Home / Romansa / Dalam Penjara Bos Mafia / Bab 3. Dipermalukan

Share

Bab 3. Dipermalukan

Author: Melvii_SN
last update Last Updated: 2025-01-24 11:51:16

Ragu-ragu Tiffany melangkah maju, mendekati Damien yang berhenti di ambang pintu. Lelaki itu memandang lurus ke depan, sedikitpun tidak tertarik untuk menoleh lawan bicaranya. 

"Jawab," minta Tiffany. 

Menarik napas dalam, Damien pun menjawab tanpa menoleh, suaranya datar, "Ya. Aku memang pembunuh. Dan akan kulakukan hal yang sama padamu, jika kau masih berani mencegahku. Tetaplah di sini, dan tunggu aku kembali." 

Tanpa menunggu persetujuan, Damien langsung melanjutkan langkahnya. Sedang Tiffany masih terpaku, menggelengkan kepala. Berharap tadi salah dengar, tapi jawaban Damien malah semakin terngiang. 

BOOM! 

Pupil matanya melebar saat mendengar suara ledakan, bergegas dia berlari ke jendela besar. Dari situ, Tiffany dapat menyaksikan bagaimana pelataran mewah mansion kini menjadi medan perang. Mayat-mayat bersimbah darah, bergelimpangan. Suara tembakan bersahut-sahutan, diikuti jeritan kencang membuat napasnya tercekat. 

Menggigit ujung jarinya, Tiffany berusaha menenangkan diri. Matanya mencari-cari keberadaan Damien, setelah melihat pria itu berada di tengah kerumunan, barulah dia dapat bernapas lega. Namun, tak berlangsung lama sebab kini tuannya dikelilingi banyak musuh. 

"Dunia macam apa ini, Tuhan?" lirihnya menatap cemas, rasa takut mencekeram hati sampai ke ubun-ubun. 

Untuk beberapa menit, Tiffany merasa dejavu. Karena sebelumnya, tepat dua belas tahun lalu, dia pernah menyaksikan kejadian serupa, yang melenyapkan seluruh nyawa keluarganya. 

"Ayah ... ibu ... sepertinya aku ditakdirkan menyusul kalian lebih cepat," gumamnya disela rasa takut dan trauma yang menyiksa. 

____________

Di sisi lain, Damien dan anak buah Bloodstone saling berhadapan, bergerak penuh kewaspadaan. Tembakan demi tembakan dilepaskan ke arah lawan, melesat bak kilatan cahaya. Bersamaan dengan itu, anak buah masing-masing mulai berjatuhan. Pelataran mengkilat yang semula berwarna hitam, kini menjadi hamparan darah. 

Mengabaikan mereka yang sudah gugur, Damien dan beberapa sisa anak buah Bloodstone terus melanjutkan pertarungan, untuk menentukan siapa yang akan bertahan. 

"Tuan, hati-hati!" pekik Dorio, namun terlambat dan ....

DOR! 

"Ahk!!" 

Peluru melesat begitu cepat mengenai bahu kiri Damien. Pria itu terhuyung, untungnya masih dapat menjaga keseimbangan. Ibarat luka kecil, rasa sakitnya hanya sesaat, tetapi amarahnya membara jauh lebih kuat. Bibirnya menyeringai licik, menatap tajam musuh yang berdiri sejajar dengannya. 

"Dasar tikus kecil!" sinis Damien menodongkan pistol lurus ke depan, dengan cepat menekan pelatuk hingga terdengar suara tembakan. 

Dalam sekejap musuh yang melukainya tadi terkapar bersimbah darah. Damien hendak melangkah, namun tanpa sepengetahuannya anak buah Bloodstone menyelinap ke belakang, dan melayangkan tendangan keras ke betis membuatnya langsung tersungkur. Pistol yang berdering terlepas dari genggaman, meluncur di bawah kaki musuh. 

Dalam sekejap pistol diambil dan moncong senjata diarahkan ke pemiliknya. Mata musuh berkilat penuh kemenangan, sementara Damien tampak datar saja, meskipun pistol itu berada tepat di depan wajahnya. 

