"Kalau sudah seperti ini, siapa yang mau bertanggung jawab? Aku?" Daniella menunjuk dirinya sendiri. "Kenapa pikiranmu sedangkal itu Gavriel? Kau mendatangkan banyak pembenci padaku, kau yang membuatku hampir kehilangan nyawaku, Kakek ku tidak akan pernah setuju jika dia tau bahaya seperti apa yang datang padaku jika aku menikah denganmu! Kau lebih berbahaya dari mereka, Gavriel." Dia tidak menyangka jika Gavriel melakukan hal yang begitu buruk pada Dion. Kenapa dia tidak profesional sama sekali? Semua kesalahan ada pada Gavriel, dia yang memilih seorang model tidak ada kemampuan sama sekali, jadi wajar saja jika dia di omeli karena tidak melakukan pekerjaannya dengan baik. Namun menyuruh orang lain untuk menghancurkan tempat kerja Dion sangatlah buruk. "Aku melakukannya ... " "Karena kau peduli padaku? Atas dasar apa kau peduli padaku? Kita tidak pernah punya hubungan apapun sebelumnya dan semuanya baik-baik saja. Ini adalah masalahmu dengan Dion, tetapi aku akan tetap minta maaf p
Begitu Gavriel membuka matanya, dia langsung mengambil ponselnya dan menghubungi Alberto untuk menyiapkan kontrak kerja Daniella dengan JS Group, dia tidak mau kalau semua pekerjaan Daniella di handle oleh Anthonio. Selesai berbicara dengan Alberto, dia keluar dari kamarnya dan mendapati Daniella sedang duduk di ruang tengah sambil memegang secangkir kopi dengan sebelah tangannya dan sebelah tangannya lagi memegang ponsel, dia seperti mencari sesuatu. "Kau mau kopi?" tanya Daniella saat dia mendengar langkah kaki Gavriel. "Aku juga sudah buatkan sarapan untukmu, setidaknya ada yang harus aku lakukan saat aku nginap di rumahmu," Daniella meletakan cangkir kopinya di meja, dia berdiri dan memberikan ponselnya pada Gavriel. "Apa yang akan kau lakukan sekarang?" tanya Daniella. Berita tentang Allena dan Gavriel semakin panas, ada begitu banyak penggemar Allena yang memberikan restu pada hubungan Allena dan Gavriel. Gavriel membaca berita di ponsel Daniella, sesekali dia melirik Daniella
Daniella mendengar suara bising dari arah dapur. Tidak mungkin Gavriel yang melakukannya. Sekarang masih jam enam sore dan dia yakin Gavriel pasti masih di Kantor. Pria yang gila kerja itu tidak akan pulang secepat itu. Tadi pagi saat Daniella datang ke JS Group untuk mengurus dokumen kontraknya, dia tidak bertemu Gavriel karena pria itu sedang ada meeting di luar Kantor. "Apa yang sedang kau lakukan?" Teriak Daniella melihat Gavriel sibuk di dapur. Pecahan telur mengotori lantai, potongan sayuran juga bertebaran disana. "Kau ingin menjadikan dapur ini tempat sampah?" Daniella meletakan tasnya di bangku dan melepaskan blezernya kemudian bergegas menghampiri Gavriel. Dia mendorong Gavriel ketika melihat telor yang di goreng Gavriel gosong. "Seharusnya aku tidak perlu kembali jika keadaanya seperti ini.""Kau hampir membuatku jatuh." Protes Gavriel. "Lebih baik kau jatuh dan kepalamu terbentur hingga kau bisa sadar dengan semua kebodohan yang kau lakukan!" "Membuatmu terpikat dengank
