Home / Romansa / Dahaga Cinta / Tidak tertarik

Share

Tidak tertarik

Author: An Nisa
last update Last Updated: 2021-10-27 12:25:26

"Tidak, Kek. Sampai kapanpun aku tidak akan setuju dengan rencana kakek!"

Penolakan yang kesekian kalinya telah Hayden lontarkan pada kakeknya. Ia lantas beranjak dari duduknya, meninggalkan seluruh keluarganya yang masih setia duduk di tempat mereka. Pria itu menggerutu sembari menaiki tangga menuju kamarnya. Tapi, ketika berada pada tangga ke-lima ia berbalik dan kembali untuk turun. 

"Bagaimana kau berubah pikiran?" tanya Gustaf melihat cucunya kembali. 

"Tidak akan pernah. Aku hanya ingin mengambil ponselku saja." Ia mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja. Kemudian kembali berjalan menuju kamarnya. 

"Bagaimana ini, Ayah? anak nakal itu tetap menolak. Apa yang harus kita katakan pada paman Abraham?" Ayah Hayden–Jordan, tampak sangat khawatir. Keluarga mereka memiliki hutang budi kepada Abraham, sahabat Gustaf. Sangat memalukan jika mereka menolak permintaan dari pria itu. 

"Kau tenang saja. Aku yakin bocah itu akan menurut," ucapnya percaya diri. 

"Aku akan mencoba berbicara dengannya," sahut Sandra, ibu Hayden. 

"Ah iya, kenapa aku lupa ada kau di sini, San." Gustaf terkekeh. "Dia pasti akan menuruti semua perkataanmu. Aku yakin itu," ucapnya dengan seringai di bibirnya. 

***

"Ada apa dengan semua orang? Kenapa mereka memiliki ide konyol itu?" Hayden berjalan menuju kamarnya dengan gumaman yang tak henti keluar dari bibirnya. 

"Yang benar saja, mereka ingin menjodohkan aku? Apa mereka pikir aku ini tidak bisa mendapatkan pasangan?," gerutunya lagi sembari membanting tubuhnya di atas kasur. "Aku Hayden Sakya, dokter paling tampan di rumah sakit First Health. Tidak ada yang bisa menolak pesonaku," ucapnya penuh percaya diri. 

Pria itu masih asik menggerutu saat tiba-tiba suara ketukan pintu mengusik gendang telinganya. Terdengar suara ibunya dari arah luar, memanggil namanya dengan begitu lembut. Hayden berdecak kesal. Ingin sekali mengabaikan pangilan wanita yang telah melahirkannya itu, karena ia tahu maksud dan tujuan wanita itu mencarinya. Tapi, hati nuraninya tentu tak dapat melakukannya. Dengan langkah malas, ia membuka pintu dan mengizinkan ibunya masuk. 

Hayden menatap malas ibunya yang tengah duduk di atas ranjang kesayangannya. Meskipun kesal ia juga tetap mendudukkan diri di depan ibunya. 

"Nak, katakan kepada ibu, kenapa kamu menolak perjodohan ini?," tanya wanita itu tanpa basa-basi. 

Hayden mendengkus, ia sudah menduga ibunya akan membahas ini. Ia memiringkan kepalanya seraya berkata, "Sekarang jawab pertanyaanku juga, Bu. Kenapa kalian bersikeras untuk menjodohkan aku dengan cucu kakek Abraham?" 

Wanita paruh baya itu menghela napas sebelum menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada putranya. "Kau tahu, Nak. Keluarga kita berhutang banyak pada kakek Abraham. Dulu dia membantu keluarga kita saat kita dalam keterpurukan. Membawa kita hingga bisa seperti ini." 

Hayden diam mendengar apa yang ibunya jelaskan. 

"Bahkan biaya pendidikanmu dan juga adikmu ditanggung olehnya. Mulai dari kalian kecil hingga sekarang, Nak. Itu lah sebabnya kami menyuruhmu untuk bekerja di rumah sakit First Health. Rumah sakit itu miliknya," jelas wanita itu dengan tutur kata begitu lembut. 

