Share

Bab 4

Penulis: skybby
last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-06 18:40:05

"Abang Kai! "

Kaisar menoleh ke sumber suara. Ia melihat Kara tengah tersenyum lebar dan berjalan ke arahnya. Kaisar terkejut, masih tak percaya dengan ucapan Kara.

"Ya, nona? "

"Nanti ikut aku ke suatu tempat, mau ya?"ajak Kara.

"Kemana?"tanya Kaisar.

"Ada deh. Nanti juga tahu, " ucap Kara.

Kaisar tidak langsung mengiyakan permintaan gadis itu.

"Tuan Anton tidak mengijinkan Nona pergi keluar rumah, "ucap Kaisar tegas. Kara menghela nafas kasar.

"Nanti aku bujuk papah, "ucap Kara.

"Tidak bisa. Tetap di rumah, ini demi keselamatan Nona, " ucap Kaisar tegas. Ia sebisa mungkin bekerja secara profesional. Anton pernah mengatakan padanya bahwa sebisa mungkin untuk memastikan Kara untuk tetap di dalam rumah. Walaupun sudah punya bodyguard yang bisa menjaga Kara, Anton tetap tidak mengijinkan gadis itu pergi dari rumah.

Hanya tadi pagi Kara keluar rumah untuk jogging. Itu pun tanpa persetujuan dari Anton. Karena Kara tahu jika ia meminta ijin, Anton tidak akan memperbolehkannya.

Kaisar menyetujui ajakan gadis itu untuk jogging karena ia berpikir tak akan masalah jika sesekali keluar dari rumah. Lagipula ini masih di area sekitar rumah, tidak ada yang akan berbuat macam-macam pada mereka.

"Cuma sekali ini aja kok, nanti aku yang bujuk papah, " Kara masih tidak menyerah. Kaisar menggeleng tegas.

"Tidak. Ini perintah dari tuan, "

Wajah Kara berubah menjadi murung. Bibirnya cemberut. Persis seperti anak kecil yang mengambek.

"Masuk ke dalam, Nona."ucap Kaisar.

"Ish!"

Kara berbalik badan. Ia masuk ke dalam rumah sambil menghentak-hentakkan kakinya. Kaisar menatap Kara dengan tatapan datar. Ia tidak peduli gadis itu akan kesal atau marah padanya, Ia hanya menjalankan tugasnya.

***

"Boleh ya Pah? Sekali aja, "

Anton menggeleng. Ia tidak setuju dengan gadis itu. Sedari tadi Kara terus - terusan membujuknya agar mengizinkan untuk pergi keluar. Seperti sekarang Kara memegang tangan Anton dan masih membujuknya.

"Papah bilang enggak, Kara. "ucap Anton.

Kara mengerucutkan bibirnya. Ia melepaskan pegangannya pada tangan Anton. Lelaki itu lalu berjalan menuju ruang makan untuk sarapan. Kara masih mengekorinya di belakang.

Tak kehabisan ide, Kara lalu mengambilkan nasi goreng untuk Anton. Lalu menuju dapur untuk membuat kopi. Di dapur sudah ada pembantu yang siap membuatkan tapi langsung diambil alih oleh Kara. Gadis itu ingin membuatkan kopi khusus untuk ayahnya.

Secangkir kopi disuguhkan di depan Anton.

Lelaki itu bingung dengan perubahan sifat Kara.

"Tumben, " ucap Anton lalu menyeruput kopi.

Kara hanya tersenyum. Lalu duduk di kursi depan Anton. "Boleh ya Pah? " bujuk Kara.

Anton meletakkan cangkir kopi.

"Jadi ini alasannya kamu buatin papah kopi? "

Mulut Kara terbuka memperlihatkan deretan gigi. "Ya itu salah satu alasannya, "ucap Kara.

Anton melihat arloji di pergelangan tangannya, sudah waktunya untuk pergi bekerja. Anton bangkit lalu menyambar jas hitamnya. Sebelum pergi ia memegang kedua bahu Kara.

"Tetap di rumah. Jadi anak yang patuh, sayang, " ucap Anton sambil menatap mata Kara.

Anton mengusap puncak kepala Kara lalu pergi. Kara menatap kepergian Anton sambil menghela nafas kasar. Usahanya gagal, susah untuk membujuk lelaki itu. Semua kemauan gadis itu pasti dikabulkan oleh Anton, kecuali pergi keluar rumah apalagi jika hari sudah pagi.