Entah sudah berapa lama sejak Gavriel menyuruh orang untuk menghancurkan studio foto milik Dion, kini pria itu sudah berdiri di hadapan Gavriel dengan keangkuhan yang nampak jelas di wajahnya. Dion begitu berani datang menemui Gavriel setelah dia mendapatkan dukungan penuh dari orang-orang yang ingin menghancurkan Gavriel dan Daniella. Selama sepersekian detik, keduanya tidak berbicara dan hanya melemparkan tatapan penuh amarah. "Untuk apa kau datang kesini?" Dion menunduk sebentar kemudian mengangkat wajahnya dan menatap Gavriel dengan tajam. "Aku dengar, kau dan Daniella akan menikah," katanya. "Aku datang kesini bukan untuk mengucapkan selamat padamu, tetapi aku datang untuk memperingatimu!" "Memperingatiku? Berani sekali kau datang kesini hanya untuk memperingatiku!" "Aku tau semua hal yang sudah kau lakukan, aku tidak akan meminta ganti rugi sepeserpun padamu. Tetapi ... ada satu hal yang harus kau tahu. Jika kau tidak akan pernah menikah dengan Daniella." Gavriel tertawa
Daniella sudah bangun dari tidurnya, namun ia enggan untuk beranjak darisana, dia menyembunyikan wajah dan tubuhnya di balik selimut. Darisana dia mendengar Gavriel sedang berbicara dengan seseorang melalui telepon. Suara Gavriel tetap sama, tidak ada keramahan sama sekali. "siapa yang bisa bertahan dengan tempramen pria seperti itu?" gumamnya. Daniella membuka sedikit selimutnya dan mengintip kearah Gavriel. Matanya mengerjap-ngerjap melihat pria yang semalam mengecup keningnya. Dia berpikir semalam Daniella sudah tidur, nyatanya Daniella masih terbangun dan dia hampir pingsan karena menahan napas. "Apakah mencuri ciuman seseorang itu menyenangkan?" Gumamnya pelan. "Dia selalu mengambilnya diam-diam. Kenapa tidak memintanya dengan baik-baik?" "Aku tau kau sudah bangun Daniella, untuk apa kau mengintip seperti itu?" Gavriel berbicara santai, dia biasa-biasa saja setelah dia mencuri ciuman Daniella semalam. "Bangunlah, aku sudah memesan sarapan untukmu." Daniella terdiam sela
Daniella berjalan diantara para pejalan kaki, dia sengaja turun tak jauh dari lokasi tempat dia janjian dengan Anthonio, karena dia juga ingin mampir ke sebuah toko kue yang cukup populer di daerah itu. Dia memesan sebuah cake untuk Gavriel. "Kenapa jadi aku yang berusaha membuatnya terpikat?" keluhnya. "Apa aku batalkan saja? dia pasti berpikir jika aku menyukainya" pikirnya sambil menghentikan langkahnya. Dia berbalik dan kembali terdiam. Daniella hendak balik ke toko kue, namun ada sesuatu yang menahan langkahnya. Perlahan-lahan Daniella memutar kepalanya. "Kenapa kau berdiri disini?" tanya Anthonio. "Kau mencari sesuatu?" tanyanya lagi. Anthonio melihat Daniella dari dalam mobilnya, dan dia meminta supirnya untuk menurunkannya disana lalu menghampiri Daniella. Daniella menggelengkan kepalanya. Namun Anthonio merasa Daniella jelas sedang kebingungan, karena beberapa kali dia melihat kearah toko kue lalu menatap Anthonio. "Kau ingin kesana?" tanya Anthonio. Dia menunjuk k
Daniella kembali ke Rumah Sakit dan membawakan cake untuk Gavriel. Dia tiba di kamar rawat Gavriel, namun dia tidak menemukan Gavriel disana. Kemana dia? dia pergi sambil membawa tiang infusnya. Daniella meletakan cake dan tasnya di meja, lalu mencoba mengecek ke Toilet, tetapi disana kosong. Dia menghubungi Gavriel tetapi tidak ada jawaban sama sekali. Dia mulai cemas, lalu mendatangi bagian administrasi untuk menanyakan kemana Gavriel pergi. Salah seorang perawat disana memberitahu Daniella jika Gavriel sedang pergi ke taman. "Memangnya dia sudah bisa jalan?" Daniella mendecak kesal. Dia pun menyusul Gavriel, dan selama beberapa saat dia sibuk mencarinya. "Ck! kenapa dia tidak menjawab telponnya?" Dia masih mencoba menghubungi Gavriel. Setelah keliling beberapa saat, akhirnya dia melihat Gavriel. Gavriel sedang duduk di sebuah bangku kayu. Pria itu sedang memperhatikan sepasang lansia yang duduk di depannya. Sepertinya, dia mengharapkan masa tua yang indah seperti sepasang lans