Terkejut? Tentu saja iya. Hayden tak pernah menyangka biaya pendidikannya berasal dari pria tua namun masih berwibawa itu. Sejak dulu yang ia tahu, ia hanya harus berangkat sekolah dan menjadi siswa terbaik disetiap jenjangnya. 

"Tapi, Bu... "

"Nak ibu mohon!" Wanita itu memotong ucapan putranya sembari menggenggam tangannya. "Setidaknya kamu datang untuk makan malam besok. Setelah itu kalian putuskan untuk melanjutkan rencana ini atau tidak," lanjutnya. 

Melihat sorot mata mengiba dari sang ibu membuat hati Hayden luluh. Ia sangat benci menghadapi situasi semacam ini. Ia pun memalingkan wajahnya seraya berkata, "baiklah, demi Ibu aku akan menghadiri makan malam besok." 

Kedua ujung bibir wanita paruh baya itu tertarik. Perasaan lega mengaliri setiap rongga dadanya. Ia eratkan genggaman tangannya pada sang putra. Menatapnya penuh sayang, kemudian mengucapkan kata terima kasih dengan begitu tulus. Setelah itu ia beranjak dari duduknya. Mengecup kepala putranya sebentar sebelum berlalu meninggalkan kamar putra sulungnya. 

"Aghh," 

Hayden mengacak-acak rambutnya sendiri. Tubuhnya terbanting ke belakang, hingga ia tidur telentang menghadap langit-langit kamarnya. 

Sebenarnya tidak ada alasan kokoh untuk menolak perjodohan ini, karena ia tidak memiliki kekasih. Hanya saja, sepertinya ia mulai jatuh cinta pada gadis yang bahkan belum ia ketahui namanya. Hayden menggeram kesal. Satu langkahnya untuk mendekati gadis itu terhambat dengan adanya perjodohan ini. 

"Tuhan, kenapa Kau pertemukan aku dengan dia jika pada akhirnya Kau menghambat semua perjalanan untuk bisa dekat dengannya," gerutu Hayden sebelum menutup mata dan menyelami alam mimpi. 

***

Malam ini Elia terlihat begitu cantik dengan balutan dress putih bercorak bunga dengan panjang baju selutut. Rambutnya digerai, memamerkan gelombang alaminya. Riasan tipis tak mungkin ketinggalan dari gadis itu. Penampilan yang cukup sederhana untuk kalangan atas seperti Elia. Namun, tak ayal tetap membuat siapapun akan terpesona dengan kecantikan yang Elia miliki. 

Langkah kaki kecilnya mengikuti seorang pria yang tak lain kakeknya. Mereka memasuki sebuah restoran mewah. Restoran milik teman kakeknya. Kaki mereka dibawa ke sebuah ruangan VIP. Tempat yang begitu privasi untuk makan malam mereka kali ini. 

Setelah percakapannya dengan sang kakek beberapa waktu yang lalu, Elia berpikir untuk menerima tawaran kakeknya. Bagaimanapun juga ia sadar, ayahnya sangat membutuhkannya saat ini sampai besok. Hati nuraninya tak tega meninggalkan ayahnya sendiri di sini.

Elia memainkan ponselnya sembari menuggu keluarga sahabat kakeknya. Selama hidupnya, ini kali pertama ia bertemu dengan sahabat kakeknya. Ia tak tahu bagaimana rupa pria yang memiliki usia setara dengan kakeknya itu. 

"El, kakek harap kamu mau menerima cucu sahabat kakek untuk menjadi suamimu," ucap Abraham memecah keheningan diantaranya dengan sang cucu. 

Elia meletakkan ponselnya ke atas meja. Ia menghadapkan tubuhnya pada sang kakek sebelum berbicara. "Aku akan melihat seperti apa pria itu. Aku tidak mau ada penyesalan dari diriku sendiri, Kek, dan aku harap Kakek juga bisa mengerti apa mau ku."