Bagi Anton, membiarkan Kara keluar rumah sama saja membiarkan gadis itu masuk ke kandang harimau. Banyak kejahatan di luar sana yang bisa mengancam keselamatan Kara. Anton sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk menjaga gadis itu sebaik mungkin. Ia tidak ingin kehilangan Kara, sudah cukup istri dan anak pertamanya yang pergi, Kara jangan.

***

Kaisar duduk di teras rumah. Tidak ada kegiatan yang ia lakukan karena Kara ada di dalam rumah. Kaisar sempat heran kenapa Anton mencari bodyguard untuk menjaga Kara, padahal keluar rumah saja gadis itu tidak di perbolehkan. Jadi Kaisar hanya mengawasi gadis itu di dalam rumah tapi gajinya besar. Ini pekerjaan yang Kaisar inginkan.

"Abang Kai, "

Tiba-tiba Kara muncul. Gadis itu terlihat cantik memakai dress lengan pendek selutut berwarna putih. Rambut panjangnya dibiarkan terurai.

"Ya? " ucap Kaisar lalu berdiri dan mendekati gadis itu.

"Kara gak dibolehin keluar sama papah, " lanjut Kara. "Jadi sebagai gantinya kita main bareng ya?"

Kaisar tahu, dipikiran Kara pasti hanya bermain saja. Sebenarnya Kaisar tidak suka bermain apalagi permainan anak kecil. Ia menyanggupi permintaan Kara walau terpaksa.

Melihat Kaisar mengangguk menuruti permintaannya, Kara tersenyum senang.

"Kara udah dari lama pengen main ini tapi gak ada temennya. Sekarang kan ada bang Kaisar jadi bisa main ini, "ucap Kara.

Kaisar tidak tahu apa permainan yang gadis itu maksud. Mungkin bermain monopoli, uno atau bahkan mungkin bermain boneka. Jika yang di maksud Kara adalah opsi terakhir, hilang sudah harga diri Kaisar.

"Nona ingin bermain apa? "tanya Kaisar.

"Truth or dare,"

Kaisar lega, setidaknya permainan yang ini tidak terlihat seperti permainan anak kecil. Untunglah bukan permainan khas perempuan yang ingin Kara mainkan sekarang.

"Di halaman belakang aja yang teduh, " ujar Kara. Kaisar mengangguk patuh.

Halaman belakang memang tempat yang bagus untuk bersantai. Halamannya cukup luas dengan tanah berumput, kursi untuk duduk serta keberadaan 2 pohon yang rindang.

Kara dan Kaisar duduk di kursi menghadap ke arah kolam renang. Mereka duduk berhadapan dengan sebuah meja membatasi mereka.

"Gak usah pakai botol ya. Nanti gantian aja, "ucap Kara. Kaisar menyetujuinya.

"Mulai dari aku, truth or dare?" tanya Kara.

Tanpa berpikir panjang Kaisar menjawab "Truth. "

Kara berpikir sejenak. Ia sedang memikirkan pertanyaan apa yang akan dia tanyakan pada lelaki itu.

"Siapa orang yang Kaisar suka? "tanya Kaisar.

Lelaki itu terdiam. Ia tak mau orang lain tahu bahwa dia punya pacar yaitu Grita. Kaisar tidak suka kehidupannya terekspos termasuk hubungan percintaannya.

"Tidak ada, "ucap Kaisar datar.

"Beneran gak ad-"

Ucapan Kara terputus karena tiba-tiba ponsel Kaisar berbunyi. Lelaki itu mengambil ponsel dari saku celana. Setelah melihat nama yang tertera di sana Kaisar lalu mematikan ponselnya.

"Kenapa kok gak diangkat? "tanya Kara.

"Dilarang menjawab telepon saat bekerja." Kara mengangguk paham.

Sebenarnya panggilan telepon itu dari Grita. Entah apa maksud gadis itu menelponnya disaat jam kerja nya seperti ini. Apa Grita juga tidak bekerja? Yang pasti Kaisar tidak akan menjawab teleponnya.

"Masih pertanyaan yang tadi. Kamu beneran gak lagi suka sama siapapun? Kenapa?" Kara masih mempertanyakan hal yang sama. Kaisar juga agak heran kenapa gadis itu sangat ingin tahu kisah percintaannya.

