***Siang ini, Bastian mengajak Sarah dan Zeline. Pria itu beralasan kalau ia bosan menghabiskan makan siang seorang diri karena saat ia akan mengajak Christian, lelaki itu sedang ada janji dengan istrinya."Tumben mengajakku?" tanya Sarah ketika baru sampai di restoran tempat mereka bertiga janjian."Biar orang-orang melihat, aku hebat. Makan siang ditemani dua wanita cantik," jawab Bastian membanggakan dirinya sendiri."Bilang saja, kamu gugup kalau hanya mengajak makan siang berdua dengan Zeline dan kamu mengajakku hanya untuk mencari alasan agar Zeline tak curiga!" celeteuk Sarah."Tidak! Aku memang ingin mengajakmu juga, kan kekasihmu saat ini sedang berada di Swiss dan aku akan menjagamu sangat baik," Bastian memberi alasan."Jangan membohongiku! Kamu tak akan pernah bisa!" balas Sarah."Aku mana bisa bohong dengan wanita cantik sepertimu, baby," Bastian tersenyum."Berhenti memanggilku dengan sebutan itu! Aku geli mendengarnya," protes Sarah."Tapi aku sangat menyukainya," Bast
***"Umurmu berapa?" tanya Sarah tiba-tiba pada Sean, membuat lelaki itu mengerutkan alisnya."Dua puluh delapan tahun," jawab Sean."Apa kamu pernah berkencan sebelumnya?" Sarah bertanya lagi.Sean hanya menggelengkan kepalanya."Apa kamu pernah menyukai atau memendam cinta pada seseorang?" Sarah terus bertanya, wanita itu penasaran.Sean menggeleng lagi, tidak mengerti kenapa kekasih bossnya sangat ingin tahu tentang kehidupan asmaranya."Apa kamu tipe lelaki yang mencari pasangan dengan ta'aruf?" Sarah bertanya sambil menatap Sean."Apa itu ta'aruf?" Sean malah bertanya balik."Ta'aruf itu proses perkenalan secara Islami, di mana kamu didampingi beberapa orang untuk berkenalan dengan calon pasangan. Sebelumnya, kamu dan calonmu bertukar biodata. Jika saling tertarik, bisa lanjut sampai menikah. Itu yang aku tahu tentang ta'aruf. Jadi, tidak ada istilah pacaran," Sarah menjelaskan secara garis besar."Saya tak pernah berpikir untuk pacaran, apalagi menikah," ucap Sean."Jadi kamu ma
***Sudah bangun?" Suara Kevin mengagetkan Violet yang masih diam terpaku."Ah, Pak. Kenapa saya ada di ranjang dan baju saya?" tanya Violet, saat menyadari tubuhnya tak memakai baju. Tatapannya penuh curiga pada Kevin.Kevin berjalan mendekat, menarik dagu Violet. "Apa kamu mau pura-pura lupa? Bukankah kamu yang membawaku ke kamarmu dan menikmatinya semalam?" tatapannya tajam."Saya... maksudnya, saya menikmati apa?" tanya Violet terbata-bata."Apa kamu sengaja memasukkan obat tidur ke minumanku?" tanya Kevin."Saya tak berani, mana mungkin saya bisa melakukan itu pada Pak Kevin," jawab Violet cepat."Oh, benarkah? Tidak berani katamu. Aku akan percaya padamu," ucap Kevin dengan senyum penuh arti, lalu menarik tangannya dari dagu Violet."Jangan mengatakan hal apapun tentang kejadian semalam, jika kamu masih mau bekerja untukku," Kevin memperingatkan."Baik, Pak. Saya tak akan memberitahukan pada siapapun, s-saya janji,” balas Violet ketakutan."Kamu bersiaplah, sebentar lagi kita ak
***Tubuh Zeline tiba-tiba bergetar hebat, wajahnya pucat dan keringat mengalir deras. Ia duduk di pojok ruang kerjanya sambil menutup telinganya, menangis sesenggukan dan diliputi rasa cemas karena petir yang menggelegar. Zeline mengidap astrapophobia, ketakutan ekstrim terhadap petir dan kilat. Fobia ini biasanya mereda seiring bertambahnya usia, tapi tidak untuk Zeline, apalagi sejak kecelakaan yang merenggut nyawa mamihnya di tengah hujan badai.Bastian langsung masuk ke ruang kerja Zeline. Meski hampir sampai di kantornya, saat melihat hujan lebat disertai petir, ia memutuskan untuk kembali. Ia khawatir dengan fobia Zeline yang parah. Teleponnya yang tak dijawab Zeline semakin membuatnya gelisah.Bastian menemukan Zeline meringkuk di pojok, menutup telinganya. Ia merengkuh tubuh Zeline, memeluknya erat. Zeline menatapnya nanar, air matanya terus mengalir."Jangan takut, ada Kakak di sini, semuanya akan baik-baik saja," bisik Bastian, menenangkan wanita itu dalam pelukannya.Setel
