"Makanlah sebelum hidangannya dingin."
Senja menatap sajian mewah di depannya dengan pandangan datar. Bukan Senja tidak lapar, sejatinya dia belum makan sejak kemarin sore. Namun, pikirannya masih melalang buana pada peristiwa beberapa saat lalu.
Di mana dengan tidak beradabnya, Dirga memanggul Senja ke mobil dan membawanya pergi. Di sinilah Senja berakhir. Di rumah Dirga.
Mansion besar yang ada di ujung pusat kota.Senja mencebik. Moodnya terjun bebas. Apalagi saat mengingat tentang Adnan. Bagaimana keadaan cinta pertamanya itu? Apa dia baik-baik saja?
Jika sampai Senja mendengar kabar bahwa Adnan meninggal dunia. Maka sampai mati pun Sekar tidak akan pernah memaafkan Dirga.
Senja bersumpah akan membalas dendam."Kenapa tidak dimakan? Apa makanannya tidak enak?" Dirga memecah kesunyian. Suara baritonnya berhasil menyentak Senja dari lamunan.
"Kau masih marah karena aku membawamu sini?" tanya Dirga lagi. Senja masih bungkam.
Dirga menghela napas lelah. "Sadarlah, Senja. Kau ini istriku. Sudah sepatutnya seorang istri menemani suaminya."
Senja tersinggung, kemudian bangkit berdiri sambil menggebrak meja. "Dan aku tidak pernah mengharapkan ini. Aku sangat membencimu."
Dirga pun ikut terbawa emosi. Nafsu makannya menguap. Hati pun turut porak-poranda. Pembangkangan Senja benar-benar membuat gerah. Dirga benci penolakan.
"Lalu apa yang kau mau?" tanya Dirga ketus.
"Aku ingin pulang!"
"Pulang ke mana? Sekarang ini adalah rumahmu."
"Bukan! Ini bukan rumahku! Aku tidak mau tinggal di sini! Aku mau pulang. Aku___"
"Senja Ayunda!"
Senja tersentak ketika Dirga membentaknya. Langkah kaki mundur secara perlahan. Senja mulai diserang ketakutan. Embun kembali tergenang di pelupuk mata.
Panas sekali ....
Senja takut akan Monster di depannya.
"Jangan mencoba mengetes kesabaranku, Senja. Atau kau akan menyesal," peringat Dirga sebelum pergi meninggalkan Senja sendiri.
Senja tertegun. Gemetar di tubuhnya masih belum mereda. Suara keras Dirga terus terbayang. Mengantarkan teror menuju kegelapan malam.
Benar apa kata Ivvona. Dirga telah berubah. Dia bukan lagi remaja culun yang mudah dibully. Senja tidak lagi mengenali sosoknya. Siapa itu?
Siapa Dirga sebenarnya? Auranya sangat mendominasi. Itu seperti kutukan iblis, menyeramkan."Ayah ... Ibu ... Mbak .... kalian di mana?"
Senja terisak hebat. Wajah cantiknya disembunyikan di antara lipatan lutut yang tertekuk."Senja takut!"
***
Setelah mengalami krisis di meja makan. Salah satu maid membawanya ke kamar. Dalam ruangan yang terhias bunga-bunga mekar, Senja ditinggalkan sendirian.
Wanita bersurai coklat itu memilih bersandar di punggung ranjang. Wajahnya kembali disembunyikan, tak ingin menatap dunia. Lagi, Senja menangis merenungi nasibnya.
Sungguh, Senja tidak mengerti. Bagaimana bisa Dirga, si pecundang payah itu bisa menjadi orang sukses. Bahkan rumah yang ditempati ini tak ubahnya istana
"Bagaimana cara bajingan itu memiliki ini semua?"
Senja larut dalam pikirannya sendiri. Iris mata sudah berhenti mengeluarkan tetesan bening.
"Aku harus mencari tahunya. Siapa tahu aku bisa keluar dari sini!"
