Belle mengangkat wajah perlahan, menatap Dante dengan mata yang masih berkaca-kaca. Sorot matanya tampak rapuh dan terluka. Sesuatu yang asing, terasa begitu menusuk hati Dante. Melihat luka di ekspresi wajah Belle. Tapi semakin lama dia menatap Belle, semakin sulit untuk menghindari daya tarik Belle. Yang entah mengapa kini terasa begitu kuat.
“Kau … “ Belle berbisik pelan, suaranya bergetar. Beberapa kali mengerjapkan mata, mencoba melihat lebih jelas dalam pandangannya yang masih kabur.
Tanpa memberi waktu Belle untuk berpikir, Dante segera mengulum bibir Belle. Sementara Belle tampak terkejut, tubuhnya menegang. Tapi dia tidak menarik diri. Meski dia tidak bisa melihat dengan jelas pria yang kini tengah menciumnya, namun hati Belle terasa hangat. Dia bahkan memejamkan mata, mencoba untuk menikmati ciuman yang terasa nyata namun juga seper
“Ah … “ desah Belle lirih, meski matanya masih terpejam.Dante spontan menggeram. Dia membenci dirinya sendiri. Namun di satu sisi juga tidak bisa berhenti. Dia merasa tubuhnya begitu panas. Ada sesuatu dalam tubuhnya yang memberontak ingin keluar saat melihat Belle yang tak berdaya.Dante mulai menyesap seluruh bagian tubuh Belle, terutama lehernya. Aroma khas tubuh Belle yang bercampur dengan aroma parfum manis membuat Dante tidak bisa lagi mengontrol pikirannya.Seharusnya dia tidak melakukannya. Seharusnya dia bangkit dan pergi.Tapi Dante justru menggeram bak hewan buas ketika Belle terus-menerus mendesah dalam tidurnya.Sambil menggagahi Belle, Dante menyadari satu hal. Untuk pertama kali dalam
Dante duduk di tepi ranjang. Jari-jarinya mengusap pelipis dengan gerakan lambat. Tatapan Dante kosong, tapi ada bara api yang menyala di matanya.Belle menolaknya. Bukan hanya sekadar menolak, tapi dengan tegas dan tanpa ragu.Dante tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Tidak ada seorangpun yang berani menentangnya seperti Belle.Dante mengepalkan tangan, rahangnya mengeras. “Bagaimana mungkin dia menolak tawaranku?” gumamnya.Dante bisa memberikan segalanya. Keamanan, kekuasaan, kenikmatan. Apapun yang diinginkan Belle, bisa dia berikan. Tapi wanita itu malah pergi begitu saja. Seolah Dante tidak penting.Darah Dante mendidih. Dalam sekejap, dia berdiri dan menyambar vas kristal di meja samping temp
Angin malam berhembus kencang, menusuk kulit Belle yang hanya berbalut jaket tipis. Dia berdiri di atas jembatan tua yang sering dia datangi saat pikirannya kacau. Dari sini, dia bisa melihat sungai yang mengalir tenang di bawahnya.Air mata mengalir di pipinya, jatuh tanpa suara. Pikiran Belle penuh dengan kejadian semalam. Fakta bahwa dia terbangun di ranjang seorang pria yang paling dia benci. Dante.Nama itu membuat perut Belle mual. Dia merasa jijik. Jijik pada dirinya sendiri karena terjebak dalam permainan pria itu. Karena tubuhnya telah menyatu dengan pria yang berusaha menghancurkannya.Belle mengusap wajah dengan kasar, mencoba menghapus air mata yang terus mengalir. “Bagaimana ini bisa terjadi?”Belle tidak bisa ingat detailnya. Hanya kilasan samar
