(Kilas balik)"Aku tidak percaya bahwa Mama akhirnya mengalah untuk cinta kita, kita akan bersama." Gavin mengecup pucuk kepala Liona dan mengurai beberapa anak rambut di pelipisnya, sedangkan Liona hanya terdiam bingung dengan situasi yang seperti mimpi ini."A-apa itu artinya mereka a-akan menerima bayi kita?" tatapannya mendongak pada pria yang sedang mengusap perutnya."Ya, itu pasti. Kamu lihat? Makanan ini adalah buktinya, Mama bahkan memasakan sesuatu untuk kamu. Dia mulai peduli padamu. Kita berhasil sayang." Tapi ada rasa takut di hati Liona, apa benar semudah itu? Bahkan dirinya masih ingat betul bahwa Gavin sepat di pukuli Papanya sendiri karna dirinya. "Sayang, apa yang kamu khawatirkan lagi? Bayi kita?"Liona mengigit bibirnya keras, sampai hampir berdarah."Jangan menggigitnya seperti itu, kamu menyakiti dirimu sendiri."Gavin menunduk untuk menyatukan bibir mereka, hanya ciuman kecil yang menenangkan."Ini saatnya untuk mengungkapkan tentang bayi kita pada Mama dan P
"Arka akan segera sampai." Tidak tahu situasi apa yang memerangkapnya dalam kecanggungan semacam ini. Semuanya berubah setelah dia pergi, sikap wanita di depannya sungguh kontras, mereka bahkan seperti orang yang baru pertama kali bertemu."Tante, bagaimana dengan kabar Tasya. Apa dia baik- baik saja?" Casie tentu tidak akan lupa dengan mantan adik iparnya yang dulu menjadi suporter pertama hubungannya dengan Arka."Tasya kembali ke Australi melanjutkan tingkat lanjut S2 nya." Wanita di depannya hanya ber "Oh" menanggapi jawaban singkat yang di utarakan lawan bicaranya."Sudah lama sejak kita tidak bertemu, aku minta maaf atas semua sikapku yang gegabah. Jujur saja, aku sangat menyesal tante." Casie menatap perlahan mata Dewi yang masih terlihat canggung sama seperti dirinya. Namun saat baru saja Dewi akan membuka mulutnya, pintu utama terbuka."Itu benar kamu? Casie?" Ada jeda lebih dari lima detik saat mereka saling merinci masing- masing. Semilir kerinduan menyeruak di mata Casi
"Aku sudah cukup baik untuk pulang, kenapa kamu menahan ku. Apa kamu sudah bertemu Arka?" Liona kesal, dirinya gagal meloloskan diri dari rumah sakit karna Adit segera kembali dari kantor untuk memastikan keadaanya.Ada keanehan di sisi wajah sekertaris suaminya ketika dirinya jelas- jelas baru saja pulang dari perusahaan."Aku akan pulang, biarkan aku bicara padanya." Liona hendak turun dari ranjang yang segera di tahan Adit saat itu juga."Kamu belum sehat sepenuhnya, dokter bilang kamu harus menghabiskan botol terakhir untuk bisa pulang." Liona mendengus, berulang kali melihat tetes demi tetes cairan infus yang mengalir ke tubuhnya, terlalu lama."Jadi, tolong beri tahu aku apa yang terjadi." Liona menyelami wajah yang bergerak tak nyaman seakan bingung untuk menjelaskan, Adit merasa dia tidak berada di sini untuk hal lain selain menjaga Liona sesuai permintaan Arka."Itu bukan hak ku untuk mengatakannya." "Lalu kapan aku bisa bicara dengan suamiku jika dia bahkan tidak mau mel