"Keluar dari mana?"
Deg!
Kalimat tanya itu membuat Senja terlonjak. Menoleh hanya untuk mendapati Dirga mendekat. Senja beringsut ke pinggir. Merasa takut dengan tatapan kelam yang dilancarkan.
"Kenapa diam? Ayo, katakan keluar dari mana?" desak Dirga.
Senja bungkam. Bukan karena tak mau menjawab. Namun, dia keburu takut dengan penampilan Dirga. CEO muda itu sengaja membuka tiga kancing atas kemejanya.
"Jangan bilang kau berencana melarikan diri lagi?" Aura dan tatapan Dirga menjadi berat.
"Kalau iya memang kenapa?"
Dengan bodohnya, Senja membalas tantangan. Walaupun getaran samar terdengar jelas. Bahkan untuk Dirga sekalipun dapat menyadarinya.
Dirga tertawa kecil, merasa senang dengan reaksi natural Senja yang sangat menggemaskan. Membuat dia tak sabar untuk 'memakan' istri barunya.
"Begitu? Coba saja. Tapi sebelum itu ...." Dirga mencondongkan diri ke hadapan Senja.
Senja melotot, meneguk saliva gugup. "Ma---mau apa? Menjauh ...."
Senja menggeser tubuhnya lebih jauh, namun terhalang oleh rengkuhan tangan Dirga.
"Kau sangat menarik, Senja. Inilah alasanku memilihmu dari pada Ivvona." Dirga terkekeh dengan sudut mata yang mengeluarkan cairan bening.
"Huh?"
"Ya. Lupakan saja. Ngomong-ngomong ...." Raut wajah Dirga berubah serius.
"Apa bener kau menyukai pria tadi?"
Deg!
"Memang apa hubungannya denganmu? Jangan coba-coba mengganggunya lagi. Mengerti?!" peringat Senja.
Dirga berdecih, mengangkat dagu wanita bermata biru laut. Lalu menempelkan bibirnya di bibir lembut lawan bicara. Mulai mengecap rasa manis yang menggelitik. "Hmm ... hmm ...."Senja meronta berusaha melepaskan tautan sepihak itu. Namun, tak bisa terlepas. Senja mati-matian mendorong tubuh Dirga menjauh, tetapi pria itu malah semakin menjadi-jadi. Beruntung tak lama setelahnya, Dirga menjauh seraya mengusap sudut bibirnya, menghapus benang saliva yang menggenang di sudut bibirnya."Ingat ini, Senja!" Dirga menatap serius. "Jangan pernah memikirkan pria itu lagi. Kau adalah milikku! Milik Dirga Gee Xaperius. Mengerti?"
Lagi, kalimat posesif itu membuat Senja berkeringat dingin. Namun, kali ini dia tidak boleh lemah, dengan tegas menjawab, "Tidak!"
"Kau ....?" tunjuk Dirga murka.
"Apa?" tantang Senja semakin galak. "Aku tidak akan menuruti perintahmu! Sedikitpun tidak akan pernah, Sialan!"
Plak!
"Persetan! Beraninya kau memakiku?! Kau pikir kau siapa, Hah? Berani menentang keputusanku?!" Dirga melotot tajam pada Senja yang memegang pipinya. Seumur-umur baru kali ini Senja ditampar. Dengan tetesan air menderas, Senja mendongak menatap garang suaminya yang tercengang.
"Aku benci padamu, Dirga! Aku benci padamu!" jerit Senja kalap.
"Kau sungguh berbeda dari Kak Adnan. Kak Adnan selalu memperlakukanku dengan lembut. Tidak sepertimu yang main tangan."
Dirga meradang. "Setelah memakiku ... kau membanding-bandingkanku dengan yang lain?!"
Lantas, CEO muda itu mencengkram helaian rambut Senja, memaksanya untuk menengadah. "Memang apa hebatnya pria miskin itu, hah?"