"Menyerahlah, Damien. Kau sudah kalah!" ucap anak buah Bloodstone penuh ledekan. 

Damien tersenyum miring, "Kau yakin?" 

"Jika kau ingin selamat, lebih baik hentikan kebiasaan buruk mu itu, Damien ... atau aku akan menekan pelatuk ini, lalu menggantung jasadmu di tugu kota agar semua orang tahu, betapa kejamnya dirimu!" 

"Lucu sekali memang ketika seorang penuduh, memiliki dosa lebih besar daripada yang dituduh." 

"Kau!" Geram musuh, ia pun menempelkan moncong pistol ke dahi Damien. Lingkar matanya memerah, bibir komat-kamit tidak karuan.

"Kenapa? Apa aku berkata benar?"

"Huhh—"

"Hentikaaan!" 

Suara pekikan menggema, membuat seluruh atensi tertuju ke belakang. Tidak lain ialah Tiffany yang berlari kencang ke arah Damien. Begitu sampai dia langsung menepis pistol, merentangkan kedua tangan berlagak melindungi Damien. 

"Sudah cukup! Hentikan semua ini!" ulangnya lebih tegas, dengan nada tinggi. 

Perintahnya itu sontak saja membuat anak buah Bloodstone tersenyum sinis. Menelengkan kepala ke arah kanan, mengintip Damien yang berlindung di belakang Tiffany. 

"Ck, ck, ck ... hei, sejak kapan kau menjadikan wanita tempat berlindung? Apa kekuatanmu sudah mulai luntur?" Ledekannya terlontar penuh hinaan, "Damien, Damien. Tidak ku sangka hari ini kau sangat memalukan." 

"Kumohon ...." Tiffany kembali bersuara, dia yang semula berdiri tiba-tiba berlutut di lantai, sambil menyatukan jari-jari, "Kumohon jangan lakukan itu, jangan tembak dia. Hentikan semuanya." 

Melihat pemandangan itu, kian tertawalah anak buah Bloodstone, tawa yang kasar dan penuh ejekan. 

"Cih, lihat ini! Wanita pemberani tadi sekarang menangis seperti anak kecil," sinisnya sambil memutar-mutar pistol, tatapannya bergeser ke arah Damien, "Lihat, Damien. Seharusnya kau belajar dari jalang kecilmu ini, dia tahu cara merendahkan diri di hadapanku." 

Anak buah itu berjongkok, mengangkat dagu Tiffany memakai moncong pistol, bibirnya menyeringai, "Kau tau, kelemahan ku memang ada pada wanita. Tidak seperti Tuanmu ... ibu hamil pun dia lenyapkan," bisiknya melirik Damien penuh sindiran. "Kali ini kau bebas, Damien."

Rentangan tangan Tiffany perlahan turun, dia menarik napas dalam, meredakan ketegangan yang menyiksa. Tetapi tak berlangsung lama, karena Damien bersuara yang membuat sekujur tubuhnya merinding. 

"Kau sudah melakukan kesalahan besar dengan keluar tanpa seizinku. Jadi kau harus menanggung akibatnya." 

Related chapters

  • Dalam Penjara Bos Mafia    Bab 4. Amarah Damien

    Dorongan keras Damien membuat Tiffany terhuyung, hingga kehilangan keseimbangan dan terjerembab di lantai dingin. Napasnya tercekat di kerongkongan, mendongak dengan mata berkaca-kaca, membalas Damien yang diliputi amarah. "Kau pikir kau siapa, hah? Sok-sokan membantu? Aku tidak butuh orang lain untuk melindungiku, Tiffany!" Amarah Damien meledak, memenuhi ruang kamar yang hening. Tiffany gemetar, air mata mulai berjatuhan, "Ma-maaf, Tuan... aku hanya mencoba peduli. Aku takut dia benar-benar akan menekan pelatuk itu. A-aku takut sesuatu yang buruk terjadi pada Tuan apalagi Tuan sudah terluka," jawabnya Hampir tak terdengar, menggigit bibir untuk meredam isak yang menyesakkan. Akan tetapi, Damien tidak bergeming. Dia berjalan mendekati Tiffany, bayangan besarnya mengungkungi tubuh kecil wanita itu, penuh intimidasi. "Peduli? Kau pikir itu alasan masuk akal? Kau tahu bertahan apa yang kau lakukan tadi, hanya membuat terlihat lemah di depan para brengsek itu! Kau tidak tahu apa-apa,