"Kakek tahu seperti apa pria yang kamu inginkan. Kakek sangat yakin kamu akan setuju dengan pria ini," ucapnya jemawa. 

Elia menaikkan sebelah alisnya. "Pria yang aku inginkan?." Abraham mengangguk.

"Apa kakek lupa? Aku bahkan tidak memiliki ketertarikan pada seorang pria. Jika bukan karena kakek harus ke Canada dan aku harus di sini, sepertinya pernikahan ini tidak masuk ke dalam rencana hidupku."

Abraham tahu apa yang membuat cucu semata wayangnya seperti ini. Kesalahan dimasa lalu membawa Elia dan seluruh keluarganya hancur. Abraham sendiri tidak tahu bagaimana menyembuhkan luka dan menata kembali apa yang telah hancur dulu. Yang bisa ia lakukan hanya berusaha membuat cucunya bahagia. Tapi, nyatanya sesuatu yang ia kira dapat membahagiakan Elia, bukan hal yang Elia inginkan. 

Keheningan menyapa mereka kembali. Tak ada percakapan selayaknya cucu dan kakek. Mereka jarang bertegur sapa meskipun berada dalam satu rumah yang sama. Kesibukan mereka masing-masing menjauhkan jarak mereka berdua. 

Suara pintu terbuka menghentikan usapan jari Elia pada ponselnya. Ia mengalihkan pandang pada beberapa orang yang tengah masuk ke dalam ruangan itu. Melihat kakeknya berdiri, Elia mengikutinya. Senyum tipis ia keluarkan untuk menyambut para tamu mereka. Dan picingan mata terpampang tatkala seseorang yang pernah ia lihat juga berada di sana. 

"Dia...." Gumaman lirihnya terhenti saat seorang wanita mendekatinya. 

"Kamu cucunya paman Abraham?" tanya wanita itu. 

Elia mengangguk dengan senyum tipis, terkesan dingin. 

"Kamu sangat cantik," pujinya yang kemudian mengajak Elia untuk duduk. 

"Perkenalkan ini cucuku, namanya Kamelia Beatarisa Abraham. Kalian bisa memanggilnya Elia," ucap Abraham sembari menunjuk cucu gadisnya. 

Kepala gadis itu mengangguk sopan pada empat orang yang duduk mengelilingi meja bundar di sana. Matanya terhenti pada sosok pria yang duduk tepat di sebrangnya. Sekarang ia sangat yakin, pria itu seseorang yang sangat tidak ia sukai. Ia menatap tajam, saat pria itu tersenyum miring padanya. 

"Ini Hayden, cucuku. Kamu sudah mengenalnya, Bram," ucap Gustaf terkekeh

Related chapters

  • Dahaga Cinta   Akan menolak

    "Hayden, apa kamu bisa mengantarkan El pulang? Ada beberapa hal yang harus aku urus malam ini."Hayden tersenyum senang. Matanya melirik gadis cantik yang baru ia tahu namanya. Kepalanya mengangguk lembut, meskipun dalam hatinya ia bersorak gembira. "Tentu saja, Kek. Dengan senang hati aku akan mengantar cucu cantik Anda dengan selamat."Abraham tertawa, disusul yang lain. "Kamu memang perayu seperti kakekmu," ucap Abraham. Ia sama sekali tak menghiraukan tatapan datar cucunya. Yang ia inginkan sekarang, cucunya dekat dengan dokter muda itu."Kek, aku bisa pulang sendiri," bisik Elia pada kakeknya. Abraham hanya melirik saja."Kamu ingin pulang sekarang, El? Baiklah, tidak masalah." Menatap Hayden, kemudian berucap, "Hayden, antarkan cucuku pulang, dan tolong jaga dia."Elia melebarkan matanya tak percaya. Ia sangat yakin pendengaran kakeknya masih berfungsi den

