Angin malam berhembus kencang, menusuk kulit Belle yang hanya berbalut jaket tipis. Dia berdiri di atas jembatan tua yang sering dia datangi saat pikirannya kacau. Dari sini, dia bisa melihat sungai yang mengalir tenang di bawahnya.
Air mata mengalir di pipinya, jatuh tanpa suara. Pikiran Belle penuh dengan kejadian semalam. Fakta bahwa dia terbangun di ranjang seorang pria yang paling dia benci. Dante.
Nama itu membuat perut Belle mual. Dia merasa jijik. Jijik pada dirinya sendiri karena terjebak dalam permainan pria itu. Karena tubuhnya telah menyatu dengan pria yang berusaha menghancurkannya.
Belle mengusap wajah dengan kasar, mencoba menghapus air mata yang terus mengalir. “Bagaimana ini bisa terjadi?”
Belle tidak bisa ingat detailnya. Hanya kilasan samar
Saat Belle tiba di depan rumah, matanya langsung membelalak kaget. Di halaman depan—tepat di jalan masuk rumahnya, sebuah mobil mewah keluaran terbaru terparkir dengan gagah. Cat hitam yang mengkilap dan segel plastik pelindung masih terpasang di beberapa bagian mobil. Menunjukkan kalau kendaraan ini benar-benar baru.Jantung Belle berdebar keras. Siapa yang mengirim mobil ini? Kenapa harus dikirim ke rumahnya?Pintu rumah terbuka dengan cepat. Ibunya, Emily, berdiri di ambang pintu dengan ekspresi tak kalah terkejut."Belle? Apa kau tahu sesuatu soal ini?" tanya Emily.Di belakang Emily, ayahnya—Patrick menyusul keluar. Dia mengerutkan kening penuh curiga. "Dari siapa mobil ini? Ini ... ini bukan mobil yang bisa kita
Lex tertawa kecil sambil mengaduk minumannya. “Kau cukup apes, Belle,” katanya santai. “Karena harus berurusan dengan Valeria Hudson,”Belle menatapnya dengan penuh tanda tanya.Lex menyandarkan diri ke sofa. Sedikit tertawa. “Dante bisa meniduri siapa saja yang dia mau, tapi aturan nomor satu di keluarga Hudson—jangan pernah membawa wanita ke mansion. Apalagi sampai ibunya tahu,”Belle merasakan jantungnya berdebar. Namun dia tidak mengatakan apapun. Jawaban sekecil apapun yang keluar dari bibirnya, itu menandakan bahwa dia memang pernah tidur dengan Dante.“Maksudnya, kau telah melanggar aturan yang bahkan tidak pernah bisa Dante langgar sebelumnya,” sela Jamie.Belle me
Belle melangkah keluar dari gedung kantor dengan napas panjang yang berat. Langit mulai beranjak gelap, angin dingin menyapu kulitnya. Tapi dia hampir tidak merasakannya. Untuk kesekian kali hari ini, dia menerima penolakan.Sepanjang hari, Belle telah berkeliling kota. Mengetuk pintu demi pintu, menyerahkan CV, mengulang kalimat yang sama dengan penuh harapan. Hanya untuk mendengar jawaban yang sama: “Maaf, posisi sudah terisi,” atau “Maaf, kami tidak bisa menerima Anda saat ini,”Matanya menelusuri jalanan sibuk. Lampu-lampu kota mulai menyala, seakan mengejeknya yang masih berjalan tanpa tujuan. Di tangan Belle, ada tumpukan kertas CV yang bahkan tidak sempat dilirik oleh beberapa perusahaan yang dia datangi. Beberapa HRD bahkan tidak perlu membaca namanya untuk langsung menggeleng.Belle
Belle berjalan keluar dan menutup pintu di belakangnya. Sementara keluarganya tetap menatap dengan penuh kebingungan dan kekhawatiran. Saat hanya tinggal berdua di beranda, Belle menatap Dante dengan tajam."Kenapa kau datang ke sini?" tanya Belle, sama sekali tidak ramah.Dante memasukkan tangannya ke dalam saku celana, tatapannya santai tapi menusuk. "Aku ingin tahu jawabanmu,""Jawaban untuk apa?" Belle mendengus.Dante mencondongkan tubuh sedikit ke arah Belle. “Menjadi teman tidurku,” jawabnya lirih, namun penuh intimidasi. “Kau tidak perlu repot mencari pekerjaan lagi," ulang Dante, seolah berbicara dengan seorang anak kecil yang tidak mengerti maksudnya. "Aku bisa memberimu segalanya. Uang, tempat tinggal, mobil, apa pun yang kau butuhkan,"