    Last Updated : 2025-01-24
  • Dalam Penjara Bos Mafia    Bab 5. Pesan Misterius

    Tiffany tersentak mundur ketika sorot tajam Damien mengunci pandangannya. Dia segera menundukkan kepala, menghindari tatapan menghunus lelaki itu. "Ma-maaf, Tuan. Aku tidak bermaksud lancang, a-a-aku hanya ingin memastikan Tuan merasa nyaman. T-tadi Tuan terlihat lelah jadi ku pikir, a-aku hanya ... aku hanya coba membantu. Aku tau itu tidak sopan, tapi tadi Tuan tertidur dan aku ... a-aku tidak bermaksud buruk—""Diam!" Dengan tegas Damien memotong kata-kata Tiffany yang sulit dimengerti. "Banyak sekali bicaramu," sambungnya dingin menusuk ke dalam hati. Tiffany tersentak kaget, napasnya tertahan, dan tubuhnya membeku. Kepalanya menunduk dengan cepat, menahan rasa malu dan takut yang bercampur. "Maaf, Tuan," ucapnya lirih, hampir tak terdengar. Terdengar getaran di setiap kalimatnya, seakan berusaha keras menenangkan diri meski jantungnya berdebar sangat kencang.Damien tidak mengatakan apa-apa lagi setelah kalimat terakhirnya. Keheningan menyelimuti kamar mewah itu. Hingga tak la

    Last Updated : 2025-01-24
  • Dalam Penjara Bos Mafia    Bab 6. Posesif

    Jika sebelum-sebelumnya Tiffany akan segera meminta maaf, tetapi kali ini tidak. Dia membiarkan Damien menyumpah serapah, membuang kosong ketika isi pesan terngiang-ngiang di pikiran. Ekspresi tersebut membuat Damien langsung berhenti bicara. Merasa ada yang tidak beres, dia pun segera membuka ponsel, lalu membaca pesan yang tertera di layar. Detik itu juga pandangan memelotot lebar. Kembali menoleh ke Tiffany, sekarang Damien tahu apa yang membuat asistennya tak merasa takut. "Terserah mau percaya atau tidak, tapi aku tidak melakukannya. Jangankan membunuh, kenali ayahmu pun tidak. Lagipula, aku tak membunuh sembarang orang. Mereka yang ku bunuh, karena mereka layak dibunuh," ucap Damien penuh penegasan. Tanpa menunggu respon dari Tiffany, dia melangkah ke arah pintu. Membawa sendal rumahan dari rak sepatu, setelah dipasang langsung keluar entah kemana. Di tempatnya berdiri, Tiffany masih mematung memandangi punggung kokoh Damien yang menghilang disembunyikan, meninggalkan diriny

    Last Updated : 2025-01-24
  • Dalam Penjara Bos Mafia    Bab 7. Pria Misterius

    Pupil mata Tiffany melebar, terkejut mendengar jawaban Damien. "Y-ya?" Damien tersenyum sinis, "Ya atau tidak, tergantung dirimu. Jika kau mempercayainya, berarti ya. Tetapi jika tidak, maka tidak. Percuma ku jelaskan panjang lebar, jika kau saja tak memiliki kepercayaan padaku."Adalah benar apa yang dia ucapkan, Tiffany memang belum mempercayai apapun yang dilihatnya sampai detik ini. Namun, meski ragu-ragu wanita itu pun bersuara. "Em ... mungkin dunia kita berbeda, tapi aku akan berusaha percaya padamu, Tuan. Entah kenapa aku yakin Tuan memiliki sisi baik yang tak diketahui banyak orang." Jawabannya membuat Damien tertegun, seolah tak percaya dengan apa yang didengar. "Kau yakin? Aku bukan orang baik, Tiffany. Aku dibesarkan dengan cara berbeda. Penuh kebohongan, kekerasan, dan penghianatan, orang seperti aku tak pantas kau percaya," katanya dengan nada rendah. "Dunia ini kejam. Bahkan orang yang paling dekat denganmu, bisa menjadi musuh dalam selimut," imbuh Damien. "Aku ta