    Last Updated : 2021-11-01
  • Dahaga Cinta   Melupakan masa lalu

    "Bu ... Ibu di mana?" Seorang gadis kecil berlari memasuki rumahnya. Mengelilingi setiap sudut ruangan. Ia baru saja pulang dari sekolah, dan ia harus menemui ibunya untuk meminta tanda tangan.Gadis itu tak menemukan ibunya di lantai bawah. Dengan tergesa, ia naik ke lantai dua. Tanpa mengetuk pintu gadis kecil itu membuka kamar ibunya. Alangkah terkejutnya gadis itu melihat ibunya telanjang dengan pamannya.Tak bisa berkutik. Gadis kecil itu hanya menegerjapkan matanya. Ia sama sekali tak mengerti apa yang tengah dua orang itu lakukan tanpa busana."Bu," panggil bocah itu lirih.Ibunya terkesiap. Menatap putrinya berada di depan pintu membuat darahnya mendidih. Buru-buru ia mendorong seseorang yang tengah berada di atasnya. Ia mengenakan jubah mandi dengan tergesa-gesa. Kemudian menghampiri putrinya."Kemari kau." Tangannya menyeret tangan kecil pu

    Last Updated : 2021-11-04
  • Dahaga Cinta   Rumah Sakit

    Seorang gadis tengah berjalan cepat menyusuri koridor rumah sakit. Lirih, terdengar umpatan keluar dari bibir gadis itu.Sudah sepuluh menit ia berjalan, namun tak menemukan letak ruangan yang ia cari. Langkah kakinya bergerak pelan saat matanya menemukan ruangan yang sedari tadi membuatnya pusing.Gadis itu mendorong pintu agar terbuka. Dan mata hazelnya menemukan seseorang tengah terbaring pada salah satu ranjang yang ada di sana. Gadis itu berdecak kesal. Kenapa harus ruangan yang berisi lebih dari tiga orang. Dan lagi, ruangan itu saat ini lumayan ramai, karena ada satu pasien yang tengah dibesuk oleh sanak saudaranya."Bagaimana bisa kau masuk ke tempat seperti ini." Gadis itu mendengus sembari menarik satu kursi dan mendudukinya."Kenapa kau kemari, El?" Bukannya menjawab, pasien itu malah melemparkan pertanyaan yang membuat gadis itu semakin kesal."Aku akan meminta

    Last Updated : 2021-09-28
  • Dahaga Cinta   Dokter aneh

    "Apa teman anda tidak bisa dipindahkan saja ke ruangan yang tadi?" Gadis itu mencoba untuk menegosiasi. Tapi ia harus menelan rasa kecewa saat Elia menggelengkan kepalanya."Nona, aku sadar aku sangat salah dan aku akan bertanggung jawab. Tapi jika kau menggunakan ruangan ini aku tidak bisa menjamin bisa membayarnya." Gadis itu memelas berharap hati Elia tergerak dan mau memindahkan ruangan pria itu."Begini saja ..." Elia meyilangkan kakinya. "Kau tidak perlu membayar biaya rumah sakit. Tapi, kau harus mau merawat temanku itu sampai dokter mengizinkannya pulang. Bagaimana?"Gadis itu menatap Elia dengan tatapan tak percaya. "Kau tidak bercanda, Nona?" tanyanya dengan wajah polosnya.Elia memiringkan kepalanya. "Apa wajahku terlihat seperti bercanda?" tanyanya dengan raut muka datar seperti biasa."Tidak, tapi...""Oh atau kau memilih untuk membayar biaya rum

