah-marah lagi seperti ini?" Jessica seolah memastikan. Pikirnya, untuk biaya mengantar pastilah ia punya.

"Ibu tidak akan marah kalau dia membiayai hidupmu dengan baik, selain itu, ibu mau dia mewujudkan cita-citamu menjadi model. Kalau dia mampu dengan syarat itu, maka ibu takkan marah lagi padanya."

Jessica pun terdiam, ia seakan kehabisan kata. Di satu sisi, ia sungguh mencintai suaminya dengan segala kekurangannya. Ia tahu kalau Victor pasti tidak akan mampu memberikan apa yang ibunya harapkan.

Di balik pintu, Victor hanya menghela napas. Saat itu ia menjauh, ia sadar kalau dirinya memang tak bisa mewujudkan cita-cita Jessica. Victor sangat menyesali serta merutuki dirinya sendiri.

Dddrrrtt!! Tangan kanan Victor seperti tersetrum, padahal dia sama sekali tidak memegang apapun.

"Haa?" Victor sangat terkejut, ketika ia mengangkat tangannya dan melihat sesuatu yang menempel di jari manisnya.

"Cincin? Sejak kapan cincin ini di jariku lagi? Bukankah cincin ini sudah diambil oleh penjaga pantai itu?" gumam Victor. Ia sungguh tak paham, kenapa cincin itu kembali melekat di jarinya.

Bukan hanya itu, keanehan pun dimulai ketika ia terbangun dari tidurnya. Seharusnya ia merasakan sakit akan lukanya kemarin, tetapi bahkan rasa sakit itu sama sekali tidak ada. Dan kali ini, perihal cincin yang kembali menempel di jari manisnya. Apa dia sedang bermimpi?

"Oh, suamiku."

Jessica keluar dari dapur, ia mendapati suaminya tengah berdiri di samping pintu.

"Kenapa kamu ke sini? Harusnya kamu istirahat, lukamu belum sembuh," kata Jessica dan Victor hanya tersenyum.

"Aku sudah sembuh, istriku. Hari ini aku mau keluar dulu sebentar. Nanti aku kembali."

Awalnya Jessica menolak karena ia tahu keadaan suaminya masih belum membaik. Namun, Victor terus meyakinkan Jessica kalau ia baik-baik saja dan badannya sudah segar kembali.

Jessica pun mengizinkannya keluar. Victor bergegas, ia kembali ke pantai untuk mencari kakek yang kemarin. Victor yakin kalau kakek itu masih ada di sini. Victor pun mengecek ke setiap penginapan dan menjelaskan ciri-ciri kakek kemarin. Namun, hasilnya nihil. Bodohnya dia, bahkan tidak sempat menanyakan nama dari kakek tua kemarin. Sial.

Victor lalu ingat akan ucapan kakek tua itu kemarin, kalau ia boleh menjual cincin itu jika dalam keadaan genting. Saat ini, ia benar-benar membutuhkan uang. Selain untuk mencegah Jessica pergi sendirian, ia ingin ikut dan mengantar Jessica untuk mengejar cita-citanya, mewujudkan mimpi Jessica yang selama ini belum tercapai.

Mungkin ia butuh uang banyak sekarang. Selain itu, ia ingin ibu mertuanya senang.

Ya, Victor memutuskan untuk menjual cincin itu. Ia mencari toko emas di sekitaran kota dan sepanjang itu ia terus bergumam meminta maaf. Seharusnya ia tidak menjualnya, sayangnya ia dalam situasi genting sekarang.

"Tuan, silakan ke arah sini. Kami akan memproses uangnya segera." Pelayan toko emas bahkan memanggilnya Tuan. Apa ada yang salah? Kenapa mereka memanggil Victor dengan panggilan itu? Padahal penampilannya terlihat lusuh.

Tanpa banyak basa-basi, Victor pun mengikuti pelayan toko dan menemui seseorang di belakang sana. Seorang dengan pakaian rapih, berjas mewah dan jam tangan mewah. Rambutnya basah dan disisir begitu rapih.

"Silakan duduk, Tuan." Pria berpenampilan rapih itu menyuruh Victor duduk di kursi dengannya. Victor pun melakukannya lagi.

Penampilan Victor saat ini bahkan seperti gembel. Celana jeans yang warnanya sudah luntur, serta kaos polos yang terlihat kusam. Namun, sepertinya pria itu tak memperdulikan penampilan Victor. Ia berfokus kepada cincin yang Victor berikan sebelumnya.

"Apakah Tuan sendiri yang memiliki cincin batu ini?"

Victor mengangguk akan pertanyaan itu. "Ya, saya pemiliknya."

Pria berjas mewah itupun tersenyum. "Silakan dicek dulu, jika Tuan setuju maka tandatangan lah."

Pria itu memberikan selembaran kertas, itu sebuah cek yang menuliskan nominal uang yang akan diberikan atas cincin batu tersebut.

Victor yang melihatnya sungguh terkejut. Nominal itu sungguh besar, bahkan ia bisa membiayai Jessica seumur hidupnya menjadi model. Selain itu, ia juga bisa membeli kendaraan mewah bahkan lebih dari itu.

Harga yang diberikan sungguh fantastis. Victor tak percaya jika cincin itu seberharga ini.

"Apa benar Anda akan membelinya dengan harga yang tertera?" tanya Victor lagi, seolah meyakinkan.

Pria itupun mengangguk. "Ya, bahkan itu masih kurang. Saya hanya mampu membelinya di harga yang rendah."

Harga rendah katanya? Apa kemungkinan bisa lebih dari itu?

"Kenapa demikian?" ucap Victor lagi.

"Sebab kondisi toko saya sedang tidak baik, saya hanya memiliki pegangan itu, itupun saya beri semua yang saya punya. Jika Anda ingin menjualnya di tempat lain, silakan. Tetapi saya harap Anda mau memikirkannya kembali dan saya ingin Anda setuju akan harga yang saya beri."

Victor sungguh tak percaya. Satu cincin batu bisa menghasilkan ratusan milyar dolar? Yang benar saja.

Dengan menjual cincin itu, ia bahkan bisa berinvestasi dan kemungkinan besar, ia akan kaya.

"Bagaimana? Apakah Anda setuju, Tuan?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status