แชร์

Bab 5 Hujan Pertama

ผู้เขียน: Dama Mei
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-01-21 11:41:55

Dante menegakkan tubuhnya, melipat tangan di dada. “Kenapa sekarang kau diam? Mana keberanianmu?” tantangnya. “Bukankah, orang-orang sepertimu harus mempunyai prinsip?”

Belle tidak bergerak. Dia mengepalkan tangan erat, mencoba menahan amarahnya sendiri. Bukan berarti dia tidak berani melawan Dante, namun posisinya kini tidak bagus. Karyawan lain memasang telinga begitu tajam, menguping pembicaraan Dante dan Belle.

“Kalau Anda datang ke sini untuk mengancam saya, maaf, saya sedang sibuk,” ucap Belle pelan. Mendongak untuk menatap langsung ke mata Dante. “Ada banyak pekerjaan yang harus diselesaikan,”

Dante tertawa kecil, nadanya penuh ejekan. “Sibuk? Dengan pekerjaan kecilmu ini?” oloknya. Dia bahkan melempar catatan di meja Belle. “Kau harus tahu satu hal, Monaghan. Aku bisa menendangmu sekarang juga dari perusahaan,”

Belle mengangkat dagunya pelan. Jika bukan karena dia menghargai karyawan lain, Belle pasti sudah melawan. “Silahkan, Pak Hudson,” gumamnya pelan. Cukup untuk didengar oleh Dante. “Kalau itu yang Anda inginkan, lakukan saja. Tapi Anda harus tahu, saya tidak takut dengan orang-orang seperti Anda,”

Dante tertegun sejenak, tidak menyangka Belle akan melawan. Mata mereka bertemu, saling melempar kebencian. Untuk pertama kali, Dante melihat sesuatu yang berbeda dalam diri Belle. Keteguhan, keberanian yang jarang dia temui bahkan di kalangan elit sekalipun.

Suasana di sekitar terasa membeku saat Dante berdiri diam, menatap Belle dengan tatapan tajam. Akhirnya, dia melangkah mundur. Meluruskan jasnya dengan gerakan pelan.

“Menarik,” ujar Dante. Dia menyeringai lebar, seakan memandang Belle seperti mangsa.

Dante berbalik dan melangkah keluar. Meninggalkan ruangan dengan aura intimidasi yang membuat semua orang menahan napas. Namun Belle tetap berdiri tegak, meskipun jantungnya berdegup kencang.

***

Langit mulai gelap ketika Belle memutuskan untuk berjalan kaki ke stasiun. Jalan-jalan di pusat kota dipenuhi orang-orang yang pulang kerja. Dia membungkus erat tubuhnya dengan jas yang mulai menipis, karena udara malam ini terasa begitu dingin.

Di sepanjang trotoar, sebuah papan reklame besar menghiasi sisi gedung bertingkat. Foto seorang wanita cantik berbalut gaun emas terpampang di sana. Cassie Beaumont, nama yang tertulis di bagian bawah gambar. Adalah seorang model terkenal yang wajahnya sering menghiasi majalah-majalah mode.

Belle mendengus kecil saat sekilas memandang papan reklame itu. Seakan dia dan si model hidup dalam dunia yang berbeda.

Langkah Belle terhenti ketika dia melihat sosok yang tidak asing berdiri beberapa meter di depannya. Eddie.

Pria itu berdiri diam, kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana, sementara tatapannya terpaku pada foto besar Cassie. Wajahnya terlihat serius, seperti ada sesuatu di dalam pikirannya yang tak terungkapkan.

Belle memperhatikan dari jauh, tidak yakin apakah harus menyapa atau berlalu begitu saja. Eddie akhirnya bergerak. Dia menghela napas, lalu menyentuh bagian belakang lehernya dengan tangan. Eddie tidak menyadari keberadaan Belle. Atau mungkin dia terlalu tenggelam dalam pikirannya untuk memperdulikan orang seperti Belle.

Belle ragu sejenak sebelum memutuskan mendekat. “Eddie Kingsley?”

Eddie menoleh cepat, jelas terkejut mendengar namanya dipanggil. Ketika melihat Belle, ekspresinya berubah.