"Katakan apa yang kamu mau?" Ini pertemuan ke tiga semenjak Arka tahu Casie telah kembali. "Kita kembali seperti dulu." Dengan penuh percaya diri Casie menumpahkan kalimat itu di depan wajah Arka seakan pria yang berada di depannya itu bukanlah suami orang lain."Jangan bodoh." Dengus Arka, lalu berdiri dari kursinya yang segera di ikuti Casie."Kenapa? Karna kamu pria yang sudah menikah? Kamu menyalahi janjimu Arka, kamu bilang hatimu hanya untukku sampai kapanpun, tapi-""TAPI KAMU PERGI KAN? benar? Kamu yang pergi meninggalkanku dan bukan aku, jadi salahkan dirimu." Casie meremas bajunya menelan rasa sakit sementara hatinya tetap tak mau menyerah."Jangan pernah mengganggu istriku.""Tapi dia mencuri mu dariku, aku harus mengambilnya kembali. Kamu milikku." Pelukan Casie dari belakang mengejutkan Arka, tangan wanita itu melilit erat di perutnya, air matanya tumpah. "Aku bersalah, aku harusnya tidak pergi saat itu. Aku terlalu peduli pada karirku, maafkan aku. Aku bersumpah ak
"Beraninya kamu datang kesini?!!"Tubuh Liona yang baru saja sampai ke mulut pintu segera bergeser ke belakang punggung Arka saat tangannya di seret paksa. Tubuhnya bergetar ketakutan, bagaimana ia bisa berada dalam situasi seperti ini. Suaminya yang kemarin ia cari justru datang di saat yang sangat tidak tepat."CEPAT MASUK KE MOBIL!!" Tapi Liona menggeleng, ia tidak menuruti perintah suaminya."Arka, aku-""Aku tidak menyuruhmu bicara dengan mulut manismu sayang." kalimat manis itu tidak cocok dengan tatapan mengintimidasi dari Arka, itu membuat Liona hampir mati lemas di depannya karna ketakutan."Dan kamu.." telunjuk Arka yang lurus menunjuk tajam ke hidung Gavin yang muncul di belakang Liona dengan wajah yang sama marahnya, bagaimana cara Arka bersikap kasar pada Liona, Gavin begitu terganggu melihatnya."JANGAN PERNAH MENGGODA ISTRIKU!!" Dengan secepat kilat Arka meraih kerah kemeja Gavin membuat semua orang tersentak, Liona segera menahan Arka dengan memeluk pinggangnya yang ha
21+.."Kenapa kamu selalu terlihat menggoda meski kamu tidak melakukan apapun." Gelombang kerinduan yang begitu besar menyapu dirinya, mendorong Arka untuk naik ke tempat tidur dan berbaring di atas istrinya yang tertidur.Saat Arka menatap wajah Liona, ekspresi hasrat yang menggairahkan semakin membara di wajah Arka. Dia membungkuk untuk mencium rasa lapar yang begitu nyata yang cukup untuk membangunkan Liona dari tidur cantiknya. Lalu dengan mata yang masih berat, ia melihat pria di atasnya dengan perasaan yang terlukis jelas."Mmhh A-arka, ayo tidur di sampingku." Namun Arka tak menggubris kalimat Liona dan masih melanjutkan sesi ciuman yang tertunda.Intensitas ciuman itu membuat tulang punggung Liona merinding, dan dia berusaha untuk berbicara, namun mendapati dirinya diliputi gairah yang nyata pada saat itu. Tentu, Liona begitu merindukan sentuhan suaminya."Ummmhmm~~~~" dia terkesiap, lemah, menutup matanya saat ciuman itu turun ke lehernya yang jelas terbuka, menjelajahi t
"Kenapa HP suamiku bisa ada di kamu?"Tidak ada lagi sopan santun, kata manis atau salam akrab yang Liona beri pada wanita yang berdiri dengan santai di hadapannya sekarang."Maksudmu suamimu yang dulunya adalah kekasihku?" Tampilan elegant dari wanita itu tidak sepadan dengan kalimat yang ke luar dari mulutnya. Membuat Liona bergidik ngeri dengan resiko bahwa tangannya mungkin saja bisa segera melayang ke pipi sang lawan bicara. "Aku rasa kita harus membicarakan ini..." Liona sebenarnya tidak punya persiapan khusus untuk menghadapi wanita masa lalu suaminya itu, ia hanya bergerak cepat untuk datang ke kantornya hanya karna telpon sialan suaminya tiba- tiba di angkat oleh wanita lain yang membuat darahnya mendidih."Jadi apa yang ingin kamu bicarakan? Menyuruhku meninggalkan Arka? Bukankah kamu yang harusnya meninggalkan dia mengingat akulah peran utama dalam hubungan aku dan Arka." Liona marasa idiot, wanita di depannya ini jauh dari kata lemah lembut seperti yang di bicarakan or
