Sekelebat ingatan terkadang hadir, namun ketika Rima sekuat tenaga untuk mengingat semuanya, kepalanya sakit luar biasa.Kali ini ia berdampingan duduk dengan Alan, melakukan proses mediasi yang tidak mendapatkan titik temu karena Rima bersikukuh. Meski belum sepenuhnya ingat, tapi ia yakin bila berkas yang sudah sampai dilimpahkan ke pengadilan agama, itu pasti adalah buah pemikiran yang panjang, atas hal yang diputuskan dengan segala resikonya.Gerimis tipis-tipis ketika keduanya keluar dari ruangan mediasi. Kursi roda Rima didorong oleh ibunya, sejak tadi ia menunjukkan wajah yang tidak bersahabat."Tolong jangan hubungi aku, Mas. Aku butuh tenang, semua kenyataan ini membuatku berpikir ektra keras. Aku sakit," ucap Rima ketika mereka hendak masuk ke dalam mobil.Alan diam. "Maaf ... semoga kamu segera pulih seutuhnya."
"Kamu jangan terlalu berpikir keras, santai dan biarkan semuanya mengalir. Itu demi kesembuhanmu," ucap Galih ketika Rima mulai terbangun. Ia menyandarkan diri pada dipan dan masih merasakan kepalanya pusing."Aku pun inginnya begitu. Tapi terkadang kenyataannya sulit.""Bisa! Kamu bisa."Alan terlihat masuk ke dalam kamar dan membawakan segelas air, kemudian diberikan pada Rima. Setelah meminumnya, Rima segera beranjak untuk bergegas pulang."Yakin mau pulang sekarang?" tanya Galih."Aku antar, ya!" ucap Alan."Tidak perlu, aku ada supir."Kondisi tubuhnya belum sepenuhnya membaik, tapi Rima memaksa untuk pulang. Tanpa banyak kata, ia pun pamit dan masuk ke dalam mobil."Kalau ada apa-apa di jalan, hubungi aku!" ucap Galih seraya menutup pintu.
Jarak terjauh dalam kehidupan adalah masa lalu, sedetik saja semua tak akan bisa diulang.Hari ini adalah pertama kali Alan keluar rumah setelah lima bulan pasca perceraian, ia menutup diri dan tidak berinteraksi dengan sosial, rambutnya gondrong, wajahnya tumbuh dengan brewok, ia terlihat tidak terurus meski semua itu tidak menutup ketampanannya.Ia tinggal di rumah orang tuanya, satu bulan setelah sang ibu meninggal, ayahnya menyusul, hingga Alan dan Galih kini menjadi yatim piatu, tahun ini adalah patah hati yang paling menyakitkan, semua orang yang ia sayangi pergi meninggalkan. Sementara dengan Gayatri, ia sama sekali tak pernah lagi berkomunikasi setelah ucapan belasungkawa saat itu. Gayatri memblokir semua akses komunikasi dengan Alan. Ia meninggalkan semua orang yang berhubungan dengan masa lalunya, termasuk keluarganya sendiri."Hafalan kamu semakin bagus, Ay!" ucap seorang wanita
Rima membetulkan kerudungnya, kemudian dengan sedikit membuang muka berjalan menghampiri Nia. Tak berapa lama Hasan pun terlihat datang. Ketika Rima mendekat, Gayatri mundur satu langkah dan berdiri di samping Hasan."Ini Pak Hasan," ucap Gayatri pada Nia. Gadis itu tersenyum lega seraya mengangkat tangannya untuk berjabat tangan, tapi Hasan menolak lembut dan menyalami tanpa bersentuhan."Saya, Nia. Dan beliau pemilik yayasan kami, Mba Rima."Rima meniru gaya Hasan dan memperkenalkan diri. Ia datang ke sini untuk mendaftarkan anak-anak asuhnya di pesantren ini."Perkenalkan ini Gayatri, calon istri saya.""Saya kenal beliau, Kang," ucap Gayatri.Sekilas Hasan terpikir, apakah wanita di hadapannya ini adalah sahabat Gayatri yang pernah Umi ceritakan. Sementara Alan masih terpaku menatap mantan istrinya, jantun
