Brughh.. Tubuh yang sempoyongan itu terjatuh ke lantai."ARKA." Semua orang yang berada di ruangan itu memekik terkejut karena Arka terjatuh setelah memaksakan tubuhnya untuk bangun."Kepala kamu sakit lagi?" Dewi spontan berjongkok dan merengkuh tubuh putranya."Ar.. Arka." Itu suara Liona yang sekarang tengah terduduk di kursi roda bersama Livy di belakangnya."Liona, sayang kamu gakpapa." Tubuh yang tadinya lemah itu segera bangun dan mendekat ke kursi roda."Kamu luka Arka, kamu gak boleh banyak gerak." Arka tak peduli, ia berjongkok di depan Liona mensejajarkan tubuhnya dan menggenggam tangan Liona."Aku baik- baik saja." Lalu di cium punggung tangan itu dengan kasih, entah kenapa air mata Liona seperti berlomba untuk lari ke luar kelopaknya. Melihat Arka terluka karena dirinya, sangat menyakitkan."Aku.. aku minta maaf, Arka.. kamu terluka karena aku. Bayi kita juga pergi karna aku.." Bulir yang masih malu- malu itu kini keluar deras saat Liona mengucapkannya. Semua orang ya
"Mmhhhh shhh"Tidak ada satu gerakanpun dari Liona yang tidak membuatnya bergairah, bahkan hanya mendengar suaranya di pagi hari sudah cukup untuk membuat dirinya gila. Tanpa di intruksi tubuhnya sudah bergerak lebih dulu, tangannya sudah menyusup ke dalam celana piyama yang di pakai Liona."Mhhhh hh Arka." Liona merasa sesuatu yang menggelitik di pusat dirinya. Arka membuka pahanya lebar setelah berhasil melucuti pakaiannya tanpa Liona sadari. Liona bahkan belum sepenuhnya bangun."Hhh akhhh hh." Rasa ngilu bercampur nikmat saat Arka meraup putingnya dengan rakus. Liona melihat Arka yang sudah tak berbusana sama seperti dirinya."Arka hhh, ini masih pagi hhh hmm" Liona berusaha menahan erangan."Ayo kita lanjutkan yang semalam, sayang." Tatapan Arka yang berkabut, tak bisa lagi menahan luapan gairah."Akhhhh pelan..hh, Arkhaa hhh." Liona merasakan sesuatu mendorong dinding rahimnya. Arka tidak berhenti, ia terus menghujam Liona dengan memompanya sampai tubuh Liona terbiasa menerima m
"Na, malam ini ke luar yuk. Udah lama banget kita gak nongkrong. Nanti gue ajak Meta juga." Liona membiarkan pesan itu beberapa detik sebelum ia membalasnya."Dimana?" Balasnya singkat."Luxury Bar, Papanya Abi buka cabang baru dan malam ini openingnya. Ayolah Na, temenin gue kesana ya, plisss." Livy memohon."Tapi jangan malam- malam ya pulangnya, jangan aneh- aneh juga." Liona kesepian, Liona butuh hiburan. Akhirnya ia menerima tawaran Livy untuk nongkrong disana anggap saja untuk mengusir rasa bosannya di apartemen sendirian sebelum Arka pulang.Ini juga pertama kalinya lagi Liona pergi bersama temannya untuk nongkrong setelah lama berduka pasca keguguran."Kenapa bisa ngaret? Kamu tahu waktuku berharga." Arka menggebrak meja di depan bawahannya. Harusnya ia bisa pulang tadi siang, tapi karena bawahannya yang ceroboh semuanya menjadi kacau. Arka harus tetap berada di sini sampai hari ketiga."Ma..maaf pak.""Jangan buka mulutmu hanya untuk minta maaf, kamu lihat seberapa bekerja ke