Saat Belle tiba di depan rumah, matanya langsung membelalak kaget. Di halaman depan—tepat di jalan masuk rumahnya, sebuah mobil mewah keluaran terbaru terparkir dengan gagah. Cat hitam yang mengkilap dan segel plastik pelindung masih terpasang di beberapa bagian mobil. Menunjukkan kalau kendaraan ini benar-benar baru.Jantung Belle berdebar keras. Siapa yang mengirim mobil ini? Kenapa harus dikirim ke rumahnya?Pintu rumah terbuka dengan cepat. Ibunya, Emily, berdiri di ambang pintu dengan ekspresi tak kalah terkejut."Belle? Apa kau tahu sesuatu soal ini?" tanya Emily.Di belakang Emily, ayahnya—Patrick menyusul keluar. Dia mengerutkan kening penuh curiga. "Dari siapa mobil ini? Ini ... ini bukan mobil yang bisa kita
Lex tertawa kecil sambil mengaduk minumannya. “Kau cukup apes, Belle,” katanya santai. “Karena harus berurusan dengan Valeria Hudson,”Belle menatapnya dengan penuh tanda tanya.Lex menyandarkan diri ke sofa. Sedikit tertawa. “Dante bisa meniduri siapa saja yang dia mau, tapi aturan nomor satu di keluarga Hudson—jangan pernah membawa wanita ke mansion. Apalagi sampai ibunya tahu,”Belle merasakan jantungnya berdebar. Namun dia tidak mengatakan apapun. Jawaban sekecil apapun yang keluar dari bibirnya, itu menandakan bahwa dia memang pernah tidur dengan Dante.“Maksudnya, kau telah melanggar aturan yang bahkan tidak pernah bisa Dante langgar sebelumnya,” sela Jamie.Belle me
Belle melangkah keluar dari gedung kantor dengan napas panjang yang berat. Langit mulai beranjak gelap, angin dingin menyapu kulitnya. Tapi dia hampir tidak merasakannya. Untuk kesekian kali hari ini, dia menerima penolakan.Sepanjang hari, Belle telah berkeliling kota. Mengetuk pintu demi pintu, menyerahkan CV, mengulang kalimat yang sama dengan penuh harapan. Hanya untuk mendengar jawaban yang sama: “Maaf, posisi sudah terisi,” atau “Maaf, kami tidak bisa menerima Anda saat ini,”Matanya menelusuri jalanan sibuk. Lampu-lampu kota mulai menyala, seakan mengejeknya yang masih berjalan tanpa tujuan. Di tangan Belle, ada tumpukan kertas CV yang bahkan tidak sempat dilirik oleh beberapa perusahaan yang dia datangi. Beberapa HRD bahkan tidak perlu membaca namanya untuk langsung menggeleng.Belle
Belle berjalan keluar dan menutup pintu di belakangnya. Sementara keluarganya tetap menatap dengan penuh kebingungan dan kekhawatiran. Saat hanya tinggal berdua di beranda, Belle menatap Dante dengan tajam."Kenapa kau datang ke sini?" tanya Belle, sama sekali tidak ramah.Dante memasukkan tangannya ke dalam saku celana, tatapannya santai tapi menusuk. "Aku ingin tahu jawabanmu,""Jawaban untuk apa?" Belle mendengus.Dante mencondongkan tubuh sedikit ke arah Belle. “Menjadi teman tidurku,” jawabnya lirih, namun penuh intimidasi. “Kau tidak perlu repot mencari pekerjaan lagi," ulang Dante, seolah berbicara dengan seorang anak kecil yang tidak mengerti maksudnya. "Aku bisa memberimu segalanya. Uang, tempat tinggal, mobil, apa pun yang kau butuhkan,"
Beberapa hari setelah pertemuannya dengan Lila, Belle menerima sebuah undangan. Amplop putih elegan itu tergeletak di meja makan, bersama dengan tumpukan surat lain yang hampir tidak pernah dia buka. Namun, begitu dia melihat namanya tertulis dalam huruf emas yang indah di bagian depan, hatinya langsung mencelos.Dengan ragu, Belle membuka amplop itu dan mengeluarkan kartu undangan berwarna krem dengan emboss mewah."Dengan penuh kebahagiaan, kami mengundang Anda untuk merayakan pertunangan kami, Edward Kingsley & Cassandra Beaumont. Kami berharap Anda dapat hadir dalam malam yang penuh cinta dan kebahagiaan ini,"Di bawahnya, tertera tanggal dan lokasi pesta—sebuah ballroom mewah di salah satu hotel bintang lima.Jari Belle mencengkeram ujung undangan itu, men