Daniella membuka pintu mobil dan keluar. Ia berlari ke pintu penumpang dan membukakan pintu untuk Gavriel. "Pelan-pelan." Katanya sembari menahan kepala Gavriel. Sebenarnya Gavriel sudah bisa bergerak seperti biasanya, namun kecemasan Daniella membuatnya terpaksa tetap berpura-pura kalau dia masih membutuhkan bantuan Daniella, apalagi besok Daniella akan pergi ke Jepang. Kapan lagi dia bisa mendapatkan perhatian Daniella? Pikirnya. Gavriel tersenyum melihat kepeduliaan Daniella padanya. "Besok kau akan pergi ke Jepang, sebaiknya kau pulang saja dan siapkan semua barang-barang yang akan kamu bawa." "Kamu mengusirku? aku juga tau kalau masih ada banyak hal yang perlu aku selesaikan. Tetapi, melihat kondisimu seperti ini, aku tidak tega. Apalagi nanti aku akan berada di Jepang selama dua minggu." "Dua minggu?" Gavriel baru mendengarnya. Sebelumnya ia sama sekali tidak tau jika Daniella akan syuting di Jepang dua minggu. "Kenapa kamu memberitahuku?" "Itu hanya estimasinya saja, kemu
Tujuh hari setelah pemakaman Daniella, Gavriel menemui Kakek Andreas dan menyatakan langkah yang akan dia ambil. "Kenapa kamu seperti ini? jika kamu pergi, bagaimana dengan Kakek?" tanya Kakek Andreas. Dia begitu terkejut saat mendengar keinginan Gavriel untuk pergi ke Luar Negri dan tinggal di sebuah Desa yang terkenal dengan pertaniannya. "Biarkan aku pergi Kakek. Alberto yang akan membantu Kakek mengurus perusahaan. Aku akan kembali jika ..." "Jika apa? jika perasaan bersalahmu menghilang? jika kau sudah menjalani hukumanmu? jangan bodoh Gavriel! semua yang terjadi bukan karena kesalahanmu. Pihak kepolisian juga sudah menyelidiki semuanya. Apa yang terjadi memang sebuah kecelakaan!!!" teriak Kakek. Namun seperti apapun keinginan Kakek untuk menahannya pada akhirnya Gavriel tetap memilih untuk pergi. Setelah dia pamit pada Kakeknya, dia pergi ke makam Daniella. Disana ada banyak bunga-bunga segar yang di letakan diatas makamnya. Gavriel duduk disana dalam diam, dia tak mampu
Sungguh mengejutkan mendengar berita tentang Daniella dan Anthonio yang kecelakaan di sebuah daerah yang jaraknya sekitar dua jam dari Labuan Bajo. Sekujur tubuh Gavriel terasa lemas, dia tak berdaya mendapati kabar mengerikan itu. Dia tidak pernah berpikir hal mengerikan seperti ini harus datang pada dirinya. Gavriel hanya tertunduk lemas di dalam ruangannya gelap, dia menyalahkan dirinya sendiri atas kecelakaan yang menimpa Daniella, baginya semua yang terjadi karena dirinya, seandainya saja dia tidak hadir di dalam kehidupan Daniella dan tidak memaksakan Daniella untuk ada di sampingnya, semuanya tak akan terjadi. Alberto masuk kedalam ruangan, memberitahu Gavriel jika Kakek Andreas dan Kakek Michael sudah tiba, dan jenasah Daniella juga akan tiba di Jakarta sekitar jam 7 malam nanti. Gavriel tidak berani menemui mereka, dia marah pada dirinya sendiri dia tidak bisa melakukan apa yang telah dia janjikan pada Kakek Michael. Dia tidak bisa menjaga Daniella. Kakek Andreas menemuiny