"Arka." Liona meraba sisi kosong di sampingnya, tadi malam Arka benar- benar tidak kembali ke kamar."Apa dia masih marah?" Perlahan ia mengendap- endap untuk memasuki ruang pakaian dan melihat punggung kokoh Arka sedang memakai baju kemejanya."Ada yang ingin kamu katakan?" Liona terlonjak dari tempat persembunyiannya dan perlahan ke luar menampakan seluruh tubuhnya yang awalnya bersembunyi di balik lemari."Untuk yang semalam, aku- aku minta maaf." Arka tak menjawab apapun, ia masih acuh memilih dasi yang biasanya Liona lah yang menyiapkannya setiap pagi. Tapi kali ini Arka melakukannya sendiri."Arka, kamu mendengarku kan? Aku-""Kalau aku mendengarmu apakah kamu tidak akan mengulanginya lagi? Bermain- main di bar tanpa izinku?"Arka membalik tubuhnya menghadap Liona dengan tatapan mengintimidasi."Aku salah, aku tahu itu. Bisakah kita lupakan ini, aku malas bertengkar denganmu Arka. Aku minta maaf. Apa itu tidak cukup?" "Kamu bahkan tidak terlihat menyesal sama sekali." Ketus
"Apa ibu sudah dapat uangnya?" "Belum, tapi Liona sudah menjanjikannya pada ibu." "Tidak sia- sia ibu membesarkan anak itu, dia lumayan berguna juga." Mereka mengulas senyum sambil meneguk secangkir teh senja ini. "Jadi benar kalian membohongiku?" Liona menerobos masuk saat tak sengaja mendengar percakapan mereka yang begitu menohok."Liona, sejak kapan kamu datang?""Jangan berkilah, jawab pertanyaan Liona bu. Apa kalian berbohong padaku? Apa aku ini sebenarnya bukan anak ibu?" Kedua pasang mata di depan Liona hanya terpaku melihat wajah Liona yang meratap sendu."Kenapa kalian tega membohongiku salama ini? Jadi ini alasan kenapa ibu tidak pernah memperlakukan aku seperti mas Elang? Ini yang ibu maksud bahwa aku berbeda dari Mas Elang? Karena aku bukan anak ibu, yah... Aku mengerti sekarang." "Dari mana kamu tahu semua ini? Tentang uang yang ibu bicarakan-""Ibu masih membahas uang di saat seperti ini? Ibu memang tidak tahu malu, Arka benar. Ibu pasti membohongiku juga tentang
"Arka, lepasin. Sampai kapan kamu akan terus memelukku." Setelah membuat Liona berkeringat di pagi hari dengan serangannya yang tak main- main, Arka tak mau melepas Liona barang sedetikpun setelah sesi bercintanya."Sekali lagi? Hmm?" Arka mendusel di antara leher Liona."Kamu harus mandi dan berangkat kerja, tidak ada satu kali lagi." Liona menjauhkan lehernya dari jangkauan Arka tapi Arka menyerangnya dengan ciuman kupu- kupu di seluruh perutnya membuat sang empunya berontak kegelian."Arka,... Arka geli. Berhenti.. Arka geli " "Janji dulu kalau kamu tidak akan sedih lagi seperti kemarin, kamu janji?" Liona mengatur nafasnya, dia hampir lupa semenyedihkan apa dirinya kemarin. Tanpa Arka, mungkin ia masih menangis di jalanan untuk seorang pembohong seperti ibu asuhnya itu."Kamu janji?" Arka mengulanginya lagi."Aku janji." dan senyum itu muncul lagi segar dari kedua sisi bibirnya."Nanti malam temani aku ke pesta makan malam perusahaan." "Perusahaan? Tapi, aku udah gak kerja lagi
"Aku menyepakati sesuatu dengan Papa sebelum kita menikah." tangan kanannya mengusap sisi wajah istrinya yang penasaran."Aku harus kembali ke perusahaan menggantikan Papa, dan menjanjikan perusahaan akan stabil di tanganku. Itu syaratnya ketika dia akhirnya membiarkan aku menikahi mu."Pantas saja Liona bingung kenapa Rama tiba- tiba menyetujui kemauan Arka untuk menikahinya tanpa melakukan perlawanan apapun. Padahal sebelumnya ia sangat ngotot menjodohkan Arka dengan wanita pilihannya."Maaf aku gak bilang dari awal, aku merasa ini bukan masalah besar bagi kita." "Tapi kamu gak suka kerja di bawah tekanan Papa kamu."Arka mengulas senyum lega saat Liona berucap demikian."Terima kasih karna kamu begitu peduli denganku. Aku gak masalah lagi dengan Papa, asalkan dia tidak mengusikmu. Lagian jabatanku lebih bagus dari pada di Star Wijaya, sekarang aku menggantikan Papa di sini. Kita tentu tidak rugi bukan?" Jari- jari di sekitar wajah Liona mengusap pelan memanjakan dirinya. Arka mem
