แชร์

Bab 7 Tidak Pantas

ผู้เขียน: Dama Mei
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-01-21 11:42:54

Vicky tersenyum puas, memainkan ponselnya sambil melihat unggahan forum itu. 

“Bagaimana?” tanyanya, menatap Lex. “Cukup untuk ‘peringatan kecil’, kan?”

Lex menyeringai. “Sempurna,” balasnya. “Meski aku tidak yakin berita seperti ini akan berdampak besar?”

“Tentu saja!” sahut Vicky cepat. “Orang rendahan seperti dia, akan menganggap gosip ini seperti aib,”

Lex manggut-manggut dengan bibir melengkung. Dia tidak mengerti tentang pertikaian sesama wanita. 

“Dan, bagaimana menurutmu?” Lex kini memusatkan perhatian pada Dante.

Dante yang duduk di sudut dengan tatapan gelap, tidak mengatakan apa-apa. Meski ini sesuai dengan rencananya untuk mengintimidasi Belle, ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.

“Aku mau semua beres. Jangan sampai nama kita dibawa,”

“Tentu saja tidak, Dan! Kau tahu betapa jeniusnya Vicky, kan?” Lex melirik Vicky sambil menyeringai. Lalu keduanya saling adu kepalan tangan. Cara kerja otak Lex dan Vicky memang hampir sama.

***

Di meja kopi, sekelompok karyawan tertawa kecil sambil melirik ke arah Belle yang baru saja keluar dari ruangan Nate.

“Dia kelihatan polos, ya?” Salah satu dari mereka berbisik dengan nada mencemooh. “Siapa sangka dia punya masa lalu seperti itu?”

“Makanya,” sahut yang lain sambil menyeruput kopinya. “Lihat saja caranya berjalan. Dia pura-pura tidak tahu, padahal kita semua tahu rahasianya sekarang,”

Belle berjalan melewati mereka dengan kepala tertunduk, berusaha keras untuk mengabaikan cemoohan itu. Dia bisa merasakan tatapan mereka menusuk di punggungnya, seolah-olah setiap orang di kantor tengah menghakimi Belle.

Di lorong, sekelompok karyawan lain berhenti bicara begitu Belle lewat. Salah satu dari mereka—seorang wanita dengan lipstik merah mencolok, pura-pura berbisik keras pada temannya.

“Kau tahu kan, kalau rumor itu biasanya benar?” katanya dengan nada yang sengaja dibuat keras. 

Belle berhenti sejenak, ingin membalas. Tetapi mulutnya terasa terkunci. Dia melangkah cepat menuju kamar kecil, berharap bisa menemukan tempat untuk menenangkan diri. Begitu masuk, Belle mengunci pintu salah satu bilik dan membiarkan air mata yang ditahannya sejak pagi tumpah. 

Tiba-tiba Belle teringat pada malam gala itu. Wajah-wajah angkuh The Dominion Club muncul di pikirannya. Terutama Dante Hudson. Belle mulai merangkai potongan-potongan kejadian, menyadari bahwa semua ini mungkin bukan kebetulan.

“Sialan, Dante … “ desisnya geram.

***

Di ruang rapat, Nate berdiri di depan timnya memberikan arahan seperti biasa. Matanya sesekali melirik Belle. Meski Nate tidak ikut menyebarkan rumor itu, dia tahu betul bagaimana hal ini bisa terjadi.

“Baiklah, rapat selesai,” kata Nate akhirnya. “Belle, tetap di sini. Aku ingin bicara denganmu,”

Setelah semua orang meninggalkan ruang rapat, hanya Nate dan Belle yang tersisa. Nate berjalan perlahan ke ujung meja. Tangannya menyusuri permukaan kayu yang mengkilap.

“Belle, aku langsung saja pada intinya,” tukas Nate setelah beberapa saat diam. “Situasi yang terjadi saat ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut,"

Belle menatap Nate dengan mata melebar. “Situasi?”