    Last Updated : 2021-09-28
  • Dahaga Cinta   Hayden

    Seluruh pegawai rumah sakit menyapa seorang dokter yang baru saja berjalan melewati mereka. Beberapa dari perawat wanita langsung membuat sebuah lingkaran untuk membicarakan dokter tersebut. Pujian demi pujian keluar dari bibir mereka tanpa henti seperti biasa. Mengagumi setiap apa yang ada pada tubuh dan hati pria itu.Dokter tersebut tersenyum miring melihatnya. Dengan sengaja ia mengedipkan sebelah mata pada sekumpulan para perawat wanita tadi dan membuat mereka heboh, la tersenyum geli melihatnya."Pagi dokter," sapa salah seorang resepsionis rumah sakit."Pagi," balasnya dengan satu senyuman yang begitu memabukkan."Hayden!" Suara seorang wanita yang begitu ia kenal menyuruh dirinya untuk berhenti dan berbalik menghadap wanita itu. la tersenyum mendapati sahabat wanitanya yang sudah beberapa hari ini tak terlihat."Hai, Jen!" Mereka berpelukan. "Kau sudah pulang rupanya," ka

    Last Updated : 2021-09-28
  • Dahaga Cinta   Cinta?

    Pagi hari menyapa seorang gadis yang masih terlelap. Waktu sudah hampir beranjak siang, namun gadis itu masih enggan membuka matanya.Elia baru menyelami mimpi selama tiga jam.Semalam ia menyusun dan mengoreksi kembali skripsi yang akan ia serahkan pada dosen pembimbing nanti. Pada pukul tiga, Elia baru bisa menutup laptop beserta matanya dan beristirahat. Tapi, hal seperti itu sudah biasa baginya.Rasa malas menjalar pada setiap sendinya. Tapi, mau tak mau Elia tetap bangun dan memulai harinya. Ia beranjak dari tempat tidur untuk membersihkan diri. Selesai dengan urusan berdandan Elia turun untuk sarapan.Sunyi. Rumah besar yang ia huni tak menampakkan keramaian sama sekali. Jika dipagi hari beberapa orang wanita sibuk mengurus anak dan suaminya, jangan harap dapat melihat hal seperti itu di rumah Elia.Elia melihat meja makan kosong. Bukan tidak a

    Last Updated : 2021-09-30
  • Dahaga Cinta   Dilema

    "Kau menyukainya Hayden?" Pertanyaan itu lolos seketika dari bibir Jen.Hayden berdecak. "Tentu saja, Jen. Dia gadis yang cantik. Siapa yang tidak menyukainya?" jawab Hayden jengah.Mendengar jawaban Hayden membuat Jen kecewa. Bagaimana bisa gadis yang hanya ditemui Hayden satu kali membuat sahabatnya segila itu."Ya, semoga saja gadis itu belum menikah," ucap Jen kemudian berlalu meninggalkan Hayden.Hayden menggaruk kepalanya yang tak gatal. Apa ia salah ucap? Kenapa Jen jadi seperti itu?, atau dia sedang ada masalah?. Tanpa berpikir lebih panjang lagi, Hayden mengejar langkah kaki Jen yang sudah tak terlihat.***Sebuah mobil berwarna hitam memasuki halaman rumah. Pengemudi itu tampak mengernyitkan kening, melihat ada mobil lain yang tak ia kenali berada di halaman rumahnya. Untuk memecahkan rasa penasaran, ia turun dari mobil dan b

    Last Updated : 2021-09-30

Latest chapter

  • Dahaga Cinta   Melupakan masa lalu

    "Bu ... Ibu di mana?" Seorang gadis kecil berlari memasuki rumahnya. Mengelilingi setiap sudut ruangan. Ia baru saja pulang dari sekolah, dan ia harus menemui ibunya untuk meminta tanda tangan.Gadis itu tak menemukan ibunya di lantai bawah. Dengan tergesa, ia naik ke lantai dua. Tanpa mengetuk pintu gadis kecil itu membuka kamar ibunya. Alangkah terkejutnya gadis itu melihat ibunya telanjang dengan pamannya.Tak bisa berkutik. Gadis kecil itu hanya menegerjapkan matanya. Ia sama sekali tak mengerti apa yang tengah dua orang itu lakukan tanpa busana."Bu," panggil bocah itu lirih.Ibunya terkesiap. Menatap putrinya berada di depan pintu membuat darahnya mendidih. Buru-buru ia mendorong seseorang yang tengah berada di atasnya. Ia mengenakan jubah mandi dengan tergesa-gesa. Kemudian menghampiri putrinya."Kemari kau." Tangannya menyeret tangan kecil pu