"Saya tidak punya waktu untuk hal-hal seperti itu, "ucap Kaisar datar, "Cinta bukan prioritas saya saat ini. "

Kaisar bohong. Yang diucapkan berbanding terbalik dengan hatinya. Jauh di lubuk hati nya, Kaisar mengucapkan beribu maaf untuk Grita.

***

Bab terkait

  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 5

    Grita berdecak kesal. Kaisar tidak menjawab telepon darinya, tidak seperti biasanya. "Apa Kaisar udah kerja ya? "Grita memaklumi, mungkin saja Kaisar sudah bekerja dan tidak membawa ponsel.Gadis itu sudah siap untuk pergi bekerja. Setelah sarapan roti dan susu, Grita pergi menggunakan ojek online menuju kantornya. Perusahaan tempat Grita bekerja letaknya tidak terlalu jauh dari apartementnya. Hanya memakan waktu 10 menit. Seperti biasa Grita akan tersenyum dan menyapa orang-orang di kantor. Entah ia mengenalnya atau tidak, yang terpenting adalah menjadi pribadi yang ramah. "Pagi, Ta."Perempuan berambut pendek sebahu muncul dan menyapa Grita. Itu adalah Luna, rekan kerja Grita. Grita tersenyum. "Pagi. Nanti makan siang di luar lagi ya, Lun? " Luna setuju. Mereka lalu berpisah karena ruang kerja mereka berbeda. Ruang kerja Luna ada di lantai dasar sedangkan Grita ada di lantai 3, itu artinya Grita harus menaiki lift untuk sampai di ruang kerjanya. Grita menunggu lift turun. Tiba

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-06
  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 6

    Kara kesepian, sungguh. Cuma dia satu satunya perempuan muda di rumah ini. Kara ingin merasakan punya banyak teman, bermain bersama, dan melakukan apapun bersama teman juga. Kara pasti punya banyak teman andaikan dia bersekolah. Ramah, murah senyum, pintar dan cantik siapa memangnya yang tidak mau berteman dengan Kara? Dia pasti menjadi primadona sekolah, andaikan saja. "Non, jangan ngelamun. Nanti kesambet setan lho!"Entah darimana datangnya, tiba-tiba saja Bi Ina sudah ada di samping Kara. Mereka berada di ruang keluarga, Kara duduk di sofa sementara Bi Ina duduk di bawah. Gadis itu sudah berulang kali meminta wanita itu untuk duduk diatas, tapi Bi Ina mengatakan bahwa itu tidak pantas dilakukannya karena ia hanya seorang pembantu. "Mikirin apa, Non cantik? "tanya Bi Ina. Kara tersenyum. Ia mau menceritakan semua keluh kesahnya ke Bi Ina. Karena hanya dia lah satu-satunya orang yang bisa ia ajak mengobrol dan curhat di rumah ini."Kara bingung. Kenapa papah gak ngebolehin aku bu

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-11
  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 7

    Sepertinya tak ada pekerjaan yang lebih menyenangkan selain pekerjaan Kaisar. Saat Heru menawarkan pekerjaan ini kepada Kaisar, terlintas di pikirannya bahwa bekerja sebagai bodyguard identik dengan berkelahi dengan musuh, kehidupan yang gelap, serta ancaman musuh. Tapi prediksi Kaisar salah, ia dipekerjakan untuk menjadi teman bermain. Ya, teman bermain. Di satu sisi Kaisar merasa senang karena pekerjaan nya mudah tapi gajinya besar. Tapi di lain sisi ia merasa aneh dan kurang nyaman jika bermain seperti anak kecil dengan Kara. Dia sudah dewasa, 25 tahun sudah tidak cocok untuk bermain masak-masakan dan monopoli, 'kan? Bodyguard juga identik dengan jas hitam serta kacamata hitam. Tapi Kaisar hanya memakai kaos biasa. Lelaki itu tidak terlihat seperti sedang bekerja, ia nampak seperti orang biasa yang kerjaannya cuma di rumah saja. Memang dari awal Anton mengatakan padanya untuk bersikap seperti orang biasa saja atau berpura-pura menjadi bagian dari keluarganya. Alasannya adalah unt

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-17
  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 8