Beberapa hari setelah pertemuannya dengan Lila, Belle menerima sebuah undangan. Amplop putih elegan itu tergeletak di meja makan, bersama dengan tumpukan surat lain yang hampir tidak pernah dia buka. Namun, begitu dia melihat namanya tertulis dalam huruf emas yang indah di bagian depan, hatinya langsung mencelos.Dengan ragu, Belle membuka amplop itu dan mengeluarkan kartu undangan berwarna krem dengan emboss mewah."Dengan penuh kebahagiaan, kami mengundang Anda untuk merayakan pertunangan kami, Edward Kingsley & Cassandra Beaumont. Kami berharap Anda dapat hadir dalam malam yang penuh cinta dan kebahagiaan ini,"Di bawahnya, tertera tanggal dan lokasi pesta—sebuah ballroom mewah di salah satu hotel bintang lima.Jari Belle mencengkeram ujung undangan itu, men
Belle terengah, mencoba mengatur napasnya yang tersengal karena panik. "Kau … kau baik-baik saja?" tanyanya dengan suara gemetar.Eddie mengerutkan kening. “Kenapa?”Belle menatap Eddie. Matanya masih dipenuhi kekhawatiran. "Jangan … jangan lompat. Kumohon," katanya terbata-bata, masih dengan napas tak beraturan.Sejenak keheningan menyelimuti mereka. Eddie terdiam sebelum akhirnya tertawa lepas. Sangat lepas, hingga Belle sedikit tersentak kaget.Belle mengerutkan kening. “Kau … tertawa?”"Aku tidak akan melompat, Belle," jawab Eddie, masih dengan sisa tawa. “Aku tidak menyangka kau akan bereaksi seheboh itu,”Belle masih m
Cahaya lampu temaram memantul di gelas-gelas kristal yang berisi minuman mahal. Aroma alkohol, cerutu, dan parfum eksklusif bercampur. Menciptakan atmosfer khas tempat elite berkumpul. Di salah satu sudut VIP, para anggota inti The Dominion Club mengelilingi meja marmer hitam.Lex, Jamie, Vicky, dan Nate tampak lebih bersemangat dari biasa. Semalam mereka baru menyaksikan drama di pesta pertunangan Eddie dan Cassie. Dan sekarang, mereka membahasnya dengan penuh antusias."Aku masih tidak percaya Cassie benar-benar melakukannya," kata Vicky, menyilangkan kaki. "Dia selalu tahu cara membuat kehebohan,""Dramatis sekali," sahut Lex dengan tawa rendah, menyesap minumannya. "Kalau ada kamera di sana, sudah pasti jadi adegan terbaik dalam reality show,”"Tapi, apa dia ti
Nate keluar dari kantor Hudson Group dengan langkah cepat dan penuh amarah. Dia bahkan tidak menunggu lift. Langsung turun melalui tangga darurat, menendang pintu keluar dengan keras.Bagaimana bisa Dante melakukan ini padanya? Setelah bertahun-tahun bekerja, setelah semua kesetiaannya, dia dipecat hanya karena menolak ikut dalam permainan kejam Dante?“Kau benar-benar brengsek, Dante Hudson,” umpatnya pelan.Dia berjalan tanpa arah, membiarkan pikirannya dipenuhi kebencian. Mobilnya terparkir di seberang jalan, tapi dia tidak ingin menyetir dalam keadaan seperti ini. Dia butuh udara. Butuh sesuatu untuk meredakan amarah yang membara di dadanya.Saat melewati sebuah gang, seorang pria berjas mahal bersandar di tembok. Menyalakan rokoknya. Dia menatap Nate dengan seringaian lebar.“Jadi, Hudson akhirnya menendangmu juga?” ujarnya.Nate berhenti. Matanya menyipit. “Apa maumu, Theo Li?”Tentu saja Nate mengenalnya. Theodore Li, miliarder keturunan Tionghoa-Amerika yang memiliki jaringan