Senja meringis. "Lepaskan! Walaupun miskin Kak Adnan memiliki hati seluas samudra tidak sepertimu yang kejam."
Dirga terbungkam. Iris mata melotot dengan rahang mengeras. Wajahnya pun tampak memerah, menahan murka.
Seketika itu juga Senja langsung terdiam. Mendadak ketakutan mengambil alih kendali. Aura yang dipancarkan oleh Dirga begitu dingin. Itu membuat Senja merasa sesak. Dia kesulitan bernapas.
"Jadi kejam, ya?" Dirga bergumam dengan suara rendah.
"K---au mau apa? Ja---ngan macam-macam." Senja terbata. Ingin menggeser tubuhnya menjauh. Namun, apa daya cengkeraman di bahunya begitu kuat.
"Baik aku akan menjadi kejam seperti yang kau minta!"
Dirga lalu menghempaskan tubuh Senja ke ranjang dan mulai menindihnya. Melepaskan satu persatu kancing piyama yang dikenakan.
Senja terbelalak dan meronta hebat. Dia tidak sepolos itu sampai tak mengetahui apa yang akan diperbuat Dirga. Tatapan lapar di wajah pria itu sudah menjadi jawaban.
"Tidak! Jangan lakukan apapun, Dirga ...," pinta Senja memohon.
Dirga tidak bergeming, memilih melempar piyamanya ke sembarang arah. Lalu, menyeringai melihat raut pias di wajah istri mungilnya.
"... Jadilah istri yang baik dan puaskan aku, Senja."
Bersambung.
Senja mengerjap saat cahaya menusuk retina matanya. Perih sekali. Akantetapi, ada yang lebih menyakitkan dari itu. Bukan hanya rasa sakit, namun juga sesak yang ada.Mengingat moment pemaksaan semalam, membuat Senja ingin mati.Dirga telah memaksakan kehendaknya tanpa kelembutan sedikitpun. Senja yang tidak berdaya hanya mampu menangis, meronta pun menambah luka hati.Sudah tak terhitung berapa banyak gigitan, tamparan dan pukulan yang hinggap di wajahnya saat Dirga bermain kasar semalam. Menguasai ranjang dan memperlakukan Senja layaknya wanita malam.Jangankan itu, ketika Senja menjerit sampai suaranya serak, Dirga tak bergeming dan sibuk meraih kepuasan sendiri.Tidak ada kenikmatan di sana. Yang ada hanya rasa sakit dan perih yang membuat Senja menangis keras. Bukan hanya di area pinggang yang remuk, tetapi hatinya pun ikut hancur berkeping-keping."Kau sudah bangun?!"Pertanyaan bodoh itu membuat Senja menengadah. Wajah
Satu sejam berlalu sejak kepergian Dirga, Senja kini mulai bersiap ke luar dari kamar. Iniadalah waktu yang pas untuk melarikan diri.Senja sudah merencanakan semua ini sejak lama. Dengan mengamati kegiatan para bodyguard di tempat post jaga, Senja menemukan satu celah kecil.Ada satu lorong yang ketika tengah malam selalu sepi dari penjagaan.Itu adalah lorong di dekat gudang tak terpakai. Sebuah tempat rahasia yang entah berujung ke mana. Namun, Senja percaya bahwa lorong gelap itu adalah jalan menuju ke luar Mansion.Entah kenapa, para bodyguard selalu tidak berani berjaga di lorong yang minim pencahayaan itu. Mereka bilang ada hantu.Yang benar saja. Memang ada hantu di zaman milenial ini?Akan tetapi, tingkah pengecut mereka memberikan celah untuk Senja melarikan diri.Senja harus cepat sebelum Dirga pulang. Saatnyabertaruh nasib.Dengan mengendap-endap penuh perhitungan, Senja membuka pintu dan mulai menjelajahi
