"Aku menyepakati sesuatu dengan Papa sebelum kita menikah." tangan kanannya mengusap sisi wajah istrinya yang penasaran."Aku harus kembali ke perusahaan menggantikan Papa, dan menjanjikan perusahaan akan stabil di tanganku. Itu syaratnya ketika dia akhirnya membiarkan aku menikahi mu."Pantas saja Liona bingung kenapa Rama tiba- tiba menyetujui kemauan Arka untuk menikahinya tanpa melakukan perlawanan apapun. Padahal sebelumnya ia sangat ngotot menjodohkan Arka dengan wanita pilihannya."Maaf aku gak bilang dari awal, aku merasa ini bukan masalah besar bagi kita." "Tapi kamu gak suka kerja di bawah tekanan Papa kamu."Arka mengulas senyum lega saat Liona berucap demikian."Terima kasih karna kamu begitu peduli denganku. Aku gak masalah lagi dengan Papa, asalkan dia tidak mengusikmu. Lagian jabatanku lebih bagus dari pada di Star Wijaya, sekarang aku menggantikan Papa di sini. Kita tentu tidak rugi bukan?" Jari- jari di sekitar wajah Liona mengusap pelan memanjakan dirinya. Arka mem
"Apa kamu sudah bisa menghubungi Papanya?" Supir itu mengangguk sambil melihat kembali ponselnya, kemudian ponsel Liona berdering di antara keheningan. Itu Arka yang menelponnya."Hallo," "Kamu sudah sampai di rumah Mama?" Ohh astaga Liona lupa tujuan awalnya cuti kerja hari ini, ia harusnya sudah sampai di rumah mertuanya dua jam lalu, bagaimana ia bisa melupakannya."Sayang, kamu mendengarku kan? Kamu sudah sampai? Aku akan menyusul sebentar lagi untuk makan siang bersama di sana." Tidak, tidak Liona harus bagaimana sekarang."Arka, ada sesuatu yang terjadi. Aku masih dalam perjalanan." Mendengar itu Arka langsung cemas."Apa yang terjadi? Kamu gakpapa kan? Dimana kamu sekarang, aku akan kesana." ucap Arka segera menyambar jas nya yang sedari tadi terlempar ke sofa ruang kerjanya."Aku, aku ada di jalan Anyelir di kedai es krim. Kamu tahu kan?" Arka menyernyit."Kenapa kamu disana?" "Aku jelaskan nanti saja, yang pasti aku disini sekarang." "Oke, aku ke sana. Kamu tunggu aku.
"Papa, Key pengen ketemu Aunty cantik. Sekarang.. Key mau nya sekarang." Sudah hampir setengah jam Keyla merengek pada Papanya."Papa gak tahu siapa Aunty cantik itu key." Gavin menggaruk sisi kepalanya yang tak gatal."Dimaaaan !!" Nama yang di panggil pun segera datang ke hadapannya."Siapa yang kalian temui kemarin? Dan siapa Aunty cantik yang anakku maksud?" tanya Gavin."Itu tuan, wanita yang kemarin membelikan es krim untuk Non Keyla, yang saya ceritakan kemarin saat menunggu tuan datang." Ahh iya, Gavin ingat. Aunty cantik yang anaknya maksud pasti Liona. Tapi dimana ia menemukan rumahnya kalau bicara dengannya saja hanya seperlunya kemarin."Papa, ayo pergi ke rumah Aunty cantik." rengeknya lagi, bahkan anaknya itu sudah mulai menangis."Bagaimana ini, aku harus bekerja. Aku ada pertemuan penting malam ini." Batin Gavin."Pa, ayo pergi. Ayo per-""DIAM!"Sontak ruangan itu sempat hening beberapa detik dan di susul dengan tangisan dari putrinya.Hik..hik.."Sayang, Papa minta
"Aku bisa menjemputmu sampai ke dalam." "Tidak perlu serepot itu, aku bisa ke luar sendiri dari restoran." Liona memasang seat belt di samping kursinya."Kamu yakin hanya makan sendiri di restoran ini?" Liona langsung berhenti bergerak."Ya, aku sendiri." "Tatap aku dan katakan sekali lagi." Arka membawa wajah itu ke depan mukanya sampai retina dengan hazel kecoklatan itu fokus padanya."Katakan""Aku- aku makan sendiri. Apa yang salah dengan itu, bukannya terkadang orang- orang makan sendirian. Kenapa kamu seakan ragu dengan itu.""Kamu tahu, semakin kamu lebih banyak bicara semakin aku tahu lebih banyak hal yang kamu coba sembunyikan"Darrr.. rasanya ia di sampar petir di siang bolong. Tidak.. tidak, untuk apa Liona merasa takut. Arka tidak tahu dengan siapa ia makan, dan tidak boleh tahu. "Aku makan sendiri Arka, ada apa denganmu. Kenapa ngotot sekali." "Aku akan pura- pura percaya." senyum kecut Arka bagai neraka untuk Liona, entah bagaimana harus menanggapinya. Apa Arka tahu