    Sudah waktunya makan malam, Kara dan Anton sudah berada di meja makan. Para pembantu menyiapkan berbagai makanan di atas meja. Berbagai lauk tersedia untuk memanjakan lidah mereka berdua. "Homeschooling kamu gimana? Lancar, kan? "tanya Anton. Kara mengangguk. "Lancar kok, ""Gimana dengan Sean?""Sean baik, dia pinter ngajarinnya,"ucap Kara. Selain pintar Sean juga baik. Ia ramah dan murah senyum, membuat siapapun merasa nyaman berada di sampingnya termasuk Kara.Anton lega, ia tak salah mencari guru private untuk anaknya. Setidaknya ia tak akan pusing-pusing mencari guru baru untuk anaknya. Anton memakan hidangan didepannya dengan lahap. Kara nampak tak selera makan, ia hanya mengaduk-aduk makanannya. Anton sadar dengan hal itu. "Kenapa, Kara? Makanannya tidak enak?"tanya Anton. Kara menggelengkan kepalanya. "Ada yang mau Kara tanyain sama Papah, ""Tanya apa?"Kara nampak ragu untuk bertanya, tapi ia sangat penasaran dengan hal yang ingin ia tanyakan ini. Kara memberanikan di

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-18
  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 9

    Grita tengah duduk di halte bis. Ia memilih berjalan dari kantor menuju halte untuk menaiki bis ketimbang menaiki ojek online seperti biasanya. Karena biaya naik bis lebih murah daripada naik ojek online. Grita sedang menghemat uangnya, dengan sisa uang di dompet ia berharap masih bisa bertahan hidup untuk sebulan ke depan. Walaupun sudah malam, masih ada beberapa orang yang menunggu di halte. Ya setidaknya Grita tidak menunggu bis sendiri. Ponsel Grita berbunyi, ada panggilan telefon masuk. "Halo, ibu."Terdengar sautan dari telefon. "Kak, ini Aya. "Bukan suara ibunya. Yang terdengar adalah suara remaja perempuan bernama Aya yang merupakan adik kandung Grita. "Kenapa, Ya? Tumben nelfon."Aya tak langsung menjawab, ada jeda beberapa detik sampai ia menjawabnya. "Ibu masuk rumah sakit, "Grita terkejut."Hah? Ibu sakit apa? "Terdengar suara Aya menghela nafas, suaranya gemetar menahan tangis. "Kanker kelenjar getah bening stadium tiga. "Lagi, Grita di buat terkejut dengan u

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-22
  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 10

    Pagi ini di kediaman Anton dihebohkan dengan adanya kotak hitam misterius yang tergeletak di depan gerbang. Pak Adi, selaku satpam rumah yang pertama kali menemukannya. Awalnya pak Adi pikir kotak tersebut adalah paket yang dipesan oleh orang rumah. Tapi ketika dilihat tidak ada nama pengirim dan untuk siapa paket misterius itu. Jadi pak Adi membawanya ke pos tanpa memberi tahu orang rumah terlebih dahulu. Lalu orang kedua yang mengetahuinya adalah Kaisar. Ia bersama pak Adi memeriksa kotak misterius itu. "Buka aja, Pak, "ucap Kaisar.Pak Adi menolak. "Jangan! Kita belum tau untuk siapa paket ini. ""Ya kalau gak dibuka gimana kita bisa tau buat siapa paket ini. Siapa tau ada petunjuk di dalamnya,"Pak Adi terus menolak dengan alasan takut kalau di dalam kotak itu ada bom. Alasan yang tidak masuk akal karena kotak itu sangat ringan seperti tidak ada isi di dalamnya. Bi Ina yang sedang mengantarkan sarapan kepada satpam akhirnya mengetahui keberadaan kotak misterius tersebut. Wanit

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-23
  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 11