"Say~""Aku~"Mereka bicara dalam satu waktu. Setelah menyisakan dentingan alat makan yang saling bersentuhan, makan malam yang terlalu tenang untuk pasangan muda ini, mereka saling menatap satu sama lain untuk beberapa detik."Kamu bisa bicara lebih dulu." Istrinya lebih menyerahkan waktu pada suaminya, ia kembali menyendok makan malamnya yang telah lama dia aduk dengan enggan."Sayang, bagaimana kalau kita liburan akhir pekan ini. Seperti quality time, kita sudah lama tidak kencan kan?" Alisnya terangkat, menunggu respon positif dari meja sebrang. Jarinya mengetuk- ngetuk meja makan sebagai pelampiasan rasa canggung ini."Dan kemana itu? Lalu kerjaan kamu?" "Jangan khawatir tentang kantor, aku bisa mengambil cuti dan kita bisa bersenang- senang, oke. Bagaimana kalau lusa? Itu hari jumat dan besoknya weekend, kita bisa punya lebih banyak waktu." Arka antusias menjelaskan runtutan rencananya. Kehidupan rumah tangganya sudah lama dalam masa tegang, perlu waktu untuk kencan seperti ha
"Cerai?" Kosa kata itu sangat berat ke luar dari mulut Liona."T-tapi kenapa Arka? A-aku melakukan kesalahan?" Liona seperti pengemis ulung yang memohon agar Arka menatap matanya untuk setidaknya bersuara. Tapi tidak, suaminya itu bahkan memalingkan wajahnya menghadap tembok."Apa kamu bosan denganku? A-apa--""Cukup" satu kata tidak membuat Liona berhenti mempertanyakan arti secarik kertas dalam genggamannya."Apa ada wanita lain? Apa kamu menyesal kita bersama? Kita--"Kalimat selanjutnya hanya menggantung di tenggorokan Liona setelah Arka menyumpal mulut itu dengan lidahnya. Ciuman itu membuat Liona pusing dan kewalahan, seakan isi mulutnya di jelajah dengan semua kehangatan. Ia perlu bicara lebih banyak tapi bibir Arka di bibirnya terasa begitu menggairahkan. Liona lumpuh oleh cumbuan suaminya. "Huhh hnggh" suara itu lolos dari celah bibirnya.Tapi, ada sesuatu yang salah dalam ciuman ini. Liona merasa pipinya mulai basah, tapi ia tidak menangis. Saat ia membuka matanya, ia me
"Arka, apa kamu serius?" Ini pertanyaan ke tiga kalinya dari Adit semenjak Arka menelponnya beberapa menit yang lalu."Kerjakan saja dan berikan padaku kalau sudah selesai" cengkraman di ponselnya kini semakin erat."Tapi--"Arka menutup sepihak panggilan telpon tanpa repot- repot mendengar kelanjutan dari suara asistennya.Ia mengusap wajahnya yang berkeringat, lalu berbalik menuju kamarnya dan Liona."Ar--""Vio sudah tidur?" Arka mendahului kalimat Liona yang menggantung di udara."Ya." Liona mengangguk meski Arka tak sedang melihatnya.Liona mengunyah bibir bawahnya saat merasa Arka tak akan melanjutkan kalimat apapun."Sayang, Adit bilang kamu belum sempat makan malam. Mau aku masak sesuatu sebelum tidur?" Liona bergerak selangkah lebih maju dan duduk di ujung kasur miliknya berdua."Aku lelah sekali, aku akan langsung tidur" Liona menatap jarinya yang tertaut di pangkuannya, ini lebih menakutkan melihat Arka menjadi pendiam seperti sekarang. Bahkan Arka tak bereaksi seperti bi