Nate mengangkat alis. "Gosip atau bukan, itu tidak bisa diterima. Terutama untuk perusahaan sebesar Hudson Group,"

"Dengan segala hormat, Pak Whitmore. Saya tidak pernah melakukan apa pun yang dapat mencemarkan nama baik perusahaan ini. Ini semua adalah fitnah." Belle keras membela diri.

Nate menyilangkan lengannya, berdiri tegak. "Mungkin itu benar, mungkin tidak. Tapi persepsi adalah segalanya dalam bisnis, Belle. Dan saat ini, persepsi publik tentang perusahaan kita sedang terancam,"

Tubuh Belle gemetar. "Jadi, apa maksud Anda?" Belle bertanya dengan suara serak.

Nate menarik napas dalam. Dia memejamkan mata sejenak. "Aku meminta kamu untuk mengundurkan diri. Dengan tenang, tanpa membuat keributan. Itu akan menjadi langkah terbaik untuk semua pihak,"

Belle terhenyak. "Mengundurkan diri? Kenapa saya yang harus pergi? Saya tidak bersalah!" belanya. “Kenapa Anda tidak mengusut dulu semuanya dan mencari tahu dalang dibalik semua ini?”

"Ini bukan soal bersalah atau tidak," jawab Nate tanpa emosi. "Ini soal melindungi citra perusahaan. Jika kamu tetap di sini, situasi hanya akan semakin memburuk. Orang-orang akan terus bicara, dan dampaknya akan lebih besar daripada yang bisa kita tanggung," Jawaban Nate diplomatis. Sekaligus tanpa belas kasihan.

Mata Belle mulai berkaca-kaca, tetapi dia menahan air matanya. Dia menatap Nate dengan pandangan penuh luka. "Jadi Anda lebih peduli pada reputasi perusahaan daripada mencari tahu kebenaran?”

Nate mendesah. Dia memalingkan pandangan dari Belle. "Belle, aku tidak punya pilihan,” ujarnya. “Kau tahu aku sangat senang kau ada di sini. Tapi ini bukan keputusan pribadiku,”

“Lalu keputusan siapa?” sambar Belle. Suaranya hampir parau karena menahan tangis.

Belle menegakkan punggung. Meskipun hatinya terasa hancur. "Saya akan membersihkan nama saya," lanjut Belle dengan suara yang gemetar karena emosi. "Dan saya akan membuktikan bahwa saya tidak pantas diperlakukan seperti ini,"

Nate mengerutkan dahi. Tidak menyangka Belle akan menolak begitu keras. Tanpa menunggu jawaban, Belle berbalik dan meninggalkan ruangan.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 8 Seharusnya Marah

    Langit sore tampak kelabu. Angin dingin menyapu atap gedung Hudson Group. Di sudut yang sepi, Belle duduk dengan lutut ditekuk. Memeluk dirinya sendiri. Pipinya basah oleh air mata yang tak henti-hentinya mengalir.Gosip kejam di kantor, Nate yang memintanya mengundurkan diri dan reputasinya yang tercoreng membuatnya merasa seolah-olah sedang dihakimi. Dia tidak tahu bagaimana harus menghadapi keluarganya di rumah.Namun, suara langkah kaki di belakangnya membuat Belle mengangkat kepala. Belle menghapus air mata dengan cepat dan bangkit berdiri.“Maaf, aku tidak tahu ada orang di sini,”Belle menoleh dan melihat seorang pria berdiri beberapa langkah darinya. Eddie. Dengan jaket kulit hitam dan senyum yang samar, dia terlihat begitu tenang. Hampir seperti tidak nyata.“Maaf, aku akan pergi,” tukas Belle. Mengemasi tasnya.“Tidak masalah,” sahut Eddie.Ucapan itu membuat langkah Belle terhenti.“Aku melihatmu menangis dari jauh,” kata Eddie. “Kupikir kamu butuh seseorang untuk diajak bi

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-24
  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 9 Pengakuan

