***Suasana di rumah Olivia cukup ramai, meski undangan yang disebar terbatas. Kakek Zidan hanya mengundang orang-orang yang menurutnya sangat dekat.Kevin melihat Bastian dan Christian sedang berbicara. Saat ia melangkahkan kakinya, ada suara berat yang memanggilnya. Ia menoleh ke arah sumber suara itu dan tersenyum bahagia saat melihatnya."Akhirnya Kakek bisa bertemu dengan orang yang super sibuk sepertimu," sapa Kakek Zidan sambil merangkul pundak Kevin."Maafkan cucumu yang nakal ini, Kek. Sungguh bukan sengaja, tapi pekerjaanku ini sangat menyita waktu," jelas Kevin."Iya, Kakek tahu perusahaanmu sedang ada proyek besar dari Swiss, kan?" tanya Kakek Zidan."Iya, Kek. Makanya aku harus mengerjakannya dengan sempurna. Aku tak ingin pekerjaanku ada noda sedikit pun," jawab Kevin."Kamu memang selalu bekerja sangat keras dan baik. Tak salah kamu jadi pebisnis top di Asia," puji Kakek Zidan bangga."Kakek terlalu memuji. Nanti hidungku bisa terbang," ujar Kevin sambil tersenyum."Ayo
***Waktu menunjukkan jam sepuluh pagi. Ponsel Sarah terus berbunyi. Kevin dan Zeline tak henti-hentinya menghubunginya untuk segera datang ke rumah sakit. Hari ini Shopia sudah bisa pulang ke rumah. Tadinya, ia dan Kevin akan pergi bersama ke rumah sakit, tetapi mendadak ada pelanggan yang komplain sehingga ia harus menyelesaikan masalah di butik terlebih dahulu.Sean telah menunggu Sarah selama kurang lebih satu jam. Para karyawan perempuan di butik berbisik-bisik, memandang ke arah Sean dengan malu-malu. Mereka kagum dengan ketampanan Sean dan aura dingin yang lelaki itu pancarkan."Sean, maaf menunggu lama," ucap Sarah merasa bersalah."Tak masalah, Nona," jawab Sean datar.Lelaki itu hanya sesekali tersenyum, padahal jika Sean terus tersenyum, Sarah yakin pasti banyak gadis yang akan mengantri menjadi pacar lelaki itu. Namun, wajah datar dan bahasanya yang terlalu formal membuat para gadis enggan mendekatinya. Sean terlalu kaku!"Apa nanti kita telat sampai rumah sakit?" tanya Sa
***Kevin memijat kepalanya perlahan dan menyandarkan tubuhnya di kursi. Beberapa hari terakhir ini ia sangat lelah. Urusan kantor dan beberapa masalah lain menguras habis tenaganya. Sebenarnya ia ingin menemui Sarah, tapi perkataan Sarah kemarin membuatnya kecewa. Gadis itu sekali lagi meragukan hubungan mereka, meragukan dirinya sendiri. Kevin tak ingin berdebat dengannya karena itu hanya akan membuatnya semakin pusing."Kenapa kamu mengulanginya lagi? Aku membenci kata perpisahan di antara kita," gumam Kevin sambil menghembuskan napas dengan kasar.Pintu diketuk tiga kali, Nancy datang membawa makanan. Sejak siang, ia tidak melihat Kevin makan sesuatu. Nancy melihat wajah Kevin yang kusut."Makanlah, sudah malam dan kamu belum makan dari siang," kata Nancy khawatir."Kenapa kamu belum pulang?" tanya Kevin pelan."Aku khawatir padamu. Dari pagi aku melihatmu sangat murung. Apa kamu sedang sakit?" Nancy bertanya dengan prihatin.Kevin menggeleng lemah, "Kamu pulanglah! Kasihan anakmu
***Sudah lebih dari satu jam Sarah duduk di pangkuan Kevin. Lelaki itu sibuk dengan dokumen yang dari tadi ia baca, pelajari, dan koreksi. Sarah merasa sangat bosan hanya duduk melihat dokumen-dokumen. Saat ia protes, Kevin hanya mengabaikannya. Ketika Sarah mencoba berdiri, tangan Kevin malah memegang pinggangnya lebih erat."Apa kamu tidak pegal? Aku sudah duduk satu jam lebih di atas pahamu ini," tanya Sarah."Tidak. Kamu sangat ringan seperti kapas. Mau seharian kamu duduk di atas pahaku pun tidak terasa apa-apa," jawab Kevin santai sambil tetap fokus dengan pekerjaannya."Jadi maksudmu aku ini kurang gizi?" gerutu Sarah."Bisa jadi," jawab Kevin, membuat Sarah sebal."Makanku sangat banyak!" protes Sarah."Mungkin lemakmu itu terserap ke dunia lain," Kevin menanggapi dengan asal."Jadi maksudmu lemakku itu diibaratkan hantu?" tanya Sarah heran. Kevin tidak menjawab, hanya tersenyum.Tak lama kemudian Sarah bertanya, "Besok kamu berarti ke Swiss hanya berdua dengan si dada balon