“Oh, hai. Kau tahu namaku?” Suaranya terdengar tenang. “Kau … yang menangis di pesta,” Eddie tersenyum.

“Kau sedang apa di sini?” tanya Belle, matanya melirik papan reklame di atas mereka.

Eddie melirik ke foto Cassie sekali lagi, lalu mengangkat bahu. “Hanya kebetulan lewat. Foto itu cukup mencolok, bukan?”

“Ya, dia memang cantik,” jawab Belle.

Eddie tertawa kecil, tetapi tidak mengatakan apa-apa lagi. Matanya kembali memandang foto itu untuk beberapa detik. Sebelum akhirnya mengalihkan perhatian sepenuhnya pada Belle.

“Kau pulang sendiri?” tanya Eddie, nada suaranya lebih hangat sekarang.

“Ya, aku suka jalan kaki di malam hari,” jawab Belle. Belle menggosok kedua tangannya karena merasa dingin. “Oh, sapu tanganmu … “

“Lupakan,” Eddie menggeleng. “Aku tidak pakai barang yang sudah kubuang,”

Belle menelan ludah. “Buang, eh?”

Eddie melirik sekilas ke arahnya. “Kau kedinginan?” tanyanya.

Belle menggeleng cepat, meski bibirnya sedikit bergetar. “Tidak apa-apa. Aku sudah terbiasa,”

Eddie mengerutkan dahi. “Jasmu terlalu tipis untuk malam seperti ini,” katanya. Kemudian membuka resleting jaket kulit hitam yang dia kenakan.

“Tidak, Eddie, aku baik-baik saja. Aku—” 

Belle terdiam saat Eddie tanpa basa-basi memasang jaket kulit itu di bahunya. Belle mendongak menatap Eddie. Jaket itu masih hangat, membawa aroma Eddie—perpaduan kayu cedar dan sesuatu yang segar seperti hujan pertama. Hati Belle ikut hangat.

“Terima kasih,” ucap Belle pelan. Dia tertunduk karena tersipu.

Sementara Eddie memandang foto Cassie dengan tatapan nanar. Dia tidak menjawab ucapan terima kasih dari Belle.

***

Dante mengepalkan tangan begitu erat. Dia tidak tahu pasti apa yang membuat darahnya mendidih. Dia bersandar di kursi kulit, matanya masih terpaku pada Belle dan Eddie yang diam sambil memandang foto Cassie. Yang membuat Dante semakin marah adalah saat dia melihat Belle tersenyum.

“Brengsek!” umpat Dante.

Sopir di kursi depan melirik ke kaca spion, tapi tidak berkata apa-apa. Dia sudah terbiasa dengan ledakan emosi Dante yang tiba-tiba. Terutama ketika sesuatu tidak berjalan sesuai keinginannya.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 6 Dunia Sendiri

    Di sekitar meja, para anggota The Dominion Club duduk menikmati malam dengan minuman di tangan masing-masing. Dante duduk di ujung meja. Posturnya santai tetapi auranya tetap mendominasi. Dia mengetukkan jari di sisi gelas anggurnya. Tatapannya tajam saat mengamati setiap orang di ruangan itu.“Jadi,” Dante memulai, suaranya rendah tetapi menarik perhatian semua orang. “Apa yang kalian lakukan tadi malam?”Percakapan ringan sebelumnya langsung terhenti. Semua orang tahu bahwa Dante bukan tipe yang melontarkan pertanyaan remeh semacam itu.Lex tertawa kecil, mengangkat gelasnya. “Aku? Aku sibuk mengurus acara amal perusahaan. Jangan tanya berapa banyak foto yang harus kuambil bersama orang-orang yang bahkan tidak kukenal,” kelakarnya.Jamie menyusul dengan cerita tentang koleksi mobil barunya, tetapi Dante tidak terlihat tertarik. Matanya bergerak ke arah Eddie, yang duduk di ujung lain meja dengan ekspresi tenang.“Eddie,” panggil Dante. “Apa yang kau lakukan semalam?”Semua mata di r

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-01-21
  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 7 Tidak Pantas