    Malam itu juga Belle berdiri di depan The Dominion Club, sebuah bangunan megah dengan lampu-lampu kristal. Pintu masuknya dijaga oleh dua pria berseragam. Keduanya memandang Belle dengan tatapan penuh curiga. Belle menarik napas panjang, membenahi blazer tipis yang dia kenakan. Ini bukan tempatnya, dia tahu itu. Tapi dia tidak peduli.“Maaf, Nona. Ini tempat khusus untuk anggota dan tamu undangan,” Salah satu penjaga menghentikannya.Belle menatap penjaga itu dengan mata melotot. “Aku di sini untuk bertemu Dante Hudson,” katanya dengan suara ketus.Penjaga itu mengerutkan dahi, tampak ragu. “Nama Anda?”“Belle. Bilang itu,”Setelah jeda singkat, penjaga itu berbicara melalui earpiece-nya. Beberapa saat kemudian, dia membuka pintu.“Silahkan masuk, Nona Belle,”Belle melangkah masuk. Musik jazz lembut mengalun dan kelompok-kelompok kecil orang berpakaian mahal mengobrol sambil menikmati minuman mereka. Namun, perhatian Belle hanya tertuju pada satu orang: Dante.Di tengah ruangan, Dan

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-24
  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 10 Rumor Buruk

    Belle tiba di rumah dengan langkah gontai. Tubuhnya terasa begitu lelah. Bukan hanya karena perjalanan panjang, tetapi juga karena beban yang menekan pikirannya. Aroma masakan ibunya bercampur dengan suara televisi yang samar-samar terdengar dari ruang keluarga."Belle, kau sudah pulang?" seru ibunya–Emily, keluar dari dapur. “Kenapa malam sekali?”Belle memaksakan senyuman kecil. “Apa Ayah belum pulang?” jawabnya singkat sambil melepas sepatu di dekat pintu.Emily menggeleng. “Ayahmu sibuk di bengkel. Katanya ada yang harus diselesaikan sebelum besok pagi,”“Lagi?” sahut Belle dengan alis terangkat.Emily angkat bahu, lalu kembali ke dapur. “Belle, besok kau mau sarapan apa?”Belle merasa dadanya semakin sesak. Dia ingin menangis, ingin mengakui semuanya—bahwa dia telah dipecat karena tuduhan kejam yang bahkan tidak benar. Tapi dia tidak tega. Keluarganya sudah cukup cemas memikirkan ekonomi.“Tidak perlu,” jawab Belle pelan. “Aku harus berangkat sangat pagi besok,”“Jangan bilang ka

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-24
  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 11 Undangan Mewah

    Belle meletakkan kartu itu di meja. "Tapi kenapa aku diundang? Aku tidak kenal dia,"Liam mengangkat bahu. “Mungkin seseorang ingin kamu ada di sana?”Ucapan itu membuat Belle tertegun. Pikirannya langsung melayang ke sosok Eddie. Tatapan hangatnya, senyum samar yang Eddie berikan saat menyerahkan sapu tangan, dan caranya memberikan jaket tanpa basa-basi.Apakah Eddie yang mengirim gaun ini? pikir Belle, hatinya tiba-tiba berdebar.Belle bisa membayangkan Eddie, dengan caranya yang tenang dan misterius, memikirkan cara agar Belle bisa datang ke pesta Cassie Beaumont.Wajah Belle sedikit memerah saat bayangan itu memenuhi pikirannya. Dia tersipu, dan senyum kecil tak sengaja merekah di bibirnya. Mungkin, ini adalah bentuk perhatian Eddie. Mungkin, dia ingin Belle hadir di pesta itu agar mereka bisa bertemu lagi.“Jangan mimpi, Belle!” Belle menepuk pelan pipinya sendiri. Mencoba mengusir perasaan itu.“Ada apa?” Liam menatap Belle dengan dahi berkerut. “Dasar aneh!” celetuknya, lalu ke

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-06
  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 12 Menikmati Pesta