"Liona..."Sudah beberapa kali di panggil tapi Liona masih bergelut dengan pikirannya."Liona.." mempelai pengantin wanita itu memegang lengannya."Huhh? Ahh maaf, apa ada yang ingin kamu katakan?" Lalu mendekat ke arah kedua wanita yang sempat mengobrol itu."Tidak, aku hanya ingin mengenalkanmu pada sepupuku. Dia juga akan ikut serta untuk membantu pernikahanku. Dia berada dalam bidang yang sama denganmu." Wanita yang berada di sampingnya memberi tatapan teduh dan tersenyum sambil memperkenalkan dirinya dengan nama..."Casie alexandra, panggil aku Casie." dan jabatan tangan yang semula erat itu terlepas tiba- tiba. Mengantarkan ketegangan dalam diri Liona, sampai tubuhnya hampir goyah "Kamu gakpapa? Kamu sakit?" tanya Casie."Tidak, aku baik- baik saja. Ahh ya, kenalkan aku Dandeliona, kamu bisa panggil aku Liona. Kalian bisa lanjut mengobrol, aku permisi sebentar." Liona segera undur diri dari ruangan itu, dan mendapat tatapan aneh dari keduanya."Dia aneh" ucap Casie"Mungkin d
"Honey, lovely,... aku tahu aku salah. Aku tidak memberitahu kepergianku terlebih dulu. Tolong jangan abaikan pesanku, kamu membuatku khawatir.""Sayang, Liona.. aku bilang aku minta maaf, kamu marah? Kenapa belum di balas?""Aku pulang sekarang, tunggu aku di rumah dan kita bicara oke?" Liona masih tertegun melihat bom pesan yang ia terima."Liona, ada apa?" Pria di sampingnya mengembalikan pikiran Liona."Ohhh ini- hanya pesan dari seseorang " Kemudian dia langsung mengetik beberapa kata dan menyimpan ponselnya kembali di sampingnya."Pacarmu?" "Huh?" "Apa pesan itu dari pacarmu?" Liona tak menjawabnya langsung, ia tak yakin apa kalimat selanjutnya akan menimbulkan rasa tidak nyaman pada Gavin."Suamiku" cicitnya, melempar pandangan ke depan untuk menghindari kontak dengan pria tegap itu."Jadi kamu sudah menikah?" Gavin mengangguk kecil, entah kenapa jarinya jadi begitu bertenaga untuk meremas kemudi, menciptakan suasana yang berbeda dari beberapa menit lalu sebelum mereka mem
(Kilas balik)"Aku tidak percaya bahwa Mama akhirnya mengalah untuk cinta kita, kita akan bersama." Gavin mengecup pucuk kepala Liona dan mengurai beberapa anak rambut di pelipisnya, sedangkan Liona hanya terdiam bingung dengan situasi yang seperti mimpi ini."A-apa itu artinya mereka a-akan menerima bayi kita?" tatapannya mendongak pada pria yang sedang mengusap perutnya."Ya, itu pasti. Kamu lihat? Makanan ini adalah buktinya, Mama bahkan memasakan sesuatu untuk kamu. Dia mulai peduli padamu. Kita berhasil sayang." Tapi ada rasa takut di hati Liona, apa benar semudah itu? Bahkan dirinya masih ingat betul bahwa Gavin sepat di pukuli Papanya sendiri karna dirinya. "Sayang, apa yang kamu khawatirkan lagi? Bayi kita?"Liona mengigit bibirnya keras, sampai hampir berdarah."Jangan menggigitnya seperti itu, kamu menyakiti dirimu sendiri."Gavin menunduk untuk menyatukan bibir mereka, hanya ciuman kecil yang menenangkan."Ini saatnya untuk mengungkapkan tentang bayi kita pada Mama dan P
"Arka akan segera sampai." Tidak tahu situasi apa yang memerangkapnya dalam kecanggungan semacam ini. Semuanya berubah setelah dia pergi, sikap wanita di depannya sungguh kontras, mereka bahkan seperti orang yang baru pertama kali bertemu."Tante, bagaimana dengan kabar Tasya. Apa dia baik- baik saja?" Casie tentu tidak akan lupa dengan mantan adik iparnya yang dulu menjadi suporter pertama hubungannya dengan Arka."Tasya kembali ke Australi melanjutkan tingkat lanjut S2 nya." Wanita di depannya hanya ber "Oh" menanggapi jawaban singkat yang di utarakan lawan bicaranya."Sudah lama sejak kita tidak bertemu, aku minta maaf atas semua sikapku yang gegabah. Jujur saja, aku sangat menyesal tante." Casie menatap perlahan mata Dewi yang masih terlihat canggung sama seperti dirinya. Namun saat baru saja Dewi akan membuka mulutnya, pintu utama terbuka."Itu benar kamu? Casie?" Ada jeda lebih dari lima detik saat mereka saling merinci masing- masing. Semilir kerinduan menyeruak di mata Casi