    Kara dan Kaisar sudah menunggu cukup lama tapi Anton tak kunjung keluar dari ruang kerjanya. Kara sampai mengantuk, matanya berkali-kali terpejam namun ia paksakan untuk tetap terjaga. Kaisar menyadari itu, ia meminta Kara untuk tidur saja tetapi jawaban gadis itu tetap sama, yaitu tidak. "Nona bisa bertanya pada tuan besok. Sekarang Nona tidur saja ini sudah malam,"ucap Kaisar. Kara hendak protes tapi terpotong oleh ucapan Kaisar. "Tidak ada penolakan. Pergi sendiri atau saya antar? "ucap Kaisar tegas. Ia menatap mata Kara dalam, membuat yang ditatap langsung salah tingkah. "A-aku bi-bisa sendiri!" Kara berjalan cepat menuju kamarnya untuk mengindari lelaki ini, lebih tepatnya menghindari tatapan matanya yang sangat dalam itu. Kaisar menatap punggung kecil itu yang perlahan menghilang dibalik tembok. Setelah memastikan bahwa Kara benar-benar masuk ke kamar, Kaisar keluar dari rumah. Tidak mungkin ia menunggu Anton keluar dari ruang kerjanya dan menanyakan apa isi dari kotak miste

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-26
  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 12

    Pagi ini suasana hati Anton tampak buruk. Tatapan matanya dingin serta tak ada senyuman seperti biasanya. Setelah minum secangkir kopi, ia bergegas pergi tanpa makan apapun. Niat Kara untuk bertanya tentang kotak misterius itu pun terurungkan. Kara memikirkan apa penyebab ayahnya menjadi sedikit berubah sifatnya akhir-akhir ini. Apakah karena kotak misterius itu atau mungkin Anton masih marah karena Kara menanyakan penyebab kematian ibu dan abangnya?Kara keluar rumah, ia melihat Kaisar yang tengah duduk sambil menyeruput kopi di teras rumah depan. Ia langsung menghampiri Kaisar. "Gimana tadi malam? Orangnya ke tangkap?" Kaisar menoleh ke arahnya lalu menggelengkan kepalanya. Kara duduk di kursi samping Kaisar. "Dia tidak datang, "ucap Kaisar. Matanya lurus ke depan, menatap halaman rumah yang luas. Perjuangannya tadi malam sia-sia, orang yang dia tunggu tidak datang. Satu teko kopi membantunya untuk tetap terjaga hingga saat ini, tapi tidak dengan Pak Adi, pria paruh baya itu te

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-28

Bab terbaru

  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 68

    Dunia ini memang sempit, jangan kira dengan miliaran manusia di dunia ini bukan menutup kemungkinan bahwa kita semua saling berhubungan. Entah itu tali persaudaraan atau hubungan lainnya. Siapa yang sangka bahwa pacarmu berselingkuh dengan atasanmu sendiri? tidak akan ada yang mengira itu. Bahkan dengan jarak yang jauh pun tidak menutup kemungkinan pacarmu akan bertemu dengan atasanmu sendiri. Jangan terlalu percaya dengan kata-kata 'setia' jika kau menjalani hubungan jarak jauh. Sudah banyak korbannya, Kaisar salah satunya.Vano saja yang mendengar pengakuan dari Kaisar, langsung terpaku dan merasa tak percaya. Hingga sampai ke depan rumah, Vano masih saja tak mampu berkata-kata saking terkejutnya."Ga usah syok gitu, gua coba lupain," ucap Kaisar kepada Vano saat mereka memasuki gerbang rumah."Siapa yang ga syok coba? lo cerita sana sama Bu Ina juga beliau bakalan kaget," balas Vano."Jangan, kasian orang tua."Vano tertawa, Kaisar hanya tersenyum simpul."Lain kali kalau ada masal

  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 67

    Udara terasa sejuk dengan embun yang masih menempel di dedaunan. Cahaya matahari perlahan muncul dari balik bukit, menyinari langit dengan warna keemasan yang lembut. Angin berembus pelan, membawa aroma tanah basah dan menyejukkan setiap sudut suasana pagi. Burung-burung berkicau riang, seakan menyambut datangnya hari baru dengan ceria. Di kejauhan, kabut tipis melayang-layang di atas pepohonan, menciptakan pemandangan yang menenangkan hati.Vano bangun lebih pagi dari biasanya. Seperti rutinitas biasa ia akan berlari mengelilingi kompleks perumahan. Namun ternyata Kaisar sudah lebih dulu bangun, ia juga lebih dulu lari pagi, Vano mengejarnya."Kenapa lo? ada masalah cerita, Spill it out," ucap Vano yang berlari kecil di samping Kaisar.Kaisar awalnya hanya diam saja. Hingga Vano menghela nafas kasar."Kayak cewek lo, ada apa-apa cerita sama gua, gausah sok-sokan gapapa," sinis Vano.Kaisar menoleh sekilas ke Vano, lalu kembali menghadap depan."Urusan pribadi," jawabnya singkat."Ken