Belle duduk di sudut kamar, memeluk kedua lututnya sambil menatap kosong ke luar jendela. Langit senja yang seharusnya indah terasa kelabu di matanya.Semuanya terjadi begitu cepat. Terlalu rapi. Terlalu sempurna untuk disebut sebagai kebetulan. Namun, siapa yang membenci keluarganya sampai tega menghancurkan mereka seperti ini?Tanpa sadar, air mata Belle kembali mengalir. "Apakah ini hukuman darimu, Dante?" isaknya.Belle menggigit bibirnya. Dia tahu Dante pria yang kejam, tapi... tidak mungkin Dante tega menghancurkan hidupnya sampai seperti ini, kan? Tapi siapa lagi yang bisa melakukannya?Di luar, Eddie masih berdiri di depan rumah Belle. Dia tahu wanita itu sedang terluka. Tetapi Belle terlalu keras kepala untuk membiarkan siapa pun masuk ke dalam dinding pertahanannya.“Apa benar ini ulahmu, Dan?” gumam Eddie, mendongak menatap rumah Belle.***Malam itu, Eddie langsung menghubungi seseorang yang selama ini menjadi "telinga dan mata" Dominion Club di balik layar, Alexander Har
Sofia berdiri dengan wajah tegang sambil menyerahkan sebuah map tebal berisi semua informasi tentang Belle. Evelyn duduk di kursi beludru berwarna gading, dengan secangkir teh di tangan. Wanita itu tampak tenang."Sudah kau dapatkan semuanya?" tanya Evelyn tanpa menoleh.Sofia mengangguk sambil meletakkan map itu di meja. "Semua yang Anda minta,”Evelyn meletakkan cangkir tehnya dan membuka map itu perlahan.Di sana ada foto Belle yang tersenyum lembut di depan toko bunga miliknya, Emily's Garden. Foto keluarganya. Foto bengkel kecil milik Patrick, ayahnya. Bahkan informasi tentang Belle yang sempat putus kuliah karena ibunya sakit keras juga ada di dalam laporan itu.Evelyn tersenyum miring.“Dia menyedihkan… tapi justru itu yang membuat Dante begitu terikat padanya," gumam Evelyn sambil membolak-balik halaman."Saya juga menemukan sesuatu yang... menarik, Nyonya," ujar Sofia.Sofia menarik napas dalam, lalu menyerahkan sebuah amplop lain yang berisi foto-foto lama."Isabella pernah
Eddie memperhatikan Belle yang sejak tadi diam dan terus melirik ke arah Dante. mendekatkan wajahnya ke Belle. “Apa kau ingin pergi dari sini?”Belle tersentak. "Hah? Tidak... Aku baik-baik saja."Eddie tersenyum kecil. "Kalau begitu... ayo berdansa," ajak Eddie, menarik tangan Belle menuju lantai dansa.Belle terkejut. "Eddie, aku—"Tapi Eddie sudah terlanjur menarik tangan Belle ke tengah lantai dansa. Dan Belle tidak bisa menolak lagi.Dante yang sejak tadi memperhatikan mereka dari kejauhan, matanya semakin gelap saat melihat Eddie memeluk pinggang Belle dan mulai berdansa. Dante meremas gelas wine di tangannya hingga retak.Lex bersandar di bar dengan gelas
Dante dan Evelyn tiba di pesta eksklusif yang diadakan oleh salah satu anggota The Dominion Club. Di sebuah ballroom mewah dengan dinding kaca yang memperlihatkan pemandangan malam kota yang berkilauan.Evelyn mengenakan gaun hitam sederhana, tanpa banyak detail berlebihan. Tetapi caranya melangkah dengan penuh percaya diri membuat semua orang di ruangan itu terdiam. Bahkan para wanita sosialita yang selama ini memuja Dante.Evelyn bukan sekadar wanita cantik. Dia berbahaya. Elegan, cerdas, dan tak terjamah.Dante yang berdiri di samping Evelyn dalam setelan jas hitam, terlihat semakin dingin dan tak tersentuh. Namun di balik matanya yang tajam, ada kekacauan berkecamuk di hatinya. Sejak Belle menolaknya, Dante kehilangan arah.Lex dan Jamie yang memperhatikan dari