"Apa kamu sudah bisa menghubungi Papanya?" Supir itu mengangguk sambil melihat kembali ponselnya, kemudian ponsel Liona berdering di antara keheningan. Itu Arka yang menelponnya."Hallo," "Kamu sudah sampai di rumah Mama?" Ohh astaga Liona lupa tujuan awalnya cuti kerja hari ini, ia harusnya sudah sampai di rumah mertuanya dua jam lalu, bagaimana ia bisa melupakannya."Sayang, kamu mendengarku kan? Kamu sudah sampai? Aku akan menyusul sebentar lagi untuk makan siang bersama di sana." Tidak, tidak Liona harus bagaimana sekarang."Arka, ada sesuatu yang terjadi. Aku masih dalam perjalanan." Mendengar itu Arka langsung cemas."Apa yang terjadi? Kamu gakpapa kan? Dimana kamu sekarang, aku akan kesana." ucap Arka segera menyambar jas nya yang sedari tadi terlempar ke sofa ruang kerjanya."Aku, aku ada di jalan Anyelir di kedai es krim. Kamu tahu kan?" Arka menyernyit."Kenapa kamu disana?" "Aku jelaskan nanti saja, yang pasti aku disini sekarang." "Oke, aku ke sana. Kamu tunggu aku.
"Cerai?" Kosa kata itu sangat berat ke luar dari mulut Liona."T-tapi kenapa Arka? A-aku melakukan kesalahan?" Liona seperti pengemis ulung yang memohon agar Arka menatap matanya untuk setidaknya bersuara. Tapi tidak, suaminya itu bahkan memalingkan wajahnya menghadap tembok."Apa kamu bosan denganku? A-apa--""Cukup" satu kata tidak membuat Liona berhenti mempertanyakan arti secarik kertas dalam genggamannya."Apa ada wanita lain? Apa kamu menyesal kita bersama? Kita--"Kalimat selanjutnya hanya menggantung di tenggorokan Liona setelah Arka menyumpal mulut itu dengan lidahnya. Ciuman itu membuat Liona pusing dan kewalahan, seakan isi mulutnya di jelajah dengan semua kehangatan. Ia perlu bicara lebih banyak tapi bibir Arka di bibirnya terasa begitu menggairahkan. Liona lumpuh oleh cumbuan suaminya. "Huhh hnggh" suara itu lolos dari celah bibirnya.Tapi, ada sesuatu yang salah dalam ciuman ini. Liona merasa pipinya mulai basah, tapi ia tidak menangis. Saat ia membuka matanya, ia me
"Arka, apa kamu serius?" Ini pertanyaan ke tiga kalinya dari Adit semenjak Arka menelponnya beberapa menit yang lalu."Kerjakan saja dan berikan padaku kalau sudah selesai" cengkraman di ponselnya kini semakin erat."Tapi--"Arka menutup sepihak panggilan telpon tanpa repot- repot mendengar kelanjutan dari suara asistennya.Ia mengusap wajahnya yang berkeringat, lalu berbalik menuju kamarnya dan Liona."Ar--""Vio sudah tidur?" Arka mendahului kalimat Liona yang menggantung di udara."Ya." Liona mengangguk meski Arka tak sedang melihatnya.Liona mengunyah bibir bawahnya saat merasa Arka tak akan melanjutkan kalimat apapun."Sayang, Adit bilang kamu belum sempat makan malam. Mau aku masak sesuatu sebelum tidur?" Liona bergerak selangkah lebih maju dan duduk di ujung kasur miliknya berdua."Aku lelah sekali, aku akan langsung tidur" Liona menatap jarinya yang tertaut di pangkuannya, ini lebih menakutkan melihat Arka menjadi pendiam seperti sekarang. Bahkan Arka tak bereaksi seperti bi