    Vicky tersenyum puas, memainkan ponselnya sambil melihat unggahan forum itu. “Bagaimana?” tanyanya, menatap Lex. “Cukup untuk ‘peringatan kecil’, kan?”Lex menyeringai. “Sempurna,” balasnya. “Meski aku tidak yakin berita seperti ini akan berdampak besar?”“Tentu saja!” sahut Vicky cepat. “Orang rendahan seperti dia, akan menganggap gosip ini seperti aib,”Lex manggut-manggut dengan bibir melengkung. Dia tidak mengerti tentang pertikaian sesama wanita. “Dan, bagaimana menurutmu?” Lex kini memusatkan perhatian pada Dante.Dante yang duduk di sudut dengan tatapan gelap, tidak mengatakan apa-apa. Meski ini sesuai dengan rencananya untuk mengintimidasi Belle, ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.“Aku mau semua beres. Jangan sampai nama kita dibawa,”“Tentu saja tidak, Dan! Kau tahu betapa jeniusnya Vicky, kan?” Lex melirik Vicky sambil menyeringai. Lalu keduanya saling adu kepalan tangan. Cara kerja otak Lex dan Vicky memang hampir sama.***Di meja kopi, sekelompok karyawan tertawa k

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-01-21
  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 8 Seharusnya Marah

    Langit sore tampak kelabu. Angin dingin menyapu atap gedung Hudson Group. Di sudut yang sepi, Belle duduk dengan lutut ditekuk. Memeluk dirinya sendiri. Pipinya basah oleh air mata yang tak henti-hentinya mengalir.Gosip kejam di kantor, Nate yang memintanya mengundurkan diri dan reputasinya yang tercoreng membuatnya merasa seolah-olah sedang dihakimi. Dia tidak tahu bagaimana harus menghadapi keluarganya di rumah.Namun, suara langkah kaki di belakangnya membuat Belle mengangkat kepala. Belle menghapus air mata dengan cepat dan bangkit berdiri.“Maaf, aku tidak tahu ada orang di sini,”Belle menoleh dan melihat seorang pria berdiri beberapa langkah darinya. Eddie. Dengan jaket kulit hitam dan senyum yang samar, dia terlihat begitu tenang. Hampir seperti tidak nyata.“Maaf, aku akan pergi,” tukas Belle. Mengemasi tasnya.“Tidak masalah,” sahut Eddie.Ucapan itu membuat langkah Belle terhenti.“Aku melihatmu menangis dari jauh,” kata Eddie. “Kupikir kamu butuh seseorang untuk diajak bi

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-24
  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 9 Pengakuan

    Malam itu juga Belle berdiri di depan The Dominion Club, sebuah bangunan megah dengan lampu-lampu kristal. Pintu masuknya dijaga oleh dua pria berseragam. Keduanya memandang Belle dengan tatapan penuh curiga. Belle menarik napas panjang, membenahi blazer tipis yang dia kenakan. Ini bukan tempatnya, dia tahu itu. Tapi dia tidak peduli.“Maaf, Nona. Ini tempat khusus untuk anggota dan tamu undangan,” Salah satu penjaga menghentikannya.Belle menatap penjaga itu dengan mata melotot. “Aku di sini untuk bertemu Dante Hudson,” katanya dengan suara ketus.Penjaga itu mengerutkan dahi, tampak ragu. “Nama Anda?”“Belle. Bilang itu,”Setelah jeda singkat, penjaga itu berbicara melalui earpiece-nya. Beberapa saat kemudian, dia membuka pintu.“Silahkan masuk, Nona Belle,”Belle melangkah masuk. Musik jazz lembut mengalun dan kelompok-kelompok kecil orang berpakaian mahal mengobrol sambil menikmati minuman mereka. Namun, perhatian Belle hanya tertuju pada satu orang: Dante.Di tengah ruangan, Dan

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-24
  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 10 Rumor Buruk