    Last Updated : 2025-01-24
  • Dalam Penjara Bos Mafia    Bab 8. Nomor Telepon Misterius

    "Ka—" Kalimat Tiffany menggantung di udara, saat mengangkat wajah tak ia temukan lelaki misterius itu lagi. Mengedarkan pandangan ke sekitar, sunyi. Hanya ada dirinya seorang sambil memegang secarik kertas berisi alamat cafe. "Ke-kemana dia pergi?" Napasnya memburu semakin cepat, rasa takut menjalar ke seluruh tubuh. Sebelum rasa takutnya bertambah, cepat-cepat Tiffany berjalan ke luar, menuju ruang VIP dimana Damien dan Freedy bertemu. Sesampainya di sana, Tiffany sedikit kaget melihat Freedy tidak ada, hanya menyisakan Damien yang bersantai di sofa sambil memainkan ponsel genggamnya. "Kau lama sekali," komentar Damien tanpa menoleh, namun ia menyadari kedatangan wanita itu. Tiffany menunduk dalam, "Ma-maafkan aku, Tuan. Tadi, aku ... mules, jadi ...." "Aku mengerti," s

    Last Updated : 2025-02-19
  • Dalam Penjara Bos Mafia    Bab 9. Keterkejutan

    Malam itu, Damien berdiri di tepi dok pemuatan, mengamati kontainer-kontainer besar yang sedang dipindahkan ke dalam truk. Gudang itu diterangi cahaya kuning redup, menciptakan bayangan panjang di lantai beton yang dingin. Di sebelah kanannya berdiri Dorio, yang memastikan segalanya berjalan lancar. "Bagaimana dengan paket terakhir?" tanya Damien menoleh Dorio. Pria dengan tato naga di lehernya itu mengangguk, "Sudah dikirim, Tuan. Semua berjalan sesuai rencana," jelas Dorio. Damien tak lagi menyahut, selain mengangguk kecil. Kemudian menyalakan rokok seperti biasa, menghirupnya dalam-dalam sebelum membuang ke lantai lantas menginjaknya hingga hancur. "Kau memang bisa diandalkan," pujinya menepuk-nepuk pundak Dorio, sedang asistennya itu menanggapi dengan senyum tipis. "Terima kasih, Tuan." "Hm." Damien berjal

    Last Updated : 2025-02-19
  • Dalam Penjara Bos Mafia    Bab 10. Permintaan Damien

    Tiffany terpaku menatap kemunculan Damien yang tiba-tiba, bercak darah tampak mengering menyerap kemeja putih yang ia kenakan. Sorot mata yang tajam dan penuh selidik, menandakan ia sedang menunggu jawaban atas pertanyaannya barusan. Detik demi detik terasa begitu lambat berlalu. Tegukan liur menjadi bukti betapa gugupnya Tiffany saat ini. Namun, Tiffany sadar, ia harus berpikir cepat sebelum Damien bertindak agresif. "Teman lama," ucapnya cepat, menarik napas diam-diam guna menenangkan diri, "Dia baru saja membuka usaha kecil-kecilan, dan mengundangku datang ke grand opening-nya," imbuh Tiffany memasang ekspresi wajah seyakin mungkin. Dua hingga tiga menit berlalu, Damien masih memandanginya penuh intimidasi. Mata kelamnya seakan mencoba membaca kebohongan dari balik sorot mata asistennya tersebut. "Kau tidak berbohong?" Menggeleng pelan, "Tidak, Tuan." Selama beberapa detik mereka saling bertatapan, cukup lama dan intens,

    Last Updated : 2025-02-19
  • Dalam Penjara Bos Mafia    Bab 11. Permintaan Yang Ditolak

