"Arka, kenapa kamu merobek bajuku semalam? Apa yang harus aku pakai sekarang?" Liona terlihat memunguti satu persatu pakaiannya dilantai dengan masih membalut tubuhnya denga selimut."Maafkan aku, tadi malam aku terlalu bersemangat. Aku sudah sangat merindukanmu sejak lama jadi aku tidak bisa mengendalikannya."Arka yang kembali dari balkon segera mendekat pada Liona."Hanya ada aku disini, kamu tidak perlu baju untuk menutupinya." Spontan pukulan mendarat ke lengan Arka dari Liona."Kamu pikir aku mau lama- lama di hotel ini? Ruangan pengap, aku ingin udara segar." rajuk Liona sambil mengangkat selimutnya sampai ke dada dan mendudukan kembali dirinya di atas kasur."Oke.. oke, nanti aku minta pelayan hotel untuk membawakannya untukmu." Grukkkkkkkk..Suara perut Liona terdengar nyaring di ruangan yang mengundang tawa Arka."Anak Papa lapal? Awww sayang, anak kita kelaparan disana." Arka berjongkok mengajak bicara perut Liona yang masih tertutup selimut, Liona hanya diam memandangi
"Ada orang di sini? Tolong lepaskan aku, siapapun itu tolong lepaskan aku... Hik.. hikk." Kain yang menutupi matanya basah, semua gelap dari sudut pandangnya. Liona bisa merasakan bahwa dirinya sedang berada di atas kasur dengan tangan dan kaki yang terikat."Tolong, aku takut. Jangan sakiti aku." Ia memohon meski tidak begitu yakin ada seseorang di sekitarnya. "Arka, Arka tolong aku. Dimana kamu.. tolong aku." Teriaknya lemah, ia mencoba membuka ikatan di tangannya tapi tidak bisa. Kemudia ia merasakan ranjangnya berderit, seseorang pasti mendekat ke arahnya dan kemudian mengelus sisi wajahnya."Arka?" tebak Liona.Dagunya tiba- tiba di cengkram kuat oleh tangan itu, dan sampai pada saat kain di matanya terlepas tampaklah pria dengan tangan yang masih mencengkram dagunya."Bi-bily? Ini semua kelakuanmu?" Mata Liona terbelalak mengetahui bahwa Bily adalah dalang dari semua ini."Terkejut cantik? Kamu mengkhianatiku! Kamu kembali bersama dia lagi. Bukankah kita akan menikah? Ibu da
Brughh.. Tubuh yang sempoyongan itu terjatuh ke lantai."ARKA." Semua orang yang berada di ruangan itu memekik terkejut karena Arka terjatuh setelah memaksakan tubuhnya untuk bangun."Kepala kamu sakit lagi?" Dewi spontan berjongkok dan merengkuh tubuh putranya."Ar.. Arka." Itu suara Liona yang sekarang tengah terduduk di kursi roda bersama Livy di belakangnya."Liona, sayang kamu gakpapa." Tubuh yang tadinya lemah itu segera bangun dan mendekat ke kursi roda."Kamu luka Arka, kamu gak boleh banyak gerak." Arka tak peduli, ia berjongkok di depan Liona mensejajarkan tubuhnya dan menggenggam tangan Liona."Aku baik- baik saja." Lalu di cium punggung tangan itu dengan kasih, entah kenapa air mata Liona seperti berlomba untuk lari ke luar kelopaknya. Melihat Arka terluka karena dirinya, sangat menyakitkan."Aku.. aku minta maaf, Arka.. kamu terluka karena aku. Bayi kita juga pergi karna aku.." Bulir yang masih malu- malu itu kini keluar deras saat Liona mengucapkannya. Semua orang ya
"Mmhhhh shhh"Tidak ada satu gerakanpun dari Liona yang tidak membuatnya bergairah, bahkan hanya mendengar suaranya di pagi hari sudah cukup untuk membuat dirinya gila. Tanpa di intruksi tubuhnya sudah bergerak lebih dulu, tangannya sudah menyusup ke dalam celana piyama yang di pakai Liona."Mhhhh hh Arka." Liona merasa sesuatu yang menggelitik di pusat dirinya. Arka membuka pahanya lebar setelah berhasil melucuti pakaiannya tanpa Liona sadari. Liona bahkan belum sepenuhnya bangun."Hhh akhhh hh." Rasa ngilu bercampur nikmat saat Arka meraup putingnya dengan rakus. Liona melihat Arka yang sudah tak berbusana sama seperti dirinya."Arka hhh, ini masih pagi hhh hmm" Liona berusaha menahan erangan."Ayo kita lanjutkan yang semalam, sayang." Tatapan Arka yang berkabut, tak bisa lagi menahan luapan gairah."Akhhhh pelan..hh, Arkhaa hhh." Liona merasakan sesuatu mendorong dinding rahimnya. Arka tidak berhenti, ia terus menghujam Liona dengan memompanya sampai tubuh Liona terbiasa menerima m