    Belle tiba di rumah dengan langkah gontai. Tubuhnya terasa begitu lelah. Bukan hanya karena perjalanan panjang, tetapi juga karena beban yang menekan pikirannya. Aroma masakan ibunya bercampur dengan suara televisi yang samar-samar terdengar dari ruang keluarga."Belle, kau sudah pulang?" seru ibunya–Emily, keluar dari dapur. “Kenapa malam sekali?”Belle memaksakan senyuman kecil. “Apa Ayah belum pulang?” jawabnya singkat sambil melepas sepatu di dekat pintu.Emily menggeleng. “Ayahmu sibuk di bengkel. Katanya ada yang harus diselesaikan sebelum besok pagi,”“Lagi?” sahut Belle dengan alis terangkat.Emily angkat bahu, lalu kembali ke dapur. “Belle, besok kau mau sarapan apa?”Belle merasa dadanya semakin sesak. Dia ingin menangis, ingin mengakui semuanya—bahwa dia telah dipecat karena tuduhan kejam yang bahkan tidak benar. Tapi dia tidak tega. Keluarganya sudah cukup cemas memikirkan ekonomi.“Tidak perlu,” jawab Belle pelan. “Aku harus berangkat sangat pagi besok,”“Jangan bilang ka

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-24
  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 11 Undangan Mewah

    Belle meletakkan kartu itu di meja. "Tapi kenapa aku diundang? Aku tidak kenal dia,"Liam mengangkat bahu. “Mungkin seseorang ingin kamu ada di sana?”Ucapan itu membuat Belle tertegun. Pikirannya langsung melayang ke sosok Eddie. Tatapan hangatnya, senyum samar yang Eddie berikan saat menyerahkan sapu tangan, dan caranya memberikan jaket tanpa basa-basi.Apakah Eddie yang mengirim gaun ini? pikir Belle, hatinya tiba-tiba berdebar.Belle bisa membayangkan Eddie, dengan caranya yang tenang dan misterius, memikirkan cara agar Belle bisa datang ke pesta Cassie Beaumont.Wajah Belle sedikit memerah saat bayangan itu memenuhi pikirannya. Dia tersipu, dan senyum kecil tak sengaja merekah di bibirnya. Mungkin, ini adalah bentuk perhatian Eddie. Mungkin, dia ingin Belle hadir di pesta itu agar mereka bisa bertemu lagi.“Jangan mimpi, Belle!” Belle menepuk pelan pipinya sendiri. Mencoba mengusir perasaan itu.“Ada apa?” Liam menatap Belle dengan dahi berkerut. “Dasar aneh!” celetuknya, lalu ke

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-06
  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 12 Menikmati Pesta

    “Ah, Belle?!” Lex juga ikut terkejut. “Kenapa dia di sini?”“Itu yang kutanyakan sejak tadi!” teriak Nate, kesal.Lex segera berjalan cepat masuk ke dalam. Dia tentu saja ingin melaporkan temuannya pada Dante dan yang lain. Sementara Nate mengikuti langkah Lex, namun lebih pelan.Dante sedang berdiri di dekat meja bar, berbicara santai dengan Jamie tentang bisnis keluarga mereka yang terus berkembang. Pandangan Dante acuh tak acuh, seperti biasa. Hingga Jamie yang sedang menyesap champagne mendadak bersiul pelan dan mengangguk ke arah pintu masuk ballroom.“Lihat siapa yang datang,” gumam Jamie sambil tersenyum kecil.Dante mengerutkan alis, menoleh dengan sedikit rasa ingin tahu. Namun, saat matanya menangkap sosok Belle yang melangkah masuk ke ruangan, seluruh fokusnya langsung tertuju pada wanita itu.Belle terlihat berbeda malam ini. Gaun berwarna biru gelap yang membalut tubuhnya memancarkan kesan anggun. Rambutnya yang biasanya diikat rapi kini tergerai lembut, dengan gelombang

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-06
  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 13 Perusak Suasana

