Share

07. Terjadi begitu saja

George baru tiba di kediaman sang Kakek, sebab niatnya ke pusat kota hanya untuk bertemu sang kakek. Ia disambut oleh adik perempuannya yang cantik.

"Kakak ke mana saja? Acara ulang tahun Kakek sudah dimulai," kata si adik perempuan. Sebut saja namanya Elly.

"Benarkah? Maafkan kakak, ada masalah sewaktu di jalan tadi. Mobil payah ini mogok, beruntung ada orang yang menolong."

Elly mengerutkan keningnya dan menatap George. "Mogok? Jangan bilang kalau Kakak lupa mengisi bahan bakar."

George hanya terkekeh. "Hehe."

"Sudah biasa," gumam Elly. "Ayo, Kak, sebaiknya kita masuk, Kakek sama Papa sudah menunggu."

"Oh, oke."

Mereka lantas masuk ke dalam rumah mewah milik sang kakek. Di dalam sana, semua sudah tersedia dan acara ulang tahun sang kakek sudah dimulai.

"Selamat ulang tahun, Pa, semoga sehat selalu dan panjang umur." Ucapan itu diberikan oleh Parker selaku putra dari Tuan Asher.

Tuan Asher tentu senang, apa lagi dihadiri oleh cucu-cucunya dan memberikan hadiah untuk dirinya.

"Selamat ulang tahun, Opa."

"Kakek, semoga panjang umur."

"Terimakasih banyak cucu cucuku. Ahh kau datang terlambat, George." Tuan Asher bicara kepada George di sana.

George tentu tersenyum. "Hehe, maaf aku terlambat, Kakek. Ini hadiah untuk Kakek." George tentu sudah menyiapkan hadiah untuk sang kakek.

"Waahh terimakasih, kau memang yang terbaik."

Ketika Tuan Asher mengatakan itu, tentu cucu cucu yang lain ingin protes. Namun, sayangnya ini acara ulang tahun Tuan Asher dan tidak sepatutnya mereka marah.

"Tunggu sebentar, mana cincin Papa? Tumben tidak dipakai, apakah sudah tidak muat di jari Papa lagi?" ucap Parker yang baru saja sadar jika Tuan Asher tidak memakai cincin seperti biasanya.

"Cincin?" Tuan Parker memperhatikan jari tangannya. "Oh, cincin itu sudah kuberikan pada pria yang menolong Elly kemarin, dia hampir tenggelam disapu ombak, beruntung ada lelaki muda yang baik hati menolongnya."

"Apa?!" Parker seperti terkejut. "Bagaimana bisa Papa berikan cincin berharga itu pada orang lain? Harusnya Papa berikan cincin itu padaku selaku anak Papa yang paling besar."

Apa katanya?

Tuan Asher lantas menatap Parker begitu tak suka. "Papa sengaja berikan cincin itu pada orang lain supaya kalian tidak bertengkar terus menerus. Papa tidak suka kalian merebutkan cincin itu sampai kalian bertengkar setiap hari."

Parker lalu menatap Eric yang merupakan adik kandungnya sendiri. Ia jelas tak menyukai Eric dan Eric lah yang selalu mempermasalahkan dirinya yang ingin memiliki harta paling berharga milik Tuan Asher.

"Berbaiklah kalian, jangan terus-terusan bertengkar. Sesama saudara harus saling mengayomi," lanjut Tuan Asher kembali. Namun, sepertinya Parker dan Eric tak terima.

"Tidak! Cincin itu harus menjadi milikku. Papa harus beritahu kepada siapa Papa berikan cincin itu." Parker yang turut mengadili.

"Kau seorang abang dan seharusnya seorang abang mengalah pada adiknya. Cincin itu harus menjadi milikku!" ucap Eric tak terima.

Terjadilah perdebatan dan perdebatan itu sering mereka lakukan di depan Tuan Asher bahkan pernah suatu ketika Tuan Asher terkena serangan jantung akibat ulah mereka.

Elly yang tidak mau hal buruk terjadi pada sang kakek, ia lalu membawa sang kakek masuk ke dalam kamar pribadi. Ditemani George, ia turut peduli akan keadaan sang kakek.

George menutup pintu kamar, mereka tengah berada di kamar sang kakek.

"Kapan Elly tenggelam?" tanya George yang baru tahu akan kabar ini.

"Beberapa hari yang lalu ketika kau sibuk," jawab Tuan Asher.

George mengakui jika dirinya sibuk dan ternyata ketika ia sibuk, mereka tengah berlibur ke pantai bersama dengan Elly.

"Sudah aku bilang sebelumnya kalo Papa pasti akan marah pas tau cincin itu Kakek kasih ke lelaki kemarin. Aku takut Papa terus menekan Kakek supaya mendapat cincin itu kembali," kata Elly khawatir.