Cuaca panas langsung menerjang kulit Daniella. Di depan pintu kedatangan Bandara Labuan Bajo, sudah banyak supir Travel yang mengantri dan menawarkan jasa mereka. Seorang pria berbadan besar menerobos kerumunan para supir travel itu dan mengambil koper milik Anthonio. Pria berbadan besar itu salah satu orang kepercayaan Anthonio yang akan membawa mereka menuju lokasi yang akan mereka tuju. Daniella melangkah mengikuti langkah Kaki Anthonio, karena pria terus menggenggam tangan Daniella dan tidak membiarkan Daniella melangkah jauh darinya. Mereka menuju parkiran mobil yang berada di depan Bandara. Beberapa orang yang melihat Daniella saat itu, terus memperhatikan wajahnya dengan seksama, seakan-akan mereka penasaran akan sesuatu. Daniella masuk kedalam mobil, dia dan Anthonio duduk di bangku penumpang. Setelah pria berbadan besar itu meletkan barang-barang milik Anthonio di bagasi, dia juga masuk kedalam mobil dan duduk di balik kemudinya. "Perjalanan menuju ke kota Ruteng, bisa kit
"Kenapa kamu baru memberitahuku sekarang? kenapa kamu membiarkan Anthonio membawa pergi Daniella?" Suaranya terdengar marah, dia juga panik mengetahui Daniella bersama Anthonio. Orang suruhan Ray, yang biasanya mengawasi dan menjaga Daniella saat Gavriel tidak ada, kini telah tumbang. Anthonio memang tak main-main menghabisi siapapun yang berusaha menghalanginya. Lebih mengerikannya lagi saat Gavriel juga mendengar kabar tentang Sana yang juga tewas di tangan Anthonio. "Lalu kemana dia membawa pergi Daniella? Jawab! aku harus menemuinya sekarang juga." "Aku minta maaf Gavriel, karena sampai sekarang aku belum menemukannya. Aku akan mengabarimu segera jika aku mendapatkan informasi tentang keberadaan mereka." "Aku kasih waktu kamu satu jam. Temui keberadaan mereka!" Gavriel menutup teleponnya dan berteriak kesal di dalam ruang kerjanya. Suasana hatinya begitu kacau, dia sangat mencemaskab Daniella. Pintu ruangannya terbuka, Alberto masuk bersama Allena yang terlihat begitu takut di
Gavriel tidak memberitahu Daniella tentang Zeva yang dia duga bersekongkol dengan Anthonio. Dia juga tidak membahas lagi tentang masalah Anthonio, dia membiarkan Daniella menjalani hari-harinya yang sedang suka berkebun dan belajar memasak. Namun, semua kesenangan mereka berakhir ketika Zeva datang ke rumah Anthonio. "Gavriel yang memberitahuku jika kamu disini. Awalnya dia enggan memberitahuku tentang keberadaanmu karena dia takut jika Anthonio memhetahui keberadaanmu." Itulah yang Zeva katakan ketika dia bertemu dengan Daniella. Daniella tidak mencurigai apapun. Dia hanya merasa bahagia karena sudah bertemu dengan Zeva. Keduanya salung melepaskan rindu, dan berbagi cerita tentang segala hal yang mereka lalui. "Aku tidak tau jika Anthonio bersikap mengerikan seperti itu. Aku menyesal sudah mengenalkanmu padanya." Ungkap Zeva tulus. Dia mengatakannya dengan bersungguh-sungguh. Daniella menggelengkan kepalanya, "Ini bukan salah kamu. Kita berdua jika tidak akan tau jika Anthonio
Setelah menemui Gavriel. Zeva pergi menemui Anthonio. Dia menyampaikan semua hal yang dia dapatkan dari Gavriel, tidak ada yang dia lebihkan dan dia kurang-kurangi. "Kau yakin dengan ucapanmu?" Anthonio merasa ragu dengan jawaban yang di sampaikan oleh Zeva. Dia pun melanjutkan. "Kau tau konsekuensinya jika kau membohingiku Zeva. Perusahaan milik Ayahmu yang akan menjadi taruhannya." Zeva menahan kekesalannya. Kini dia merasa menyesal karena dia pernah menjodohkan Daniella dengan Anthonio. Rupanya, pria itu lebih buruk dari apa yang dia dengar selama ini. Demi urusan pribadinya, dia bahkan berusaha untuk menghancurkan perusahaan milik Ayahnya Zeva. "Aku bertemu dengan Allena di perusahaan Gavriel. Aku juga mendengar pembicaraan Gavriel dengan sekretarisnya tentang kontrak kerjasama mereka dengan Allena." Anthonio menyipitkan matanya. Dia tidak tau mengenai kontrak kerjasama yang di maksud oleh Zeva. Dia tidak mau penasaran dan langsung menghubungi seseorang yang dia percaya un