    “Ah, Belle?!” Lex juga ikut terkejut. “Kenapa dia di sini?”“Itu yang kutanyakan sejak tadi!” teriak Nate, kesal.Lex segera berjalan cepat masuk ke dalam. Dia tentu saja ingin melaporkan temuannya pada Dante dan yang lain. Sementara Nate mengikuti langkah Lex, namun lebih pelan.Dante sedang berdiri di dekat meja bar, berbicara santai dengan Jamie tentang bisnis keluarga mereka yang terus berkembang. Pandangan Dante acuh tak acuh, seperti biasa. Hingga Jamie yang sedang menyesap champagne mendadak bersiul pelan dan mengangguk ke arah pintu masuk ballroom.“Lihat siapa yang datang,” gumam Jamie sambil tersenyum kecil.Dante mengerutkan alis, menoleh dengan sedikit rasa ingin tahu. Namun, saat matanya menangkap sosok Belle yang melangkah masuk ke ruangan, seluruh fokusnya langsung tertuju pada wanita itu.Belle terlihat berbeda malam ini. Gaun berwarna biru gelap yang membalut tubuhnya memancarkan kesan anggun. Rambutnya yang biasanya diikat rapi kini tergerai lembut, dengan gelombang

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-06
  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 13 Perusak Suasana

    Dante berdiri di salah satu sudut ruangan, gelas kristal berisi minuman berwarna keemasan berada di tangannya. Matanya tak pernah lepas dari Belle, yang kini berdiri sendirian di tengah pesta. Wajah Belle masih terlihat sedikit pucat setelah apa yang baru saja terjadi.Sorot mata Dante penuh dengan campuran emosi yang sulit dijelaskan. Belle bukan wanita yang biasa dia temui di lingkungan seperti ini. Ada sesuatu tentang keberanian dan keteguhan Belle yang terus-menerus menarik perhatian Dante, meskipun dia ingin menyangkalnya.Dante meneguk minuman, membiarkan cairan itu meluncur melewati tenggorokannya. Demi mencoba mengusir pikiran yang tak diinginkan. Namun, pandangan Dante tetap terkunci pada Belle. Gaun itu membingkai tubuh Belle dengan sempurna, membuat hati Dante berdesir hebat.“Kau tidak bisa berhenti memandangnya, ya?” goda Jamie, menyadari perubahan sikap Dante.Dante mendengus ringan. “Ya, aku akui itu,” jawabnya. “Tapi dia juga terlalu keras kepala,”Jamie tertawa pelan,

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-07
  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 14 Kabur

    “Apa yang kau pikirkan? Kau sengaja mempermalukannya di depan semua orang?” serang Dante pada Vicky. Saat mereka berada di sudut ruangan, jauh dari keramaian pesta. “Dia pantas mendapatkannya. Wanita itu tidak tahu tempatnya. Berani sekali datang ke pesta ini seakan dia bagian dari kita,” Vicky justru makin muntab.“Itu bukan urusanmu!” bentak Dante, nadanya kini naik. “Kau memalukan dirimu sendiri dengan tingkah seperti itu,”“Kenapa kau begitu peduli padanya, Dan?” Vicky mendekat. “Setahuku, kau tidak akan membiarkan siapapun membuatmu tampak lemah. Tapi yang kulihat sekarang, kau sedang dikuasai wanita rendahan itu,”Rahang Dante mengeras. “Aku memperingatkanmu, Vicky,” Dante mendekatkan wajahnya ke wajah Vicky. “Jika kau menyentuhnya lagi, atau mencoba mempermalukannya, kau akan berurusan denganku,” ancamnya lirih.Vicky mendengus kecil, kemudian melangkah menjauh. “Lakukan saja apa yang kau mau, Dan. Kau tahu aku tidak bisa dihentikan!”Dante mengepalkan tangan, mengawasi Vicky

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-14
  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 1 Pesta Mewah

    Bab 1 Pesta MewahBelle Monaghan berdiri di sudut ruangan, mengenakan gaun hitam sederhana. Mungkin cocok dengan perannya sebagai seorang asisten eksekutif. Bukan sebagai seorang tamu yang datang menikmati kemewahan malam ini. Belle menarik napas dalam-dalam, mencoba mengatasi rasa gugup. Dia tidak terbiasa berada di tengah keramaian seperti ini. Tempat orang-orang kaya dan berpengaruh saling memamerkan status mereka.Namun, sebagai asisten eksekutif Nate Whitmore—COO perusahaan tempat Belle bekerja, dia harus bertahan. Tugasnya adalah memastikan segala kebutuhan atasannya, Nate, terpenuhi sepanjang malam.Nate—pria berusia tiga puluhan dengan senyum percaya diri, berdiri beberapa meter darinya. Pria itu sedang berbincang dengan seorang investor potensial. Sesekali Nate melirik ke arah Belle, memberinya isyarat saat dia membutuhkan sesuatu.Belle melangkah mendekat dengan iPad di tangan. Dia mencatat jadwal dan rincian percakapan yang harus dia ingat untuk dilaporkan pada Nate nanti.