"Belle, kau sakit?" tanya Emily khawatir.“Tidak, Mom... Aku hanya... lelah,” jawab Belle dengan suara parau. Dia tidak ingin bangun. Tidak ingin menghadapi dunia setelah kejadian semalam.Ibunya membuka pintu dan melangkah masuk. Dengan lembut, Emily duduk di tepi ranjang dan mengelus rambut putrinya."Kau tidak perlu memaksakan diri untuk ke toko hari ini," ucap Emily lembut. "Kalau kau butuh waktu untuk sendiri, istirahatlah," Meski tidak terlalu tahu apa yang terjadi, namun Emily bisa menebak jika ini ada hubungannya dengan kisah cinta anaknya.“Terima kasih, Mom,” bisik B
“Tidak!” Belle berkata dengan suara bergetar. “Kau … kau sudah milik orang lain. Aku tidak mungkin—”"Siapa yang memberitahumu?" sambar Dante, cukup terkejut."Apakah itu penting?" Belle menatapnya penuh luka. "Kau pikir aku ini apa? Tempat pelarian saat kau bosan dengan wanita kaya pilihan keluargamu?"Dante mendekat, tetapi Belle melangkah mundur.“Kau salah paham,” terang Dante."Tidak ada yang perlu dijelaskan," Belle memotong. “Harusnya memang sejak awal aku mengerti, dunia kita terlalu berbeda,”Dante terdiam. Rahangnya mengeras menahan emosi yang bergejolak. Sementara Belle menahan air matanya yang hampir jatuh.
Eddie bersandar di ambang pintu toko bunga milik Belle, memperhatikan wanita itu yang sibuk merangkai bunga. Jari-jari Belle yang lentik dengan cekatan memilih kelopak demi kelopak, mengatur warna, tekstur, dan aroma dengan keahlian yang membuat Eddie terpesona.Cahaya matahari sore membiaskan sinar keemasan yang membingkai sosok Belle dengan indah. Eddie merasa hatinya menghangat hanya dengan melihat Belle begitu damai di tengah kesibukannya.“Kenapa kau terus menatapku seperti itu?” tanya Belle tanpa menoleh.Eddie tersenyum kecil, lalu mendekat. “Karena aku suka melihatmu bekerja. Kau terlihat... hidup,”Belle terkekeh pelan, tapi wajahnya sedikit memerah. “Aku hanya merangkai bunga, Eddie,”
Dante melangkah keluar dari Dominion Club, menyusul Eddi yang keluar lebih dulu. Udara malam yang dingin menyambut mereka. Tetapi ketegangan di antara dua pria itu jauh lebih menusuk.Dante berhenti di tangga depan club, menyalakan rokoknya dengan gerakan santai, tetapi matanya tetap tajam seperti biasa."Jadi ... dia benar-benar calon istrimu?" tanya Eddie tanpa basa-basi, matanya menatap lurus ke depan.Dante menghela napas pelan, menghembuskan asap rokoknya ke udara. "Valeria yang mengatur ini. Aku hanya mengikutinya,”Eddie mendengus sinis. “Mengikuti? Sejak kapan kau menuruti ucapan Valeria?” ejeknya.Dante menegang. Mata gelapnya beralih ke Eddie dengan tatapan tajam, tetapi Eddie tidak gentar. M
Sofia—asisten Evelyn, berdiri dengan ekspresi serius. Di tangannya terdapat sebuah folder hitam tebal berisi informasi yang baru saja dikumpulkan tentang Dante Hudson.“Ini semua tentang Dante Hudson, dan wanita yang Anda tanyakan, Nyonya” ucap Sofia sambil menyerahkan folder itu pada Evelyn.Evelyn menerima folder tersebut dan membukanya dengan penuh rasa ingin tahu. Matanya tajam menelusuri setiap lembar informasi yang telah dikumpulkan Sofia.“Isabella Monaghan … “ Evelyn membaca nama itu dengan nada meremehkan. “Si gadis toko bunga yang berhasil membuat pria seperti Dante Hudson jatuh cinta?”Sofia mengangguk pelan. “Sepertinya Dante Hudson terobsesi padanya. Berdasarkan catatan yang berhasil saya kumpulkan, Dant