***Siang ini, Bastian mengajak Sarah dan Zeline. Pria itu beralasan kalau ia bosan menghabiskan makan siang seorang diri karena saat ia akan mengajak Christian, lelaki itu sedang ada janji dengan istrinya."Tumben mengajakku?" tanya Sarah ketika baru sampai di restoran tempat mereka bertiga janjian."Biar orang-orang melihat, aku hebat. Makan siang ditemani dua wanita cantik," jawab Bastian membanggakan dirinya sendiri."Bilang saja, kamu gugup kalau hanya mengajak makan siang berdua dengan Zeline dan kamu mengajakku hanya untuk mencari alasan agar Zeline tak curiga!" celeteuk Sarah."Tidak! Aku memang ingin mengajakmu juga, kan kekasihmu saat ini sedang berada di Swiss dan aku akan menjagamu sangat baik," Bastian memberi alasan."Jangan membohongiku! Kamu tak akan pernah bisa!" balas Sarah."Aku mana bisa bohong dengan wanita cantik sepertimu, baby," Bastian tersenyum."Berhenti memanggilku dengan sebutan itu! Aku geli mendengarnya," protes Sarah."Tapi aku sangat menyukainya," Bast
***"Umurmu berapa?" tanya Sarah tiba-tiba pada Sean, membuat lelaki itu mengerutkan alisnya."Dua puluh delapan tahun," jawab Sean."Apa kamu pernah berkencan sebelumnya?" Sarah bertanya lagi.Sean hanya menggelengkan kepalanya."Apa kamu pernah menyukai atau memendam cinta pada seseorang?" Sarah terus bertanya, wanita itu penasaran.Sean menggeleng lagi, tidak mengerti kenapa kekasih bossnya sangat ingin tahu tentang kehidupan asmaranya."Apa kamu tipe lelaki yang mencari pasangan dengan ta'aruf?" Sarah bertanya sambil menatap Sean."Apa itu ta'aruf?" Sean malah bertanya balik."Ta'aruf itu proses perkenalan secara Islami, di mana kamu didampingi beberapa orang untuk berkenalan dengan calon pasangan. Sebelumnya, kamu dan calonmu bertukar biodata. Jika saling tertarik, bisa lanjut sampai menikah. Itu yang aku tahu tentang ta'aruf. Jadi, tidak ada istilah pacaran," Sarah menjelaskan secara garis besar."Saya tak pernah berpikir untuk pacaran, apalagi menikah," ucap Sean."Jadi kamu ma
***Sudah bangun?" Suara Kevin mengagetkan Violet yang masih diam terpaku."Ah, Pak. Kenapa saya ada di ranjang dan baju saya?" tanya Violet, saat menyadari tubuhnya tak memakai baju. Tatapannya penuh curiga pada Kevin.Kevin berjalan mendekat, menarik dagu Violet. "Apa kamu mau pura-pura lupa? Bukankah kamu yang membawaku ke kamarmu dan menikmatinya semalam?" tatapannya tajam."Saya... maksudnya, saya menikmati apa?" tanya Violet terbata-bata."Apa kamu sengaja memasukkan obat tidur ke minumanku?" tanya Kevin."Saya tak berani, mana mungkin saya bisa melakukan itu pada Pak Kevin," jawab Violet cepat."Oh, benarkah? Tidak berani katamu. Aku akan percaya padamu," ucap Kevin dengan senyum penuh arti, lalu menarik tangannya dari dagu Violet."Jangan mengatakan hal apapun tentang kejadian semalam, jika kamu masih mau bekerja untukku," Kevin memperingatkan."Baik, Pak. Saya tak akan memberitahukan pada siapapun, s-saya janji,” balas Violet ketakutan."Kamu bersiaplah, sebentar lagi kita ak
***Tubuh Zeline tiba-tiba bergetar hebat, wajahnya pucat dan keringat mengalir deras. Ia duduk di pojok ruang kerjanya sambil menutup telinganya, menangis sesenggukan dan diliputi rasa cemas karena petir yang menggelegar. Zeline mengidap astrapophobia, ketakutan ekstrim terhadap petir dan kilat. Fobia ini biasanya mereda seiring bertambahnya usia, tapi tidak untuk Zeline, apalagi sejak kecelakaan yang merenggut nyawa mamihnya di tengah hujan badai.Bastian langsung masuk ke ruang kerja Zeline. Meski hampir sampai di kantornya, saat melihat hujan lebat disertai petir, ia memutuskan untuk kembali. Ia khawatir dengan fobia Zeline yang parah. Teleponnya yang tak dijawab Zeline semakin membuatnya gelisah.Bastian menemukan Zeline meringkuk di pojok, menutup telinganya. Ia merengkuh tubuh Zeline, memeluknya erat. Zeline menatapnya nanar, air matanya terus mengalir."Jangan takut, ada Kakak di sini, semuanya akan baik-baik saja," bisik Bastian, menenangkan wanita itu dalam pelukannya.Setel