***Sudah hampir seminggu Kevin berada di Zurich, Swiss. Lelaki itu hanya sesekali menghubungi Sarah. Bahkan yang lebih sering memberi kabar adalah Sarah sendiri. Meski sangat sebal dengan sifat Kevin yang sulit diubah itu, Sarah sudah terbiasa. Alasan pria itu jarang menghubunginya hanya satu, pekerjaannya akan menjadi kacau jika sering berkomunikasi dengannya. Sungguh alasan yang aneh.Sarah sering protes, hanya meminta agar Kevin memberi kabar sekali saja sehari. Namun, Kevin selalu beralasan bahwa dia bisa gila karena tak sabar ingin segera bertemu dengannya. Lelaki itu memang unik; jika orang lain merasa semangat jika sering berkomunikasi saat berjauhan, Kevin malah sebaliknya. Pria yang aneh! Tapi Sarah selalu dibuat merindukannya tanpa henti!Sarah mengirim pesan lagi pada Kevin untuk kesebelas kalinya.To: Si kulkas beku[Kamu lelaki kulkas, lelaki kutub es yang ngeselin!! Setidaknya jika tak mau mendengar suaraku, kirimlah pesan padaku! Pesanku tak pernah kamu balas! Sudahlah
***Sarah membuka matanya perlahan. Saat ia sadar, ia melihat sekelilingnya terasa asing. Seluruh tubuhnya masih terasa sakit dan lemas, wajahnya pun masih terasa perih. Ia melihat jarum infus tertancap di punggung tangan kirinya. Ia menyadari ada seorang lelaki yang sedang tertidur di sisi kanan ranjangnya. Sarah menyentuh wajah lelaki itu dengan lemah. Lelaki itu terbangun, mereka saling menatap. Wajah lelah dan penampilannya yang berantakan terlihat jelas. Lelaki itu tersenyum bahagia dan memeluk Sarah dengan erat."Terima kasih," bisiknya lembut dan mencium kening Sarah.Sarah menangis sesenggukan saat tiba-tiba mengingat kejadian itu. Kevin menatap penuh cinta dan menghapus air mata yang jatuh di wajah Sarah dengan lembut."Kamu baik-baik saja, dan aku tak akan pernah membiarkan siapapun menyakitimu lagi," ucap Kevin menenangkan."Maaf," Sarah hanya bisa mengatakan hal itu di sela isakan tangisnya. Sekali lagi, Kevin mencium puncak kepalanya, berharap sentuhan itu bisa menenangka
***Kevin menatap hangat ke arah wajah Sarah yang sedang tertidur pulas, hatinya sangat terluka saat melihat wajah Sarah yang dipenuhi luka lebam. Wajahnya penuh amarah ketika Sean memberi kabar bahwa Sarah tak sadarkan diri. Saat itu pula, ia langsung pulang ke Indonesia tanpa Richard dan Violet. Ia datang sendirian dan mempercayakan urusannya di Swiss pada manajernya, yang juga tangan kanannya.Ada yang membuka pintu kamar rawat VVIP yang digunakan Sarah. Kevin melihat ke arah pintu dan muncul wajah Zeline dan Bastian tersenyum ke arahnya. Lalu Zeline mendekat ke sisi ranjang karena ingin melihat Sarah yang sedang tertidur. Zeline kaget saat tahu wajah Sarah penuh lebam, membuatnya tak bisa menahan tangis."Kenapa bisa sampai begini, Kak?" tanya Zeline terbata-bata."Kumpulan para bedebah itu yang melakukannya," jawab Kevin."Mereka sudah ditangkap polisi?" tanya Bastian."Mereka sudah dibereskan tanpa bantuan polisi. Sean yang membereskannya," jawab Kevin dengan intonasi suara yang
***Handsome, penampilan kamu kali ini sangat berbeda. Sungguh, kamu sangat gagah. Aku sedikit tak rela kalau kamu semakin mempesona," ujar Nisa menatap Sean dengan genit.Sean, seperti biasa, tak pernah merespon Nisa. Selalu saja menunjukkan ekspresi wajah datar."Sean, kamu akhirnya memakai baju yang aku belikan untukmu," seru Sarah merasa senang."Saya memakainya karena Nona Sarah yang memberinya," ucap Sean dengan bahasa formal."Kamu sangat keren dengan baju yang kupilihkan, dan kamu tampak jauh lebih muda. Mungkin gaya rambutmu saja bisa sedikit diubah biar kamu lebih muda lagi," saran Sarah."Jadi, kamu yang mengubah Handsome-ku ini?" tanya Nisa menatap Sarah penuh selidik.Sarah mengangguk. "Aku cuma memberinya hadiah, dan ternyata dia sangat keren memakainya.""Aku tak suka! Handsome-ku harus jadi diri sendiri saja. Aku suka dengan gaya bajumu yang kedodoran dan juga gaya rambut belah tengahmu," Nisa berusaha meyakinkan Sean."Sean masih jadi diri sendiri kok, aku cuma kasih