Oktober 2015Raut wajah gadis cantik itu berubah pias. Bibirnya bergermetuk menahan amarah ketika pria yang lebih muda berkata, "Aku datang untuk melamarmu, Senja!""Jangan becanda! Kau sudah gila!"Senja berdiri menatap tajam si pelaku yang duduk tenang di sofa. Dialah Dirga Gee Xaperius, pewaris utama perusahaan GXA Company."Tidak! Aku serius mau menikahimu!" balas Dirga tidak terprovokasi dengan kemarahan gadis di depannya."Keparat! Kau berniat memperistri saudaramu sendiri?!""Saudara?!" Dirga mendengkus. "Sejak kapan kau menjadi saudaraku, Senja?""Itu ...." Senja kehilangan kata-kata. Lidahnya terasa kelu. Meski begitu hatinya teramat sakit mendengar pria yang dianggap sebagai adik tidak mengakui hubungan kekeluargaan di antara mereka."Kau tahu sendiri aku tak pernah dianggap di keluarga ini." Dirga tersenyum sinis. Pemuda berusia 25 tahun itu kembali mengingat moment 10 tahun lalu saat pertam
"Cukup! Berhenti! Jangan pukul Kak Adnan!"Jeritan menggema. Dengan suaranya yang parau, Senja berusaha menghentikan aksi pengeroyokan atas Adnan. Rencana melarikan dirinya gagal total.Air mata yang semula mengering, kembali bercucuran. Senja tidak tega melihat pria pujaan hatinya menjadi bulan-bulanan para Bodyguard."Hentikan, Dirga! Kau sudah keterlaluan!" Senja berteriak murka pada Dirga yang bersandar di mobil."Cepat! Perintahkan anak buahmu untuk berhenti memukuli Kak Adnan. Dia tidak bersalah!"Mendengar pembelaan itu, Dirga yang tengah asyik menyaksikan penyiksaan atas Adnan beralih melihat ke arah calon istrinya yang kini tengah berurai air mata. Melihatnya membuat Dirga muak."Tidak salah katamu?" sentak Dirga menggeram. "Pria ini telah berani mengambil milikku. Dia pantas dihukum.""Kau iblis! Tidak punya hati," maki Senja dengan tubuh yang masih ditahan para pengawal. Pemberontakan kembali dilancarkan.
Satu sejam berlalu sejak kepergian Dirga, Senja kini mulai bersiap ke luar dari kamar. Iniadalah waktu yang pas untuk melarikan diri.Senja sudah merencanakan semua ini sejak lama. Dengan mengamati kegiatan para bodyguard di tempat post jaga, Senja menemukan satu celah kecil.Ada satu lorong yang ketika tengah malam selalu sepi dari penjagaan.Itu adalah lorong di dekat gudang tak terpakai. Sebuah tempat rahasia yang entah berujung ke mana. Namun, Senja percaya bahwa lorong gelap itu adalah jalan menuju ke luar Mansion.Entah kenapa, para bodyguard selalu tidak berani berjaga di lorong yang minim pencahayaan itu. Mereka bilang ada hantu.Yang benar saja. Memang ada hantu di zaman milenial ini?Akan tetapi, tingkah pengecut mereka memberikan celah untuk Senja melarikan diri.Senja harus cepat sebelum Dirga pulang. Saatnyabertaruh nasib.Dengan mengendap-endap penuh perhitungan, Senja membuka pintu dan mulai menjelajahi
Senja mengerjap saat cahaya menusuk retina matanya. Perih sekali. Akantetapi, ada yang lebih menyakitkan dari itu. Bukan hanya rasa sakit, namun juga sesak yang ada.Mengingat moment pemaksaan semalam, membuat Senja ingin mati.Dirga telah memaksakan kehendaknya tanpa kelembutan sedikitpun. Senja yang tidak berdaya hanya mampu menangis, meronta pun menambah luka hati.Sudah tak terhitung berapa banyak gigitan, tamparan dan pukulan yang hinggap di wajahnya saat Dirga bermain kasar semalam. Menguasai ranjang dan memperlakukan Senja layaknya wanita malam.Jangankan itu, ketika Senja menjerit sampai suaranya serak, Dirga tak bergeming dan sibuk meraih kepuasan sendiri.Tidak ada kenikmatan di sana. Yang ada hanya rasa sakit dan perih yang membuat Senja menangis keras. Bukan hanya di area pinggang yang remuk, tetapi hatinya pun ikut hancur berkeping-keping."Kau sudah bangun?!"Pertanyaan bodoh itu membuat Senja menengadah. Wajah