    Dante berdiri di salah satu sudut ruangan, gelas kristal berisi minuman berwarna keemasan berada di tangannya. Matanya tak pernah lepas dari Belle, yang kini berdiri sendirian di tengah pesta. Wajah Belle masih terlihat sedikit pucat setelah apa yang baru saja terjadi.Sorot mata Dante penuh dengan campuran emosi yang sulit dijelaskan. Belle bukan wanita yang biasa dia temui di lingkungan seperti ini. Ada sesuatu tentang keberanian dan keteguhan Belle yang terus-menerus menarik perhatian Dante, meskipun dia ingin menyangkalnya.Dante meneguk minuman, membiarkan cairan itu meluncur melewati tenggorokannya. Demi mencoba mengusir pikiran yang tak diinginkan. Namun, pandangan Dante tetap terkunci pada Belle. Gaun itu membingkai tubuh Belle dengan sempurna, membuat hati Dante berdesir hebat.“Kau tidak bisa berhenti memandangnya, ya?” goda Jamie, menyadari perubahan sikap Dante.Dante mendengus ringan. “Ya, aku akui itu,” jawabnya. “Tapi dia juga terlalu keras kepala,”Jamie tertawa pelan,

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-07

บทล่าสุด

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 14 Kabur

    “Apa yang kau pikirkan? Kau sengaja mempermalukannya di depan semua orang?” serang Dante pada Vicky. Saat mereka berada di sudut ruangan, jauh dari keramaian pesta. “Dia pantas mendapatkannya. Wanita itu tidak tahu tempatnya. Berani sekali datang ke pesta ini seakan dia bagian dari kita,” Vicky justru makin muntab.“Itu bukan urusanmu!” bentak Dante, nadanya kini naik. “Kau memalukan dirimu sendiri dengan tingkah seperti itu,”“Kenapa kau begitu peduli padanya, Dan?” Vicky mendekat. “Setahuku, kau tidak akan membiarkan siapapun membuatmu tampak lemah. Tapi yang kulihat sekarang, kau sedang dikuasai wanita rendahan itu,”Rahang Dante mengeras. “Aku memperingatkanmu, Vicky,” Dante mendekatkan wajahnya ke wajah Vicky. “Jika kau menyentuhnya lagi, atau mencoba mempermalukannya, kau akan berurusan denganku,” ancamnya lirih.Vicky mendengus kecil, kemudian melangkah menjauh. “Lakukan saja apa yang kau mau, Dan. Kau tahu aku tidak bisa dihentikan!”Dante mengepalkan tangan, mengawasi Vicky

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 13 Perusak Suasana

    Dante berdiri di salah satu sudut ruangan, gelas kristal berisi minuman berwarna keemasan berada di tangannya. Matanya tak pernah lepas dari Belle, yang kini berdiri sendirian di tengah pesta. Wajah Belle masih terlihat sedikit pucat setelah apa yang baru saja terjadi.Sorot mata Dante penuh dengan campuran emosi yang sulit dijelaskan. Belle bukan wanita yang biasa dia temui di lingkungan seperti ini. Ada sesuatu tentang keberanian dan keteguhan Belle yang terus-menerus menarik perhatian Dante, meskipun dia ingin menyangkalnya.Dante meneguk minuman, membiarkan cairan itu meluncur melewati tenggorokannya. Demi mencoba mengusir pikiran yang tak diinginkan. Namun, pandangan Dante tetap terkunci pada Belle. Gaun itu membingkai tubuh Belle dengan sempurna, membuat hati Dante berdesir hebat.“Kau tidak bisa berhenti memandangnya, ya?” goda Jamie, menyadari perubahan sikap Dante.Dante mendengus ringan. “Ya, aku akui itu,” jawabnya. “Tapi dia juga terlalu keras kepala,”Jamie tertawa pelan,

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 12 Menikmati Pesta

    “Ah, Belle?!” Lex juga ikut terkejut. “Kenapa dia di sini?”“Itu yang kutanyakan sejak tadi!” teriak Nate, kesal.Lex segera berjalan cepat masuk ke dalam. Dia tentu saja ingin melaporkan temuannya pada Dante dan yang lain. Sementara Nate mengikuti langkah Lex, namun lebih pelan.Dante sedang berdiri di dekat meja bar, berbicara santai dengan Jamie tentang bisnis keluarga mereka yang terus berkembang. Pandangan Dante acuh tak acuh, seperti biasa. Hingga Jamie yang sedang menyesap champagne mendadak bersiul pelan dan mengangguk ke arah pintu masuk ballroom.“Lihat siapa yang datang,” gumam Jamie sambil tersenyum kecil.Dante mengerutkan alis, menoleh dengan sedikit rasa ingin tahu. Namun, saat matanya menangkap sosok Belle yang melangkah masuk ke ruangan, seluruh fokusnya langsung tertuju pada wanita itu.Belle terlihat berbeda malam ini. Gaun berwarna biru gelap yang membalut tubuhnya memancarkan kesan anggun. Rambutnya yang biasanya diikat rapi kini tergerai lembut, dengan gelombang