    Setelah beberapa hari di Amerika, Damien dan Tiffany akhirnya kembali ke Italia. Mansion megah milik Damien berdiri kokoh di atas bukit, menghadap ke arah kota yang gemerlap. Meski tempat itu begitu luas dan mewah, bagi Tiffany rasanya seperti penjara tak kasat mata. Pagi ini, Tiffany berdiri di balkon kamarnya, memandang hamparan taman yang hijau. Namun, pikirannya berkecamuk. Semakin lama ia tinggal di bawah kendali Damien, semakin ia merasa kehilangan kebebasan. Menarik napas panjang, "Aku tidak bisa terus begini, aku harus bergerak mencari tau kebenaran tentang Tuan Damien. Sekarang aku sudah di Italia, dan alamat cafe yang diberikan pria misterius itu ... ada di negara ini," lirihnya. "Malam ini, aku harus menemuinya," ujar Tiffany penuh tekad, tapi sebelum itu ada satu hal yang ingin ia lakukan. Wanita itu berjalan ke ruang kerja Damien yang ada di sebelah timur. "Permisi, Tuan." "Masuk."

    Last Updated : 2025-02-19

Latest chapter

  • Dalam Penjara Bos Mafia    Bab 15. Hampir Ketahuan

    "Kenapa aku harus memberitahu Tuan setiap orang yang kutemui? Aku hanya ingin bersantai sebentar, Tuan. Lagipula, aku tahu Tuan mengawasi ku. Kalau aku melakukan sesuatu yang mencurigakan, pasti Tuan sudah tahu lebih dulu, 'kan?" Bukannya mengalah atau takut, Tiffany justru melontarkan kalimat di luar ekspektasinya sendiri. Sungguh, dia tidak bermaksud lancang, hanya saja lidahnya mendadak sulit di kontrol. Sejurus kemudian ia langsung menundukkan wajah, "Ma-maaf, Tuan. Aku tidak bermaksud tidak sopan," katanya lirih, merapatkan mata berharap Damien memaklumi. Tetapi, reaksi lelaki itu justru lebih jauh dari yang ia duga. Alih-alih puas atau membiarkannya, pria itu justru tampak semakin kesal. Tatapan tajamnya menembus Tiffany seperti belati, rahangnya mengeras, dan nafasnya terdengar lebih berat dari sebelumnya. "Kau sudah berani membentakku?" dengus Damien, tanpa peringatan meraih pergelangan t

  • Dalam Penjara Bos Mafia    Bab 14. Interogasi Menegangkan

    Tiffany memandang intens sederet angka yang tertera di layar ponsel Jasper. Deretan angkanya terlihat acak, yakni '596870'. "I-ini kode untuk apa?" tanya Tiffany kebingungan. Raut wajah Jasper berubah serius, ia menautkan jari jemarinya seraya berkata, "Kode ini akan membuka pintu menuju ruangan tempat ayahmu disekap. Damien menguncinya menggunakan sistem keypad elektronik. Kau hanya punya satu kesempatan. Jika salah memasukkan kode lebih dari tiga kali, alarm mansion akan berbunyi, dan mereka akan tahu ada penyusup." Jantung Tiffany berdegup lebih kencang. Ia menggenggam kertas itu erat, seakan takut informasi itu tiba-tiba menghilang dari genggamannya. "Bagaimana kau bisa mendapatkan kode ini, Jasper?" tanyanya dengan suara nyaris berbisik. Jasper tersenyum tipis, tetapi senyumnya tidak membawa ketenangan. "Kami memiliki orang dalam di jaringan Damien. Tidak banyak yang tahu tentang ruangan itu, bahkan an