  • Dahaga Cinta   Akan menolak

    "Hayden, apa kamu bisa mengantarkan El pulang? Ada beberapa hal yang harus aku urus malam ini."Hayden tersenyum senang. Matanya melirik gadis cantik yang baru ia tahu namanya. Kepalanya mengangguk lembut, meskipun dalam hatinya ia bersorak gembira. "Tentu saja, Kek. Dengan senang hati aku akan mengantar cucu cantik Anda dengan selamat."Abraham tertawa, disusul yang lain. "Kamu memang perayu seperti kakekmu," ucap Abraham. Ia sama sekali tak menghiraukan tatapan datar cucunya. Yang ia inginkan sekarang, cucunya dekat dengan dokter muda itu."Kek, aku bisa pulang sendiri," bisik Elia pada kakeknya. Abraham hanya melirik saja."Kamu ingin pulang sekarang, El? Baiklah, tidak masalah." Menatap Hayden, kemudian berucap, "Hayden, antarkan cucuku pulang, dan tolong jaga dia."Elia melebarkan matanya tak percaya. Ia sangat yakin pendengaran kakeknya masih berfungsi den

  • Dahaga Cinta   Tidak tertarik

    "Tidak, Kek. Sampai kapanpun aku tidak akan setuju dengan rencana kakek!"Penolakan yang kesekian kalinya telah Hayden lontarkan pada kakeknya. Ia lantas beranjak dari duduknya, meninggalkan seluruh keluarganya yang masih setia duduk di tempat mereka. Pria itu menggerutu sembari menaiki tangga menuju kamarnya. Tapi, ketika berada pada tangga ke-lima ia berbalik dan kembali untuk turun."Bagaimana kau berubah pikiran?" tanya Gustaf melihat cucunya kembali."Tidak akan pernah. Aku hanya ingin mengambil ponselku saja." Ia mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja. Kemudian kembali berjalan menuju kamarnya."Bagaimana ini, Ayah? anak nakal itu tetap menolak. Apa yang harus kita katakan pada paman Abraham?" Ayah Hayden–Jordan, tampak sangat khawatir. Keluarga mereka memiliki hutang budi kepada Abraham, sahabat Gustaf. Sangat memalukan jika mereka menolak permin

  • Dahaga Cinta   Dilema

    "Kau menyukainya Hayden?" Pertanyaan itu lolos seketika dari bibir Jen.Hayden berdecak. "Tentu saja, Jen. Dia gadis yang cantik. Siapa yang tidak menyukainya?" jawab Hayden jengah.Mendengar jawaban Hayden membuat Jen kecewa. Bagaimana bisa gadis yang hanya ditemui Hayden satu kali membuat sahabatnya segila itu."Ya, semoga saja gadis itu belum menikah," ucap Jen kemudian berlalu meninggalkan Hayden.Hayden menggaruk kepalanya yang tak gatal. Apa ia salah ucap? Kenapa Jen jadi seperti itu?, atau dia sedang ada masalah?. Tanpa berpikir lebih panjang lagi, Hayden mengejar langkah kaki Jen yang sudah tak terlihat.***Sebuah mobil berwarna hitam memasuki halaman rumah. Pengemudi itu tampak mengernyitkan kening, melihat ada mobil lain yang tak ia kenali berada di halaman rumahnya. Untuk memecahkan rasa penasaran, ia turun dari mobil dan b

  • Dahaga Cinta   Cinta?