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 11 Undangan Mewah

    Belle meletakkan kartu itu di meja. "Tapi kenapa aku diundang? Aku tidak kenal dia,"Liam mengangkat bahu. “Mungkin seseorang ingin kamu ada di sana?”Ucapan itu membuat Belle tertegun. Pikirannya langsung melayang ke sosok Eddie. Tatapan hangatnya, senyum samar yang Eddie berikan saat menyerahkan sapu tangan, dan caranya memberikan jaket tanpa basa-basi.Apakah Eddie yang mengirim gaun ini? pikir Belle, hatinya tiba-tiba berdebar.Belle bisa membayangkan Eddie, dengan caranya yang tenang dan misterius, memikirkan cara agar Belle bisa datang ke pesta Cassie Beaumont.Wajah Belle sedikit memerah saat bayangan itu memenuhi pikirannya. Dia tersipu, dan senyum kecil tak sengaja merekah di bibirnya. Mungkin, ini adalah bentuk perhatian Eddie. Mungkin, dia ingin Belle hadir di pesta itu agar mereka bisa bertemu lagi.“Jangan mimpi, Belle!” Belle menepuk pelan pipinya sendiri. Mencoba mengusir perasaan itu.“Ada apa?” Liam menatap Belle dengan dahi berkerut. “Dasar aneh!” celetuknya, lalu ke

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 10 Rumor Buruk

    Belle tiba di rumah dengan langkah gontai. Tubuhnya terasa begitu lelah. Bukan hanya karena perjalanan panjang, tetapi juga karena beban yang menekan pikirannya. Aroma masakan ibunya bercampur dengan suara televisi yang samar-samar terdengar dari ruang keluarga."Belle, kau sudah pulang?" seru ibunya–Emily, keluar dari dapur. “Kenapa malam sekali?”Belle memaksakan senyuman kecil. “Apa Ayah belum pulang?” jawabnya singkat sambil melepas sepatu di dekat pintu.Emily menggeleng. “Ayahmu sibuk di bengkel. Katanya ada yang harus diselesaikan sebelum besok pagi,”“Lagi?” sahut Belle dengan alis terangkat.Emily angkat bahu, lalu kembali ke dapur. “Belle, besok kau mau sarapan apa?”Belle merasa dadanya semakin sesak. Dia ingin menangis, ingin mengakui semuanya—bahwa dia telah dipecat karena tuduhan kejam yang bahkan tidak benar. Tapi dia tidak tega. Keluarganya sudah cukup cemas memikirkan ekonomi.“Tidak perlu,” jawab Belle pelan. “Aku harus berangkat sangat pagi besok,”“Jangan bilang ka

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 9 Pengakuan

    Malam itu juga Belle berdiri di depan The Dominion Club, sebuah bangunan megah dengan lampu-lampu kristal. Pintu masuknya dijaga oleh dua pria berseragam. Keduanya memandang Belle dengan tatapan penuh curiga. Belle menarik napas panjang, membenahi blazer tipis yang dia kenakan. Ini bukan tempatnya, dia tahu itu. Tapi dia tidak peduli.“Maaf, Nona. Ini tempat khusus untuk anggota dan tamu undangan,” Salah satu penjaga menghentikannya.Belle menatap penjaga itu dengan mata melotot. “Aku di sini untuk bertemu Dante Hudson,” katanya dengan suara ketus.Penjaga itu mengerutkan dahi, tampak ragu. “Nama Anda?”“Belle. Bilang itu,”Setelah jeda singkat, penjaga itu berbicara melalui earpiece-nya. Beberapa saat kemudian, dia membuka pintu.“Silahkan masuk, Nona Belle,”Belle melangkah masuk. Musik jazz lembut mengalun dan kelompok-kelompok kecil orang berpakaian mahal mengobrol sambil menikmati minuman mereka. Namun, perhatian Belle hanya tertuju pada satu orang: Dante.Di tengah ruangan, Dan