  • Dalam Penjara Bos Mafia    Bab 13. Tawaran Dari Musuh

    "Belum mati? M-maksudmu, ayahku masih ...?" Tiffany mengangkat kepalanya, memandang ke arah Jasper. "Ya." Jasper mengangguk, tahu apa yang ingin Tiffany ucapkan. Menyandarkan punggungnya ke kursi, Jasper kembali melanjutkan, "Ayahmu disekap oleh Damien di mansionnya. Tepat di sebuah ruangan khusus yang tak bisa dimasuki sembarang orang." Spontan saja pernyataan itu membuat Tiffany menggeleng, serasa tidak percaya, "Bagaimana mungkin, Jasper? Ayahku sudah lama meninggal, aku sendiri yang menyaksikan berita kematiannya —""Sayangnya itu hanya rekayasa, Fanny," potong Jasper cepat, "Itu semua adalah rencana Damien yang ingin semua orang tahu bahwa ayahmu sudah mati, termasuk kau." Menggigit bibir bawahnya kuat-kuat, hatinya serasa diremas-remas, Tiffany ingin menangis kencang, "Jika benar ayahku masih hidup, itu artinya selama ini aku dibohongi oleh tuan Damien?" lirihnya nampak tersiksa. "Tapi, kenapa dia menyekap ayahku, Jas?"Jasp

  • Dalam Penjara Bos Mafia    Bab 12. Bukti Yang Mengejutkan

    Udara malam terasa dingin saat Tiffany melangkah masuk ke dalam restoran kecil yang terletak di sudut kota. Tempat ini cukup terpencil, jauh dari keramaian, hanya diterangi lampu-lampu kuning redup yang memberi kesan hangat namun misterius.Ia berjalan perlahan, matanya menelusuri setiap sudut ruangan, mencari seseorang yang sudah menunggunya. Suasana di dalam restoran cukup sepi. Hanya ada beberapa pelanggan yang duduk menikmati makanan mereka dalam keheningan.Di pojok ruangan, duduk seorang pria dengan rambut gondrong, mengenakan jaket kulit hitam yang terlihat sudah lusuh. Ia mengangkat wajahnya begitu melihat Tiffany mendekat."Akhirnya kau datang juga," sapa lelaki itu pelan, suaranya dalam dan sedikit serak seperti saat mereka teleponan. Tiffany berhenti di hadapannya, menatap pria itu dengan waspada. "Jasper?" panggilnya memastikan.Pria itu menyunggingkan senyum tipis, lalu mengangguk. "Duduklah."Sejenak, Tiffany menel

  • Dalam Penjara Bos Mafia    Bab 11. Permintaan Yang Ditolak

    Setelah beberapa hari di Amerika, Damien dan Tiffany akhirnya kembali ke Italia. Mansion megah milik Damien berdiri kokoh di atas bukit, menghadap ke arah kota yang gemerlap. Meski tempat itu begitu luas dan mewah, bagi Tiffany rasanya seperti penjara tak kasat mata. Pagi ini, Tiffany berdiri di balkon kamarnya, memandang hamparan taman yang hijau. Namun, pikirannya berkecamuk. Semakin lama ia tinggal di bawah kendali Damien, semakin ia merasa kehilangan kebebasan. Menarik napas panjang, "Aku tidak bisa terus begini, aku harus bergerak mencari tau kebenaran tentang Tuan Damien. Sekarang aku sudah di Italia, dan alamat cafe yang diberikan pria misterius itu ... ada di negara ini," lirihnya. "Malam ini, aku harus menemuinya," ujar Tiffany penuh tekad, tapi sebelum itu ada satu hal yang ingin ia lakukan. Wanita itu berjalan ke ruang kerja Damien yang ada di sebelah timur. "Permisi, Tuan." "Masuk."

  • Dalam Penjara Bos Mafia    Bab 10. Permintaan Damien

    Tiffany terpaku menatap kemunculan Damien yang tiba-tiba, bercak darah tampak mengering menyerap kemeja putih yang ia kenakan. Sorot mata yang tajam dan penuh selidik, menandakan ia sedang menunggu jawaban atas pertanyaannya barusan. Detik demi detik terasa begitu lambat berlalu. Tegukan liur menjadi bukti betapa gugupnya Tiffany saat ini. Namun, Tiffany sadar, ia harus berpikir cepat sebelum Damien bertindak agresif. "Teman lama," ucapnya cepat, menarik napas diam-diam guna menenangkan diri, "Dia baru saja membuka usaha kecil-kecilan, dan mengundangku datang ke grand opening-nya," imbuh Tiffany memasang ekspresi wajah seyakin mungkin. Dua hingga tiga menit berlalu, Damien masih memandanginya penuh intimidasi. Mata kelamnya seakan mencoba membaca kebohongan dari balik sorot mata asistennya tersebut. "Kau tidak berbohong?" Menggeleng pelan, "Tidak, Tuan." Selama beberapa detik mereka saling bertatapan, cukup lama dan intens,