"Makanlah sebelum hidangannya dingin."Senja menatap sajian mewah di depannya dengan pandangan datar. Bukan Senja tidak lapar, sejatinya dia belum makan sejak kemarin sore. Namun, pikirannya masih melalang buana pada peristiwa beberapa saat lalu.Di mana dengan tidak beradabnya, Dirga memanggul Senja ke mobil dan membawanya pergi. Di sinilah Senja berakhir. Di rumah Dirga.Mansion besar yang ada di ujung pusat kota.Senja mencebik. Moodnya terjun bebas. Apalagi saat mengingat tentang Adnan. Bagaimana keadaan cinta pertamanya itu? Apa dia baik-baik saja?Jika sampai Senja mendengar kabar bahwa Adnan meninggal dunia. Maka sampai mati pun Sekar tidak akan pernah memaafkan Dirga.Senja bersumpah akan membalas dendam."Kenapa tidak dimakan? Apa makanannya tidak enak?" Dirga memecah kesunyian. Suara baritonnya berhasil menyentak Senja dari lamunan."Kau masih marah karena aku membawamu sini?" tanya Dirga lagi. Sen
"Cukup! Berhenti! Jangan pukul Kak Adnan!"Jeritan menggema. Dengan suaranya yang parau, Senja berusaha menghentikan aksi pengeroyokan atas Adnan. Rencana melarikan dirinya gagal total.Air mata yang semula mengering, kembali bercucuran. Senja tidak tega melihat pria pujaan hatinya menjadi bulan-bulanan para Bodyguard."Hentikan, Dirga! Kau sudah keterlaluan!" Senja berteriak murka pada Dirga yang bersandar di mobil."Cepat! Perintahkan anak buahmu untuk berhenti memukuli Kak Adnan. Dia tidak bersalah!"Mendengar pembelaan itu, Dirga yang tengah asyik menyaksikan penyiksaan atas Adnan beralih melihat ke arah calon istrinya yang kini tengah berurai air mata. Melihatnya membuat Dirga muak."Tidak salah katamu?" sentak Dirga menggeram. "Pria ini telah berani mengambil milikku. Dia pantas dihukum.""Kau iblis! Tidak punya hati," maki Senja dengan tubuh yang masih ditahan para pengawal. Pemberontakan kembali dilancarkan.
Oktober 2015Raut wajah gadis cantik itu berubah pias. Bibirnya bergermetuk menahan amarah ketika pria yang lebih muda berkata, "Aku datang untuk melamarmu, Senja!""Jangan becanda! Kau sudah gila!"Senja berdiri menatap tajam si pelaku yang duduk tenang di sofa. Dialah Dirga Gee Xaperius, pewaris utama perusahaan GXA Company."Tidak! Aku serius mau menikahimu!" balas Dirga tidak terprovokasi dengan kemarahan gadis di depannya."Keparat! Kau berniat memperistri saudaramu sendiri?!""Saudara?!" Dirga mendengkus. "Sejak kapan kau menjadi saudaraku, Senja?""Itu ...." Senja kehilangan kata-kata. Lidahnya terasa kelu. Meski begitu hatinya teramat sakit mendengar pria yang dianggap sebagai adik tidak mengakui hubungan kekeluargaan di antara mereka."Kau tahu sendiri aku tak pernah dianggap di keluarga ini." Dirga tersenyum sinis. Pemuda berusia 25 tahun itu kembali mengingat moment 10 tahun lalu saat pertam