"Cincin apa ini? Kalian bicarakan apa sebetulnya? Aku sama sekali tak paham." George yang belum tahu apa-apa pun bertanya-tanya.

"Cincin Kakek yang kata Kakek begitu berharga. Aku juga gak tau tapi Papa begitu menginginkan cincin batu Kakek yang berkilau."

Cincin berkilau?

George sama sekali tak tahu perihal itu. Ia terlalu sibuk dengan dunianya sendiri sampai lupa kalau sang kakek memiliki cincin berharga yang direbutkan oleh paman dan papanya sendiri.

"Ini Kak, Kakek selalu memakai cincin ini dan cincin inilah yang menjadi rebutan," ucap Elly yang sudah membuka isi galeri di ponselnya dan memberikan sebuah gambar pada George.

"Ha? Ini kan cincin yang dipake pria tadi."

"Pria? Pria yang mana?"

***

"Itu si gembel Victor."

Vivian bersama dengan Joanna membukakan pintu dengan sikap yang tentu tidak menyukai akan keberadaan Victor.

"Berhenti di sana! Aku tidak mau rumahku kotor oleh kakimu, pengangguran gembel!" Vivian memberi peringatan supaya Victor tak melangkah sebab itu akan mengotori halaman rumahnya.

"Kakak ipar, saya ingin bertemu dengan Jessica, istri saya. Di mana Jessica? Apa dia ada di dalam? Kalau begitu tolong panggilkan." Victor hanya ingin bertemu dengan Jessica, tidak lebih.

Vivian dengan gayanya yang angkuh, tangannya bersedekap dan tatapannya yang tajam lalu bicara dengan nada penuh kekesalan.

"Sudah kubilang, jangan pedulikan Jessica. Sebentar lagi dia akan bersinar dan sebaiknya cepatlah urus perceraian kalian sebab kau sudah melanggar ketentuan."

Ketentuan katanya? Apakah pantas Vivian bicara seperti itu?

"Tidak, Kakak Ipar, saya tidak akan pernah menceraikan Jessica. Saya hanya ingin memberinya sesuatu untuk bekalnya agar Jessica tidak merepotkan Kakak Ipar," jelas Victor kembali. Ia lalu melepas tas punggungnya dan membuka tas itu untuk mengeluarkan sesuatu yang ia maksud.

Seketika kedua mata wanita itu terbelalak.

Apa?

'Uang?'

"Ini, saya mau memberikan uang ini untuk Jessica supaya dia bisa menggunakannya untuk menggapai cita-cita menjadi model. Bisakah saya bertemu dengan Jessica sekarang?" pinta Victor lagi.

Namun, hendak menjawab, Marten pun keluar.

"Ada apa ini?"

Marten jelas melihat sesuatu yang Victor keluarkan dari dalam tas. Itu sekantung uang yang jumlahnya begitu banyak.

"Uang siapa itu? Apa kau mencuri?"

Lagi-lagi, mereka menganggap Victor sebagai pencuri dan kali ini Marten lah yang berbicara.

"Tidak, saya bukan pencuri dan ini uang asli milik saya," kata Victor menegaskan. Hatinya tentu tak terima dianggap seorang pencuri seperti itu.

"Mana ada yang percaya kalau itu uangmu, Victor. Dapat dari mana uang sebanyak itu? Kalau tidak mencuri, lalu apa?" cetus Marten lagi. Vivian dan Joanna masih menunggu sampai Marten berbuat sesuatu agar Victor segera pergi.

"Saya bukan pencuri, saya hanya ingin bertemu dengan Jessica, tolong suruh Jessica keluar, uang ini untuk Jessica." Victor berusaha meyakinkan. Namun, Marten sudah memanggil seseorang di sana.

"Hei kau! Kemarilah." Marten melambaikan tangan ke arah penjaga rumahnya.

"Iya, Tuan." Penjaga rumah tentu tak mengabaikan sang majikan.

"Cepat usir dia dari sini, kalau perlu habisi dia sampai dia kapok dan tak berani kemari lagi!"

Dihabisi?

"Baik, Tuan." Penjaga itu lalu berjalan ke arah Victor dengan tongkat T di tangannya dan siap menghantam Victor.

Victor yang tidak memiliki kemampuan lantas mundur beberapa langkah. Namun, lelaki itu terus mengikutinya.

"Rasakan! Pukul saja sampai mampus sekalian, hahaha." Marten jelas menunggu. Ia menyukai jika hal itu benar terjadi.

Sett!!

Seketika tongkat pun dipukulkan. Kantung berisikan uang terjatuh dari tangan Victor. Namun, suatu hal yang tak diinginkan pun terjadi begitu saja.

'A-apa? Bagaimana bisa dia melakukannya?'

"Tanganku? Ada apa dengan tanganku?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status