  • Dalam Penjara Bos Mafia    Bab 9. Keterkejutan

    Malam itu, Damien berdiri di tepi dok pemuatan, mengamati kontainer-kontainer besar yang sedang dipindahkan ke dalam truk. Gudang itu diterangi cahaya kuning redup, menciptakan bayangan panjang di lantai beton yang dingin. Di sebelah kanannya berdiri Dorio, yang memastikan segalanya berjalan lancar. "Bagaimana dengan paket terakhir?" tanya Damien menoleh Dorio. Pria dengan tato naga di lehernya itu mengangguk, "Sudah dikirim, Tuan. Semua berjalan sesuai rencana," jelas Dorio. Damien tak lagi menyahut, selain mengangguk kecil. Kemudian menyalakan rokok seperti biasa, menghirupnya dalam-dalam sebelum membuang ke lantai lantas menginjaknya hingga hancur. "Kau memang bisa diandalkan," pujinya menepuk-nepuk pundak Dorio, sedang asistennya itu menanggapi dengan senyum tipis. "Terima kasih, Tuan." "Hm." Damien berjal

  • Dalam Penjara Bos Mafia    Bab 8. Nomor Telepon Misterius

    "Ka—" Kalimat Tiffany menggantung di udara, saat mengangkat wajah tak ia temukan lelaki misterius itu lagi. Mengedarkan pandangan ke sekitar, sunyi. Hanya ada dirinya seorang sambil memegang secarik kertas berisi alamat cafe. "Ke-kemana dia pergi?" Napasnya memburu semakin cepat, rasa takut menjalar ke seluruh tubuh. Sebelum rasa takutnya bertambah, cepat-cepat Tiffany berjalan ke luar, menuju ruang VIP dimana Damien dan Freedy bertemu. Sesampainya di sana, Tiffany sedikit kaget melihat Freedy tidak ada, hanya menyisakan Damien yang bersantai di sofa sambil memainkan ponsel genggamnya. "Kau lama sekali," komentar Damien tanpa menoleh, namun ia menyadari kedatangan wanita itu. Tiffany menunduk dalam, "Ma-maafkan aku, Tuan. Tadi, aku ... mules, jadi ...." "Aku mengerti," s

  • Dalam Penjara Bos Mafia    Bab 7. Pria Misterius

    Pupil mata Tiffany melebar, terkejut mendengar jawaban Damien. "Y-ya?" Damien tersenyum sinis, "Ya atau tidak, tergantung dirimu. Jika kau mempercayainya, berarti ya. Tetapi jika tidak, maka tidak. Percuma ku jelaskan panjang lebar, jika kau saja tak memiliki kepercayaan padaku."Adalah benar apa yang dia ucapkan, Tiffany memang belum mempercayai apapun yang dilihatnya sampai detik ini. Namun, meski ragu-ragu wanita itu pun bersuara. "Em ... mungkin dunia kita berbeda, tapi aku akan berusaha percaya padamu, Tuan. Entah kenapa aku yakin Tuan memiliki sisi baik yang tak diketahui banyak orang." Jawabannya membuat Damien tertegun, seolah tak percaya dengan apa yang didengar. "Kau yakin? Aku bukan orang baik, Tiffany. Aku dibesarkan dengan cara berbeda. Penuh kebohongan, kekerasan, dan penghianatan, orang seperti aku tak pantas kau percaya," katanya dengan nada rendah. "Dunia ini kejam. Bahkan orang yang paling dekat denganmu, bisa menjadi musuh dalam selimut," imbuh Damien. "Aku ta

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status