Belle duduk di sudut kamar, memeluk kedua lututnya sambil menatap kosong ke luar jendela. Langit senja yang seharusnya indah terasa kelabu di matanya.Semuanya terjadi begitu cepat. Terlalu rapi. Terlalu sempurna untuk disebut sebagai kebetulan. Namun, siapa yang membenci keluarganya sampai tega menghancurkan mereka seperti ini?Tanpa sadar, air mata Belle kembali mengalir. "Apakah ini hukuman darimu, Dante?" isaknya.Belle menggigit bibirnya. Dia tahu Dante pria yang kejam, tapi... tidak mungkin Dante tega menghancurkan hidupnya sampai seperti ini, kan? Tapi siapa lagi yang bisa melakukannya?Di luar, Eddie masih berdiri di depan rumah Belle. Dia tahu wanita itu sedang terluka. Tetapi Belle terlalu keras kepala untuk membiarkan siapa pun masuk ke dalam dinding pertahanannya.“Apa benar ini ulahmu, Dan?” gumam Eddie, mendongak menatap rumah Belle.***Malam itu, Eddie langsung menghubungi seseorang yang selama ini menjadi "telinga dan mata" Dominion Club di balik layar, Alexander Har
Sofia berdiri dengan wajah tegang sambil menyerahkan sebuah map tebal berisi semua informasi tentang Belle. Evelyn duduk di kursi beludru berwarna gading, dengan secangkir teh di tangan. Wanita itu tampak tenang."Sudah kau dapatkan semuanya?" tanya Evelyn tanpa menoleh.Sofia mengangguk sambil meletakkan map itu di meja. "Semua yang Anda minta,”Evelyn meletakkan cangkir tehnya dan membuka map itu perlahan.Di sana ada foto Belle yang tersenyum lembut di depan toko bunga miliknya, Emily's Garden. Foto keluarganya. Foto bengkel kecil milik Patrick, ayahnya. Bahkan informasi tentang Belle yang sempat putus kuliah karena ibunya sakit keras juga ada di dalam laporan itu.Evelyn tersenyum miring.“Dia menyedihkan… tapi justru itu yang membuat Dante begitu terikat padanya," gumam Evelyn sambil membolak-balik halaman."Saya juga menemukan sesuatu yang... menarik, Nyonya," ujar Sofia.Sofia menarik napas dalam, lalu menyerahkan sebuah amplop lain yang berisi foto-foto lama."Isabella pernah
Eddie memperhatikan Belle yang sejak tadi diam dan terus melirik ke arah Dante. mendekatkan wajahnya ke Belle. “Apa kau ingin pergi dari sini?”Belle tersentak. "Hah? Tidak... Aku baik-baik saja."Eddie tersenyum kecil. "Kalau begitu... ayo berdansa," ajak Eddie, menarik tangan Belle menuju lantai dansa.Belle terkejut. "Eddie, aku—"Tapi Eddie sudah terlanjur menarik tangan Belle ke tengah lantai dansa. Dan Belle tidak bisa menolak lagi.Dante yang sejak tadi memperhatikan mereka dari kejauhan, matanya semakin gelap saat melihat Eddie memeluk pinggang Belle dan mulai berdansa. Dante meremas gelas wine di tangannya hingga retak.Lex bersandar di bar dengan gelas
Dante dan Evelyn tiba di pesta eksklusif yang diadakan oleh salah satu anggota The Dominion Club. Di sebuah ballroom mewah dengan dinding kaca yang memperlihatkan pemandangan malam kota yang berkilauan.Evelyn mengenakan gaun hitam sederhana, tanpa banyak detail berlebihan. Tetapi caranya melangkah dengan penuh percaya diri membuat semua orang di ruangan itu terdiam. Bahkan para wanita sosialita yang selama ini memuja Dante.Evelyn bukan sekadar wanita cantik. Dia berbahaya. Elegan, cerdas, dan tak terjamah.Dante yang berdiri di samping Evelyn dalam setelan jas hitam, terlihat semakin dingin dan tak tersentuh. Namun di balik matanya yang tajam, ada kekacauan berkecamuk di hatinya. Sejak Belle menolaknya, Dante kehilangan arah.Lex dan Jamie yang memperhatikan dari