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-01-20

บทล่าสุด

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 14 Kabur

    “Apa yang kau pikirkan? Kau sengaja mempermalukannya di depan semua orang?” serang Dante pada Vicky. Saat mereka berada di sudut ruangan, jauh dari keramaian pesta. “Dia pantas mendapatkannya. Wanita itu tidak tahu tempatnya. Berani sekali datang ke pesta ini seakan dia bagian dari kita,” Vicky justru makin muntab.“Itu bukan urusanmu!” bentak Dante, nadanya kini naik. “Kau memalukan dirimu sendiri dengan tingkah seperti itu,”“Kenapa kau begitu peduli padanya, Dan?” Vicky mendekat. “Setahuku, kau tidak akan membiarkan siapapun membuatmu tampak lemah. Tapi yang kulihat sekarang, kau sedang dikuasai wanita rendahan itu,”Rahang Dante mengeras. “Aku memperingatkanmu, Vicky,” Dante mendekatkan wajahnya ke wajah Vicky. “Jika kau menyentuhnya lagi, atau mencoba mempermalukannya, kau akan berurusan denganku,” ancamnya lirih.Vicky mendengus kecil, kemudian melangkah menjauh. “Lakukan saja apa yang kau mau, Dan. Kau tahu aku tidak bisa dihentikan!”Dante mengepalkan tangan, mengawasi Vicky

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 13 Perusak Suasana

    Dante berdiri di salah satu sudut ruangan, gelas kristal berisi minuman berwarna keemasan berada di tangannya. Matanya tak pernah lepas dari Belle, yang kini berdiri sendirian di tengah pesta. Wajah Belle masih terlihat sedikit pucat setelah apa yang baru saja terjadi.Sorot mata Dante penuh dengan campuran emosi yang sulit dijelaskan. Belle bukan wanita yang biasa dia temui di lingkungan seperti ini. Ada sesuatu tentang keberanian dan keteguhan Belle yang terus-menerus menarik perhatian Dante, meskipun dia ingin menyangkalnya.Dante meneguk minuman, membiarkan cairan itu meluncur melewati tenggorokannya. Demi mencoba mengusir pikiran yang tak diinginkan. Namun, pandangan Dante tetap terkunci pada Belle. Gaun itu membingkai tubuh Belle dengan sempurna, membuat hati Dante berdesir hebat.“Kau tidak bisa berhenti memandangnya, ya?” goda Jamie, menyadari perubahan sikap Dante.Dante mendengus ringan. “Ya, aku akui itu,” jawabnya. “Tapi dia juga terlalu keras kepala,”Jamie tertawa pelan,

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 12 Menikmati Pesta

    “Ah, Belle?!” Lex juga ikut terkejut. “Kenapa dia di sini?”“Itu yang kutanyakan sejak tadi!” teriak Nate, kesal.Lex segera berjalan cepat masuk ke dalam. Dia tentu saja ingin melaporkan temuannya pada Dante dan yang lain. Sementara Nate mengikuti langkah Lex, namun lebih pelan.Dante sedang berdiri di dekat meja bar, berbicara santai dengan Jamie tentang bisnis keluarga mereka yang terus berkembang. Pandangan Dante acuh tak acuh, seperti biasa. Hingga Jamie yang sedang menyesap champagne mendadak bersiul pelan dan mengangguk ke arah pintu masuk ballroom.“Lihat siapa yang datang,” gumam Jamie sambil tersenyum kecil.Dante mengerutkan alis, menoleh dengan sedikit rasa ingin tahu. Namun, saat matanya menangkap sosok Belle yang melangkah masuk ke ruangan, seluruh fokusnya langsung tertuju pada wanita itu.Belle terlihat berbeda malam ini. Gaun berwarna biru gelap yang membalut tubuhnya memancarkan kesan anggun. Rambutnya yang biasanya diikat rapi kini tergerai lembut, dengan gelombang