"DI MANA KALIAN SEMUA?! CEPAT DATANG!"Arka berteriak di seluruh ruangan, tanpa sadar bahwa tak ada orang lain selain pembantu rumah tangga yang baru saja datang baru- baru ini. Dirinya lupa bahwa itu adalah rumahnya dan Liona yang terisolasi, bukan di rumah Mamanya yang penuh dengan security."I-iya tuan." Melihat wanita paruh baya itu hanya membuat kemarahannya semakin meledak."SIALAN, CEPAT PANGGIL AMBULANCE!!"Dengan nafas yang sepuluh kali lebih cepat, wanita itu mengangkat gagang telpon dengan suara bergetar. Ia melakukan apa yang di minta tuannya."Akhh.. A- Arka.. S-sakit" Mata khawatir Arka jatuh kembali ke pangkuannya dimana sang istri yang tengah meringis memegangi perutnya membuat pria berbadan tegap itu kelimpungan."Sayang, bertahan sedikit lagi. Ambulance akan segera datang. Tolong sayang, bernafas dengan baik. Jangan panik, pegang tanganku. Aku akan ada di sampingmu. H-hanya tolong bertahan.." Arka menyuarakan kalimat terakhirnya dengan sedikit bergetar melihat kon
"A-apa yang terjadi Dokter, kenapa- k-kenapa dia menutup matanya?" Liona lolos masuk di antara celah tubuh yang berbaring dan Dokter di sampingnya. Gavin, sang mantan kekasih sekaligus jiwa penolongnya kemarin tengah terbaring lemah di ranjang rumah sakit dengan kepala di perban, mata halusnya tertutup membuat Liona benar- benar ketakutan dengan pikirannya."Tenang nyonya, dia hanya tidur setelah lukanya di jahit. Semuanya baik- baik saja" Terdengar helaan nafas lega dari mulut Liona, ia mengelus dadanya sedikit merasa tenang. Dia tidak yakin lagi apa yang akan dia lakukan jika sesuatu terjadi dengan orang lain demi menyelamatkan dirinya."Terima kasih Dokter" kepalanya menunduk sopan, berterima kasih terhadap kerja keras Dokter yang menangani Gavin.Hatinya terus merasa bersalah, karena beberapa jam yang lalu dirinya bahkan hampir melupakan Gavin karena sibuk menangis di kamar suaminya yang juga sama- sama terluka."Aku selalu membuat orang- orang di sekitarku terluka, kenapa aku
Cekitttt... Pedal rem bergesekan dengan aspal di parkiran basement apartment."CASIE.. TUNGGU.." Gavin melakukan hal yang sama dengan mobilnya, ia memarkir dengan sembarang dan langsung mengejar wanita setengah mabuk itu yang tengah masuk ke dalam lift apartment."Dia gila, astaga" dia terus mengutuk sepanjang kakinya berlari. Setelah memutuskan untuk kembali ke Indonesia untuk mengurusi beberapa hal mengenai pekerjaannya, Gavin di datangi Casie yang menuntut padanya tentang dirinya yang di nilai tidak kompeten terhadap kesepakatan mereka. "Bagaimana kamu bisa membiarkan Arka membawa Liona? Kamu tahu aku sedang mencoba mendapat Arka kembali. Apa kamu lupa?" Kalimat itu yang terlempar dari bibir setengah mabuk wanita itu. Setidaknya sebelum dirinya hilang kendali saat Gavin menjelaskan tentang kehamilan Liona yang baru di ketahui oleh Casie."D-dia hamil? dia hamil anak Arka? Tidak. Tidak.. aku tidak akan membiarkan mereka bersama apapun yang terjadi, aku tidak rela. Liona mengamb
Lenguhan samar tak tertahankan saat sarafnya di ambil alih. Lidah Arka menjelajah ke area yang sudah di kenali, melesak mencari celah untuk menggedor kewarasan Liona yang sedang berperang dengan egonya."Aku.. rindu.. mendengar suaramu, jangan menahannya sayang.."Liona terus menggeliat sambil membungkam bibirnya dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya berusaha memberikan dorongan yang sama sekali tak berarti pada tubuh Arka yang menempel begitu mengikat."Keluarkan.. aku ingin mendengarnya.." Arka menggusur lidahnya semakin dalam, jarinya dengan tanpa di instruksi membantunya membuka jalan untuk membuka dua kancing baju Liona untuk memudahkan aksesnya sampai lidahnya bertemu dengan kedua puting yang merekah seakan siap menjadi hidangan."Hhnggghhh.. akhh..mmff" suara lenguhan dari bibir istrinya membuat Arka tersenyum di sela- sela aktifitas sedangkan Liona justru mengutuk diri karena jebol dari pertahanannya. Tubuhnya rindu dengan sentuhan hangat Arka yang memabukan. Gelen