"Belle, kau sakit?" tanya Emily khawatir.“Tidak, Mom... Aku hanya... lelah,” jawab Belle dengan suara parau. Dia tidak ingin bangun. Tidak ingin menghadapi dunia setelah kejadian semalam.Ibunya membuka pintu dan melangkah masuk. Dengan lembut, Emily duduk di tepi ranjang dan mengelus rambut putrinya."Kau tidak perlu memaksakan diri untuk ke toko hari ini," ucap Emily lembut. "Kalau kau butuh waktu untuk sendiri, istirahatlah," Meski tidak terlalu tahu apa yang terjadi, namun Emily bisa menebak jika ini ada hubungannya dengan kisah cinta anaknya.“Terima kasih, Mom,” bisik B
“Tidak!” Belle berkata dengan suara bergetar. “Kau … kau sudah milik orang lain. Aku tidak mungkin—”"Siapa yang memberitahumu?" sambar Dante, cukup terkejut."Apakah itu penting?" Belle menatapnya penuh luka. "Kau pikir aku ini apa? Tempat pelarian saat kau bosan dengan wanita kaya pilihan keluargamu?"Dante mendekat, tetapi Belle melangkah mundur.“Kau salah paham,” terang Dante."Tidak ada yang perlu dijelaskan," Belle memotong. “Harusnya memang sejak awal aku mengerti, dunia kita terlalu berbeda,”Dante terdiam. Rahangnya mengeras menahan emosi yang bergejolak. Sementara Belle menahan air matanya yang hampir jatuh.
Eddie bersandar di ambang pintu toko bunga milik Belle, memperhatikan wanita itu yang sibuk merangkai bunga. Jari-jari Belle yang lentik dengan cekatan memilih kelopak demi kelopak, mengatur warna, tekstur, dan aroma dengan keahlian yang membuat Eddie terpesona.Cahaya matahari sore membiaskan sinar keemasan yang membingkai sosok Belle dengan indah. Eddie merasa hatinya menghangat hanya dengan melihat Belle begitu damai di tengah kesibukannya.“Kenapa kau terus menatapku seperti itu?” tanya Belle tanpa menoleh.Eddie tersenyum kecil, lalu mendekat. “Karena aku suka melihatmu bekerja. Kau terlihat... hidup,”Belle terkekeh pelan, tapi wajahnya sedikit memerah. “Aku hanya merangkai bunga, Eddie,”
Dante melangkah keluar dari Dominion Club, menyusul Eddi yang keluar lebih dulu. Udara malam yang dingin menyambut mereka. Tetapi ketegangan di antara dua pria itu jauh lebih menusuk.Dante berhenti di tangga depan club, menyalakan rokoknya dengan gerakan santai, tetapi matanya tetap tajam seperti biasa."Jadi ... dia benar-benar calon istrimu?" tanya Eddie tanpa basa-basi, matanya menatap lurus ke depan.Dante menghela napas pelan, menghembuskan asap rokoknya ke udara. "Valeria yang mengatur ini. Aku hanya mengikutinya,”Eddie mendengus sinis. “Mengikuti? Sejak kapan kau menuruti ucapan Valeria?” ejeknya.Dante menegang. Mata gelapnya beralih ke Eddie dengan tatapan tajam, tetapi Eddie tidak gentar. M
Sofia—asisten Evelyn, berdiri dengan ekspresi serius. Di tangannya terdapat sebuah folder hitam tebal berisi informasi yang baru saja dikumpulkan tentang Dante Hudson.“Ini semua tentang Dante Hudson, dan wanita yang Anda tanyakan, Nyonya” ucap Sofia sambil menyerahkan folder itu pada Evelyn.Evelyn menerima folder tersebut dan membukanya dengan penuh rasa ingin tahu. Matanya tajam menelusuri setiap lembar informasi yang telah dikumpulkan Sofia.“Isabella Monaghan … “ Evelyn membaca nama itu dengan nada meremehkan. “Si gadis toko bunga yang berhasil membuat pria seperti Dante Hudson jatuh cinta?”Sofia mengangguk pelan. “Sepertinya Dante Hudson terobsesi padanya. Berdasarkan catatan yang berhasil saya kumpulkan, Dant