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 11 Undangan Mewah

    Belle meletakkan kartu itu di meja. "Tapi kenapa aku diundang? Aku tidak kenal dia,"Liam mengangkat bahu. “Mungkin seseorang ingin kamu ada di sana?”Ucapan itu membuat Belle tertegun. Pikirannya langsung melayang ke sosok Eddie. Tatapan hangatnya, senyum samar yang Eddie berikan saat menyerahkan sapu tangan, dan caranya memberikan jaket tanpa basa-basi.Apakah Eddie yang mengirim gaun ini? pikir Belle, hatinya tiba-tiba berdebar.Belle bisa membayangkan Eddie, dengan caranya yang tenang dan misterius, memikirkan cara agar Belle bisa datang ke pesta Cassie Beaumont.Wajah Belle sedikit memerah saat bayangan itu memenuhi pikirannya. Dia tersipu, dan senyum kecil tak sengaja merekah di bibirnya. Mungkin, ini adalah bentuk perhatian Eddie. Mungkin, dia ingin Belle hadir di pesta itu agar mereka bisa bertemu lagi.“Jangan mimpi, Belle!” Belle menepuk pelan pipinya sendiri. Mencoba mengusir perasaan itu.“Ada apa?” Liam menatap Belle dengan dahi berkerut. “Dasar aneh!” celetuknya, lalu ke

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 10 Rumor Buruk

    Belle tiba di rumah dengan langkah gontai. Tubuhnya terasa begitu lelah. Bukan hanya karena perjalanan panjang, tetapi juga karena beban yang menekan pikirannya. Aroma masakan ibunya bercampur dengan suara televisi yang samar-samar terdengar dari ruang keluarga."Belle, kau sudah pulang?" seru ibunya–Emily, keluar dari dapur. “Kenapa malam sekali?”Belle memaksakan senyuman kecil. “Apa Ayah belum pulang?” jawabnya singkat sambil melepas sepatu di dekat pintu.Emily menggeleng. “Ayahmu sibuk di bengkel. Katanya ada yang harus diselesaikan sebelum besok pagi,”“Lagi?” sahut Belle dengan alis terangkat.Emily angkat bahu, lalu kembali ke dapur. “Belle, besok kau mau sarapan apa?”Belle merasa dadanya semakin sesak. Dia ingin menangis, ingin mengakui semuanya—bahwa dia telah dipecat karena tuduhan kejam yang bahkan tidak benar. Tapi dia tidak tega. Keluarganya sudah cukup cemas memikirkan ekonomi.“Tidak perlu,” jawab Belle pelan. “Aku harus berangkat sangat pagi besok,”“Jangan bilang ka

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 9 Pengakuan

    Malam itu juga Belle berdiri di depan The Dominion Club, sebuah bangunan megah dengan lampu-lampu kristal. Pintu masuknya dijaga oleh dua pria berseragam. Keduanya memandang Belle dengan tatapan penuh curiga. Belle menarik napas panjang, membenahi blazer tipis yang dia kenakan. Ini bukan tempatnya, dia tahu itu. Tapi dia tidak peduli.“Maaf, Nona. Ini tempat khusus untuk anggota dan tamu undangan,” Salah satu penjaga menghentikannya.Belle menatap penjaga itu dengan mata melotot. “Aku di sini untuk bertemu Dante Hudson,” katanya dengan suara ketus.Penjaga itu mengerutkan dahi, tampak ragu. “Nama Anda?”“Belle. Bilang itu,”Setelah jeda singkat, penjaga itu berbicara melalui earpiece-nya. Beberapa saat kemudian, dia membuka pintu.“Silahkan masuk, Nona Belle,”Belle melangkah masuk. Musik jazz lembut mengalun dan kelompok-kelompok kecil orang berpakaian mahal mengobrol sambil menikmati minuman mereka. Namun, perhatian Belle hanya tertuju pada satu orang: Dante.Di tengah ruangan, Dan

