Sudah satu minggu Stella berada di rumah sakit. Selama satu minggu Stella di rawat di rumah sakit, mertuanya selalu datang menjenguk dan membawakan cake untuknya agar mual sedikit berkurang. Sungguh, Stella begitu beruntung mendapatkan perhatian dari mertuanya. Tak hanya itu tetapi teman-temannya pun begitu peduli dan menyayanginya. Meski dirawat di rumah sakit, Stella tetap merasakan kenyamanan. Sean yang selalu berada di sisinya dan keluarga yang selalu mencemaskan tentang dirinya. Ya, Stella menikmati hari-harinya yang mendapatkan banyak kasih sayang dan perhatian. Hingga detik ini Stella masih tidak menyangka dirinya tengah mengandung. Setiap malamnya, Sean memiliki hobby selalu mencium perutnya. Tentu saja hal itu membuat Stella sangat bahagia. Kehadiran buah cintanya dengan Sean adalah pelengkap kebahagiaannya dengan sang suami.Dan hari ini dokter mengatakan sudah memperbolehkan Stella untuk pulang. Akan tetapi, dokter mengingatkan Stella untuk lebih berhati-hati dan menjaga de
“Miracle, harusnya kau tidak usah ke Jakarta. Perutmu sudah membesar seperti ini. Aku mencemaskanmu, Miracle,” ujar Stella seraya menatap Miracle dengan lembut dan penuh kekhawatiran. Bukan hanya Stella yang mencemaskan keadaan Miracle tapi Sean pun sejak tadi mencemaskan keadaan adiknya itu. Namun, ini memang keinginan Miracle untuk datang ke Jakarta. Mateo, suami dari Miracle pun melarang tetapi sifat keras Miracle yang terus memaksa. Ditambah dengan dokter mengatakan kondisi kandungan Miracle baik-baik saja. Itu yang membuat Miracle berani melakukan penerbangan jauh ke Jakarta.“Stella, kau tidak perlu mencemaskanku. Aku baik-baik saja. Lagi pula aku datang ke Jakarta juga bersama dengan dokter kandunganku. Suamiku sama seperti Ka Sean. Mereka sama-sama begitu overprotective. Jadi kau tidak perlu mengkhawatirkanku berlebihan. Tidak akan terjadi sesuatu padaku dan kandunganku,” jawab Miracle dengan hangat.“Selama kau di sini jangan pergi ke mana-mana. Aku ingin kau istirahat. Dan j
“Sean, aku dengar Dominic ada di Jakarta. Apa kau tidak mau meminta Dominic memperlajari bisnis lebih dalam? Kau hanya mengajarkan sekilas padanya. Dia pasti belum benar-benar memahami.” Kelvin berujar seraya menyesap whisky di tangannya. Dia duduk di depan Sean dengan kaki kanan yang bertumpu pada kaki kirinya. Kini Kelvin tengah berada di ruang kerja Sean. Setelah selesai meeting, Kelvin langsung masuk ke dalam ruang kerja Sean dan memilih bersantai sejenak di sana.Sean mengembuskan napas kasar. “Aku belum bisa melepas sepenuhnya Dominic untuk belajar. Dia masih terlalu muda. Usianya masih delapan belas tahun. Paling tidak aku menunggu sampai satu atau dua tahun lagi. Aku ingin dia matang dalam pendidikannya. Setelah itu baru aku bisa meminta Dominic mengurus perusahaan.”Ya, Sean memang terkenal sangat perfectionist. Dia selalu mengutamakan pendidikan tinggi jika ingin terjun dalam perusahaan. Memang benar praktek lebih akan cepat unggul dari pada sebuah teori. Akan tetapi bagi Se
Sean mengusap wajahnya kasar melihat Stella yang masih mendiaminya. Ya, sejak kejadian di mana dirinya melarang Stella melakukan tindakan konyol, membuat Sean harus menerima istrinya itu mendiami dirinya. Bahkan tadi malam Stella tidur dengan memunggunginya. Kali ini Sean tidak berhasil membujuk sang istri. Karena tepat di mana foto aktor yang disukai oleh Stella dipindahkan oleh Sean; Stella langsung tak mau bicara. Membujuk pun sia-sia karena Stella memilih tetap diam. Hingga mau tidak mau Sean memilih untuk membiarkan Stella marah padanya untuk satu malam. Tentu Sean tidak mungkin bisa jika sang istri mendiaminya lebih dari satu malam. Cukup satu malam saja sudah membuat hidup Sean tersiksa.“Sayang.” Sean hendak melangkah mendekat pada sang istri yang tengah duduk di sofa kamar. Namun, saat baru saja Sean mendekat; Stella langsung membuang wajahnya tak mau melihat ke arah Sean.Sean mengembuskan napas kasar. “Kau marah karean aku menurunkan foto aneh itu?” tanyanya dengan nada ke