"DI MANA KALIAN SEMUA?! CEPAT DATANG!"Arka berteriak di seluruh ruangan, tanpa sadar bahwa tak ada orang lain selain pembantu rumah tangga yang baru saja datang baru- baru ini. Dirinya lupa bahwa itu adalah rumahnya dan Liona yang terisolasi, bukan di rumah Mamanya yang penuh dengan security."I-iya tuan." Melihat wanita paruh baya itu hanya membuat kemarahannya semakin meledak."SIALAN, CEPAT PANGGIL AMBULANCE!!"Dengan nafas yang sepuluh kali lebih cepat, wanita itu mengangkat gagang telpon dengan suara bergetar. Ia melakukan apa yang di minta tuannya."Akhh.. A- Arka.. S-sakit" Mata khawatir Arka jatuh kembali ke pangkuannya dimana sang istri yang tengah meringis memegangi perutnya membuat pria berbadan tegap itu kelimpungan."Sayang, bertahan sedikit lagi. Ambulance akan segera datang. Tolong sayang, bernafas dengan baik. Jangan panik, pegang tanganku. Aku akan ada di sampingmu. H-hanya tolong bertahan.." Arka menyuarakan kalimat terakhirnya dengan sedikit bergetar melihat kon
"A-apa yang terjadi Dokter, kenapa- k-kenapa dia menutup matanya?" Liona lolos masuk di antara celah tubuh yang berbaring dan Dokter di sampingnya. Gavin, sang mantan kekasih sekaligus jiwa penolongnya kemarin tengah terbaring lemah di ranjang rumah sakit dengan kepala di perban, mata halusnya tertutup membuat Liona benar- benar ketakutan dengan pikirannya."Tenang nyonya, dia hanya tidur setelah lukanya di jahit. Semuanya baik- baik saja" Terdengar helaan nafas lega dari mulut Liona, ia mengelus dadanya sedikit merasa tenang. Dia tidak yakin lagi apa yang akan dia lakukan jika sesuatu terjadi dengan orang lain demi menyelamatkan dirinya."Terima kasih Dokter" kepalanya menunduk sopan, berterima kasih terhadap kerja keras Dokter yang menangani Gavin.Hatinya terus merasa bersalah, karena beberapa jam yang lalu dirinya bahkan hampir melupakan Gavin karena sibuk menangis di kamar suaminya yang juga sama- sama terluka."Aku selalu membuat orang- orang di sekitarku terluka, kenapa aku
Cekitttt... Pedal rem bergesekan dengan aspal di parkiran basement apartment."CASIE.. TUNGGU.." Gavin melakukan hal yang sama dengan mobilnya, ia memarkir dengan sembarang dan langsung mengejar wanita setengah mabuk itu yang tengah masuk ke dalam lift apartment."Dia gila, astaga" dia terus mengutuk sepanjang kakinya berlari. Setelah memutuskan untuk kembali ke Indonesia untuk mengurusi beberapa hal mengenai pekerjaannya, Gavin di datangi Casie yang menuntut padanya tentang dirinya yang di nilai tidak kompeten terhadap kesepakatan mereka. "Bagaimana kamu bisa membiarkan Arka membawa Liona? Kamu tahu aku sedang mencoba mendapat Arka kembali. Apa kamu lupa?" Kalimat itu yang terlempar dari bibir setengah mabuk wanita itu. Setidaknya sebelum dirinya hilang kendali saat Gavin menjelaskan tentang kehamilan Liona yang baru di ketahui oleh Casie."D-dia hamil? dia hamil anak Arka? Tidak. Tidak.. aku tidak akan membiarkan mereka bersama apapun yang terjadi, aku tidak rela. Liona mengamb
Lenguhan samar tak tertahankan saat sarafnya di ambil alih. Lidah Arka menjelajah ke area yang sudah di kenali, melesak mencari celah untuk menggedor kewarasan Liona yang sedang berperang dengan egonya."Aku.. rindu.. mendengar suaramu, jangan menahannya sayang.."Liona terus menggeliat sambil membungkam bibirnya dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya berusaha memberikan dorongan yang sama sekali tak berarti pada tubuh Arka yang menempel begitu mengikat."Keluarkan.. aku ingin mendengarnya.." Arka menggusur lidahnya semakin dalam, jarinya dengan tanpa di instruksi membantunya membuka jalan untuk membuka dua kancing baju Liona untuk memudahkan aksesnya sampai lidahnya bertemu dengan kedua puting yang merekah seakan siap menjadi hidangan."Hhnggghhh.. akhh..mmff" suara lenguhan dari bibir istrinya membuat Arka tersenyum di sela- sela aktifitas sedangkan Liona justru mengutuk diri karena jebol dari pertahanannya. Tubuhnya rindu dengan sentuhan hangat Arka yang memabukan. Gelen