Kepalanya menoleh ke jendela pesawat, ia tak peduli bahwa lehernya mungkin akan patah karena saking lamanya. Dirinya hanya tidak ingin melihat sosok yang duduk di sampingnya, kesal dan benci saling mendominasi di hatinya saat ini."Sayang.." Pria yang terduduk itu dengan leluasa menyentuh tangan yang mengepal di pangkuan istrinya, namun semua itu tak lain hanya mendapat penolakan dan menjatuhkan tangannya ke sisi lain.[Beberapa jam lalu di rumah Gavin]"Kalau kamu tidak ikut aku pulang sekarang maka aku akan membawa hal ini ke ranah hukum, kamu masti istriku secara sah" Liona mengunyah kulit pipi bagian dalam, menahan semua tekanan yang sedikit membuat nyalinya ciut. Gavin juga tidak menyalak seperti sebelumnya, kalimat Arka barusan cukup membuatnya berpikir ulang untuk menahan Liona untuk tinggal bersamanya."Tapi aku.. tapi aku tidak mau hidup denganmu lagi" cicit Liona meredam semua keinginannya untuk marah.Liona bersikeras untuk cerai, tapi jangan lupakan Arka yang akan jauh l
"Kamu mantan Liona kan?" Gavin menghentikan langkahnya, membalik tubuh tegapnya penuh ke arah wanita berambut coklat terang di belakangnya."Kamu lagi, selain arogan dan pemarah kamu juga ternyata suka mengusik kehidupan orang rupanya." balas Gavin masih di tempat."Apa itu adalah jawaban YA untuk pertanyaanku? Aku gak mungkin salah, kamu mantan Liona." senyum mencurigakan dengan alisnya yang tidak lagi presisi setelah yang satunya terangkat dengan sengaja."Aku punya penawaran yang bagus dan saling menguntungkan" Gavin tak tertarik dengan kalimat wanita yang sekarang menangkap langkahnya dengan berdiri di depan dirinya itu."Apa yang kamu mau? anakku menungguku di mobil." Sekali lagi Casie menghentikan langkah Gavin."Percaya padaku bahwa dalam hitungan hari mantanmu itu akan tersakiti, dan itulah saatnya kamu mengambil posisi untuk mendapatkan kembali hatinya. Lebih tepatnya, bawa dia jauh dari Arka, selamanya" kalimat terakhirnya sengaja ditekankan ke telinga Gavin yang merasa ke
"Mama bilang apa Sya?" Bily memecah keheningan di antara tarikan nafas berat di sampingnya."Kenapa dengan Arka?" Kini Liona angkat suara, tapi Tasya terlihat kesulitan menyusun kalimat yang tepat.Memangnya kenapa dengan suaminya, jelas dia pasti bahagia kembali bersama dengan mantan kekasihnya kan. Apalagi saat dirinya pergi, Arka bisa lebih leluasa kembali bersama tanpa ada penghalang, itulah yang coba Liona pikirkan untuk mengusir ke khawatirannya."Kakak di bawa ke rumah sakit lagi" terang Tasya yang bagai kilatan petir untuk Liona di sampingnya."Lagi? Apa maksudnya? A- arka sakit?" Liona tidak tahu kalimat itu ke luar begitu saja dari bibirnya, seperti semua serat di tubuhnya bekerja keras untuk melawan pikirannya sendiri, dia mulai khawatir saat ini."Itu yang mau aku bilang sama kamu Na, Kakak gak baik- baik aja selama kamu pergi. Dia sakit bahkan sampai kecelakaan-""Sya.." itu suara Bily yang menghentikan kalimat Tasya, lalu melihat Liona yang perlahan menekan jantungnya de