  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 66

    Malam itu, kamar Grita remang-remang, hanya diterangi cahaya lampu meja yang temaram. Ia duduk di tepi ranjang, menggenggam ponselnya erat-erat. Jarinya melayang-layang di atas layar, sementara pesan dari Anton yang masuk terus menunggu balasan darinya. Pesan-pesan itu biasa, seolah percakapan rutin seorang pria yang mulai tertarik pada wanita. Namun, bagi Grita, setiap pesan adalah pengingat tugasnya yang berat. Bukan hanya risih, hatinya terasa tertusuk setiap kali harus membalas perhatian Anton dengan kata-kata yang ia tahu kosong dari ketulusan.Pesan terakhir Anton tertera di layar.'Sudah sampai rumah, Grita?'Grita memandangi kata-kata itu lama, jari-jarinya berhenti bergerak. Mengapa pria ini, yang tadinya begitu dingin dan tak terjangkau, kini peduli apakah ia sudah sampai rumah atau belum?Sambil menarik napas panjang, Grita mulai mengetik balasan.'Sudah, Pak Anton. Baru sampai tadi. Terima kasih sudah menanyakan.''Maaf ya tadi saya tidak bisa antar kamu pulang, kebetulan

  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 65

    Kamar itu sunyi, hanya ditemani suara detak jam di dinding dan bayangan lembut cahaya yang menerobos dari celah jendela. Udara terasa sejuk, dan setiap sudutnya seakan dipenuhi keheningan yang menggantung. Kara berbaring di atas tempat tidurnya, menatap langit-langit kamar yang terasa semakin sempit dan hampa. Sejak pengakuan Anton terucap, seakan ada dinding tak kasat mata yang yang berdiri di antara Kara dan dunianya. Ia tak lagi bisa berbicara dengan ayahnya, rasa marah dan terluka itu masih tersimpan penuh dihatinya. "Kenapa? kenapa papah ga nepatin janjinya?" lirih Kara. Dalam kesendirian itu, Kara berusaha mencari jawaban atas semua pertanyaan-pertanyaan yang terus menghantui pikirannya. Memahami alasan di balik tindakan ayahnya, mencari-cari pembenaran yang mungkin bisa membuatnya sedikit saja merasa lega. Namun, semakin ia mengingat kejadiannya semakin dalam pula luka yang ia rasakan. Tak ada pembenaran yang mampu menghapus kecewa yang begitu dalam. Tanpa sadar malam mula

  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 64

    Langit-langit kantor itu rendah, dihiasi dengan lampu-lampu neon yang bersinar lembut namun dingin, memantulkan bayangan samar di lantai beton yang halus. Dinding-dindingnya abu-abu kusam, tanpa hiasan atau jendela yang mengarah ke dunia luar. Di sudut-sudut ruangan, beberapa karyawan bekerja di depan monitor yang berderet rapi, jari-jari mereka menari di atas keyboard tanpa suara. Suara pendingin ruangan yang mendengung pelan menambah suasana kaku dan serius. Setiap orang yang berjalan di koridor melangkah dengan langkah cepat, tatapan mata penuh konsentrasi, menyembunyikan seribu rahasia. Pembicaraan antar karyawan jarang terjadi, dan jika pun ada, selalu bisik-bisik penuh kehati-hatian, seakan dinding memiliki telinga. Dodi duduk di ruang kerjanya, dikelilingi oleh tumpukan berkas dan catatan yang berserakan di meja. Suara ketikan keyboardnya menghiasi keheningan, saat ia terfokus pada pekerjaan yang harus diselesaikannya. Tiba-tiba, suara notifikasi ponselnya menggema, menarik pe