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 8 Seharusnya Marah

    Langit sore tampak kelabu. Angin dingin menyapu atap gedung Hudson Group. Di sudut yang sepi, Belle duduk dengan lutut ditekuk. Memeluk dirinya sendiri. Pipinya basah oleh air mata yang tak henti-hentinya mengalir.Gosip kejam di kantor, Nate yang memintanya mengundurkan diri dan reputasinya yang tercoreng membuatnya merasa seolah-olah sedang dihakimi. Dia tidak tahu bagaimana harus menghadapi keluarganya di rumah.Namun, suara langkah kaki di belakangnya membuat Belle mengangkat kepala. Belle menghapus air mata dengan cepat dan bangkit berdiri.“Maaf, aku tidak tahu ada orang di sini,”Belle menoleh dan melihat seorang pria berdiri beberapa langkah darinya. Eddie. Dengan jaket kulit hitam dan senyum yang samar, dia terlihat begitu tenang. Hampir seperti tidak nyata.“Maaf, aku akan pergi,” tukas Belle. Mengemasi tasnya.“Tidak masalah,” sahut Eddie.Ucapan itu membuat langkah Belle terhenti.“Aku melihatmu menangis dari jauh,” kata Eddie. “Kupikir kamu butuh seseorang untuk diajak bi

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 7 Tidak Pantas

    Vicky tersenyum puas, memainkan ponselnya sambil melihat unggahan forum itu. “Bagaimana?” tanyanya, menatap Lex. “Cukup untuk ‘peringatan kecil’, kan?”Lex menyeringai. “Sempurna,” balasnya. “Meski aku tidak yakin berita seperti ini akan berdampak besar?”“Tentu saja!” sahut Vicky cepat. “Orang rendahan seperti dia, akan menganggap gosip ini seperti aib,”Lex manggut-manggut dengan bibir melengkung. Dia tidak mengerti tentang pertikaian sesama wanita. “Dan, bagaimana menurutmu?” Lex kini memusatkan perhatian pada Dante.Dante yang duduk di sudut dengan tatapan gelap, tidak mengatakan apa-apa. Meski ini sesuai dengan rencananya untuk mengintimidasi Belle, ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.“Aku mau semua beres. Jangan sampai nama kita dibawa,”“Tentu saja tidak, Dan! Kau tahu betapa jeniusnya Vicky, kan?” Lex melirik Vicky sambil menyeringai. Lalu keduanya saling adu kepalan tangan. Cara kerja otak Lex dan Vicky memang hampir sama.***Di meja kopi, sekelompok karyawan tertawa k

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 6 Dunia Sendiri

    Di sekitar meja, para anggota The Dominion Club duduk menikmati malam dengan minuman di tangan masing-masing. Dante duduk di ujung meja. Posturnya santai tetapi auranya tetap mendominasi. Dia mengetukkan jari di sisi gelas anggurnya. Tatapannya tajam saat mengamati setiap orang di ruangan itu.“Jadi,” Dante memulai, suaranya rendah tetapi menarik perhatian semua orang. “Apa yang kalian lakukan tadi malam?”Percakapan ringan sebelumnya langsung terhenti. Semua orang tahu bahwa Dante bukan tipe yang melontarkan pertanyaan remeh semacam itu.Lex tertawa kecil, mengangkat gelasnya. “Aku? Aku sibuk mengurus acara amal perusahaan. Jangan tanya berapa banyak foto yang harus kuambil bersama orang-orang yang bahkan tidak kukenal,” kelakarnya.Jamie menyusul dengan cerita tentang koleksi mobil barunya, tetapi Dante tidak terlihat tertarik. Matanya bergerak ke arah Eddie, yang duduk di ujung lain meja dengan ekspresi tenang.“Eddie,” panggil Dante. “Apa yang kau lakukan semalam?”Semua mata di r

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status