"Hey! Kamu kenapa?" Rima tersenyum heran mendekat ke arah Galih.Galih menghela napas panjang dan membuang wajah, menutupi kecanggungan yang seketika hadir."Aku pergi untuk membicarakan pekerja dengannya, kami bertemu di luar karena dekat dengan tempat pekerjaannya, kalau ke sini cukup memakan waktu. Jadi, meskipun terlambat, dia bisa menungguku dengan tetap bekerja.""Sejak kapan kamu bertemu dengan Alan?""Sekitar sebulan yang lalu, tak sengaja di sebuah pesantren."Galih mengangguk, ia tak peduli lagi tentang Alan. Sekali saja dalam hidupnya, ia ingin memperjuangkan Rima."Atau kamu ikut saja denganku, mau?""Baiklah, kalau kamu memaksa," ucap Galih."Aku tidak memaksa loh," jawab Rima mengernyitkan dahi.Galih tertawa k
Dua Minggu setelah Galih pulang dari Bandung, ia kembali datang atas sebuah undangan. Hari ini Gayatri menggelar pesta pernikahan dengan Hasan.Pernikahan itu memang tidak bisa Gayatri batalkan, meski ia sudah bisa membayangkan akan seperti apa perahu yang ditumpangi.Rima terlihat sudah rapi, ia mengenakan jilbab berwarna merah muda, senanda dengan kebaya cantik yang ia kenakan. Ia melenggang keluar rumah dan hendak berangkat pergi ke pesta itu.Tapi, ia terkejut ketika melihat ke halaman rumah, sudah ada dua mobil parkir dengan cantik di sana."Aku datang lebih dulu, jadi mari kita pergi bersama, Rima!" ucap Alan membawa langkahnya lebih dekat, ia begitu tampan dengan batik yang dikenakan. Rapi dan gagah."Aku memang terlambat, tapi aku datang dari Jakarta dan dari s
Alan menahan Galih untuk pulang selepas sang adik mengeluarkan mobilnya dari garasi rumah Rima."Jauhi, Rima!"Galih tersenyum kecut, ia membuang wajah dan merasa lucu dengan pernyataan kakaknya itu. "Kamu tidak pernah sadar diri!""Kamu tidak malu mendekati kakak iparmu?""Tidak ada alasan aku menjauh darinya. Seharusnya sejak awal kamu sadar, bila hubungan kalian sudah oleh sebuah kesalahan!""Kamu masih membenciku karena masalah itu?" tanya Alan menelisik."Kamu pikir aku akan berhenti membencimu?""Kamu terlalu naif, Galih!""Saat ini aku semakin benci melihat caramu memperlakukan Rima. Kamu seolah sedang mencintainya.""Memang seperti itu kenyata
Semenjak hari itu, hubungan mereka kembali merenggang. Rima memblokir kontak dua kakak beradik itu, ia menutup semua akses komunikasi. Meski begitu Galih yang kini tugas di Bandung, rutin mengunjungi yayasan untuk sekadar melihat kondisi anak-anak, memeriksa mereka yang sakit."Makasih, Mas. Anak-anak senang juga sama pak dokter.""Sama-sama, Nia," ucap Galih seraya merapikan alat-alatnya. Hari ini ia memeriksa beberapa anak yang sakit di sini."Sebetulnya saya sedih melihat Mas Galih dengan Mba Rima seperti sekarang ini." Meski Rima tidak banyak bercerita, tapi sedikit banyak ia bisa membaca situasi yang tak lagi sama seperti beberapa saat yang lalu."Tidak apa-apa, setiap waktu kita itu berproses, mungkin saat ini fase ku masuk ke dalam tahap untuk memperbaiki sesuatu.""Mba Rima orang baik, di