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 8 Seharusnya Marah

    Langit sore tampak kelabu. Angin dingin menyapu atap gedung Hudson Group. Di sudut yang sepi, Belle duduk dengan lutut ditekuk. Memeluk dirinya sendiri. Pipinya basah oleh air mata yang tak henti-hentinya mengalir.Gosip kejam di kantor, Nate yang memintanya mengundurkan diri dan reputasinya yang tercoreng membuatnya merasa seolah-olah sedang dihakimi. Dia tidak tahu bagaimana harus menghadapi keluarganya di rumah.Namun, suara langkah kaki di belakangnya membuat Belle mengangkat kepala. Belle menghapus air mata dengan cepat dan bangkit berdiri.“Maaf, aku tidak tahu ada orang di sini,”Belle menoleh dan melihat seorang pria berdiri beberapa langkah darinya. Eddie. Dengan jaket kulit hitam dan senyum yang samar, dia terlihat begitu tenang. Hampir seperti tidak nyata.“Maaf, aku akan pergi,” tukas Belle. Mengemasi tasnya.“Tidak masalah,” sahut Eddie.Ucapan itu membuat langkah Belle terhenti.“Aku melihatmu menangis dari jauh,” kata Eddie. “Kupikir kamu butuh seseorang untuk diajak bi

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 7 Tidak Pantas

    Vicky tersenyum puas, memainkan ponselnya sambil melihat unggahan forum itu. “Bagaimana?” tanyanya, menatap Lex. “Cukup untuk ‘peringatan kecil’, kan?”Lex menyeringai. “Sempurna,” balasnya. “Meski aku tidak yakin berita seperti ini akan berdampak besar?”“Tentu saja!” sahut Vicky cepat. “Orang rendahan seperti dia, akan menganggap gosip ini seperti aib,”Lex manggut-manggut dengan bibir melengkung. Dia tidak mengerti tentang pertikaian sesama wanita. “Dan, bagaimana menurutmu?” Lex kini memusatkan perhatian pada Dante.Dante yang duduk di sudut dengan tatapan gelap, tidak mengatakan apa-apa. Meski ini sesuai dengan rencananya untuk mengintimidasi Belle, ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.“Aku mau semua beres. Jangan sampai nama kita dibawa,”“Tentu saja tidak, Dan! Kau tahu betapa jeniusnya Vicky, kan?” Lex melirik Vicky sambil menyeringai. Lalu keduanya saling adu kepalan tangan. Cara kerja otak Lex dan Vicky memang hampir sama.***Di meja kopi, sekelompok karyawan tertawa k

  • Dalam Genggaman Tiran Tampan   Bab 6 Dunia Sendiri

    Di sekitar meja, para anggota The Dominion Club duduk menikmati malam dengan minuman di tangan masing-masing. Dante duduk di ujung meja. Posturnya santai tetapi auranya tetap mendominasi. Dia mengetukkan jari di sisi gelas anggurnya. Tatapannya tajam saat mengamati setiap orang di ruangan itu.“Jadi,” Dante memulai, suaranya rendah tetapi menarik perhatian semua orang. “Apa yang kalian lakukan tadi malam?”Percakapan ringan sebelumnya langsung terhenti. Semua orang tahu bahwa Dante bukan tipe yang melontarkan pertanyaan remeh semacam itu.Lex tertawa kecil, mengangkat gelasnya. “Aku? Aku sibuk mengurus acara amal perusahaan. Jangan tanya berapa banyak foto yang harus kuambil bersama orang-orang yang bahkan tidak kukenal,” kelakarnya.Jamie menyusul dengan cerita tentang koleksi mobil barunya, tetapi Dante tidak terlihat tertarik. Matanya bergerak ke arah Eddie, yang duduk di ujung lain meja dengan ekspresi tenang.“Eddie,” panggil Dante. “Apa yang kau lakukan semalam?”Semua mata di r

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status