Kepalanya menoleh ke jendela pesawat, ia tak peduli bahwa lehernya mungkin akan patah karena saking lamanya. Dirinya hanya tidak ingin melihat sosok yang duduk di sampingnya, kesal dan benci saling mendominasi di hatinya saat ini."Sayang.." Pria yang terduduk itu dengan leluasa menyentuh tangan yang mengepal di pangkuan istrinya, namun semua itu tak lain hanya mendapat penolakan dan menjatuhkan tangannya ke sisi lain.[Beberapa jam lalu di rumah Gavin]"Kalau kamu tidak ikut aku pulang sekarang maka aku akan membawa hal ini ke ranah hukum, kamu masti istriku secara sah" Liona mengunyah kulit pipi bagian dalam, menahan semua tekanan yang sedikit membuat nyalinya ciut. Gavin juga tidak menyalak seperti sebelumnya, kalimat Arka barusan cukup membuatnya berpikir ulang untuk menahan Liona untuk tinggal bersamanya."Tapi aku.. tapi aku tidak mau hidup denganmu lagi" cicit Liona meredam semua keinginannya untuk marah.Liona bersikeras untuk cerai, tapi jangan lupakan Arka yang akan jauh l
"Kamu mantan Liona kan?" Gavin menghentikan langkahnya, membalik tubuh tegapnya penuh ke arah wanita berambut coklat terang di belakangnya."Kamu lagi, selain arogan dan pemarah kamu juga ternyata suka mengusik kehidupan orang rupanya." balas Gavin masih di tempat."Apa itu adalah jawaban YA untuk pertanyaanku? Aku gak mungkin salah, kamu mantan Liona." senyum mencurigakan dengan alisnya yang tidak lagi presisi setelah yang satunya terangkat dengan sengaja."Aku punya penawaran yang bagus dan saling menguntungkan" Gavin tak tertarik dengan kalimat wanita yang sekarang menangkap langkahnya dengan berdiri di depan dirinya itu."Apa yang kamu mau? anakku menungguku di mobil." Sekali lagi Casie menghentikan langkah Gavin."Percaya padaku bahwa dalam hitungan hari mantanmu itu akan tersakiti, dan itulah saatnya kamu mengambil posisi untuk mendapatkan kembali hatinya. Lebih tepatnya, bawa dia jauh dari Arka, selamanya" kalimat terakhirnya sengaja ditekankan ke telinga Gavin yang merasa ke
"Mama bilang apa Sya?" Bily memecah keheningan di antara tarikan nafas berat di sampingnya."Kenapa dengan Arka?" Kini Liona angkat suara, tapi Tasya terlihat kesulitan menyusun kalimat yang tepat.Memangnya kenapa dengan suaminya, jelas dia pasti bahagia kembali bersama dengan mantan kekasihnya kan. Apalagi saat dirinya pergi, Arka bisa lebih leluasa kembali bersama tanpa ada penghalang, itulah yang coba Liona pikirkan untuk mengusir ke khawatirannya."Kakak di bawa ke rumah sakit lagi" terang Tasya yang bagai kilatan petir untuk Liona di sampingnya."Lagi? Apa maksudnya? A- arka sakit?" Liona tidak tahu kalimat itu ke luar begitu saja dari bibirnya, seperti semua serat di tubuhnya bekerja keras untuk melawan pikirannya sendiri, dia mulai khawatir saat ini."Itu yang mau aku bilang sama kamu Na, Kakak gak baik- baik aja selama kamu pergi. Dia sakit bahkan sampai kecelakaan-""Sya.." itu suara Bily yang menghentikan kalimat Tasya, lalu melihat Liona yang perlahan menekan jantungnya de