    Pagi hari menyapa seorang gadis yang masih terlelap. Waktu sudah hampir beranjak siang, namun gadis itu masih enggan membuka matanya.Elia baru menyelami mimpi selama tiga jam.Semalam ia menyusun dan mengoreksi kembali skripsi yang akan ia serahkan pada dosen pembimbing nanti. Pada pukul tiga, Elia baru bisa menutup laptop beserta matanya dan beristirahat. Tapi, hal seperti itu sudah biasa baginya.Rasa malas menjalar pada setiap sendinya. Tapi, mau tak mau Elia tetap bangun dan memulai harinya. Ia beranjak dari tempat tidur untuk membersihkan diri. Selesai dengan urusan berdandan Elia turun untuk sarapan.Sunyi. Rumah besar yang ia huni tak menampakkan keramaian sama sekali. Jika dipagi hari beberapa orang wanita sibuk mengurus anak dan suaminya, jangan harap dapat melihat hal seperti itu di rumah Elia.Elia melihat meja makan kosong. Bukan tidak a

  • Dahaga Cinta   Hayden

    Seluruh pegawai rumah sakit menyapa seorang dokter yang baru saja berjalan melewati mereka. Beberapa dari perawat wanita langsung membuat sebuah lingkaran untuk membicarakan dokter tersebut. Pujian demi pujian keluar dari bibir mereka tanpa henti seperti biasa. Mengagumi setiap apa yang ada pada tubuh dan hati pria itu.Dokter tersebut tersenyum miring melihatnya. Dengan sengaja ia mengedipkan sebelah mata pada sekumpulan para perawat wanita tadi dan membuat mereka heboh, la tersenyum geli melihatnya."Pagi dokter," sapa salah seorang resepsionis rumah sakit."Pagi," balasnya dengan satu senyuman yang begitu memabukkan."Hayden!" Suara seorang wanita yang begitu ia kenal menyuruh dirinya untuk berhenti dan berbalik menghadap wanita itu. la tersenyum mendapati sahabat wanitanya yang sudah beberapa hari ini tak terlihat."Hai, Jen!" Mereka berpelukan. "Kau sudah pulang rupanya," ka

  • Dahaga Cinta   Dokter aneh

    "Apa teman anda tidak bisa dipindahkan saja ke ruangan yang tadi?" Gadis itu mencoba untuk menegosiasi. Tapi ia harus menelan rasa kecewa saat Elia menggelengkan kepalanya."Nona, aku sadar aku sangat salah dan aku akan bertanggung jawab. Tapi jika kau menggunakan ruangan ini aku tidak bisa menjamin bisa membayarnya." Gadis itu memelas berharap hati Elia tergerak dan mau memindahkan ruangan pria itu."Begini saja ..." Elia meyilangkan kakinya. "Kau tidak perlu membayar biaya rumah sakit. Tapi, kau harus mau merawat temanku itu sampai dokter mengizinkannya pulang. Bagaimana?"Gadis itu menatap Elia dengan tatapan tak percaya. "Kau tidak bercanda, Nona?" tanyanya dengan wajah polosnya.Elia memiringkan kepalanya. "Apa wajahku terlihat seperti bercanda?" tanyanya dengan raut muka datar seperti biasa."Tidak, tapi...""Oh atau kau memilih untuk membayar biaya rum

  • Dahaga Cinta   Rumah Sakit

    Seorang gadis tengah berjalan cepat menyusuri koridor rumah sakit. Lirih, terdengar umpatan keluar dari bibir gadis itu.Sudah sepuluh menit ia berjalan, namun tak menemukan letak ruangan yang ia cari. Langkah kakinya bergerak pelan saat matanya menemukan ruangan yang sedari tadi membuatnya pusing.Gadis itu mendorong pintu agar terbuka. Dan mata hazelnya menemukan seseorang tengah terbaring pada salah satu ranjang yang ada di sana. Gadis itu berdecak kesal. Kenapa harus ruangan yang berisi lebih dari tiga orang. Dan lagi, ruangan itu saat ini lumayan ramai, karena ada satu pasien yang tengah dibesuk oleh sanak saudaranya."Bagaimana bisa kau masuk ke tempat seperti ini." Gadis itu mendengus sembari menarik satu kursi dan mendudukinya."Kenapa kau kemari, El?" Bukannya menjawab, pasien itu malah melemparkan pertanyaan yang membuat gadis itu semakin kesal."Aku akan meminta

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status