Keesokan hari, Stella bangun lebih awal. Ya, mengingat sejak kemarin dia selalu bangun siang. Sebagai seorang istri tentu saja Stella tidak mau sampai pelayan yang menyiapkan pakaian untuk suaminya. Walau tak bisa dipungkiri kehamilan membuat Stella mudah sekali mengantuk. Bahkan Stella yang sangat jarang tidur di siang hari pun, kini begitu menyukai tidur di siang hari. Sebenarnya dengan banyak beristirahat, Stella bisa menekan rasa mualnya. Selain itu rasa mual Stella mulai teratasi dengan cake-cake manis yang dikirim oleh Marsha, ibu mertuanya. Well, sejak hamil banyak yang begitu memanjakan Stella.“Jas sudah.”“Kemeja sudah.”“Dasi sudah.”“Arloji dan sepatu juga sudah.”“Apa lagi yang belum, ya?”Stella bergumam seraya mengetuk dagunya dengan telunjuknya. Menatap segala kebutuhan sang suami. Dia tengah memastikan segala kebutuhan suaminya itu telah dia siapkan.“Aku akan berangkat ke kantor siang hari.” Sean berdiri di ambang walk-in closetnya, menatap Stella yang tengah menyiap
Waktu menunjukan pukul satu siang. Sean dan Stella baru saja selesai makan siang. Seperti biasa Sean lebih menyukai hidangan Prancis sedangkan Stella tentu saja hidangan Indonesia. Tidak sia-sia Sean menamah chef di rumahnya. Karena terbukti Stella selalu meminta makanan tradisional Indonesia. Kalau seperti ini Sean tidak perlu lagi dipusingkan dengan nama-nama makanan yang tidak pernah dia tahu. Meski Sean memiliki darah Indonesia dari sisi ibunya tetapi Sean tidak tahu semua makanan tradisional Indonesia. Semua karena Sean tidak lahir dan besar di Indonesia. Sejak kecil Sean memang lebih menyukai hidangan Prancis atau pun Italia. Ada beberapa menu makanan Indonesia yang Sean sukai namun itu pun sangat jarang dia makan. Akan tetapi, sejak menikah dengan Stella, tentu makanan yang tersaji di atas meja makan penuh dengan hidangan Indonesia.“Sean, tadi chef yang membuatkanku gado-gado sangat enak. Ah, tadi juga nasi liwetnya sangat enak. Chef baru kita mampu mengolah masakan dengan bai
“Baiklah, Stella. Lebih baik kita menjadi penonton saja. Bagaimana kalau suamiku dan kakakku bertarung? Siapa yang paling hebat di anatara mereka. Sepertinya terdengar sangat asik, bukan?”Suara Miracle berucap dengan nada santai, namun membuat Stella terkejut. Kini Stella mengalihkan pandangannya menatap Miracle. Tampak wajah Stella menatap tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Miracle.“Miracle, tapi—”“Deal. Apa kau takut, Geovan?” Mateo menyunggingkan senyuman misterus pada Sean. Dia menyela ucapan Stella.Sean tersenyum sinis. “Let’s play the game, De Luca.”“Alright.” Mateo menggerakan tangannya, meminta anak buahnya untuk mengambilkan pistol untuk Sean. Dan dengan santai, Sean menerima pistol itu dan tersenyum penuh arti. Sedangkan Stella langsung menelan salivanya susah payah. Tampak wajah Stella yang begitu ketakutan. Ya, yang Stella takutkan adalah Sean terluka.“S-Sean, lebih baik jangan.” Stella menarik kaus Sean, menatap sang suami untuk tidak menyentuh pistol itu.
“Alika, kapan Stella akan masuk kuliah?” Chery bertanya sambil menikmati makanannya bersama dengan Alika di kantin. Ya, seperti biasa suasana akan sepi jika tidak ada Stella. Baik Alika dan Chery sudah terbiasa dengan adanya Stella di sisi mereka.“Kalau tidak salah saat kemarin aku menghubungi Stella, dia bilang Sean memintanya untuk beristirahat tiga hari. Artinya lusa, Stella sudah diperbolehkan masuk kuliah,” jawab Alika memberitahu.Chery menganggukan kepalanya. “Baguslah. Aku juga sudah merindukannya. Oh, ya, Alika, Bagaimana kalau kita main tebak-tebakan?”“Main tebak-tebakan? Apa maksudmu?” tanya Alika yang bingung seraya mengerutkan keningnya. Tampak Alika tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh temannya itu.Chery mengulas senyuman hangat di wajahnya sambil berkata riang, “Kita main tebak-tebakan. Maksudku kita menembak anak Stella laki-laki atau perempuan. Bagaimana? Kau setuju, tidak?”Alika menganggukan kepalanya cepat. Wajahnya sumiringah bahagia. “Ayo, kita main t