"Na, malam ini ke luar yuk. Udah lama banget kita gak nongkrong. Nanti gue ajak Meta juga." Liona membiarkan pesan itu beberapa detik sebelum ia membalasnya."Dimana?" Balasnya singkat."Luxury Bar, Papanya Abi buka cabang baru dan malam ini openingnya. Ayolah Na, temenin gue kesana ya, plisss." Livy memohon."Tapi jangan malam- malam ya pulangnya, jangan aneh- aneh juga." Liona kesepian, Liona butuh hiburan. Akhirnya ia menerima tawaran Livy untuk nongkrong disana anggap saja untuk mengusir rasa bosannya di apartemen sendirian sebelum Arka pulang.Ini juga pertama kalinya lagi Liona pergi bersama temannya untuk nongkrong setelah lama berduka pasca keguguran."Kenapa bisa ngaret? Kamu tahu waktuku berharga." Arka menggebrak meja di depan bawahannya. Harusnya ia bisa pulang tadi siang, tapi karena bawahannya yang ceroboh semuanya menjadi kacau. Arka harus tetap berada di sini sampai hari ketiga."Ma..maaf pak.""Jangan buka mulutmu hanya untuk minta maaf, kamu lihat seberapa bekerja ke
"Arka." Liona meraba sisi kosong di sampingnya, tadi malam Arka benar- benar tidak kembali ke kamar."Apa dia masih marah?" Perlahan ia mengendap- endap untuk memasuki ruang pakaian dan melihat punggung kokoh Arka sedang memakai baju kemejanya."Ada yang ingin kamu katakan?" Liona terlonjak dari tempat persembunyiannya dan perlahan ke luar menampakan seluruh tubuhnya yang awalnya bersembunyi di balik lemari."Untuk yang semalam, aku- aku minta maaf." Arka tak menjawab apapun, ia masih acuh memilih dasi yang biasanya Liona lah yang menyiapkannya setiap pagi. Tapi kali ini Arka melakukannya sendiri."Arka, kamu mendengarku kan? Aku-""Kalau aku mendengarmu apakah kamu tidak akan mengulanginya lagi? Bermain- main di bar tanpa izinku?"Arka membalik tubuhnya menghadap Liona dengan tatapan mengintimidasi."Aku salah, aku tahu itu. Bisakah kita lupakan ini, aku malas bertengkar denganmu Arka. Aku minta maaf. Apa itu tidak cukup?" "Kamu bahkan tidak terlihat menyesal sama sekali." Ketus
"Apa ibu sudah dapat uangnya?" "Belum, tapi Liona sudah menjanjikannya pada ibu." "Tidak sia- sia ibu membesarkan anak itu, dia lumayan berguna juga." Mereka mengulas senyum sambil meneguk secangkir teh senja ini. "Jadi benar kalian membohongiku?" Liona menerobos masuk saat tak sengaja mendengar percakapan mereka yang begitu menohok."Liona, sejak kapan kamu datang?""Jangan berkilah, jawab pertanyaan Liona bu. Apa kalian berbohong padaku? Apa aku ini sebenarnya bukan anak ibu?" Kedua pasang mata di depan Liona hanya terpaku melihat wajah Liona yang meratap sendu."Kenapa kalian tega membohongiku salama ini? Jadi ini alasan kenapa ibu tidak pernah memperlakukan aku seperti mas Elang? Ini yang ibu maksud bahwa aku berbeda dari Mas Elang? Karena aku bukan anak ibu, yah... Aku mengerti sekarang." "Dari mana kamu tahu semua ini? Tentang uang yang ibu bicarakan-""Ibu masih membahas uang di saat seperti ini? Ibu memang tidak tahu malu, Arka benar. Ibu pasti membohongiku juga tentang
"Arka, lepasin. Sampai kapan kamu akan terus memelukku." Setelah membuat Liona berkeringat di pagi hari dengan serangannya yang tak main- main, Arka tak mau melepas Liona barang sedetikpun setelah sesi bercintanya."Sekali lagi? Hmm?" Arka mendusel di antara leher Liona."Kamu harus mandi dan berangkat kerja, tidak ada satu kali lagi." Liona menjauhkan lehernya dari jangkauan Arka tapi Arka menyerangnya dengan ciuman kupu- kupu di seluruh perutnya membuat sang empunya berontak kegelian."Arka,... Arka geli. Berhenti.. Arka geli " "Janji dulu kalau kamu tidak akan sedih lagi seperti kemarin, kamu janji?" Liona mengatur nafasnya, dia hampir lupa semenyedihkan apa dirinya kemarin. Tanpa Arka, mungkin ia masih menangis di jalanan untuk seorang pembohong seperti ibu asuhnya itu."Kamu janji?" Arka mengulanginya lagi."Aku janji." dan senyum itu muncul lagi segar dari kedua sisi bibirnya."Nanti malam temani aku ke pesta makan malam perusahaan." "Perusahaan? Tapi, aku udah gak kerja lagi