  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 63

    "Halo?" ucap Anton. "Oh iya, halo tuan." Anton mengerutkan kening, ini bukan suara Kara. "Bi Ina?" "Iya tuan, ini bibi." "Kok ponsel Kara ada bi Ina?" tanya Anton bingung. "Jadi gini tuan, bibi teh cuma mau nanya ini kenapa kok ponselnya non Kara ada di lantai ruang tamu, terus kok si non ga mau keluar kamar, dikunci dari dalem, bibi panggil juga ga nyaut, non kenapa ya tuan?" Anton terdiam. Kara meletakan ponsel sembarangan itu sudah biasa, tapi menguci kamar dan tidak menyaut bukanlah Kara biasanya. Ada apa dengan gadis itu? apa ini ada hubungannya dengan percakapan antara Anton dengan Kara kemarin? "Kara gak mau keluar dari kamar, bi?" "Iya tuan. Tapi tadi mas Vano udah nge cek dari balkon katanya non gapapa." Vano? batin Anton. "Syukur Kara gapapa, kalau terjadi apa-apa bilang aja ya, bi." "Oh iya baik tuan." Panggilan terputus. Meninggalkan banyak sekali pertanyaan di benak Anton. Ia akan mengetahui jawabannya nanti. *** Gosip tentang hubungan Anton dan Grita mula

  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 62

    Di kantor, suasana terasa begitu sibuk dan penuh dinamika. Para karyawan sibuk berlalu-lalang, membawa dokumen atau sibuk berbicara di telepon. Mesin fotokopi berdering tanpa henti, mengisi udara dengan suara ritmis yang menjadi latar bagi percakapan di sekitar. Di pojok ruangan, terdengar suara tuts keyboard yang ditekan cepat, tanda dari seorang karyawan yang tengah berkejaran dengan tenggat waktu. Di ruangan lainnya, ada rapat yang sedang berlangsung; suara diskusi terdengar samar, sesekali diiringi dengan tawa kecil atau gumaman tanda setuju. Ruang kerja berhiaskan pot-pot tanaman hijau untuk menambah kesegaran di antara deretan meja yang penuh dengan berkas dan laptop yang menyala. Di ruangan besar tempat para staf bekerja, ada papan tulis yang penuh dengan coretan ide dan target mingguan. Aroma kopi tercium dari arah pantry, menjadi penguat semangat di pagi hari bagi mereka yang baru memulai aktivitasnya. Beberapa karyawan duduk sambil mengetik dengan serius, sementara yang lai

  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 61

    ***Pagi hari di rumah mewah itu terasa damai, ketika sinar matahari perlahan menyusup di antara dedaunan pohon besar yang mengelilingi, menciptakan pola cahaya yang indah di halaman. Suara burung berkicau lembut mengisi udara, sementara embun pagi masih menempel di rumput hijau, menambah kesegaran suasana. Aroma bunga-bunga yang bermekaran berpadu dengan udara segar, menciptakan suasana yang tenang dan menenangkan, seolah waktu berjalan lebih lambat di tempat ini.Sinar matahari baru mulai menyinari halaman rumah mewah di mana Vano, bodyguard yang selalu siaga, berdiri di depan pos satpam, melakukan sedikit pemanasan. Suara burung berkicau mengiringi suasana tenang, hati Vano juga merasakan ketenangan yang sama. Ia memperhatikan rekannya, Kaisar, yang sepertinya tidak bersemangat. Wajahnya tampak berbeda dari biasanya; ada sesuatu yang mengganjal dalam dirinya.Vano mengerutkan kening, bertanya-tanya apa yang terjadi. Biasanya Kaisar meski pendiam, selalu memiliki aura tenang yang b

  • Dalam Jeratan Bodyguard Tampan   Bab 60

    Kara duduk di balkon kamarnya, malam itu terasa begitu sunyi. Angin dingin berhembus lembut, namun justru membuat hatinya semakin terasa perih. Ia menatap langit gelap yang berhiaskan bintang-bintang, berusaha mencari ketenangan di antara kerlipan cahaya kecil itu. Namun, pikirannya terus kembali ke satu momen yang membuat hatinya hancur—saat Anton, ayahnya, mengakui bahwa ia menjalin hubungan dengan Grita, sekretarisnya. Kata-kata Anton tadi terngiang jelas di benaknya. Ia masih ingat raut wajah ayahnya, serius namun tak bisa disembunyikan dari sorot mata. Bagi Kara, kata-kata itu tidak hanya menghancurkan kepercayaannya pada Anton, tetapi juga meruntuhkan bayangan tentang keluarga yang ia kira masih utuh, meski ibunya sudah tiada. Sambil memeluk lututnya, Kara menundukkan kepala, menahan sesak yang mengisi dadanya. “Papah udah ga sayang sama mamah lagi…” gumamnya lirih. Di tengah keheningan malam, ia seperti berbicara pada dirinya sendiri, pada langit, atau mungkin pada ibunya y

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status