Mobil Gavriel baru saja tiba di depan kantornya, dia turun dari Mobil dan salah seorang staffnya masuk kedalam mobil, menggantikan Gavriel untuk memarkir mobilnya. Baru saja dia hendak masuk kedalam kantornya, dia mendengar seorang wanita berteriak memanggilnya. Gavriel menghentikan langkahnya dan melihat Zeva berlari menemui Gavriel. "Sepertinya ada hal penting yang mau kamu sampaikan, sehingga kamu datang menemuiku di kantor." Kata Gavriel. "Kamu pasti tau hal apa yang membawaku kesini. Aku ingin menanyakan keadaan Daniella. Dimana dia? kenapa aku tidak bisa menghubunginya?" Zeva bertanya penuh selidik dan tidak mengalihkan pandangannya dari mata Gavriel, dia ingin tau apakah Gavriel berkata jujur atau tidak padanya. "Apakah dia tidak memberitahumu apa yang terjadi saat dia di Jepang?" tanya Gavriel. Dia ingin memancing Zeva, apakah Anthonio pernah mengatakan sesuatu padanya tentang Daniella. Kemana dia selama ini? kenapa dia baru datang sekarang? Zeva tidak bertanya lebih
Daniella merasakan sesuatu berhembus di wajahnya. Saat ia membuka mata, ia kaget mendapatkan wajah Gavriel berada di atas wajahnya. Dengan cepat, ia mendorong wajah Gavriel menjauh dari wajahnya. "Kenapa kamu disini?" teriak Daniella dengan wajah ketakutan. "Pergi!" teriaknya. Wajahnya berkeringat dan badannya gemetar. "Sayang, kamu kenapa? heiii ini aku Sayang." Kata Gavriel mencoba menenangkan Daniella. Sepertinya dia mengalami mimpi buruk, karena teriakannya juga Gavriel terbangun dari tidurnya. Daniella langsung memeluk tubuh Gavriel dengan erat. Dia lega karena hal buruk itu hanya ada dalam mimpinya. Gavriel mengusap lembut punggung Daniella dan menenangkannya. "Aku bermimpi, jika Anthonio mencelakai kamu, dan dia ingin melakukan hal buruk juga padaku." "Itu hanya mimpi buruk, aku akan selalu ada di sampingmu dan memastikan hal buruk yang kamu takutkan tak akan pernah terjadi. Anthonio atau siapapun tidak akan pernah bisa menyentuhmu." "Kamu tidak boleh terluka! kam
Gavriel menggulung lengan kemejanya, lalu menarik kursi dan duduk di balik meja kerjanya. Jarum jam sudah menunjukan pukul delapan malam, namun dia masih sibuk dengan pekerjaannya. Hari ini ada begitu banyak masalah pekerjaan yang harus dia selesaikan setelah dia meeting dengan beberapa Manager di kantornya. Hari ini, dia bahkan tidak sempat memikirkan permasalahannya dengan Anthonio. Dia juga bahkan belum menelpon Daniella, terakhir kali dia menelpon saat Daniella baru bangun tidur, ada banyak juga pesan dan telepon yang dia abaikan dari Ray dan juga Kakek. Suara ketukan pintu terdengar, Alberto masuk ke dalam ruangan sambil membawa beberapa dokumen yang perlu dia laporkan pada Gavriel. Wajah dari Alberto juga tak kalah kusut dan lelah dari Gavriel, hari ini mereka begitu bekerja keras. Dia meletalan dokumen yang dia bawa di atas meja, lalu dia menjelaskan beberapa hal pada Gavriel saat Gavriel membuka dokumen tersebut. "Apakah saya perlu pesankan makan malam?" tanya Alberto pad